Anda di halaman 1dari 38

i

LAPORAN KASUS HIPOTIROID

Penyusun:
Vaniseery A/P Subramaniam 110100393
Thinaggaran A/L K.Karthirasu 110100370
Parveen Nair Kunhikanan 120100510

Pembimbing:
dr. Lenni Evalina Sihotang, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP HAJI


ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


ii

Nilai :

COW COW

dr. Taufik dr. Otto

PEMBIMBING:

dr. Lenni Evalina Sihotang, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka
yang berjudul “Hipotiroid”. Selama penyusunan tinjauan pustaka ini, penulis
iii

banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada dr.
Lenni Evalina Sihotang, SpPD sebagai pembimbing dan seluruh Konsulen di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah memberi saran dan
masukan yang membangun dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.

Seluruh Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah


mendukung penulis dalam penyelesaian tinjauan pustaka ini.

Penulis sangat menyadari tinjauan pustaka ini pasti tidak luput dari
kekurangan, baik isi materi, pengetikan, penggunaan bahasa, maupun tata letak.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan menerima masukan berupa kritik dan
saran yang membangun agar kelak kesalahan tersebut dapat diperbaiki dalam
tulisan selanjutnya. Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 19 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI
iv

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii


KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Tujuan …………………………………………………………… 2
1.3. Manfaat .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1. Definisi ........................................................................................... 3
2.2. Etiologi ........................................................................................... 3
2.3. Epidemiologi .................................................................................. 4
2.4. Faktor Resiko ................................................................................. 4
2.5. Klasifikasi ...................................................................................... 5
2.6. Patofisiologi ................................................................................... 6
2.7. Gejala Klinis................................................................................... 7
2.8. Diagnosis ........................................................................................ 8
2.9. Diagnosis Banding ......................................................................... 10
2.10. Penatalaksanaan ........................................................................... 10
2.11. Komplikasi ................................................................................... 14
2.12. Prognosis ...................................................................................... 14
BAB III STATUS ORANG SAKIT .............................................................. 16
BAB IV FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ....................................... 28
BAB V DISKUSI KASUS .............................................................................. 33
BAB VI KESIMPULAN ................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan


sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju
metabolisme tubuh.1

Hipertiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana terjadinya


kegagalan fungsi tiroid dan sekunder karena kegagalan sekresi thyroid-stimulating
hormone (TSH) dari kelenjar pituitari atau thyrotrophin-releasing hormone (TRH)
dari hipotalamus.2

Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan


lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain
itu, faktor genetik dan distribusi usia turut berperan dalam populasi tersebut. Di
seluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan
iodium. Sementara itu, di negara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi,
penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.1,3

Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan


prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme umumnya
dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer
di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk
untuk pria.3,4 Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat
sebagian besar penduduk bermukim di daerah defisiensi iodium.3

Spektrum gambaran klinis hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat
lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema).
Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada
orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya
perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah
kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine).4,5

Gejala klinis hipotiroidisme timbul dan berkembang secara perlahan. Sebagian


besar pasien dengan hipotiroidisme ringan mungkin tidak memiliki tanda atau
gejala. Tanda dan gejala menjadi jelas terutama bila kondisinya memburuk. Dengan
2

perhatian yang baik terhadap gejala dapat membantu untuk mendiagnosis kondisi
awal dan mengobatinya dengan tepat.

1.2. TUJUAN

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami tinjauan
ilmu teoritis “Hipotiroid”, serta memahami penatalaksanaan yang tepat, cepat dan
akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. MANFAAT

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk
lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang “Hipotiroid” dan sebagai
bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai “Hipotiroid”.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


3

2.1. DEFINISI

Hipotiroidisme adalah kelainan paling umum yang timbul dari kekurangan


hormon.2 Hipotiroidisme didefinisikan sebagai kegagalan kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.6

2.2. ETIOLOGI
Hipotiroidisme terbagi dalam primer, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi tiroid
dan sekunder karena kegagalan sekresi thyroid-stimulating hormone (TSH) dari
kelenjar pituitari atau thyrotrophin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.2

i. Primer2

• Tiroiditis autoimun kronik


• Defisiensi atau kelebihan iodium
• Tiroidektomi
• Terapi dengan radioaktif iodin
• Radioterapi eksternal
• Pengobatan

ii. Sekunder (pusat)2

(a) Pituitari

• Adenoma pituitari
• Riwayat operasi atau radioterapi pituitari
• Riwayat trauma kepala
• Riwayat apopleksi pituitary

(b) Hipotalamus

• Tumor hipotalamik atau suprasella


• Riwayat operasi atau radioterapi hipotalamik

2.3. EPIDEMIOLOGI
Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak dijumpai di
Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston)5. Hipotiroid lebih banyak
4

terjadi pada wanita pada wanita dibandingkan pria dan insidensinya meningkat
dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering dijumpai dibanding
hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000:1.7

The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES


III) yang melakukan survei pada 17.353 individu yang mewakili populasi di
Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi
(0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada
wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang
rendah pada masa kanak-kanak. Prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras
kulit putih (5,1%) dibandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika
(1,7%).

Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar


penduduk bermukim di daerah defisiensi iodium. Sebaliknya, di negaranegara
Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.3

2.4. FAKTOR RESIKO8

Umur

Usia di atas 60 tahun maka semakin beresiko terjadinya hipotiroid.

