Anda di halaman 1dari 3

BACAAN PENAMBAH IMAN

By : Yahudin Ishak, S.Pd, M.TPd

Banyak orang yang tersesat mencari Allah, karena tidak menyadari keberadaan Allah yang
sangat dekat dengan manusia. Allah sesungguhnya tidak perlu dicari. Hanya sesuatu yang
pernah hilang yang pantaas dicari, sementara Allah selalu ada dimana-mana, dan tidak pernah
hilang. Allah tidak pernah tidur dan selalu mengawasi gerak gerik kita. Tidak ada satupun yang
luput dari-Nya, karena, Ia yang meliputi langit dan bumi beserta isinya.

Maha suci Allah Pemberi Rahmat Alam Semesta.

Tak perlu jalan yang terjal dan sulit untuk mengenal-Nya. Untuk mengenal Allah tidak perlu
rumit-rumit, tidak perlu pusing-pusing. Tidak menjadi jaminan orang yang memiliki
pengetahuan agama yang luas, sudah mengenal Allah. Akal tidak mampu membuka rahasia
Allah. Hanya hati orang mukmin yang mampu merasakan dan mewadahi Asmaul Husna.

Bacalah Al-Qur’an dengan hatipenuh keimanan. Mushaf suci itu adalah kalam Ilahi yang tidak
cukup dipahami dengan akal. Jangan sampai terjebak kita hanya menjadi pakar Al-Qur’an, tapi
sesungguhnya tidak memahami hakekatnya. Hati pun tak pernah bergetar kala dibacakan ayat-
ayat suci Al-Qur’an. Jiwa membeku tak merasakan getaran kehadiran Allah dan hati pun
menjadi buta dari petunjuk-Nya.

Oleh karena itu, saatnya membuka jiwa dan mengasah hati agar merasakan kehadiran Allah.
Namun, kita sering terhijab dengan pikiran dan perasaan kita sendiri. Jalan menuju Allah pun
akhirnya terhadang oleh tubuh kita yang sering dipenuhi nafsu amarah. Jika kita hanya dibalut
dengan pikiran dan perasaan, maka kita kita tak akan pernah terhubung pada Yang Maha
Kuasa.

Namun, jika kita berzikir dengan asma-asma Allah, lisan kita, pikiran kita dan perasaan kita akan
bersatu menuju Allah. Meski kesengsaraan dan kepayahan menghimpit kita, tak ada satu pun
yang mampu menggoyahkan tekad jika hati sudah tertanam aqidah dan jiwa sudah menjawab
panggilan-Nya.

Saat Nabi Muhammad mengajak para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah, bukanlah
sebuah perjalanan yang mudah. Jarak tempuh dari kota Mekah sampai ke Madinah, pada saat
itu hanya bisa dilalui dengan jalan kaki atau nai unta. Nabi bersama rombongan membutuhkan
waktu yang lama, berbulan-bulan untuk tiba di Madinah, yang saat itu bernama Yasrib. Yak
banyak umat islam yang siap menempuh medan yang berat, melewati padang pasir yang
gersang dan berbahaya, apalagi dengan bekal makanan dan minuman yang terbatas. Inilah
ujian yang berat bagi umat muslim. Apakah umat islam kalah dalam ujian ini ? apakah umat
muslim memilih mundur dari tantangan itu ?
Hanya kaum muslim yang memiliki iman yang kuat, yang berani menempuh perjalanan sulit itu.
Nabi tidak membutuhkan umat yang banyak dalam peristiwa hijrah itu. Nabi cukup memiliki
sedikit sahabat yang benar-benar teruji imannya. Nabi tidak membutuhkan umatnya, yang
berhijrah karena harta atau wanita. Karena, mereka yang terpilih adalah yang melakukan hijrah
karena Allah semata.

Iman adalah cahaya yang mampu menembus sekat-sekat. Daya vibrasinya kuat, hingga
menggetarkan alam semesta. Inilah awal mula islam tersebar keseluruh penjuru dunia, karena
modal iman yang kuat. Islam berkembang pesat hingga saat ini setelah Nabi menanamkan
pondasi aqidah, yang dipegang teguh oleh para sahabat, para tabiin serta umatnya hingga
zaman ini.

