1-Seruni A PDF
1-Seruni A PDF
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Ruangan Seruni A
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah
seminar kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan
Motorik dengan diagnosa medis Stroke ICH+ HT Stage II” dengan baik.
Kami menyampaikan terima kasih yang juga kepada:
1. Prof. Nursalam, M.Nurs (HONS), selaku Dekan yang senantiasa
memacu, dan memotivasi mahasiswa untuk selalu bersemangat dalam
belajar;
2. Harmayetty,S.Kp M.Kes., selaku fasilitator yang memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini;
3. Edi Yuwono,S.Kep.,Ns, selaku fasilitator klinik yang sealu memberi
arahan kepada kami untuk melakukan asuhan keperawatan yang baik
pada klien.
4. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik lagi. Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.
Penyusun
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di
negara-negara berkembang (Saidi, 2010). WHO mendefinisikan stroke
sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (WHO, 2006).
Data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh
dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5
juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.
Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab
utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab
terbanyak di dunia. Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak
ditemukan tidak hanya pada negara-negara maju tapi juga pada negara-negara
berkembang. Menurut Janssen, et al., (2010), stroke merupakan penyebab
utama kecacatan di negara-negara barat. Di Belanda, stroke menduduki
peringkat ketiga sebagai penyebab DALY’s (Disability Adjusted Life Years =
kehilangan bertahun-tahun usia produktif). Sedangkan data menurut NCHS
(National Center of Health Statistics), stroke menduduki urutan ketiga
penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker (Heart
Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A Report from American Heart
Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute tahun 2008,
sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya.
Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama kalinya dan
185.000 orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and Stroke
Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association).
Setiap 3 menit didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika
Serikat. Stroke menduduki peringkat utama penyebab kecacatan di Inggris
4
(WHO, 2010). Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama
kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara
berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total
kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal
dalam 12 bulan (WHO, 2006). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai
angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke
tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan
yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung
iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular
utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi dari angka kematian,
perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah empat
berbanding satu (Lumbantobing, 2003). Setiap tujuh orang yang meninggal di
Indonesia, satu diantaranya karena stroke (Depkes, 2011). Berdasarkan
laporan WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002 telah
menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Menurut Dinas Kesehatan
Jawa Tengah (2009), prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2009
adalah 0,05%, lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2008 sebesar
0,03%. Prevalensi tertinggi tahun 2009 adalah di Kabupaten Kebumen sebesar
0,29%. Sedang prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2009 sebesar
0,09%, mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2008
sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Surakarta sebesar 0,75%.
Di Indonesia, setiap 1000 orang, delapa orang diantaranya terkena stroke
(Depkes, 2011).Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian
stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk
factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic
Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi
5
(modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung,
diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia
(PERDOSSI, 2004). Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk
mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan
identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan
dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka
kejadian stroke. Dari berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya stroke
tersebut, timbul berbagai manifestasi klinis seperti defisit lapang pandang,
defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional. Sehingga sebagai tenaga kesehatan perlu melakukan
penatalaksanaan yang tepat bagi penderita stroke yaitu dengan memberikan
terapi pada salah satu tanda dan gejala stroke hemoragik yang umum terjadi
yaitu hemiplegia (kelumpuhan separuh badan). Penatalaksanaan kelumpuhan
disebut juga program rehabilitasi terdiri dari terapi fisik, terapi kerja,
akupuntur, terapi wicara, Constain Induce Treatment Therapy, Functional
Electrical Stimulation, elektroterapi. Penatalaksanaan meliputi observasi dan
perawatan untuk semua perubahan dalam status fisiologik dan psikologis dan
penatalaksanaan komplikasi jangka panjang.
Berdasarkan latarbelakang permasalahan diatas, penulis perlu membahas
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dalam seminar kasus
keperawatan medikal bedah agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagi penderita khususnya pada laporan seminar kasus yang membahas
Stroke ICH +HT stage II pada Ny. S di Ruang Seruni A di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
6
7. Bagaimana penatalaksanaan Stroke Hemoragik?
8. Bagaimana komplikasi Stroke Hemoragik?
9. Bagaimana prognosis Stroke Hemoragik?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis stroke
hemoragik dengan tepat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi Stroke Hemoragik.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi Stroke Hemoragik.
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Stroke Hemoragik.
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Stroke Hemoragik.
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic Stroke Hemoragik.
6. Mahasiswa mampu memahami web of causation Stroke Hemoragik
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Mahasiswa mampu memahami prognosis Stroke Hemoragik
7. Mahasiswa mampu memahami pengkajian keperawatan pada Stroke
Hemoragik
8. Mahasiswa mampu memahami diagnose keperawatan Stroke Hemoragik
9. Mahasiswa mampu memahami intervensi keperawatan Stroke Hemoragik
1.4 Manfaat
Sebagai bahan pembelajaran dan pertimbangan perawat untuk
mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis stroke
hemoragik dengan tepat.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
8
Sumber: Heart and Stroke Foundation,2009
B. KLASIFIKASI
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan
oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan
trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan
perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral
dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al.,
2005).
STROKE
Iskemik Hemoragik
9
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid).
Menurut Ghofir (2009), stroke hemoragik dibagi atas :
1) Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
2) Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan
mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).
Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30
ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi
kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influx kalsium secara cepat,
aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada
akhirnya kematian neuron. Menurut Debian (2013) stroke iskemik dibedakan
menjadi:
1) Stroke trombosis
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang
lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan
basilaris. Stroke jenis ini terjadi sekitar 51% dari total kejadian stroke.
10
2) Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus
berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau
katup mitralis. Stroke jenis ini terjadi sekitar 32% dari total kejadian stroke.