• Jenis kelamin
Perempuan lebih beresiko terjadi gangguan tiroid.
• Genetik
Di antara banyak faktor penyebab autoimunitas terhadap kelenjar tiroid,
genetik dianggap merupakan faktor pencetus utama.
• Lingkungan
Kadar iodium dalam air kurang.
• Obat-obatan
Terapi obat seperti amiodarone dan lithium karbonat.

2.5. KLASIFIKASI
Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan :
5

i) Primer7
 Kongenital
Hipotiroid kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi
asupan yodium endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang
mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000
kelahiran hidup, dan lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan
(Roberts). Pada anak-anak ini, hipotiroid kongenital disebabkan
oleh agenesis atau disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis
hormon tiroid.

 Didapat
Hipotiroid didapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering
disebut tiroiditis Hashimoto. Operasi atau radiasi dan beberapa
bahan kimia atau obat juga dapat menyebabkan hipotiroid dengan
cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau mempengaruhi
autoimunitas kelenjar tiroid.

ii) Sekunder7

 Pituitari
(a) Adenoma pituitari
(b) Riwayat operasi atau radioterapi pituitari
(c) Riwayat trauma kepala
(d) Riwayat apopleksi pituitary

 Hipotalamus
(a) Tumor hipotalamik atau suprasella
(b) Riwayat operasi atau radioterapi hipotalamik

2.6. PATOFISIOLOGI

Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau


gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid
diatur sebagai berikut:Hypothalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormon
6

(TRH) yang merangsang hipofiseanterior. Hipofise anterior mensintesis thyrotropin


(Thyroid Stimulating Hormon/TSH)yang merangsang kelenjar tiroid. Kelenjar
tiroid mensintesis hormon tiroid(Triiodothyronin/T3 dan Tetraiodothyronin/T4)
yang merangsang metabolism jaringan yang meliputi, konsumsi oksigen, produksi
panas tubuh, fungsi syaraf, metabolism protein,karbohidrat, lemak, dan
vitaminvitamin serta kerja hormon-hormon lain.9,10

Gambar 1: Pathway Hipotiroid

2.7. GEJALA KLINIS 3,4

Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak
tahan dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot.

Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang


jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam
jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa
7

pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi


mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan :

1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata 2.


Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek termoregulasi, hipotermia.
4. Terdapat faktor presipitasi :kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik,
tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung,
perdarahan saluran cerna.

2.8. DIAGNOSIS

Terdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidisme, yaitu


apabila ditemukan 4,11 :

1. Klinis keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid.

2. Tanda-tanda adanya keterpaparan atau defisiensi, pengobatan ataupun


etiologi dan risiko penyakit yang dapat menjurus kepada kegagalan tiroid
dan hipofisis.

3. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit


tiroiditis autoimun kronis.

Kegagalan produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan kadar T4 serum,


sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi pada hipotiroidisme berat. Pada
hipotiroidisme primer ditemukan penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum
meningkat. Pada hipotiroidisme sentral, disamping kadar T4 serum rendah, terdapat
kadar TSH yang rendah atau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder
dengan tersier diperlukan pemeriksaan TRH.4

Diagnosis hipotiroidisme dipastikan oleh adanya peningkatan kadar TSH


serum. Apabila kadar TSH meningkat akan tetapi kadar FT4 normal, keadaan itu
disebut hipotiroidisme sub klinis. Biasanya peningkatan kadar TSH pada
hipotiroidisme subklinik berkisar antara 5-10 mU/L sehingga disebut juga
hipotiroidisme ringan. Kadar T3 biasanya dalam batas normal, sehingga
8

pemeriksaan kadar T3 serum tidak membantu untuk menegakkan diagnosis


hipotiroidisme.3,4 .

Euthyroid sick syndrome (ESS)

Kelenjar tiroid akan menghasilkan dua macam hormon tiroid yaitu triiodotironin
(T3) dan tetraiodotionin (T4). T3 merupakan bentuk biologi aktif dari hormon tiroid
(memiliki lima kali lebih aktif bentuk biologinya dari T4), yang dihasilkan secara
langsung dari metabolisme tiroksin yang didapat dari konversi T4 di perifer. Hanya
35-40% dari T4 ini yang akan dikonversi menjadi T3 diperifer, 50% dari T4 ini
akan dikonversi menjadi bentuk rT3.10 Pada keadaan penyakit sistemik, stres
fisiologik dan pemakaian obat-obatan dapat menghambat konversi T4 menjadi T3
diperifer sehingga kadar T4 dan T3 serum akan menurun. Hal ini dapat
menimbulkan keadaan hipotiroidisme, dan keadaan seperti ini disebut dengan
“Euthyroid sick syndrome” (ESS).11

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan


kecurigaan karsinomamedullae

2. Biopsi jarum halus

3. Pemeriksaan sidik tiroid

Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut kurang


dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul
hangat. Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian
besar karsinoma tiroid termasuk nodul dingin

4. Radiologis untuk mencari metastasis.

5. Histopatologi.

Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,


jaringan diambil dengan biopsi insisi
9

2.9. DIAGNOSIS BANDING9

Hipotiroid sering didiagnosis banding dengan :

• Depresi

Banyak gejala hipotiroidisme yang non spesifik dapat disebabkan oleh


gangguan depresi. Gejala hipotiroidisme merespons terapi penggantian
hormon tiroid. Gangguan depresi umumnya merespons pengobatan dengan
antidepresan dan / atau terapi perilaku. Hipotiroidisme didiagnosis dengan
peningkatan TSH, tetapi pada depresi TSH dalam batas normal.

• Demensia Alzheimer

Pada pasien yang lebih tua, 2 kondisi mungkin tidak dapat dibedakan.
Disfungsi kognitif pada hipotiroidisme merespons terapi penggantian tiroid.
Pasien dengan demensia Alzheimer memiliki TSH normal. CT kepala
mungkin menunjukkan tanda atrofi.

• Anemia

Pasien hipotiroid dan anemia sering mengalami kelelahan dan dispnea saat
beraktivitas. Hipotiroidisme dikaitkan dengan anemia pernisiosa. TSH
meningkat pada hipotiroidisme dan anemia biasanya normositik. Dalam
bentuk anemia lainnya, TSH tidak meningkat dan indeks sel darah merah
bervariasi (misalnya, makrositosis pada anemia pernisiosa, mikrositosis
pada anemia defisiensi besi).

2.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan :
1. Meringankan keluhan dan gejala
2. Menormalkan metabolisme
3. Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
4. Membuat T₃ (dan T₄) normal
5. Menghindarkan komplikasi dan resiko
10

Pada pasien yang sudah mendapatkan suplementasi levotiroksin sebelumnya,


dilakukan penilaian status fungsional tiroidnya. Selain dapat diketahui dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik , dapat pula dilakukan pemeriksaan
laboratorium.12

1. Terapi levotiroksin oral pada hipotiroidisme ringan dan sedang

Para ahli dibidang tiroidologi setuju bahwa levotiroksin merupakan obat


pilihan untuk pengobatan hipotiroidisme. Levotiroksin bertindak sebagai
reservoir untuk hormon tiroidaktif (T3). Penyerapan levotiroksin oral
sekitar 80% bila diminum pada perut kosong. Obatobat dan makanan
tertentu dapat mengganggu bioavailabilitas dari levotiroksin melalui
berbagai mekanisme. Obat ini termasuk kalsium karbonat, garam besi,
aluminium, dan antasida yang mengandung magnesium. Dengan bertindak
sebagai pro-hormon, levotiroksin tidak menghalangi komponen lain dari
aksis tiroid, sehingga memungkinkan bagi deiodinasi enzim untuk
berfungsi dengan baik. 13

Terapi hipotiroidisme dengan levotiroksin bertujuan untuk


menghilangkan gejala klinis serta mencapai atau mempertahankan kadar
TSH pada paruh bawah rentang kadar TSH normal atau sekitar 0,4-2,5
mU/L. Namun bila pasien telah merasa nyaman dengan kadar TSH pada
paruh atas rentang kadar TSH normal, dosis levotiroksin dapat
dilanjutkan.12,14

Secara umum dengan dosis levotiroksin 1,6 gr/kgBB/hari (100-125


mg/hari) dapat mencapai keadaan yang eutiroid. Pemberian dosis
levotiroksin dosis pengganti harus berhati-hati pada pasien hipotiroidisme
usia lanjut (> 60 tahun) atau pada pasien-pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Pada keadaan tersebut pemberian dosis levotiroksin dimulai
dengan dosis kecil (12,5 atau 25 mg/hari) yang dapat ditingkatkan tiap 36
minggu sampai tercapai keadaan eutiroid (start low go slow). Dengan cara
terapi tersebut ukuran-ukuran membaiknya fungsi tiroid dan
kardiovaskuler dapat diprediksi.3,15
11

Kehamilan akan meningkatkan kebutuhan hormotiroid 30-50% lebih


besar sehingga diperlukan dosis levotiroksin lebih tinggi. Hal tersebut
dijelaskan oleh adanya peningkatan clearance T4, transfer T4 ke fetus dan
peningkatan TBG oleh estrogen. Demikian pula pada pasien pemakai
estrogen, dosis T4 perlu ditingkatkan. Hossam I abdalla memperlihatkan
bahwa pemberian hormon estrogen postmenopause dapat menurunkan
kadar hormon tiroid.16
Pemberian terapi levotiroksin oral ini dianjurkan pada keadaan
preoperatif hipotiroidisme ringan atau sedang yang masih dapat ditunda
tindakan operatif sampai keadaan pasien menjadi eutiroid.17,18
Dalam beberapa situasi, triiodotironin diberikan untuk jangka pendek
untuk mengurangi gejala hipotiroidisme sementara terapi levotiroksin
mencapai keadaan yang stabil. Strategi pengobatan ini akan
dipertimbangkan untuk pasien yang baru saja menjalani total tiroidektomi.
Pasien sering sangat hipotiroidisme setelah operasi tiroid (6 sampai 8
minggu). Dosis awalnya berkisar 10-25 µg, diberikan 2 kali sehari. Setelah
2 sampai 3 minggu perawatan, dosis bisa dikurangi dan dihentikan dalam
waktu 4 – 6 minggu setelah levotiroksin mengambil alih.13
Pemberian triiodotironin oral akan diabsorbsi 100% , dan merupakan
bentuk biologis yang paling aktif (5 kali lebih aktif dari pada T4). Puncak
dari konsentrasi T3 ini didapat setelah 2-4 jam sesudah pemberian oral.
Sedangkan pemberian dosis kecil 20 µg ini akan meningkatkan kadar
konsentrasi T3 untuk berpenetrasi 6-8 jam dengan kecepatan distribusi
yang lambat.14,19,20.

2. Terapi hormon tiroid parenteral pada pasien hipotiroidisme berat.

Pasien hipotiroidisme mungkin memerlukan jalur alternatif yang lain


untuk memasukkan levotiroksin untuk mengembalikan ke keadaan
eutiroid pada waktu perioperatif. Karena penyerapan levotiroksin oral
tidak sesempurna intravena, maka dosis levotiroksinintravena harus
dikurangi sekitar 20% sampai 40%. Terapi levotiroksin intravena memiliki
efektifitas yang sama dengan obat oral, tetapi tidak semua dari klinis
hipotiroidisme ini dapat diperbaikinya.14,18
12

Pada pasien dengan hipotiroidisme berat namun memerlukan tindakan


operasi segera, maka diberikan suplementasi levotiroksin dan steroid
intravena. Awalnya dosis levotiroksin intravena diberikan loading dose
300-400 µg dilanjutkan 50 µg perhari. Sayangnya preparat levotiroksin
intravena belum tersedia di Indonesia.12
Pemberian triiodotironin ini dapat diulang pada 8 jam dan 16 jam
setelah pemberian yang pertama dengan dosis yang sama bila tidak
terdapat adanya perbaikan, atau pemberian triiodotironin ini dapat diulang
setiap 8 jam. Sedangkan pemberian levotiroksin dapat dilanjutkan dengan
dosis 100 µg perhari.21
Pemberian triiodotironin ini dipertimbangkan karena setelah
pemberian obat anestesi inhalasi atau intravena dapat menurunkan kadar
T3 plasma. Penurunan kadar T3 ini dimulai 30 menit setelah pemasukan
obat anestesi dan kecepatan penurunannya menjadi melambat setelah 24
jam pertama setelah anestesi. Dan mulai terjadi peningkatan konsentrasi
T3 ini setelah hari ke 7 setelah anestesi.18

3. Terapi tambahan lainnya

Keadaan insuffisiensi adrenal yang hadir bersamaan dengan


hipotiroidisme yang berat mungkin akan bermanifestasi dengan hipotensi,
penurunan berat badan, yang dapat diterapi dengan steroid atau kortisol
bila diperlukan.17,18,21

Pemberian steroid tidak diperlukan apabila sebelum onset koma tidak


didapatkan gangguan fungsi adrenal. Namun apabila status adrenalnya
tidak diketahui maka sebaiknya dilakukan tes stimulasi cosyntropin.
Setelah itu diberikan hidrokortison 100 mg intravena dilanjutkan dengan
4 x 50 mg dan dilakukan tapering dosis sampai total 7 hari. Apabila
setelah itu diketahui konsentrasi kortisol plasma > 30 gr/dl atau hasil tes
stimulasi cosyntropin dalam batas normal, maka pemberian steroid dapat
dihentikan.12
13

2.11. KOMPLIKASI Koma miksedema


Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi
tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan
kesadaran hingga koma. Dalam keadaan darurat (misalnya koma
miksedema), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Kretinisme)

Jika hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka kita
akan mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu
lahir tidak ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul
gejala lidah tebal dan jarak antara ke dua mata lebih besar dari biasanya.
Pada waktu ini kulit kasar dan warnanya agak kekuningan. Kepala anak
besar, mukanya bulat dan raut mukanya (ekspresi) seperti orang bodoh
sedangkan hidungnya besar dan pesek, bibirnya tebal, mulutnya selalu
terbuka dan juga lidah yang tebal dikeluarkan. Pertumbuhan tulang juga
terlambat. Sedangkan keadaan psikis berbeda-beda biasanya antara agak
cerdik dan sama sekali imbesil.

2.12. PROGNOSIS12

Hipotiroidisme tidak bisa disembuhkan, namun mudah diobati. Sebagian besar


pasien dapat dikelola dengan tepat dengan obat meskipun kebanyakan orang dengan
hipotiroidisme membutuhkan obat seumur hidup. Pengobatan untuk hipotiroidisme
sangat berhasil karena setiap dosis tiroksin sintetis aktif dan tersedia untuk tubuh
dalam waktu yang sangat lama (sekitar 7 hari). Oleh karena itu, tingkat T4 dalam
darah akan tetap stabil dan ini memberikan pasokan T4 yang konstan ke sel tubuh.

Hipotiroidisme yang sangat parah dapat menyebabkan terjadinya koma yang


mengancam jiwa yang dikenal sebagai koma myxedema jika tidak diobati. Pada
kebanyakan kasus hipotiroidisme berat, koma myxedema dipicu oleh penyakit
parah, operasi, stres atau cedera traumatis. Tidak seperti kebanyakan orang dengan
hipotiroidisme, yang dapat diobati secara rawat jalan dengan obat oral, seseorang
14

dengan koma myxedema memerlukan rawat inap dan pengobatan segera dengan
hormon tiroid yang diberikan melalui suntikan.

Jika hipotiroidisme tidak didiagnosis dan diobati pada anak-anak, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pertumbuhan dan perkembangan otak dan tubuh.
Hipotiroidisme adalah penyebab keterbelakangan mental yang umum dan dapat
dicegah pada anak-anak. Pada hipotiroidisme didapat dengan pengobatan yang
baik, prognosisnya akan lebih baik.