Saat kini kita sudah mengucapkan syahadat sebagai sebuah kesaksian spiritual akan keesaan
Allah, dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Kita pun mengaku sudah beriman. Namun,
kita sering merasakan hampa dalam kehidupan ini. Kita masih sering sedih, bingung, takut dan
pesimis. Kita pun tak merasakan kehadiran Allah, karena pikiran dan perasaan kita lebih banyak
terikat dalam kehidupan duniawi.

Kita merasakan kesenangan karena sensai kesenangan duniawi baik berupa harta, tahta, istri
atau anak-anak kita. Sebaliknya, kita pun menderita karena keinginan duniawi kita tak
terpenuhi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tertambat dengan istri kita, anak-anak kita,
atau harta kita. Disanalah letak persoalannya yang membuat kita sedih atau senang. Dalam
sebuah hadist Nabi bersabda, “Barang siapa yang mencintai sesuatu maka bersiaplah untuk
disakiti olehnya, barang siapa mencintai sesuatu maka dia akan diperbudaknya.”

Keimanan kita salah satunya ditentukan keimanan terhadap takdir baik dan takdir buruk
yang menimpa kita. Iman kita sering ambruk karena gagal menerima takdir buruk dari Allah.
Setiap orang baik beriman maupun tidak beriman akan menghadapi takdir Allah, namun ada
perbedaan yang mendasar. Bagi orang beriman, semua persoalan akan dikembalikan pada
Allah. Semuanya milik Allah dan kembali pada Allah.

Semua orang baik yang beriman maupun tidak beriman akan medapat persoalan, atau kesulitan
hidup. Tidak benar ada keyakinan bahwa hanya orang yang beriman yang mendapat ujian.. kita
oragn-orang yang imannya masih tipis, tetap akan dihadang oleh takdir Allah yang mungkin
rasanya pahit atau rasanya enak. Tapi ada perbedaan bagi orang yang beriman dan tidak
beriman dalam menghadapi takdir Allah.

Orang yang beriman akan menyadari rahasia dibalik takdir yang diberikan oleh Allah. Karena,ia
selalu menghadap dan berkomunikasi dengan Allah, melalui shalatnya yang khusyu’.

Kekhusyu’an akan membawa kita pada tahapan ihsan, merasakan bahwa Allah selalu melihat
dan mengawasi kita. Bahkan, ia akan makin merasakan bahwa semua penglihatan,
pendengaran, dan geraknya adalah dalam pengawasan Allah.
Tingakatan iman seperti ini tak akan tercapai jika kita masih terhalang oleh dosa kita, akal kita
dan kebodohan kita. Allah tidak akan bisa ditemui jika hati kita kotor. Allah tidak akan bisa
digapai dengan akal dan kepintaran kita, karena Allah Zat Yang Maha Agung. Begitu pula,
kebodohan kita membuat kita miskin ilmu, untuk memahami hakekat menuju Allah.

Nabi mengajrkan pada umatnya sebuah jalan untuk menuju Allah, yaitu shalat. Seringkali kita
melakukan shalat, tetapi terlalu sibuk dengan gerakan dan bacaannya. Kita tidak mampu
memisahkan mana tubuh kita, mana rohani kita.

Tubuh kita cenderung pada tanah, karena memang terbuat dari tanah. Maka, tidak heran kita
cenderung mencintai sesuatuyang berasal dari tanah, seperti anak-anak kita, istri kita,
perhiasan dan binatang ternak.

Sementara, rohani kita cenderung naik keatas menuju pemiliknya, yaitu Zat Yang Tidak bisa
diserupakan dengan makhluk-Nya. Dengan shalat, rohani kita didorong dengan kesadaran
untuk meninggalkan tubuh dan mencapai orbit ilahi, dirikanlah shalat dengan kesadaran jiwa,
yang memiliki potensi ruh, karena inilah yang dipanggil Allah dan dimasukkan kegolongan
hamba-hamba-Nya yang diridhai-Nya.

(Disarikan dari berbagai sumber).

Bengkulu, Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai