Anda di halaman 1dari 9

Teori Belajar Humanistik

Selasa, 29 Mei 20120 komentar

2.1 Psiko-terapi sebagai dasar belajar


Carl R. Rogers seorang ahli psiko-terapin mengemukakan suatu cara
mendidik yang perlu mendapat perhatian kita sebagai guru dan pendidik. Murid-
murid tidak hanya secara bebas, artinya tanpa dipaksa menyelesaikan tugas-tugas
dalam waktu tertentu, akan tetapi juga belajar membebaskan dirinya untuk menjadi
manusia yang berani memilih sendiri apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung
jawab.
Cara ini mengutamakan pribadi anak didik menjadi manusia yang bebas,
bebas dan berani, menjadi manusia menurut keinginan dan pilihannya. Manusia
serupa ini tidak terikat oleh orang lain, oleh pendapat, paksaan, keinginan atau
harapan orang lain. Ia tidak berkelakuan atas kehendak orang lain, ia tidak dibentuk
atau dikendalikan oleh orang lain juga tidak oleh dorongan-dorongan yang tak
disadari atu dikenalnya, akan tetapi ia sendiri yang mengatur dirinya, ialah menjadi
arsitek pribadinya, bebas berkemauan sendiri, bebas untuk mengadakan pilihan
sambil menerima individualitas kepribadiannya sebagai makhluk yang unik.
Dalam psiko-terapinya Carl R. Rogers member kebebasan kepada kliennya
untuk mengeluarkan isi hatinya sepuas-puasnya, yang baik maupun yang buruk
dengan metode non-directive counseling. Rogers mencoba memahami dan
merasakan jiwa klientnya dan menjauhi diri dari segala macam penilaian normatif
tentang ucapan, pikiran, perasaan atau perbuatan klient itu. Dengan demikian klient
itu akan lebih mengenal dirinya, menerima dirinya sebagai mana adanya dan akhirnya
merasa bebas untuk memilih dan berbuat menurut individualitasnya dengan penuh
tanggung jawab.
Non-directive counseling tidak mudah bagi seorang pendidik karena pendidikan itu
selalu normative dan setiap penidik cenderung untuk menilai tiap kelakuan anak
didiknya menurut nilai-nilai yang dianut oleh pendidik.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 80

Tiap pendidik ingin menanamkan nilai-nilai tertentu pada anak didiknya dan
mengharapkan, mendorong dan bila perlu mengharuskan anak didik untuk berbuat
sesuaidengan norma-norma yang ditentukan.
Namun kebebasan sendiri merupakan norma yang perlu mendapat penghargaan yang
setinggi-tingginya. Pendidikan akhirnya
bertujuan untuk membimbing anak kea rah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui
apa yang baik dan apa yang buruk, dapat mengadakan pilihan tentang apa yang
dilakukannya dengan penuh tanggung jawab. Kebebasan itu hanya dapat dipelajari
dengan member anak-didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya
sendiri. Dengan selalu mendapat tekanan, paksaan aturan, pengawasan dan control
ketat seorang tidak akan dapat menjadi bebas.
2.2 Adakah manusia bebas?
Dalam kenyataannya manusia tidak bebas sepenuhnya. Ia terikat oleh aturan-
aturan dalam masyarakat dan kebudayan tempat ia hidup. Ia harus hidup menurut apa
yang diundang-undangkan oleh pemerintah dan ada pemerintah yang dictatorial yang
tak banyak memeri kebebasan individu. Tiap hari ia dipengaruhi oleh propaganda dan
reklame tentang apa yang harus dilakukannya. Ia merupkan hasil dari golongan social
tempat ia lahir dan dibesarkan, apakah golongan rendah, menengah atau tinggi.
Semua manusia merupakan hasil dari kebudayaan masing-masing dan demikian
manusia itu sebagai individu tidak bebas untuk menentukan pribadinya sendiri.
Manusia di Negara manapun tidak bebas, dan manusia bebas itu hanaylah
khayalan saja karena manusia itu dibentuk dan digerakkan oleh kekuatan-kekuatan
kebudayaan dari luar dan kekuatan-kekuatan psikis dari dalam. Bahkan ada aliran
dalam psikologi yang percaya bahwa kelakuan manusia dapat dibentuk melalui
conditioning.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 81