BAB III STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 00.72.57.15


Tanggal Masuk : 30/ 11/ 2017 Dokter Ruangan :
dr. Ratna
Jam : 16.19 WIB Dokter Chief of Ward :
dr. Otto / dr.Taufik
Ruang : RA 1 3.3.2 Dokter Penanggung Jawab
Pasien :
dr. M. Aron Pase, Sp.PD
15

ANAMNESA PRIBADI
Nama : EES
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Store Keeper
Suku : Batak
Agama : Kristen Prostestan
Alamat : Desa Pearaja Kec Sorkam

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Kaku kedua tangan dan kaki

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 1 bulan ini dan
semakin memberat 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengeluh bibirnya juga kaku. Pada saat ini rasa kaku
sudah berkurang. Pasien juga mengeluh adanya rasa kebas-
kebas disertai dengan kejang pada kedua tangan dan kaki. Os
mengeluh sering cramp otot kaki pada pagi hari setelah

bangun atau saat cuaca dingin. Os juga mengeluh tidak tahan


dingin seperti dulu. Os pernah dirawat inap kurang lebih 3
minggu karena kejang.. Dijumpai mual tetapi tidak dijumpai
riwayat muntah. Pasien juga mengeluh sering lemas dan
mengantuk pada saat bekerja. Os juga sering mengeluh
ingatannya semakin hari semakin buruk dan Os berhenti
bekerja kerana sentiasa lupa melakukan tugasan yang
diberikan padanya. Pasien juga mengeluh penglihatannya
semakin kabur sejak beberapa minggu yang lalu. Riwayat
memakai kacamata tidak dijumpai. Riwayat BAK dan BAB
dalam batas normal. Kebiasaan makan tidak teratur dan
penambahan berat badan dijumpai. Berat badan meningkat
±10 kg dalam 3 bulan ini. Pasien mengaku mempunyai
riwayat tiroidektomi. Riwayat diabetes melitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.. Riwayat keluarga dengan
keluhan sama tidak dijumpai.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas
16

ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas : (-) Edema : (-)
Angina Pectoris : (-) Palpitasi : (-)
Lain-lain : (-)
Saluran Pernapasan
Batuk-batuk : (-) Asma, bronchitis : (-)
Dahak : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : biasa Penurunan BB : (-)
Keluhan Mengunyah : (-) Keluhan Defekasi : (-)
Keluhan Perut : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Urogenital
Nyeri BAK : (-) BAK Tersendat : (-)
Batu : (-) Keadaan Urin : Keruh
Haid : (-) Lain-lain : (-)
Sendi dan Nyeri Pinggang : (-) Keterbatasan Gerak : (-)
Tulang
Keluhan Persendian : (-) Lain- lain : (-)
Endokrin
Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)
Poliuri : (-) Perubahan suara : (-)
Polifagi : (-) Lain-lain : (-)
Saraf Pusat, Sakit Kepala : (-) Hoyong : (-)
Lain- lain : (-)
Darah dan Pembuluh Darah
Pucat : (-) Perdarahan : (-)
Petechie : (-) Purpura : (-)
Lain-lain : (-)
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten : (-) Lain-lain : (-)

ANAMNESA FAMILI : Riwayat keluarga menderita sakit yang sama disangkal.


17

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum :
Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : Lemah
Tekanan darah : 130/90 mmHg Sikap paksa : (-)
Nadi : 87 x/menit, reg, t/v cukup Refleks fisiologis : (+)
Pernafasan : 20 x/menit Refleks patologis : (-)

Temperatur : 36, 6 C
Anemia (-), Ikterus (-), Dispnoe (-) Sianosis
(-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi : Normal
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 26,67 kg/m2 (Pre-Obese)

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterus (-/-),
pupil ukuran 3 mm isokor, refleks cahaya direk (+/+), indirek
(+/+),kesan : ikterus
Telinga : Sekret (-/-), penyempitan lubang telinga (-/-)
Hidung : deviasi septum (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Mulut : Bibir : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER
Leher : simetris, struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O, Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
18

Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan=kiri
Iktus : Teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : Relatif ICS 4, absolute ICS 5
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V, 1 cm ;lateral LMCS
Batas kanan jantung : ICS V Linea Parasternal Dextra

Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara Tambahan : (-/-)

Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-)
Heart rate : 80 x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan = Vesikuler
19

Suara Tambahan = (-/-)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus :-
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Lain-lain :-
Palpasi
Dinding abdomen :-

HATI
Permukaan : Tidak teraba
Konsistensi : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
Ukuran : Normal
Nyeri Tekan : (-)
LIMFA
Pembesaran : (-)
GINJAL
Ballotement :(-)
TUMOR :(-)
PERKUSI
Pekak Hati :-
Pekak Beralih :-
AUSKULTASI
Peristaltik usus : normoperistaltik
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)
SUPRAPUBIK
Nyeri tekan suprapubik (-)
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
20

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan


PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum :Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani :Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula :Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa :Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan :Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi : (-)
Lokasi : (-)
Jari tabuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab : (-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Lain-lain : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain - -
21

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb: 14.1 g/dL Warna: kuning keruh Warna: tdp

Eritrosit: 4,95 x 106/mm3


Kejernihan: keruh Konsistensi: tdp
Leukosit: 10,480 x 103/ l
Bau : - Eritrosit: tdp
Trombosit: 394.000/ l Buih : + Leukosit: tdp
Ht: 43%
MCV: 87 fL
MCH: 28,5 pg
MCHC: 32,7 g/dL
RDW: 13,9% MPV:
9,2 fL
Amoeba/Kista:
PCT: 0,360%
Protein: +2 tdp
Telur cacing:
tdp
Hitung Jenis : Reduksi: -
Neutrofil: 70.90 % Bilirubin: - Ascaris: tdp

Ankylostoma:
Limfosit: 13,90 % Urobilinogen: + tdp
T. Trichiura:
tdp
Monosit: 7.40 %
Eosinofil: 7.30 % Sedimen Kremi: tdp
Basofil: 0,50 % Eritrosit: 6-8

Leukosit: 8-10

METABOLISME KARBOHIDRAT Epitel: 0-1


Glukosa Darah (Sewaktu): 94 mg/dL Casts: -
22

GINJAL Kristal: -
BUN: 3 mg/dL
Ureum: 6 mg/dL
Kreatinin: 0.65 mg/dL

ELEKTROLIT
Natrium: 137 mEq/L
Kalium: 4.3 mEq/L
Klorida: 100 mEq/L

RESUME
ANAMNESA Keluhan utama : Kaku kedua tangan dan kaki
Hal ini dialami kurang lebih 30 menit. Kaku
seluruh tubuh. Kebas –kebas pada ekstemitas atas
dan bawah. . Os juga mengeluh tidak tahan dingin.
cramp otot kaki pada pagi hari setelah bangun atau
saat cuaca dingin. Riwayat kejang (+) mual (+).
sering lemas dan mengantuk (+). Penurunan daya
mengingat (+). Penglihatan semakin kabur(+).
Kebiasaan makan tidak teratur dan penambahan
berat badan dijumpai. Berat badan meningkat
±10kg dalam 3 bulan ini. Riwayat tiroidektomi
dijumpai.

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang


Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
23

Nadi : 87x/ menit, reguler


Pernafasan : 20x/ menit
Temperatur : 36,6°C

STATUS LOKALISATA
Kepala :
Mata: Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : Dalam batas normal Leher
:
Leher simetris, Trakea medial,
pembesaran KGB (-), Struma (-) Thorax:
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan = Vesikuler
SuaraTambahan = (-/-) Abdomen:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/L tidak teraba
Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)
Limpa : Pembesaran (-)
Ekstremitas atas : Dalam batas normal
Ekstremitas bawah : Edema (-/-)

LABORATORIUM Darah : Hb, Eritrosit, Trombosit dan Ht dalam


RUTIN batas normal. Kalium: 4,3

Kemih :
Warna: Kuning keruh
Kejernihan: Jernih
24

Protein: +2
Reduksi: -
Bilirubin: -
Urobilinogen : +
Sedimen
Eritrosit : 6-8/lpb
Leukosit: 8-10/lpb
Silinder: - Epitel:
0-1/lpb

Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan


DIAGNOSIS BANDING - Hipotiroid primer + Hipokalsemia akut +
post tiroidektomi
- Hipertiroid sekunder + Hipokalsemia akut
+ post tiroidektomi
DIAGOSIS SEMENTARA - Hipotiroid primer + Hipokalsemia akut +
post tiroidektomi

PENATALAKSANAAN Non Farmakologis :


- Tirah baring
- Diet MB 1500kkal + 36g protein
- IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/I makro
Farmakologis :
- Injeksi stesolid 5mg
- Alprazolam 0.25mg 2x1
- Nopres 20mg 1x1

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1. Darah Lengkap
2. RFT, TSH, FT4, T3, Elektrolit, Ca2+ BAB IV
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

Tanggal S O A P
25

02 Kaku Sens:CM • Hipotiroid • Tirah baring


Desember di TD:120/90 mmHg primer • Diet MB
2017- 4 kedua HR:80 x/menit, • Hipokalsemia • IVFD Nacl
Desember tangan regular, t/v cukup akut 0,9 % 20
2017 RR:18 x/menit • Post gtt/i
T:36.5 ºC tiroidektomi • IVFD R sol
10 gtt
Pemeriksaan fisik • Inj Stesolid
5mg extra
Kepala • Alprazolam
Anemis (-/-), ikterik (-/- 0.25mg 2x1
) • Nopres
20mg 1x1
Telinga/Hidung/Mulut
Dalam batas normal R/ Cek ulang
kalsium post
Leher substitusi
TVJ R-2 cmH2O,
Trakea: medial,
pembesaran KGB (-/-)

Thorax Suara
pernapasan:vesikuler
suara tambahan: (-)

Abdomen
Simetris, soepel
H/L/R : ttb

Ekstremitas edema (-/-


)
Kaku (+)

Hasil Lab : Kalsium


(Ca); 4.30

Tanggal S O A P
26

05 Kaku di Sens:CM • Hipotiroid • Tirah baring


Desember kedua TD:110/70 mmHg primer • Diet MB
2017 tangan HR:72 x/menit, • Hipokalsemia • IVFD Nacl 0,9 %
regular, t/v cukup akut 20 gtt/i
RR:20 x/menit • Post • Substitusi
T:36.4 ºC tiroidektomi Glukonas 1FL
dalam 200 cc
Pemeriksaan fisik :20gtt
• Inj Stesolid 5mg
Kepala extra
Anemis (-/-), ikterik (-/- • Alprazolam
) 2x0.25
• Nopres 1x20mg
Telinga/Hidung/Mulut
Dalam batas normal

