Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta
ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang
terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio
plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan.
Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah
berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta
previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina
hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta
lebih berbahaya karena dalam keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah
yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam
keadaan syok
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula
oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio
plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
 Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap klien dengan
solusio plasenta
1.2.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui dan memahami pengertian solusio plasenta.
 Untuk mengetahui dan memahami macam solusio plasenta.
 Untuk mengetahui dan memahami patologi dan etiologi dari solusio plasenta.
 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatan dari solusio
plasenta.
 Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien solusio plasenta

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2. 1 Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin
lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis
perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus
dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah
tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

Gambar Normal dan Solutio Plasenta

2. 2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta


a. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta
kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di
raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.
b. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian
dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba.
Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam

3
menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat
sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut
nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah
mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban
tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan
Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah
fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan


solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
 Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

4
 Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
 Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa
dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita
multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap
tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya

5
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-
lain.
2.4 PATOFIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan
tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-
menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya
hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di
dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui
vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan
ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat
akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus
Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan
uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini
(Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu
kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah
bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.Akibat
kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang
banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibatpembekuan intravaskuler dimana-
mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh
pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan
pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.

6
WOC

Hipertensi

Riwayat Trauma Pendarahan pada pembuluh darah


plasenta
Kebiasaan merokok

Usia ibu <20/>35 tahun


Hematoma Desidua
Multiparitas

Tali pusat pendek Plasenta terdesak


Defisiensi tali pusat

Pendarahan retro plasenta Otot uterus meregang

Penyalahgunaan alkohol dan


Pendarahan
obat-obatan
pervagina yang Otot tidak mampu
kehitaman berkontraksi

Solusio Plasenta Pendarahan


ringan
Hematoma retro
plasenta bertambah
besar

Plasenta terlepas ¼-1/2 Plasenta terlepas ½


bagian bagian

Solusio plasenta sedang Solusio plasenta berat

Darah masuk ke selaput Darah menembus selaput Darah ter ekstravisasi dalam
ketuban ketuban selaput uterus

Keluar melalui vagina Masuk kedalam kantong ketuban Eksravisasi sangat hebat

Permukaan uterus berwarna Terasa sangat tegang dan


Mk: Mk:
ungu/biru nyeri
Kekura
Pen MK:Res ngan
uru Mk: Nyeri akut
iko Volume
nan infeksi cairan
CO 7
Perfusi jaringan
menurun

Mk: Penurunan perfusi


jarinagn Syok Janin meninggal

Jika janin masih hidup,bunyi Bayi berhasil dilahirkan


jantung sulit di dengar dengan
stetoskop biasa,sehingga Mk: Resiko perubahan
memerlukan stetoskop kasih sayang orang tua
ultrasonik

Bedrest dan Mk: Ansietas Mk: Kurang Mk: Harga Tidak


pembatasan pengetahuan diri rendah melakukan
aktivitas tugas
perawatan
dalam
keluarga

8
2.5 GEJALA KLINIS
a. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna kehitam-
hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut,
uterus tegang, perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin.
b. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin
sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
1. Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam warna merah
kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian-bagian janin
masih teraba
2. Solution plasenta sedang
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan. Tanda dan
gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar di raba., BJA sukar di raba
dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal.
3. Solution plasenta berat

Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba, ibu syok janin

meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tidak

sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan

darah dan ginjal.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

- Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin,

waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.

b. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

9
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta

- Janin dan kandung kemih ibu

- Darah

- Tepian plasenta

c. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu :
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi
akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok
perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan
yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan

10
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak.
Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin
yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM
dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta
yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah
terjadi melalui dua fase, yaitu:
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan
darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran
darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar
fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-
alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan
oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka
kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan
fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi
kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya
kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium,
namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang

11
terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama,
sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau
tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian.

2.7 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio
plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra
uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia,
anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan.
Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis.
b. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio
sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati
konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin
meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian
deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau
terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman Sastrawinata. 1985. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. Hal 102-122.


Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan; Bagian
Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir (Masalah Ibu); Dalam:
Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h.
492-513.
Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam: Obstetri
Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr, SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K), Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. h. 91-96
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia.Ed 1.Dewan
Pengurus Pusat: Jakarta Selatan
Johnson,Marion.Nursing Outcomes Classification.Ed 5.Elsevier:
Bulechek Gloria M.Nursing Interventions Classification.Ed 6.Elsevier

13

Anda mungkin juga menyukai