Namun Carl R. Rogers tak dapat menerima manusia itu sebagai hasil
conditioniong semata-mata. Sekalipun seseorang dipenjarakan atau hidup dalam
Negara yang dictatorial, namun manusia masih mempunyai kebebasan yaitu
kebebasan batin. Ia masih dapat memilih dan menentukan hidupnya dengan penuh
keberanian. Begitu pula di tengah-tengah pengaruh segala macam conditioning
manusia tak sepenuhnya dikesuai oelh kuasa-kuasa lain. Ia tidak perlu dibawa arus
secara pasif, ia dapat memilih dan menntukan arah hidupnya atas pilihan dan
keputusan sendiri serta tanggung jawab penuh atas segala akibat pilihan itu. Hingga
batas tertentu ia turut menentukan pribadi dan hidupnya serta mengembangkan
bakat-bakat yang ada padanya. Kesadaran akan adanya kebebasan batinini telah
banyak membantu klien-klien dari kesulitannya dan membuka kesempatan baginya
untuk menjadi manusia yang mempunyai pribadi sendiri dalam hubungannya dengan
manusia lainnya.
Bagaimana mengembangkan kebebasan ini pada klien atau anak didik.
Pertama- pendidik sendiri harus berkelakuan wajar dan benar menurut apa
yang terkandung dalam dirinya. Ia hendaknya jangan berbuat pura-pura seakan-akan
berkedok, berbuat lebih baik daripada hakekat pribadinya yang sesungguhnya. Kita
tahu bahwa penyiar iklan radio atau tv tidak sungguh-sungguh dalam
mempropagandakan suatu barang dagangan, jadi tidak ada kongruensi antara apa
yang sebenar-benarnya dirasakan atau dipikirkannya dengan apa yang diucapkannya.
Ia seperti main sandiwara, apa yang dilakukannya tidak kongruen dengan keadaan
jiwanya yang sebenarnya. Untuk mengembangkan kebebasan pada individu pendidik
tidak boleh bersandiwara, ia harus jujur dengan ucapannya, jangan berbuat seakan-
akan ia orang yang sempurna tanpa kesulitan. Berbuat jujur sesuai atau kongruen
dengan pribadi kita yang sebenarnya tidak mudah karena kita sering
menyembunyikan kelemahan dan kekurangan kita untuk menimbulkan kesan yang
baik tentang diri kita.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 82

Syarat kedua ialah bahwa pendidik harus menerima anak-didik dengan segala
aspek-aspek pribadinya. Anak-didik boleh marah, jengkel, benci, lembut, ramah,
malu, berani atau takut, dan pendidik selalu menerima anak itu dengan penuh
pengertian dan penghargaan tanpa
menyatakan penilaiannya tentang kelakuan anak itu. Jadi ia harus selalu
menghargai anak-didik tanpa syarat, jadi tidak hanya bila kelakuan anak itu
meyenangkan hatinya.
Syarat ketiga adalah pengertian empati (empathy), Empathy berarti bahwa
pendidik mampu melihat dan merasakan sesuatu seperti dilihat atau dirasakan oleh
anak didik. Memandang atau merasakan dunia sekitar seperti dipandang atau dialami
orang lain bukan sesuatu yang mudah oleh sebab kita terikat oleh pandangan kita
sendiri yang terbentuk selama hidup kita. Namun pendidik yang ingin membebaskan
anak didiknya harus berusaha dan belajar untuk memupuk emmulai menpathy ini.
Jika ada orang lain yang bersedia mendengarkan dan memahaminya, maka
klien atau anak-didik lambat laun mulai mendengarkan dan mengamati apa yang
terjadi dalam dirinya. Sambil belajar mengenal dirinya, mengetahui apa yang
bergejolak dalam jiwanya, ia mulai pula menerima keadaan dirinya seperti pendidik
juga menerimanya tanpa syarat. Ia dapat memilih arah yang dapat merusak dirinya,
akan tetapi juga dapat menunjukkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang
konstruktif bagi masyarakat, bukan karena harapan atau desakan orang lain
melainkan atas pilihan sendiri secara bebas.
2.3 Teori Rogers dalam pendidikan
Teori Rogers dapat diterapkan dalam pendidikan untuk mengembangkan
individu yang merdeka yang dapat memilih dengan bebas atas tanggung jawab penuh,
manusia yang kreatif yang dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan
dunia.
Ada dilakukan eksperimen yang menggunakan kebebasan sebagai dasar
pendidikan yang ternyata member hasil yang menggembirakan.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 84