Menurut Listiono (2007) menjelaskan bahwa penyebab stroke antara
lain aterosklerosis, thrombosis, embolisme, hipertensi yang menimbulkan
perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma. Stroke biasanya disertai satu
atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi factor resiko seperti hipertensi,
penyakit jantung, peningkatan lemak, darah, diabetes mellitus atau penyakit
vaskuler perifer. Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik :
a. Intrakranial : pendarahan intraserebral primer, pecahnya anereisma pecahnya
malformasio arterio venosa, tumor otak (primer atau metastasis), infeksi
(meningo ensefalitis).
b. Ekstrakranial : leukemia, nemofilia, anemia, obat anti-koagulan, penyakit
liver penyakit dari klasifikasi diatas :
- Intracranial : perdarahan dari salah satu arteri otak ke dalam jaringan otak,
lesi ini menimbulkan gejala mirip dengan stroke iskemia.
- Ekstrakranial : perdarahan dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang antara
dua mningen piameter dan arakhnoid.
C. ETIOLOGI
11
d. Malformasi arterivenous yaitu pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal sehingga terjadi persambungan antara pembuluh darah arteri
sehingga arteri langsung masuk ke vena menyebabkan beban vena meningkat
dan pembuluh darah pecah.
e. Rupture arteriol akibat hipertensi
Menurut Hertwig (2005), perdarahan pada serebral juga dapat terjadi karena
trauma, metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, discrasia darah atau
gangguan vasolitis lainnya.
D. FAKTOR RESIKO
Mochtar (2004), faktor resiko yang dapat memicu terjadinya stroke hemoragik:
a.Faktor yang tidak bisa dimodifikasi :
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasa adalah kelainan kongenital. Pembuluh
darah abnormal tersebut dapat pecah atau robek sehingga menimbulkan
perdarahan otak.
2. Jenis kelamin dan usia berusia 65 tahun memiliki esiko terkena stroke
iskemik ataupun perdarahan intra serebrum lebih tinggi sekitar 20%
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkatkan sejak usia 45 tahun.
Setelah mencapai 50 tahun atau dapat setiap penambahan usia 3 tahun
meningkatkan resiko stroke sebesar 11-20% dengan peningkatan
12
bertambah seiring usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64
tahun dimana pada usia ini 75% stroke ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi
penyebab langsung stroke. Namun gen berperan besar dalam factor resiko
stroke. Misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah.
4. Ras di Amerika, insiden stroke lebih tinggi terjadi pada kulit hitam.
E. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis Trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan local
pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan
adanya plak berlemak pada lapisan intima akteri besar. Bagian intima arteri
13
serebri menjadi tipis dan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika intema
robek dan berjuntai sehingga lumen pembuluh darah sebagian tensi oleh materi
sklerosis. Plak cenderung terbentuk pada daerah terisi materi sklerotik. Plak
cenderung terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat tempat yang
melengkung. Trombosit yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses
koagulasi dan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang kasar.
Sumbatan fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap
tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna. Emboli kebanyakan bersal
dari hal merupakan perwujudan dari maslah jantung. Meskipun lebih jarang
terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau
arteri karotis interna. Tempat yang paling sering tersrang emboli serebri adalah
arteri serebri media, teruatama bagian atas (Mardjiono, 2003).
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana
tekanan darah di astolik melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah atau rupture arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan atau sub arachnoid, sehingga jaringan yang terletak didekatnya
akan tergeser dan terkesan . daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak
lagi kebagian darah sehingga darah tersebut menjadi eskemik dan kemudian
menjadi infark yang tersiran darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu
tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan deficit neurologis, yang biasanya
menimbulkan hemipaalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral
merupakan hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi
tengkorak berikut bagian rastral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan
koma dengan tanda tanda neulogik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap
batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernafasan,
tekanan darah, sistemik dan nadi.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsul
interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu
terdapat aneurisma kecil-kecil yang di kenalsebagai aneurisma Charchoat
Bouchard Aneurisma tersebut timbulpada orang dengan hipertensi kronik, sebagai
hasil proses degenerative pada otot dan unsur elastis dari dinding arteri. Karena
prubahan degeneatif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, maka
14
timbulah beberapa penyambungan kecil tempat yang dinamakan anurisma Chaoad
Bouchard. Karena sebab sebab yang belum jelas, aneurisma tersebut berkembang
terutama pada rami perforantes arteri serebri media yaitu arteria lentikalustriata.
Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orangmarah, mengeluarkan
tenagabanyak dan sebagainy, aneurisma bias pecah, pada saat itu juga, orangnya
jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam dan memerlihatkan hemioplegia
(Maijono, 2003).
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Israr (2008) manifestasi klinis yang muncul pada stroke hemoragik.
a. Perdarahan Intraserebral
1. Onset pendarahan biasanya mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas biasanya di dahului gejala prodomal beupa peningkatan TD,
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan
retina dan danepistaksis.
2. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau
hemipare disertai kejangfokal atau umum.
3. Tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, reflek, pergerakan
bola matamenghilang dan deserbrasi.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit
motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
15
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doengus (2000) bahwa ada beberapa pemeriksaan untuk stroke :
a. CT-scan : Menunjukkan cedera,hematoma, infark, iskemia.
b. Angiografi cerebral : Menilai penyebab stroke secara spesifik
(perdarahan, destruksi atau ruptur pada arteri)
c. Fungsi lumbal : Menilai ada tekanan normal biasanya ada
trombosis embolis cerebral dan TIK. Terlihat ada tekanan meningkat dan
ada cairan mengandung darah (menunjukkan adanya hemoragik sub
arachnoid atau intrakranial).
d. MRI : Menilai adanya infark, perdarahan dan malformasi
arteriovena (NA)
e. USG Doppler : Menilai adanya penyakit arteriovena atau adanya masalah
pada arteri karotis serta masalah aliran darah (positif atau negatif ada
plak).
16
f. EEG : Mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada
gelombang otak dan dapat memperlihatkan lokasi lesi yang spesifik.
g. Sinar X : Menggambarkan perubahan kelenjar tempurung pineal
daeah yang berlawanan dari masa yang meluas klasifikasi karotisinterna
tedapat pada trombosit serebral klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subaraknoid.