Leher
TVJ R-2 cmH2O,
Trakea: medial,
pembesaran KGB (-/-)

Thorax Suara
pernapasan:vesikuler
suara tambahan: (-)

Abdomen
Simetris, soepel
H/L/R : ttb

Ekstremitas edema (-/-


)
Kaku (+)

Tanggal S O A P
06 Kaku Sens:CM • Hipotiroid • Tirah
Desembe di TD:110/70 mmHg primer baring
r 2017 - kedua HR:72 x/menit, • Hipokalsemia • Diet MB
&7 tanga regular, t/v cukup kronis
Desembe n RR:20 x/menit
r 2017 T:36.4 ºC
27

• Hipomagnesemi • IVFD Nacl


Pemeriksaan fisik a 0,9 % 20
• Post gtt/i
Kepala tiroidektomi • Substitusi
Anemis (-/-), ikterik (- Glukonas
/-) 1FL dalam
200 cc
Telinga/Hidung/Mulu :20gtt
t • Inj
Dalam batas normal Stesolid
5mg extra
Leher • Alprazola
TVJ R-2 cmH2O, m 2x0.25
Trakea: medial, • Nopres
pembesaran KGB (-/-) 1x20mg

Thorax Suara
pernapasan:vesikuler
suara tambahan: (-)

Abdomen
Simetris, soepel
H/L/R : ttb

Ekstremitas edema (-
/-)
Kaku (+)

Hasil Lab :
Elektrolit
Kalsium : 5.30
Natrium : 137
Kalium :3.3
Phospor : 4.2
Klorida : 104
Magnesium : 1.49
Immunoserologi
Tiroid:
T3 Total :0.51
TSH : 23.34

S O A P
Tanggal
08 Kaku Sens:CM Hipotiroid Tirah
Desembe di TD:110/70 mmHg primer baring
28

r 2017 11 kedua HR:72 x/menit, • Hipokalsemia • Diet MB


Desembe tanga regular, t/v cukup kronis • IVFD Nacl
r 2017 n (-) RR:20 x/menit • Hipomagnesemi 0,9 % 20
T:36.4 ºC a gtt/i
• Post • Euthyrox
Pemeriksaan fisik tiroidektomi 1x1
• Alprazola
Kepala m 2x0.25
Anemis (-/-), ikterik (- • Nopres
/-) 1x20mg
• Substitusi
Telinga/Hidung/Mulu Ca
t Glukonas
Dalam batas normal 1fls dalam
200cc
Leher 20gtt/i
TVJ R-2 cmH2O,
Trakea: medial,
pembesaran KGB (-/-)

Thorax Suara
pernapasan:vesikuler
suara tambahan: (-)

Abdomen
Simetris, soepel
H/L/R : ttb

Ekstremitas edema (-
/-)
Kaku (+)

Tanggal S O A P
12 Kaku Sens:CM • Hipotiroid • Tirah baring
Desember di TD:120/80 mmHg primer • Diet MB
2017-13 kedua HR:84 x/menit, regular, • Hipokalsemia • IVFD Nacl
Desember tangan t/v cukup RR:19 kronis 0,9 % 20
2017 (-) x/menit • Hipomagnesia gtt/i
T:36.8 ºC • Post • Euthyrox
tiroidektomi 1x1
Pemeriksaan fisik • Alprazolam
2x0.25
Kepala
29

Anemis (-/-), ikterik (-/- Nopres


) 1x20mg

Telinga/Hidung/Mulut
Dalam batas normal

Leher
TVJ R-2 cmH2O,
Trakea: medial,
pembesaran KGB (-/-)

Thorax Suara
pernapasan:vesikuler
suara tambahan: (-)

Abdomen
Simetris, soepel
H/L/R : ttb

Ekstremitas edema (-/-


)
Kaku (+) Hasil
Lab :
Elektrolit
Kalsium : 5.30
Magnesium: 1.45
TSH : 23.34

BAB V DISKUSI KASUS


30

TEORI PASIEN PASIEN

Definisi Pada pasien ini ditemukan :


Hipotiroidisme didefinisikan
sebagai kegagalan kelenjar tiroid
T3 Total :0.51
untuk menghasilkan hormon
tiroid yang cukup untuk TSH : 23.34
memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.

Manifestasi Klinis Telaah: Hal ini dialami kurang lebih 30


menit. Kaku seluruh tubuh. Kebas –kebas
Gejala yang sering dikeluhkan
pada ekstemitas atas dan bawah. . Os juga
pada usia dewasa adalah cepat
mengeluh tidak tahan dingin, cramp otot kaki
lelah, tidak tahan dingin, berat
pada pagi hari setelah bangun atau saat cuaca
badan naik, konstipasi, gangguan
dingin.Riwayat kejang dijumpai, mual
siklus haid dan kejang otot.
dijumpai, sering lemas dan mengantuk
dijumpai. Penurunan daya mengingat
dijumpai. Penglihatan semakin kabur
dijumpai. Kebiasaan makan tidak teratur dan
penambahan berat badan dijumpai. Berat
badan meningkat ±10kg dalam 3 bulan ini.
Riwayat tiroidektomi dijumpai.
Faktor Resiko

Jenis kelamin Perempuan Os wanita berumur 27 tahun bekerja sebagai


lebih beresiko terjadi store keeper dan mempunyai riwayat alergi
gangguan tiroid. seafood

Lingkungan
Kurang mengkonsumsi
makanan tinggi iodium
31

Diagnosa Pada pasien ini ditemukan TSH : 23.34 IU/ml


Diagnosis hipotiroidisme
dipastikan oleh adanya
peningkatan kadar TSH serum.
Normal range :
TSH : 0.35- 4.94 IU/ml

Pengobatan Pada pasien ini diberikan Euthyrox tab


100mcg 1x1
• Levotiroksin
• Liotironin

BAB VI KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 27 tahun didiagnosa dengan Hipotiroid primer +


Hipokalsemia akut + Hipomagnesemia + Post tiroidektomi berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien dirawat inap di
RS H. Adam Malik dan telah ditatalaksana dengan:
32

• Tirah baring
• Diet MB
• IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i
• Euthyrox 1x1
• Alprazolam 0.25mg 2x1
• Nopres 20mg 1x1
• Substitusi Ca Glukonas 1fls dalam 200cc Nacl 0,9% 20gtt/i

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewando P, Cahyanur R. Hipotiroidisme dan gangguan akibat kekurangan


yodium. Dalam : Penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta. Interna
Pubishing. 2008. 14-21
2. Athanassiou K, Ntalles K. Hypothroidism-new aspects of an old disease.
Hippokratia. 2010; 14(2): 82-7
33

3. Vaidya B, Simon P. Management of hypothyroidism in adult. BMJ. 2008;


337: 284-9
4. Syahbuddin S. Diagnosis dan pengobatan hipotiroidisme. Dalam:
Djokomoeljanto R, Darmono, Suhartono T, Pemayun T, et al. editors. The
2nd Thyroidology Update 2009. Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 2007; 295-317
5. Devdhar M, Ousman YH, Burman KD. Hypothyroidism. Washington.
Endocrinol Metab Clin N Am. 2007; 36: 595-615
6. Gaitonde DY, Rowley KD, Sweeney LB. Hypothyroidism: An Update. Am
Fam Physician. 2012; 86(3): 244-51
7. Roberts CG, Ladenson PW. Hypothroidism. Lancet. 2004; 363(9411): 793-
803
8. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis
Penyakit Tiroid. InfoDATIN. 2015; 2442(7659): 1-8
9. Faizi, Muhammad, Netty EP. Hipotiroid. Surabaya: Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.
2012.
10. Dallas, John S, Foley TP. Hypothyroidism. USA: University of Texas
Medical Branch –Galveston, Galveston, Texas, USA. 2005.
11. Guerrero EB, Kramer DC, Schwinn DA. Effect of chronic and acute thyroid
hormone reduction on perioperative outcome. New York. Anesth analg.
1997; 85: 30-36
12. Purnamasari D, Subekti I. Penyakit tiroid. Dalam: Mansjoer A, Sudoyo AW,
Rinaldi I, et al. Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana dibidang
ilmu penyakit dalam. Pusat penerbit ilmu penyakit dalam FKUI. Jakarta.
Interna publishing. 2007. 181-188
13. Pranoto A. Interference with the absorption levothyroxine. Dalam:
Djokomoeljanto R, Darmono, Suhartono T, GD Pemayun T, Nugroho
KH,editors. The 2nd thyroidologi update 2009. Badan penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2009. 231-235
14. Roos A, P Suzanne, Rasker L, Van Domburg RT, Tijssen JP, Berghout A.
The starting dose of levotiroksin in primary hypothyroidism tretment.
Arch Intern Med. 2005; 165: 1714-1720
34

15. Schiff RL, Welsh GA. Perioperative evaluation and management of the
patient with endocrine dysfunction. North America. Medical clinics of north
America. 2003; 87: 1-15
16. Sumual AR, Langi Y. Hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto, editor.
Buku ajar tiroidologi klinik. Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 2007. 295-317
17. Guerrero EB, Kramer DC, Schwinn DA. Effect of chronic and acute thyroid
hormone reduction on perioperative outcome. New York. Anesth analg.
1997; 85: 30-36
18. T Venkatesan, N Thomas, M Ponnlah. D Khan, AG Chacko, V Rajshekhar.
Oral triiodotironin in the perioperative management of central
hypothyroidism. India. Singapore Med J. 2007; 48(6): 555-558
19. Edwards FH, Ferraris VA, Shahian DM, et al. Gender-spesific practice
guidelines for coronary artery bypass surgery: perioperative management.
Florida. Ann thorax surg. 2005; 79: 2189-2194
20. Clyde PW, Harari AE, Getka EJ, M Shakir KM. Combined levotiroksin plus
liothyronine compared with levotiroksin alone in primary hypothyrodism.
JAMA. 2003; 290: 2952- 2958
21. Guerrero B. Treatment of myxedema coma for emergency surgery. Anesth
analg. 1998; 86: 445

22. Satriono, Prof,Dr,dr,M.Sc,SpA(K). Hipotiroidisme dalam Endokrinologi


Anak.Makassar: bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar. 2006.

Anda mungkin juga menyukai