Pengajaran unit banyak sedikit mngembangkanunsur kebebasan pada murid


antara lain untuk memilih topic yang menarik bagi mereka, menganalisanya menjadi
sub-topik, kemudian memberikan kebebasan bagi murid untuk memilih aspek topik
yang paling menarik baginya. Murid-murid bebas menggunakan sumber-sumber yang
dianggapnya perlu dan tidak diharapkan dari semua murid untuk menguasai bahan
yang sama. Pengajaran unit mengutamakan proses belajar sehingga murid-murid
dapat mempelajari sendiri bahan pelajaran baru dan sanggup mengatasi masalah
dalam hidupnya masing-masing.
Demikian pula pengajaran yang pupil-centered atau berpusat pada murid
member kebebasan agar murid dapat memilih kegiatan yang dirasanya perlu atas
tanggung jawab sendiri.

2.4 Syarat-syarat untuk belajar bebas


Belajar bebas berbeda sama sekali dengan belajar yang “terikat” oleh
peraturan dan pengawasan yang ketat. Belajar yang “terikat” jauh lebih mudah
dilaksanakan dan dapat dilakukan oleh setiap guru karena banyak sedikit dapat
dijalankan secara maksimal. Sebaiknya belajar bebas hanya dapat dilaksanakan bila
syarat-syarat tertentu dapat dipenuhi, yakni:
a. Adanya masalah
Syarat pertama ialah adanya suatu masalah yang menarik dan bermakna bagi
murid. Masalah itu harus riil yang ada kaitannya dengan kehidupan murid, sehingga
ada hasrat dan kesediaan untuk memecahkannya. Anak-anak di sekolah sering
dihadapkaan dengan bahan pelajaran yang tidak disadari murid maknanya bagi
dirinya.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 85

Ia mempelajarinya karena terpaksa, karena takut akan kegagalan dan hukuman,


karena diharapkan oleh guru atau orangtua.
Tak ada kebebasan dan pilihan baginya tentang bahan maupun cara mempelajarinya
karena segala sesuatu harus dilakukan menurut cara yang telah ditentukan. Karena itu
member kesempatan bagi murid untuk menghadapi masalah nyata tampaknya
merupakan sustu syarat yang penting dalam belajar bebas.
b. Kepercayaan akan kesanggupan manusia
Syarat ini mengenai diri guru, karena cara belajar ini hanya mungkin
berdasarkan keyakinan penuh dari pihak guru akan kemampuan murid untuk berbuat
yang baik, untuk belajar sendiri, untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Justru
karena kita kurang percaya akan kemampuan ini, maka segala pelajaran kita atur
dengan cermat. Segala tujuan kita rumuskan secara spesifik. Segala kesulitan kita
uraikan menjadi langkah-langkah yang mudah dilalui oleh anak-anak. Setiap langkah
kita nilai sebelum melakukan langkah selanjutnya. Unsur kebebasan sangat minimal,
bahkan ada kalanya mengajar itu kita serahkan kepada mesin atau computer.
Akan tetapi bila kita percaya akan kesanggupan manusia untuk belajar sendiri
dan mengembangkan diri sendiri, maka kepadanya harus diberi kesempatan atau
kebebasan untuk memilih sendiri caranya belajar masing-masing. Karena itu belajar
dengan kebebasan ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang tidak ragu-ragu akan
tetapi percaya penuh atas kemampuan murid itu.
c. Keterbukaan guru
Dengan ini dimaksud bahwa guru itu jangan berkedok dan menutupi
kepribadiannya yang sesungguhnya.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 86

Ia harus jujur menampakkan perasaannya yang sebenarnya sebagai manusia,


yang dapat benci atau suka, senang dan sedih, marah, jengkel atau gembira.
Ia jangan memasang kedok sebagai guru akan tetapi bertindak sebagai
manusia terhadap manusia lainnya, dalam hal ini murid-muridnya sendiri. Guru yang
telah bekerja lama sebagai pegawai negeri yang mempunyai status social tertentu dan
diharapkan berkelakuan sebagai guru, sangat sukar menanggalkan kedok resmi itu
dan berlaku wajar sebagai manusia terhadap murid.
d. Menghadapi murid
Guru harus menerima murid menurut pribadi masing-masing, dan dapat
menghargai sifat-sifat mereka walaupun menyimpang dari apa yang umumnya
dianggap baik. Ia menerima murid dalam keadaan ia menjengkelkan atau
menyenangkan, dalam keadaan ia marah atau bersifat ramah terhadap temannya,
dalam keadaan ia cemburu atau membantu orang lain. Sikap menerima dan
menghargai ini pada dasarnya sama dengan kepercayaan akan kemampuan individu
untuk belajar dan berkembang. Pencetusan perasaan-perasaan yang negatif dipandang
sebagai fase ke arah kelakuan yang positif.
2.5 Empathy (empati)
Seperti telah dikemukakan empathy adalah kemampuan untuk memandang
sesuatu dari segi pandangan orang lain. Dengan empati guru dapat memahami jiwa
dan reaksi murid. Guru yang ber-empati tidak membantah ucapan murid akan tetapi
mampu meng-ekspresikan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh murid. Adanya
empati itu telah merupakan bantuan bagi murid untuk memahami dan mengatasi
kesukarannya.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 87

2.6 Menyediakan sumber-sumber


Guru dengan cara belajar berdasarkan kebebasan bukanlah guru yang
menyampaikan pelajaran akan tetapi yang menyediakan sebanyak mungkin sumber-
sumber yang dapat digunakan oleh murid-murid untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajrinya.

Yang perlu disediakan bukan hanya sumber-sumber berupa buku-buku, film,


rekaman, peta, dan sebagainya, melainkan juga manusia-manusia sumber yang dapat
membantu murid dalam bidang keahlian masing-masing. Tentu saja guru pun
merupakan salah satu sumber yang selalu sedia membantu murid. Namun ia tidak
memaksakan pendapatnya kepada murid dan murid tetap bebas untuk menentukan
hingga mana ia dapat menggunakan informasi dari guru itu. Hingga manakah guru itu
akan digunakan, bergantung pada murid-murid.
Belajar bebas, belahjar sendiri harus didukung oleh sumber-sumber dan
fasilitas belajar. Kelangkaan sumber-sumber dapat menutup kemungkinan untuk
belajar bebas. Akan tetapi tersedianya sumber-sumber yang kaya juga tidak menjamin
diselenggarakannya bebas.
2.7 Larangan bagi guru
Tugas guru adalah menciptakan suasana dan fasilitas yang sebaik-baiknya
agar belajar bebas ini dapat dilaksanakan. Guru dapat berusaha untuk
memperkenalkan murid dengan berbagai masah yang bermakna. Akan tetapi ia tidak
membuat rencana kerja atau rencana pelajaran untuk murid. Ia tidak menugaskan
murid untuk mebaca buku-buku tertentu, Ia juga tidak menilai atau meng-kritik
pekerjaan murid kecuali bila murid meminta penilaiannya. Ia tidak mengadakan
ujian tentang apa yang dipelajari oleh murid, juga tidak memberikan angka atas hasil
kerja murid.
Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta:
Bumi Aksara, 2000) hlm 88