H. PENATALAKSANAAN
a. Keperawatan
Menurut Misbach (2011), melangkah mengobati keadaan akut perlu
memehatikan faktor-faktor klinis :
1. Observasi TTV dan stabilkan dengan cara :
a. Mempertahankan kepatenan jalan nafas (suction, oksigenasi,
trakeostomi).
b. Mengontrol TD berdsarkan kondisi klien (perbaiki hipotensi dan
hipertensi).
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih klien dan perineal hygiene.
4. Memposisikan klien tepat (meninggikan kepala 15-30º, menghindari
fleksi dan rotasi kepada berlebihan.
5. Membantu mobilisasi atau perubahan posisi setiap 2 jam, untuk
mencegah decubitus dan ROM pasif.
6. Kondisikan klien bedrest.
b. Medis
1. Anti koagulan : heparin untuk menurunkan kecenderungan pada fase
akut.
2. Anti trombolitik : mencegah thrombus dan emboli.
3. Diuretik : menurunkan edema cerebral akibat perdarahan.
4. Asam traneksamat : profilaksis dan pengobatan perdarahan.
5. Kalsium Channel Bloker (Nimodipin) : berperan menurunkan TD.
6. Terapi suportif : manitol untuk menurunkan TIK yang meningkat
karena edema serebri.
c. Pembedahan
17
1. Endosklerektorami karotik yaitu mmbentuk kmbali arteri karotik
dengan arteri karotik di leher.
2. Revaskularisasi arteri merupakan tindakan pembedahan dan manfaat
paling dirasakan oleh klien TIA.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas : nama, usia > 50 tahun, pendidikan, pekejaan, jenis kelamin pria
> dari pada wanita meningkat setelah usia >50 tahun.
2. Keluhan utama : keluhan yang sering ditmukan : penurunan kesadaran,
nyeri kepala, mual, muntah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : kondisi klien pertama kali sampai di bawa
ke pelayanan kesehatan dan MRS (Rawat Inap).
4. Riwayat Penyakit Dahulu : klien pernah mengalami Hipertensi, DM,
Obesitas.
5. Riwayat Penyakit Keluarg : Stroke, HT, DM, penyakit kronis.
Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
b. Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
c. Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
18
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
a. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
b. Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
a. Nafsu makan hilang
b. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c. Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b) Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d) Penglihatan berkurang
19
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
b) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
a. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
20
Data Obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
a. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah
6. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan serebal b.d penurunan suplai darah ke otak.
- Nyeri akut b.d peningkatan TIK.
- Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan kseimbangan dan
koordinasi.
- Resiko cedera b.d penurunan penglihatan.
- Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
kemampuan mencerna makanan.
- Gangguan menlan b.d penurunan fungsi vagus
- Hambatan komunikasi verbal b.d fungsi otk pacial.
21
- Deficit perawatan di b.d penurunan fungsi otak dan krusakan
neurovaskuler.
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak.
NOC NIC
NOC NIC
NOC NIC
22
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV sebelum dan
keperawatan selama x24 jam klien sesudah aktivitas
tidak mengalami hambatan dalam
mobilitas fisik kriteria hasil 2. Memfasilitasi klien dalam
perjalanan beraktivitas
1. Aktivitas fisik meningkat
2. Mengerti tujuan 3. Mengvaluasi kemampuan klien
peningkatan aktivitas yang di dalam melakukan aktivitas
anjurkan 4. Mendampingi dan membantu
3. Meningkatkan aktivitas klien dalam pmenuhan ADL
secara perlahan
J. PROGNOSIS
Menurut Dewanto (2009) prognosis pada pasien stroke adalah bergantung
pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah
menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, serta usia
pasien dan penyakit yang menyertainya. Stroke hemoragik memiliki prognosis
buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50% sedangkan pada stroke
iskemik hanya 10%.
K. KOMPLIKASI
23
Menurut Muttaqin (2008) setelah mengalami stroke klien mungkin akan
mengalami komplikasi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Dalam hal imobilisasi meliputi: infesksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi
dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas
dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak meliputi peningkatan TIK, tonus otot abnormal,
nyeri kepala
4. Hidrosefalus
Menurut Smeltzer (2001) komplikasi stroke meliputi:
1. Hipoksia serebral
2. Embolisme serebral
3. Infark serebri
24
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IDENTITAS
1. Nama Pasien :Ny.S
2. Umur : 53 thn
3. Suku/Bangsa : Jawa/WNI
4. Pendidikan : Tamat SD
5. Pekerjaan : Wiraswasta (catering kue)
6. Alamat : Surabaya
7. Biaya : JKN/KIS
KELUHAN UTAMA
Saat dikaji tanggal (3/02/2017) Klien mengeluh nyeri kepala dan bagian
tubuh sebelah kiri (tangan, lengan dan kaki) lemas.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Klien mengatakan sakitnya adalah kelemahan atau lemas tiba-tiba pada
sisi tubuh kiri dirasakan sejak 6 hari SMRS tiba-tiba saat sedang beraktivitas ,
mulanya pusing, tidak ada mual dan muntah. Klien juga bilang pelo dan wajah
merot ke sisi kiri lalu dibawa ke RS terdekat yaitu Sowandhie 6 hari SMRS, di RS
Soewandhi dilakukan CT-scan dan ditemukan ada perdarahan di bagian otak dan
klien mengetahui bahwa sakit stroke. Tanggal 29/01/2017 dari Soewandhi dirujuk
ke IRD Soetomo karena kamar penuh. Klien masuk ke Seruni A tanggal
×30/01/2017 pukul 04.00 dengan kondisi GCS 456, pusing , lingual palsy (S)
central type ,facial palsy (S) dan hipertensi stage II. Pada saat dilakukan
pengkajian setelah 4 hari MRS di R.Seruni A, keadaan klien mengeluhkan nyeri
kepala terutama di bagian belakang kepala dan juga mengeluhkan lemas bagian
tubuh kiri.
25
Klien pernah dirawat di Rumah Sakit Soewandhi tanggal 23 Januari 2017
dengan diagnosa stroke. Klien sering kontrol ke dokter di Puskesmas Simokerto
sebelumnya terkait dengan sakit hipertensi yang dialami dan tensinya rata-rata
160/90 mmHg. Klien memiliki riwayat menggunakan obat Nifedipin dan
Simvastatin dari Puskesmas Simokerto.Klien tidak memiliki alergi obat, makanan
dan udara. Klien tidak pernah memiliki riwayat operasi sebelumnya. Klien tidak
memiliki riwayat DM, PJK, Asma dsb.
- Genogram :
53 thn
Keterangan :
1. Laki – laki
2. Perempuan
Klien Ny.S berusia 53 tahun tinggal bersama dengan dua anaknya yang
berusia 29 tahun dan 20 tahun. Suami klien sudah meninggal, sehingga saat klien
sakit, klien dirawat sepenuhnya oleh kedua anaknya.
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
26
Klien mendapat obat-obatan penurun kolesterol dan tekanan darah yaitu
Nifedipin dan Simvastatin dari Puskesmas Simokerto tetapi tidak teratur diminum,
klien juga mengkonsumsi jamu tetapi membuat sendiri yaitu beras kencur, alcohol
tidak minum dan yang merokok serumah adalah anaknya yang pertama dan
tinggal serumah dengan klien. Aktivitas klien sehari-hari yaitu memasak dan
berbelanja di pasar dekat rumah dengan jalan kaki karena klien membuka catering
kue di rumahnya.
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
27
m. Tidak ada wheezing di lapang paru
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. TD : 180/100 mmHg Tidak ditemukan masalah
b. N : 91x/mnt
c. Keluhan nyeri dada : tidak ada
d. Irama jantung : regular
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal)
f. CRT : <1 detik
g. Akral : hangat kering merah
h. Sirkulasi perifer : saturasi oksigen 96%
i. JVP : tidak tampak pada klien
j. CVP : tidak terkaji
k. CTR : 45% (hasil Lab RS Soewandhi)
l. EKG dan Intrepretasinya :Tgl 29/01/2017 Irama sinus
GCS : 4-5-6 frekuensi HR 77x/menit ( Normal Rhytm)
Gelombang QRS normal.
28
m. Lain-lain : Hasil Pembacaan Foto Thorax : Kesimpulan
Hypertensive Heart Disease (HT Stage II) tanpa tanda-tanda gagal
jantung akut.
4. SISTEM PERSYARAFAN
a. S : 36,9◦C Gangguan Perfusi
b. GCS : 4-5-6 Jaringan Serebral
c. Reflek fisiologis : Patella, triceps, biceps Hambatan mobilitas fisik
Nyeri akut
d. Reflek patologis : Babinski +|+
e. Keluhan pusing : Ada
P: autoregulasi penyempitan pembuluh darah; peningkatan TIK
Q: nyeri kaku dan cenut-cenut
29
R: kepala bagian belakang bawah
S: skala nyeri 5 (nyeri sedang)
T: saat tiduran
f. Lain –lain :
Nervus VII: Facial palsy sinistra central type
- XII : Lingual palsy sinistra central type
- Motorik 5 3
5 3
- Sensorik : sulit dievaluasi
- RF : BPR +3
TPR +3
- RP: Babinski +/+
g. Pemeriksaan saraf cranial
N1 (Olfaktorius) : Klien dapat mencium bau
N2 (Optikus) : Pengelihatan klien normal
N3 (Okulomotorius) : Gerakan bola mata bisa ke segala arah
N4 (Troklearis) : Gerakan bola mata bisa kesegala arah
N5 (Trigeminus) : Klien mampu untuk mengunyah makanan
N6 (Abdusen) : Gerakan bola mata bisa ke segala arah
N7 (Facialis) : Saat diminta untuk tersenyum wajah kurang
simetris
N8 (Koklearis & Vestibularis) : Pendengaran klien normal
N9 (Glosofaringeus) : Klien mampu untuk menelan
N10 (Vagus) : Reflek menelan bagus
N11 (Asesorius) : Saat diminta mengangkat bahu kanan klien
bisa, bahu kiri tidak bisa
N12 (Hipoglosus) : Klien mampu mengeluarkan suara dengan jelas
h. Pupil : isokor dengan diameter 3 mm/ 3mm
i. Sclera : anikterus (tidak ikterus)
j. Konjungtiva : ananemis (tidak anemis)
k. Istirahat / Tidur : 8 jam / hari, tidak ada gangguan
tidur
30
l. Lain- lain : hasil CT-scan tampak Perdarahan
intracranial regio subkorteks temporalis kanan ukuran +
1,76x3,73x2,29 cm (volume 9,97cc)
m. Saat ditanya oleh perawat, konsentrasi klien menurun
5. SISTEM PERKEMIHAN
a. Kebersihan genitalia : bersih Tidak ditemukan masalah
b. Sekret : tidak ada
c. Ulkus : tidak ada
d. Kebersihan meatus urethra : bersih
e. Keluhan kencing : tidak ada
f. Kemampuan berkemih : Spontan
g. Produksi urine : 1000cc/24 jam, warna
kuning cerah
h. Kandung kemih : tidak ada pembesaran atau
distensi
i. Nyeri tekan : tidak ada
j. Balance cairan :
Intake = output (urin)
(Parenteral) + (Oral) : 500cc + 800 cc = 1100cc/24 jam
Hasil = balance
6. SISTEM PENCERNAAN
a. TB : 155 cm di tanyakan pada keluarga
b. BB : 74 kg
c. IMT : 26,2 (obesitas grade 1)
d. Mulut : bersih
e. Membrane mukosa: lembab Tidak ditemukan masalah
f. Nyeri tekan : tidak ada
g. Luka operasi : tidak ada
h. Peristaltik : 20 x/ menit
i. BAB : 1x tanggal 2/02/2017
31
j. Konsistensi : lunak
k. Diet : 2100kkal ,Rendah Garam
l. Nafsu makan : baik
m. Porsi makan : habis
7. SISTEM PENGELIHATAN
a. Keluhan nyeri : tidak ada Tidak ditemukan masalah
b. Luka operasi : tidak ada
8. SISTEM PENDENGARAN
a. Keluhan nyeri : tidak ada
b. Luka operasi : tidak ada
9. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Pergerakan sendi : terbatas pada ektremitas atas dan bawah
(tubuh sebelah kiri)
b. Kekuatan otot : 5 3
5 3
c. Kelainan ekstrimitas : tidak
d. Kelainan tulang belakang : tidak ada Hambatan mobilitas fisik
e. Fraktur : tidak ada
f. Traksi : tidak
g. Penggunaan spalk/gips : tidak
h. Keluhan nyeri : tidak
i. Turgor kulit : baik
j. Luka operasi : tidak
k. ROM : pasif asistif (dibantu oleh keluarga, perawat
dan fisioterapi)
32
TERBATAS
PERSEPSI SANGAT KETERBATASA TIDAK ADA
SEPENUHNY 3
SENSORI TERBATAS N RINGAN GANGGUAN
A
TERUS
KELEMBABA SANGAT KADANG2 JARANG
MENERUS 2
N LEMBAB BASAH BASAH
BASAH
KADANG2 LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST 1
JALAN JALAN
IMMOBILE TIDAK ADA
SANGAT KETERBATASA
MOBILISASI SEPENUHNY KETERBATASA 3
TERBATAS N RINGAN
A N
KEMUNGKINA
SANGAT
NUTRISI N TIDAK ADEKUAT SANGAT BAIK 3
BURUK
ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & BERMASALA POTENSIAL
MENIMBULKA 2
PERGESERAN H BERMASALAH
N MASALAH
NOTE : Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien
berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 14
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less = high risk)
33
13. PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
a. Kebersihan diri : kebersihan diri klien terjaga, keluarga mengganti
pakaian klien 1 hari sekali dan diseka 2x sehari, oral hygiene dilakukan
oleh perawat setiap pagi hari
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan : dibantu sepenuhnya
34
PLT 419.103/uL 150 – 450.103/Ul
35
-Sistem ventrikel dan cysterna normal
-Pons dan cerebellum normal
-Tak tampak kalsifikasi abnormal
-Tampak penebalan mukosa sinus maksiaris kanan kiri, sinus ethmoidalis
kanan kiri, sphenodialis kiri
-Orbita, mastoid dan sinus paranasalis di luar lesi tak tampak kelainan
-Calyaria normal
-Saat ini masih tampak ICH di region subkorteks temporalis kanan ukuran +/-
1,76x3,73x2,92 cm (vol: 9,97 cc)
-Sinusitis maksilaris bilateral, sinusitis ednoidalis bilateral, spenoidalis kiri
TERAPI
Infus PZ 500 cc/24jam, 14 tpm.
Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV (hari ke3)
Amlodipin tablet 1x 10 mg per oral
Valsartan tablet 1x160 mg per oral
Simvastatin 1x10 mg per oral
Paracetamol 3x500mg per oral (jika panas dan nyeri)
(KELOMPOK 1)
36
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS DATA
37
- Reflek Fisiologis
BPR +3 (bisep pees
reflex)
TPR +3 (trisep pees
reflex)
38
menggunakan pampers Kelemahan satu
dibantu suami) sisi tubuh
- Klien nampak lemah ↓
saat menggerakkan Klien terbatas
ekstremitas dalam beraktivitas
- Kekuatan otot kanan mandiri
otot kiri ↓
5 3 Ketidakmampuan
5 3 memenuhi ADL
↓
Defisit perawatan
diri
39
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
Hari/ No. Rencana Keperawatan Ttd
Tang D Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
gal x
Jum’at, 1 NOC: Tissue Perfussion:NNIC: Cerebral Perfusion
3/02/ cerebral Promotion
17 Setelah dilakukan intervensi 1. Berikan terapi
keperawatan selama 3 x oksigen
24 jam perfusi jaringan 2. Mematau
serebral dapat kembali peningkatan tekanan
optimal dengankriteria darah sistolik
hasil : 3. Menginstruksikan
1. Circulation status pasien untuk bed rest
2. Neurologis status total dengan posisi
3. Tissue perfusion: kepala head up 15°-
cerebral 30°
4. Tekanan sistole dan 4. Mengobservasi
diastole dalam batas tanda-tanda
normal (S : 100- peningkatan
120mmHg, intrakranial
D : 60-80mmHg) 5. Catat perubahan
5. Tidak ada pasien dalam
peningkatan TIK merespon stimulus
6. Pasien tenang /tidak 6. Monitor balance
gelisah cairan
7. Pasien dapat 7. Menginstruksikan
mempertahankan / kepada keluarga
meningkatkan untuk menjaga
kesadarannya ketenangan dan
membatasi jumlah
pengunjung agar
klien dapat
beristirahat
8. Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pemberian obat-
obatan
9. Instruksikan kepada
klien untuk
menghindari
mengejan dan batuk
Jum’at, 2 NOC: Pain control NIC: Pain management
3/02/ Setelah dilakukan tindakan 1. Catat dan kaji
17 keperawatan selama 1x24 nyeri secara
jam nyeri berkurang/ hilang komprehensif
41
dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi
non verbal akibat
1. Klien mampu nyeri
mengontrol nyeri (tahu 3. Kaji dan catat
penyebab, mampu tipe dan sumber
menggunakan teknik non nyeri untuk
farmakologi untuk menentukan
mengurangi nyeri dan intervensi
mencari bantuan) 4. Kontrol
2. Menyatakan rasa nyaman lingkungan yang
dan nyeri dapat
berkurang/hilang mempengaruhi
3. TTV dalam batas nyeri seperti suhu
normal, ruangan,
4. Melaporkan bahwa nyeri pencahayaan dan
berkurang kebisingan.
5. Ajarkan teknik
relaksasi nafas
dalam
6. Kolaborasi
pemberian
analgesic untuk
mengurangi nyeri
Jum’at, 3 NOC: Mobility level NIC : Exercise therapy:
3/02/ ambulation
17 Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor
keperawatan selama 3x24 kemampuan klien
jam hambatan mobilitas fisik dalam mobilisasi
klien teratasi dengan kriteria 2. Monitoring TTV
hasil: sebelum dan
sesudah latihan,
1. Aktivitas klien lihat respon klien
meningkat saat latihan
2. Mengerti tujuan dan 3. Ajarkan keluarga
peningkatan untuk melakukan
mobilitas ROM pasif pada
3. Memperagakan klien
penggunaan alat 4. Bantu klien
bantu untuk menggunakan
mobilitas (walker) tongkat saat
4. Pergerakan otot dan berjalan, dan cegah
sendi terjadinya cidera
5. Ajarkan klien dan
keluarga teknik
ambulasi
6. Latih klien dalam
pemenuhan ADL
sesuai kemampuan
42
7. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
ADL klien
43
WOC KASUS
Faktor Resiko :
Hipertensi yang tidak terkontrol dan tidak rutin minum obat MK : Perfusi
jaringan
serebral
Peningkatan tekanan
inefektif
intravaskular
44
Hari/Tang No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
gal/Shi Dx
ft
45
P : intervensi 1 – 9 dilanjutkan
3/2/2017 2 12.00 Melakukan pengkajian nyeri Ria 3/2/ S : Klien mengatakan masih
kepada klien seberapa nyeri yang 2017 nyeri tapi sudah bekurang
dirasakan 14.00 O : TD = 140/90, RR =
Melihat nyeri yang dialami klien 20x/menit, T = 36,4 C, N =
dari wajah klien 96 x/menit
Memberitahukan keluarga dan Skala nyeri 4, nyeri hilang
klien mengenai sebab nyeri yang timbul, kualitas nyeri cenut-
dirasakan adalah salah satu efek cenut,
dari tekanan darah tinggi klien dapat menggunakan
Memberikan lingkungan yang teknik non farmakologis
nyaman kepada klien dengan nafas dalam
merapikan seprei,mematikan Klien minum obat
lampu, menutup selambu dan paracetamol per oral
menyuruh untuk membatasi A : Masalah nyeri akut
pengunjung belum teratasi
Mengajarkan klien teknik nafas P : Pain Management
dalam (tarik nafas, hembuskan) dilanjutkan
Monitoring TTV klien
Memberikan obat paracetamol
untuk pereda nyeri
3/2/2017 3 13.00 Damping klien dalam melakukan Cahya 3/2/201 S : klien mengatakan masih
aktivitas ROM pasif 7 merasakan kelemahan pada
Monitor adanya nyeri saat latihan 14.30 tangan dan kaki kiri tapi
Catat kenaikan tekanan sistol sudah lebih baik daripada
setelah melakukan latihan ROM saat pertama masuk rumah
Mengajarkan keluarga cara
sakit
melakukan ROM pasif
Mengajarkan klien dan keluarga O:
46
tekhnik ambulasi Klien mampu
Mengajarkan klien merubah melakukan ROM pasif
posisi dan memberikan bantuan pada ekstremitas kiri
Memonitor kemampuan klien dan kanan
dalam mobilisasi Ekstremitas kiri masih
terdapat kelemahan
Kekuatan otot
5 3
5 3
47
(pispot, tirai) Kebutuhan ADL klien
Melakukan oral higiene dan vulva masih dibantu
higiene bila klien belum mampu keluargasebagian
untuk melakukan secara mandiri A : masalah belum teratasi
Membantu keluarga untuk P : intervensi 1-6 dilanjutkan
menyeka apabila keluarga
memerlukan bantuan
48
klien dapat beristirahat Kekuatan motorik
Menginstruksikan kepada klien agar
klien tidak boleh mengejan dan 5 4
batuk
5 4
49
4/2/2017 3 14.00 Damping klien dalam melakukan 15.00 4/2/201 S : klien mengatakan masih
aktivitas ROM pasif 7 merasakan kelemahan pada
Monitor adanya nyeri saat latihan tangan dan kaki kiri tapi
Catat kenaikan tekanan sistol sudah ebih baik daripada
setelah melakukan latihan ROM saat pertama masuk rumah
Mengajarkan keluarga cara
sakit
melakukan ROM pasif
Mengajarkan klien dan keluarga O:
tekhnik ambulasi
Klien mampu
Mengajarkan klien merubah
melakukan ROM pasif
posisi dan memberikan bantuan
pada ekstremitas kiri
Memonitor kemampuan klien dan kanan
dalammobilisasi
Ekstremitas kiri masih
terdapat kelemahan
Kekuatan otot
5 4
5 4
50
4/2/2017 4 13.00 Mengobservasi kemampuan klien 14.00 S : klien masih merasakan
dalam merawat diri (Mandi, lemas pada tangan dan kaki
berpakaian, dan toileting) (4/2/20 kiri
Mengkaji kebersihan kulit, mulut, 17)
kuku, rambut dan vulva O:
Mengkaji kemampuan klien untuk Klien masih dianjurkan
mengunyah dan menelan untuk bedrest dengan
Menyediakan alat untuk posisi kepala trunk up
membantu pemenuhan dasar klien 15° - 30°
(pispot, tirai) Kebutuhan ADL klien
Melakukan oral higiene dan vulva masih dibantu
higiene bila klien belum mampu keluargasebagian
untuk melakukan secara mandiri A : masalah belum teratasi
Membantu keluarga untuk P : intervensi 1-6 dilanjutkan
menyeka apabila keluarga
memerlukan bantuan
51
kepala, papiledema, muntah, dan RR : 18 x/menit
bradikardi) N : 96x/menit
Mencatat apabila terdapat perubahan S : 36,2°C
pada pasien dalam merespon atau GCS : 456
ada penurunan GCS Klien bedrest dengan posisi
Memonitor balance cairan kepala trunk up 15° - 30°
Menginstruksikan kepada keluarga Tangan kiri dan kaki kiri
untuk menjaga ketenangan dan telah mampu diangkat
membatasi jumlah pengunjung agar Klien dapat duduk sendiri
klien dapat beristirahat Kekuatan motorik
Menginstruksikan kepada klien agar
klien tidak boleh mengejan dan 5 4
batuk
5 4
52
merapikan seprei,mematikan
lampu, menutup selambu dan
menyuruh untuk membatasi
pengunjung
Mengajarkan klien teknik nafas
dalam (tarik nafas, hembuskan)
Monitoring TTV klien
Memberikan obat paracetamol
untuk pereda nyeri
5/2/2017 3 13.00 Damping klien dalam melakukan 14.00 5/2/201 S : klien mengatakan masih
aktivitas ROM pasif 7 merasakan kelemahan pada
Monitor adanya nyeri saat latihan tangan dan kaki kiri tapi
Catat kenaikan tekanan sistol sudah lebih baik daripada
setelah melakukan latihan ROM saat pertama masuk rumah
Mengajarkan keluarga cara
sakit
melakukan ROM pasif
Mengajarkan klien dan keluarga O:
tekhnik ambulasi
Klien mampu
Mengajarkan klien merubah
melakukan ROM aktif
posisi dan memberikan bantuan
dibantu pada
Memonitor kemampuan klien ekstremitas kiri
dalammobilisasi
Klien sudah bisa duduk
sendiri tanpa dibantu
Kekuatan otot
5 4
5 4
53
Tekanan darah setelah
ROM : 140/90 mmHg
Tidak ada nyeri saat
latihan ROM
A : masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
5/2/2017 4 13.00 Mengobservasi kemampuan klien 14.00 S : klien masih merasakan
dalam merawat diri (Mandi, lemas pada tangan dan kaki
berpakaian, dan toileting) (5/2/20 kiri
Mengkaji kebersihan kulit, mulut, 17)
kuku, rambut dan vulva O:
Mengkaji kemampuan klien untuk Klien masih dianjurkan
mengunyah dan menelan untuk bedrest dengan
Menyediakan alat untuk posisi kepala trunk up
membantu pemenuhan dasar klien 15° - 30°
(pispot, tirai) Kebutuhan ADL klien
Melakukan oral higiene dan vulva masih dibantu
higiene bila klien belum mampu keluargasebagian
untuk melakukan secara mandiri A : masalah belum teratasi
Membantu keluarga untuk P : intervensi 1-6 dilanjutkan
menyeka apabila keluarga
memerlukan bantuan
54
Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Selasa, 8 - 12.00 Discharge Planning: Tifanny 12.30 S : klien mengatakan Tifanny
Februari 2017 1. Memberikan health paham dengan
Shift pagi education kepada pasien dan penjelasan perawat
keluarga agar menjaga O : klien dan keluarga
asupan nutrisi dengan makan mampu mengulang
rendah garam apa yang telah
2. Mengkonsumsi banyak air dijelaskan oleh
putih (+8 gelas per hari) perawat
3. Menganjurkan klien untuk A : Masalah teratasi
melakukan aktivitas fisik P : Intervensi dihentikan
secara bertahap sesuai
kemampuan
4. Menganjurkan klien untuk
selalu meminum obat tepat
waktu
5. Menganjurkan kepada klien
untuk rutin kontrol ke
puskesmas sesuai dengan
jadwal kontrol yang telah
ditentukan
55
56
BAB 3
PEMBAHASAN
57
diplopia); defisit motorik (seperti hemiparesis, hemiplegia, ataksia,
disartria dan disfagia); defisit sensori (seperti parestesia); defisit verbal
(seperti afasia eksprensif: tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami, afasia reseptif: tidak mampu memahami kata yang dibicarakan,
afasia global: kombinasi afasia eksprensif dan reseptif); defisit kognitif
(seperti kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang
perhatian, perubahan penilaian, kerusakan kemampuan untuk
berkosentrasi); defisit emosional (seperti kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres,
depresi, menarik diri, perasaan isolasi).
Klien mengatakan sakitnya adalah kelemahan atau lemas tiba-tiba
pada sisi tubuh kiri dirasakan sejak 6 hari SMRS tiba-tiba saat sedang
beraktivitas , mulanya pusing, tidak ada mual dan muntah. Klien juga
bilang pelo dan wajah merot ke sisi kiri lalu dibawa ke RS terdekat yaitu
Sowandhie 6 hari SMRS, di RS Soewandhi dilakukan CT-scan dan
ditemukan ada perdarahan di bagian otak dan klien mengetahui bahwa
sakit stroke. Tanggal 29/01/2017 dari Soewandhi dirujuk ke IRD Soetomo
karena kamar penuh. Klien masuk ke Seruni A tanggal 30/01/2017 pukul
04.00 dengan kondisi GCS 456, pusing , lingual palsy (S) central type
,facial palsy (S) dan hipertensi stage II. Pada saat dilakukan pengkajian
setelah 4 hari MRS di R.Seruni A, keadaan klien mengeluhkan nyeri
kepala terutama di bagian belakang kepala dan juga mengeluhkan lemas
bagian tubuh kiri.
58
kamar penuh. Klien masuk ke Seruni A tanggal 30/01/2017 pukul 04.00
dengan kondisi GCS 456, pusing , lingual palsy (S) central type ,facial
palsy (S) dan hipertensi stage II. Saat dilakukan pengkajian setelah 4 hari
MRS di R.Seruni A, keadaan klien mengeluhkan nyeri kepala terutama di
bagian belakang kepala dan juga mengeluhkan lemas bagian tubuh kiri,
ditemukan masalah keperawatan antara lain: 1) Gangguan perfusi jaringan
serebral; 2) Nyeri akut; 3) Hambatan mobilitas fisik; 4) Defisit perawatan
diri.
59
menimbulkan penumpukan darah di sekitar tempurung otak yang akan
menekan otak dan syaraf di sekitarnya sehingga menimbulkan nyeri akut.
Rencana intervensi yang akan dilakukan pada Ny.S dengan masalah
keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral antara lain 1) Intervensi
mandiri: mencatat nyeri secara komprehensif dengan bertanya pada pasien
,melihat reaksi non verbal akibat nyeri pada klien seperti gelisah, tegang,
merintih dsb,mencatat sumber nyeri di bagian mana untuk menentukan
intervensi, mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri pada klien. Setelah dilakukan implementasi pada
Ny.S maka dilakukan evaluasi, hasil evaluasi didapatkan klien mengatakan
nyeri kepala belakang sudah berkurang, ekspresi klien tampak nyaman,
kien bisa nyaman dengan posisi tidurnya sehingga masalah dapat teratasi
sebagian dan intervensi dilanjutkan.
Masalah ketiga yang muncul pada Ny.S adalah hambatan mobilitas
fisik. Berdasarkan teori, gambaran klinis stroke dapat berupa kelemahan
anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),hiperrefleksia anggota tubuh,
kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan refleks
muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, gangguan
pengelihatan dan penurunan kesadaran. Pengaturan motorik anggota gerak
dipersarafi oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan
menyilang ke kontralateral pada decusasio piramidalis di medulla
oblongata, sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek
pada sisi kontralateralnya. Hal ini yang menunjukkan bahwa kelemahan
pada sisi kiri pasien disebabkan adanya gangguan pada hemisfer cerebri
dextra.
Hambatan mobilias fisik yang terjadi pada Ny.S karena terdapatnya
perdarahan intraserebri di subkorteks temporalis kanan dengan midline
shift ke kiri yang menyebabkan suplai oksigen ke otak menurun. Keadaan
tersebut memunculkan manifestasi klinis hemiperase kontralateral yaitu
terjadi kelumpuhan pada anggota gerak bagian kiri, sehingga muncul
masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Rencana intervensi yang
60
telah dilakukan pada Ny.S dengan masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik antara lain 1) Intervensi mandiri: mengajarkan kepada klien
dan keluarga teknik ambulasi, memonitor TTV klien sebelum dan sesudah
latihan dan melihat respon klien saat latihan, membantu klien
menggunakan tongkat saat berjalan dan mencegah terjadinya cidera, serta
melatih klien dalam pemenuhan ADL sesuai dengan kemamuan klien.
Setelah dilakukan implementasi pada Ny.S maka dilakukan evaluasi, hasil
evaluasi didapatkan anak klien mengatakan klien dapat duduk sendiri di
tempat tidur, dapat makan sendiri, aktivitas klien meningkat, pergerakan
otot dan sendi meningkat, masalah dapat teratasi sebagian sehingga
intervensi dilanjutkan.
Masalah keperawatan keempat yang muncul pada Ny.S adalah
defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri pada Ny.S terjadi karena
adanya hemiparese atau kelemahan anggota gerak sinistra. Hal ini
dikarenakan pada pasien stroke perdarahan, jaras ini akan menyilang ke
kontralateral pada decusasio piramidalis di medulla oblongata, sehingga
lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi
kontralateralnya yaitu kelemahan pada sisi kiri tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi fungsi motorik dan
muskuloskeletal yang dipersyarafi oleh saraf kranial menjadi menurun dan
terjadilah kelemahan anggota gerak. Adanya kelemahan anggota gerak
bagian kiri, membuat pasien kesulitan untuk mobilisasi dan melakukan
perawatan diri seperti mandi, toileting dan berpakaian. Rencana intervensi
yang sudah diimplementasikan pada Ny.S dengan masalah keperawatan
defisit perawatan diri antara lain 1) Intervensi mandiri: Memonitor
kemampuan mandi, toileting dan berpakaian 2) Intervensi edukasi:
memberikan HE kepada klien dan keluarga agar klien dibantu untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah dilakukan implementasi untuk
mengatasi masalah pemenuhan perawatan diri pada Ny.S maka dilakukan
evaluasi dan menurut anak klien, klien mandi diske 2x/ hari di tempat tidur
dengan bantu, dan klien ganti pakaian dengan bantuan anaknya. Masalah
keperawatan dasar defisit perawatan diri pada Ny.S teratasi dengan
61
dilakukannya semua perawatan diri secara teratur pada klien sehingga
intervensi dihentikan.
62
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya
umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75
tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Penanganan stroke pada umumnya
disegerakan karena adanya golden periode (3-6 jam) penanganan yaitu kurang
dari 12 jam yang akan mempengaruhi prognosis pada klien, semakin cepat
diberikan tatalaksana maka dampak yang akan ditimbulkan dapat diminimalisir.
Salah satu latihan mobilisasi yaitu miring kanan dan miring kiri selama dua jam,
ROM pasif seperti belajar mengangkat tangan, mengangkat kaki untuk mencegah
kelemahan otot dan ulkus tekan. Diagnosa yang sering muncul seperti gangguan
perfusi serebral pada jaringan otak perlu segera di tatalaksana terlebih dahulu
dengan intervensi yang tepat seperti terapi oksigen, memantau tanda-tanda vital
klien dan memonitor balance cairan. Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah
perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi,
selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
4.2 Saran
Penderita stroke banyak yang mengalami bermacam-macam disfungsi/
kerusakan, salah satunya pada persarafan yaitu kelumpuhan yang dapat bersifat
permanen. Oleh karena itu, perlu adanya pendampingan, edukasi, intervensi dan
discharge planning yang tepat kepada klien maupun kepada keluarga selama
menjalani pengobatan dan masa rehabilitasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Black, J & Hawk, J. 2009. Medical Sugical Nursing 8th Edition. Philadelphia :
Sounders Comp.
Moedjiono, Djoko. 2009. Ilmu Bedah Saraf Edisi Ketiga. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka
64
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 vol 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo(dkk), EGC, Jakarta.
Smith EE, Koroshetz WJ. Epidemilogy of stroke. In: Furie KL, Kelly PJ,eds.
Handbook of Stroke Prevention in Clinical Practice. New jersey: humana pre,
2004:1-8.
65