Dari syarat-syarat yang dikemukakan di atas dapat kita lihat betapa besar cara
belajar berdasarkan kebebasan ini menyimpang dari apa yang kita alami di sekolah
sebagai murid dan sebagai guru atau calon guru. Juga belajar dengan kebebasan ini
belum kita ketahui kesesuaiannya dengan sistem pendidikan kita yangs erba dikontrol
dan diatur dan mengharuskan kurikulum yang uniform bagi seluruh negara. Bukan
kebebasan, melainkan keterikatanlah cirr belajar di negara. Bukan kebebasan,
melainkan keterikatanlah ciri belajar di negara kita maupun di banyak negara lainnya.
2.8 Proses Belajar Bebas
Belajar bebas berati belajar untuk menjadi bebas,manusia merdeka yang turut
menentukan arah hidupnya serta pribadinya, bebas memilih dengan
bertanggungjawab penuh atas pilihannya itu.
Tujuan belajar bebas
 Agar murid dapat belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang dipelajarinya, tampa
diatur secara ketat oleh guru atau peraturan
 Agar manusia lebih menikmati hidupnya secara penuh.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 89

Fase-fase dalam proses belajar bebas


 Frustasi pada taraf permulaan
 Inisiatif dan kerja individual
 Keakraban pribadi
 Perubahan individual
 Pengaruh atas pengajar
a. Frustasi pada taraf permulaan
 Merasa kacau, tegang, jengkel, kecewa ragu-ragu sewaktu kebebasan belajar diberikan
 Semuanya menjadi kacau dan pelajaran tidak dapat dimuali
 Harus dilalui sebelum seseorang belajar menjadi bebas
b. Inisiatif dan kerja individual
 Mulai menyadari bahwa kebebasan harus digunakan sebaik-baiknya
 Adanay kesadaran untuk belajar ,membaca, menulis,mengadakan percobaan di lab
 Merasakan apa iu sebenarnya belajar
 Mersakan menjadi manusia bebasyang bertanggung jawab
c. Keakraban pribadi
Pengalaman belajar dalam suasan kebebasan tampa persaingan memupuk
ikatan keakraban yang mereka pelihara selama mereka hidup.

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar ( Jakarta: Bumi


Aksara, 2000) hlm 90

d. Perubahan individual
 Siswa menjadi manusia yang flexibel,penuh pengertian tampa mengukur orang lain
dengan norma pribadinya
 Menjadi lebih tenang, lebih sanggup memahami serta menerima dirinya dan orang lain.
 Anak lebih terbuka terhadap dunia dan lebih berani
 Lebih pd
e. Pengaruh atas pengajar
Merpercayai anak sepenuhnya dengan memberi kebebasan untuk berkembang dan
membuka kesempatan baginya untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab atas
dirinya dan terhadap masyarakat
B. TEORI BELAJAR ABRAHAM MASLOW

Dalam artikel Some Educational Implications of the Humanistic Psycologist,


Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut
Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya,
daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori
psikoanalisis Freudian. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tesebut
sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal
positif. Kemampuan bertindak positif ini, yang disebut sebagai potensi manusia dan
para pendidik yang beraliran humanistik seperti Maslow, biasanya memfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Thobroni, Muhammad.Belajar & Pembelajaran: Pengembangan wacana dan Praktik


Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)hal
166

1. Pandangan Maslow
Maslow memandang bahwa manusia berbeda dengan hewan. Berbeda dengan
behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis manusia atau dengan Freudian yang melihat motivasi sebagai
berbagai macam kebutuhan seksual, Maslow melihat perilaku manusia sebagai
campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Maslow berasumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu:
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa pada diri masing-masing orang mempunyai
berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut
untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke
arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai