Anda di halaman 1dari 28

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara


Payudara merupakan organ penting dalam kehidupan manusia sejak dari
neonatus atau periode bayi yaitu untuk kelanjutan kehidupan sehubungan
dengan produksi ASI yang dibutuhkan pada periode itu sampai masa
kehidupan dewasa, di mana payudara sebagai salah satu lambang
keperempuan (Prawirohardjo, 2011). Bentuk payudara biasanya kubah
(dome) yang bervariasi antara bentuk konikal pada nulipara hingga bentuk
pendulous pada multipara (Prawirohardjo, 2011). Kelenjar payudara wanita
dewasa belum pernah melahirkan berupa benjolan berbentuk kerucut, wanita
yang telah menyusui bentuknya cenderung menurun dan mendatar sedangkan
kelenjar payudara wanita lanjut usia mengalami atrofi bertahap (trans.
Japaries, 2013).
Kelenjar payudara wanita sebagian besar terletak di anterior otot
pektoralis mayor. Sebagian kecil dari bagian latero-inferiornya terletak di
depan otot seratus anterior. Batas superior, inferior terletak di antara sela iga
ke 2-6 atau ke 3-7. Batas medial adalah linea parasternal, batas lateral adalah
linea aksilaris anterior, kadang kala mencapai linea aksilaris media (trans.
Japaries, 2013).

Universitas Sumatera Utara


7

Gambar 2.1. Kelenjar Payudara Potongan Anterolateral


Sumber Netter, 2011

Sentrum dari kelenjar payudara adalah papila mammae, sekelilingnya


terdapat lingakaran areola mammae. Areola mammae memiliki tonjolan
kelenjar areolar, saat menyusui dapat menghasilkan sebum yang melicinkan
papila mammae. Kelenjar payudara memiliki 15-25 lobulus, yang masing-
masing adalah kelenjar campuran tubuloalveolar dipisahkan oleh jaringan ikat
padat interlobaris. Tiap lobulus merupakan satu sistem tubuli laktiferi yang
berawal dari papila mamae. Sistem tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus
laktiferi, ampula duktus laktiferi, duktus laktiferi besar, sedang, kecil,
terminal, dan asinus serta bagian lainnya. Sebagian duktus besar menjelang
ke papila saling beranastomosis (trans. Japaries, 2013).

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2.2. Kelenjar Payudara Potongan Sagital


Sumber Netter, 2011

Payudara mendapat vaskularisasi dari 2 arteri utama yaitu arteri


mammaria interna dan arteri torakalis lateralis. Kurang lebih 60% payudara
mendapat perdarahan dari arteri perforantes mammaria interna yaitu meliputi
bagian medial dan sentral dan bagian kranial. Bagian atas dan lateral
payudara diperdarahi oleh arteri torakalis lateralis. Sebagian kecil payudara
juga diperdarahi oleh arteri torakoakromialis cabang pektoralis, cabang arteria
interkostalis III, IV serta a/v subkapular dan torakodorsalis. Sementara itu,
terdapat tiga grup vena dalam yang keluar dari payudara (Prawirohardjo,
2011), yaitu:
1. Vena interkostalis: yang melintang di regio posterior dari payudara dari
interkosta 2 sampai interkosta 6 dan mengalirkan darah vena ke vena
vertebralis bagian posterior dan akhirnya ke v. Azigos untuk berakhir di
vena cava superior.
2. Vena aksilaris: mengalirkan darah vena dari dinding dada m.pektoralis dan
payudara.

Universitas Sumatera Utara


9

3. Vena mammaria interna: merupakan pleksus vena terebesar yang


mengalirkan darah vena dari payudara. Vena ini kemudian bermuara di
v.inominata.

Gambar 2.3. Vaskularisasi Kelenjar Payudara


Sumber Netter, 2011

Saluran limfe kelenjar payudara terutama berjalan mengikuti vena


kelenjar payudara, drainasenya terutama melalui: bagian lateral dan sentral
masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris, sedangkan bagian medial masuk ke
kelenjar limfe mammaria interna. Drainase limfe kelenjar payudara tidak
memiliki batasan absolut, ditambah lagi terdapat anastomosis, limfe bagian
medial dapat mengalir ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian lateral dapat
mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Sementara itu kelenjar
payudara dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4 rami dari pleksus
servikalis (trans. Japaries, 2013).

Universitas Sumatera Utara


10

Gambar 2.4. Saluran Limfe pada Kelenjar Payudara


Sumber Netter, 2011

Seiring bertambahnya usia payudara terus tumbuh dan berkembang yang


dipengaruhi oleh hormon. Hormon estrogen melancarkan pertumbuhan
payudara sedangkan progesteron menghambat. Kedua hormon ini bersama-
sama menyebabkan perkembangan duktus, lobulus, dan alveolus dari jaringan
payudara (Prawirohardjo, 2011). Perkembangan payudara dari masa pubertas
sampai kepada maturitas, dibedakan dalam lima fase yaitu:

Tabel 2.1. Fase Perkembangan Payudara


Fase I Preadolesen elevasi dari nipple dengan tidak adanya
Usia Pubertas massa glandular teraba atau tidak ada pigmentasi areola
Fase II Timbulnya jaringan glandular subareolar nipple dan
Usia 11,1 + 1,1 tahun payudara tampak sebagian tonjolan di dinding dada
Fase III Meningkatnya massa glandular dengan pembesaran
Usia 12,2 + 1,09 tahun payudara dan meningkatnya diameter dan pigmentasi dari
areola. Kontur payudara dan nipple berada pada satu
dataran
Fase IV Pembesaran areola dan pigmentasi bertambah, nipple dan
Usia 13,2 + 1,15 tahun areola mulai berbentuk tonjolan tersendiri di payudara
Fase V Akhir dari masa pertumbuhan adolesen payudara dengan
Usia 15,3 + 1,7 tahun kontur yang licin dengan tidak adanya pengerasan areola
dan nipple
Sumber Prawirohardjo, 2011

Universitas Sumatera Utara


11

2.2. Kanker Payudara


2.2.1. Definisi Kanker Payudara
Istilah kanker merujuk ke semua tumor ganas yang sering
digunakan masyarakat awam (trans. Japaries, 2013). Kanker adalah
penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal jaringan tubuh
yang berubah menjadi sel kanker (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
Kanker merupakan penyakit neoplastik dengan perjalanan alamiah yang
bersifat fatal. Tidak seperti sel-sel tumor jinak, sel kanker menunjukan
sifat invasi dan metastatis, serta sangat anaplastik. Istilah kanker
kadang-kadang digunakan sebagai sinonim istilah karsionoma (Dorlan,
2012).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010,
kanker payudara adalah keganasan dari sel kelenjar, saluran kelenjar,
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.
Suprianto (2010) berpendapat bahwa kanker payudara adalah
pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol lantaran perubahan
abnormal dari gen yang bertanggung jawab atas pengaturan
pertumbuhan sel.
Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan
oleh sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna
mempertahankan fungsi payudara. Pada kasus kanker payudara, gen
yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel
termutasi. Kondisi itulah yang disebut kanker payudara (Suprianto,
2010).

2.2.2. Epidemiologi Kanker Payudara


Berdasarkan riset dari Internasional Agency for Research on
Cancer (IARC) pada tahun 2012, kanker payudara menjadi kanker
nomer satu bagi wanita dan menyebabkan kematian wanita terbanyak
dibandingkan kanker lain di dunia. Berikut ini adalah tabel incidence
dan mortality kanker bagi wanita di dunia:

Universitas Sumatera Utara


12

Tabel 2.2. Angka Kejadian dan Kematian Kanker pada Wanita di Dunia
Incidence Mortality
Kanker
Jumlah (%) Jumlah (%)
Payudara 1.671.149 25,1 521.907 14,7
Kolorektum 614.304 9,2 320.294 9,0
Paru 583100 8,8 491223 13,8
Serviks uteri 527624 7,9 265672 7,5
Lambung 320301 4,8 254103 7,2
Sumber Internasional Agency for Research on Cancer (IARC), 2012.

Di Indonesia kanker payudara adalah penyakit kanker dengan


prevalensi tertinggi kedua. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun
2013 angka kejadian kanker payudara adalah 0,5‰ atau sebanyak
61.682. Di bawah ini adalah prevalensi kejadian kanker payudara
beberapa provinsi di Indonesia.

Tabel 2.3. Prevalensi Kanker Payudara di Indonesia


Provinsi ‰ Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut
Sumatera Utara 0,4 2.682
Bengkulu 0,8 705
DKI Jakarta 0,8 3.946
Jawa Barat 0,3 6.701
Jawa Tengah 0,7 11.511
DI Yogyakarta 2,4 4.325
Jawa Timur 0,5 9.688
Sulawesi Selatan 0,7 2.975
Sumber Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin
Kementerian Kesehatan RI, 2015.

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara


Etiologi kanker payudara, belum dapat dijelaskan, tetapi banyak
penelitian yang menunjukan adanya beberapa faktor yang berhubungan
dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker
payudara. Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan
hormonal dan genetik. Hal itu disebabkan beberapa faktor di bawah ini
(Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):

Universitas Sumatera Utara


13

1. Diet, faktor yang dapat memperberat seperti peningkatan berat badan


yang bermakna pada saat pasca monopause, diet ala barat yang
tinggi lemak (western style), dan minuman beralkohol.
2. Hormon dan faktor reproduksi
a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (kurang
dari 12 tahun)
b. Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (lebih dari 50
tahun)
c. Belum pernah melahirkan
d. Infertilitas
e. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (lebih dari 35
tahun)
f. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama
g. Tidak menyusui
3. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara
4. Riwayat keluarga, telah diketahui gen berperan terjadinya kanker
payudara yaitu BRCA1, BRCA2 dan juga pemeriksaan histopatologi
faktor proliferasi p53 germaline mutation. Adanya riwayat menderita
kanker pada keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit:
a. Tiga atau lebih keluarga (saudara ibu/klien atau bibi) dari sisi
keluarga yang sama terkena kanker payudara atau ovarium
b. Dua atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker
payudara atau ovarium usia di bawah 40 tahun
c. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan
ovarium
d. Adanya riwayat kanker payudara bilateral pada keluarga.
Meskipun kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita, tetapi
1.500 laki-laki terdiagnosa kanker payudara di USA tahun 2003. Faktor
risiko terjadinya kanker payudara pada laki-laki (Elk & Morrow, 2003),
adalah:

Universitas Sumatera Utara


14

1. Usia lebih dari 65 tahun


2. Riwayat keluarga menderita kanker payudara
3. Mutasi gen BRCA2
4. Klinefelter’s syndrome (Laki-laki yang memiliki X kromosom
berlebih)
5. Penderita penyakit hati, seperti sirosis
6. Terpapar radiasi dari tatalaksana kanker di daerah toraks
7. Mendapat terapi kanker prostat dengan estrogen-related drugs
8. Obesitas

2.2.4. Manifestasi Klinis Kanker Payudara


Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa payudara yang tidak
nyeri. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi
soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin,
mobilitas kurang (stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks).
Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah
besar secara jelas (trans. Japaries, 2013).
Benjolan yang semakin lama semakin membesar dan melekat pada
kulit, menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting
payudara. Itulah yang membuat puting payudara tertarik ke dalam
(retraksi), serta berwarna merah mudah atau kecoklatan sampai menjadi
oedema, sehingga terlihat seperti kulit jeruk, mengerut, atau timbul
borok pada payudara. Semakin lama, borok membesar dan mendalam.
Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara (Suprianto, 2010).
Terdapat juga gejala pengeluaran sekret papilar (umumnya
sanguineus) dari puting payudara. Selain itu juga dapat ditemukan
pembesaran kelenjar limfe regional. Lokasi yang sering dijumpai
pembesara kelenjar limfe adalah aksilar ipsilateral, dengan
perkembangan kanker kelenjar limfe supraklavikular juga dapat
menyusul membesar (trans. Japaries, 2013).

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.5. Penegakan Diagnosa Kanker Payudara


Dalam penegakan diagnosa kanker payudara diperlukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Anamnesis
Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat
kelainan payudara sebelumnya, riwayat kanker pada keluarga, fungsi
kelenjar tiroid, penyakit ginekologi, dan lainnya. Terkait riwayat
penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya
massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid (trans.
Japaries, 2013).
2. Pemeriksaan Fisik
Tahapan dalam pemeriksaan payudara (Clinical Breast Examination)
adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):
a. Persiapan: menjelaskan kepada pasien tindakan yang akan
dilakukan dan meminta pasien untuk membuka pakaian mulai
pinggang ke atas.
b. Inspeksi: perhatikan bentuk, ukuran, puting, kerutan atau lekukan,
ruam atau nyeri pada kulit. Lihat puting susu dan perhatikan
bentuk dan ukuran serta arah jatuhnya puting (minta pasien
membungkuk) tergantung seimbang atau tidak.
c. Palpasi: posisi pasien dalam keadaaan berbaring. 1). Melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah
teknik spiral. Tekan jaringan payudara sampai keseluruh
permukaan payudara. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau
nyeri. 2). Dengan ibu jari dan telunjuk tekan puting susu dengan
lembut, lihat apakah keluar cairan (bening, keruh, atau berdarah).
Cairan keruh normal jika setalah menyusui atau melahirkan 1
tahun terakhir. 3). Minta pasien dalam keadaan duduk dengan
tangan pasien di bahu pemeriksa untuk memeriksa apakah
terdapat pembesaran kelenjar limfe pada pangkal payudara.

Universitas Sumatera Utara


16

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan (Manuaba, 2010),
adalah:
a. Pemeriksaan Radio-Diagnostik/Oncologic Imaging
1) Diharuskan (recommended)
a) Mamografi dan USG mama (untuk keperluan diagnostik
dan staging)
b) Foto toraks
c) USG abdomen (hati)
2) Optional (atas indikasi)
a) Bone scanning (diameter kanker payudara (KPD) > 5 cm,
T4/ LABC, klinis dan stologi mencurigakan)
b) Bone survey, sama dengan diatas dan tidak tersedia fasilitas
untuk bone scan.
c) CT-scan
d) MRI (penting untuk mengevaluasi “volume tumor”)
b. Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/
FNAB/ FNA)
Dilakukan pada lesi/tumor payudara yang klinis dan
radiologi/imaging dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB
sangat baik sehingga dapat dijadikan standar diagnosis pasti KPD.
Di Indonesia, akurasi FNAB sudah semakin baik (>90%)
sehingga pada beberapa senter dapat direkomendasikan
penggunaan FNAB.
c. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
1) Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram
pada lesi nonpalpabel
2) Core Neddle Biopsy (micro-specimen)
3) Vacum assisted biopsy (mammotome)
4) Biopsi insisional untuk tumor:

Universitas Sumatera Utara


17

a) KPD operabel dengan diameter >3cm, sebelum operasi


definitif
b) Inoperabel: diagnosis, faktor prediktor dan prognostik
5) Biopsi eksisional
6) Spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional
7) Pemeriksaan Imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR, Her-
2/Neu (recommended), Cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan
sebagainya (optional/research)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna
kepentingan pengobatan dan informasi kemungkinan adanya
metastasis. Berikut jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan:
1) Pemeriksaan enzim transaminase: untuk memperkirakan
adanya metastasis pada liver.
2) Pemeriksaan alkali fosfatase dan kalsium: untuk memprediksi
adanya metastasis pada tulang.
3) Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama
pada kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan
kedaruratan onkologis yang memerlukan pengobatan segera.
4) Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-13 dan CEA
(dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk menentukan
rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda
diagnosis ataupun skrining.

2.2.6. Klasifikasi Stadium Kanker Payudara


Berdasarkan stadiumnya, kanker payudara dibagi menjadi beberapa
stadium, adapun pembagian stadium Portmann yang disesuaikan
dengan aplikasi klinis (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002), yaitu:
1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan
sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan

Universitas Sumatera Utara


18

jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2


cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba.
2. Stadium II : Sesuai dengan stadium I, hanya besar tumor 2,5-5
cm dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah
bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan
diameter kurang dari 2 cm.
3. Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah
bening aksila masih bebas satu sama lain.
4. Stadium III B : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm),
fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan
ada oedema (lebih dari 1/3 permukaan kulit
payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar
getah bening aksila melekat satu sama lain atau
terdapat jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5
cm, belum ada metastasis jauh.
5. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III).
Tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening
aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.

2.2.7. Penatalaksanaan Kanker Payudara


Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang
penerapannya banyak tergantung kepada stadium klinik penyakit (eds
Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Terapi yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Terapi Bedah
Pembedahan yang dilakukan bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit) (eds Ramli,
Umbas & Panigoro, 2002). Pola operasi yang sering digunakan
(trans. Japaries, 2013), adalah:

Universitas Sumatera Utara


19

a. Mastektomi radikal: lingkup reseksi mencakup kulit berjarak


minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar payudara, m.
Pektoralis mayor, m. Pektoralis minor, jaringan limfatik dan
lemak subskapular, aksilar secara kontinu enblok direseksi.
b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan
radikal, tapi mempertahankan m. Pektoralis mayor dan minor
(model Auchincloss) atau mempertahankan m. pektoralis mayor,
mereseksi m. pektoralis minor (model Patey).
c. Mastektomi total: hanya membuang seluruh kelenjar payudara
tanpa membersihkan kelenjar limfe.
d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe sekitar: secara
umum disebut dengan operasi konservasi mammae (BCT).
Bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar payudara normal
di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat
irisan.
e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel: metode
reseksi sama dengan diatas. Kelenjar limfe sentilen adalah
terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma mammae,
saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat
mengangkat kelenjar limfe sentinel, biopsi, bila patologik negatif
operasi dihentikan, bila positif dilakukan diseksi kelenjar limfe
aksilar.
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki 3 tujuan utama (trans. Japaries, 2013), yaitu:
a. Radioterapi murni kuratif: untuk pasien dengan kontraindikasi
atau menolak operasi
b. Radioterapi adjuvan
c. Radioterapi paliatif: untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut
dengan rekurensi, metastasis.

Universitas Sumatera Utara


20

3. Kemoterapi
Kemoterapi/sitostatika merupakan pengobatan suportif (penunjang)
(eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).
4. Terapi hormonal
Terapi hormonal merupakan pengobatan suportif dan berupa
tindakan ablasi (melenyapkan) atau aditif (penambahan) (eds Ramli,
Umbas, & Panigoro, 2002).
5. Imunoterapi
Imunoterapi sebagai tindakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
(eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).
6. Simtomatik
Terapi berupa perawatan/penanggulangan keluhan-keluhan dari
penderita kanker payudara yang sudah lanjut (eds Ramli, Umbas &
Panigoro, 2002).
7. Terapi biologis
Overekspresi onkogen berperan penting dalam timbul dan
berkembangnya tumor, antibodi monoklonal yang dihasilkan melalui
teknik transgenetik dapat menghambat perkembangan tumor.
Herseptin berefek terapi nyata terhadap karsinoma mammae dengan
overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah suatu antibodi
monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein
HER-2 secara langsung (trans. Japaries, 2013).

2.2.8. Prognosis Kanker Payudara


Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia) pada tahun 2003, didapatkan data
prognosis daya tahan hidup penderita kanker payudara (survival rate)
per stadium (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010), adalah sebagai
berikut:
1. Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98% (nonpalpable breast
cancer yang terdeteksi oleh mammografi/USG)

Universitas Sumatera Utara


21

2. Stadium I : 5-years survival ratenya 85%


3. Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70%
4. Stadium III : 5-years survival ratenya 30-50%
5. Stadium IV : 5-years survival ratenya 15%

2.2.9. Pencegahan Kanker Payudara


Pencegahan terhadap kanker dapat disebut juga prevensi kanker.
Prevensi kanker ialah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kanker
atau kerusakan yang lebih lanjut yang ditimbulkan oleh kanker itu
sendiri. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker (Sukardja,
2002), yaitu:
1. Prevensi primer: Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup
yang memperbesar risiko mendapat kanker, lindungi diri atau hindari
kontak dengan karsinogen, obati tumor jinak, dan lesi-prakanker,
serta jaga diri terhadap kanker dengan melakukan skrining atau
menghindari faktor risiko.
2. Prevensi sekunder: usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan
lebih lanjut karena kanker itu dengan deteksi dini dan diagnosis
kanker serta pengobatan dengan segera.
3. Prevensi tertier: usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi
kanker.
Beradasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun
2010, pencegahan kanker payudara meliputi tiga tingkat pencegahan
yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dapat dilihat pada digambar
dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.5. Diagram Alur Untuk Diagnosis Dini Kanker Payudara


Sumber Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010.

Diagnosis dini merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk


berlanjutnya stadium kanker payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan
berbagai jenis pemeriksaan payudara (Bustan, 2007), yaitu:
1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) atau BSE (Breast Self
Examination)
2. SARANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh dokter
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
4. Mamografi: sejenis pemeriksaan radiologi untuk payudara
5. Breast imaging, seperti ultrasound atau MRI scanning.
Untuk mendapatkan secara dini adanya kelainan payudara perlu
pemeriksaan yang tepat, baik waktu maupun teknik pemeriksaannya.
Sebagai pedoman dapat dipakai berikut ini (Bustan, 2007):
1. Mulai umur 20 tahun: pemeriksaan SADARI setiap bulan

Universitas Sumatera Utara


23

2. Umur 20-40 tahun: SARANIS tiap 3 tahun dan mamografi awal


(usia 35-40 tahun)
3. Umur 40-50 tahun: mamografi tiap 1-2 tahun, SARANIS tiap tahun
(tentang riwayat kesehatan dan anjuran dokter)
4. Usia lebih dari 50 tahun: mamografi tahunan dan SARANIS
tahunan.

2.3. Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI


2.3.1. Definisi SADARI
Menurut Rasjidi (2011), deteksi dini adalah upaya identifikasi
penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan tes,
pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang cepat untuk membedakan
orang yang tampak dan sungguh sehat dengan orang yang tampak sehat
tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Deteksi dini kanker ialah
usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat
disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil,
masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada
golongan masyarakat tertentu dan pada waktu yang tertentu (Sukardja,
2000). Deteksi dini pada kanker bertujuan menemukan kanker sedini
mungkin agar masih dapat disembuhkan dan karenanya morbiditas dan
mortalitas kanker diharapkan berkurang (Rasjidi, 2011). Pemeriksaan
deteksi dini payudara berguna untuk memastikan bahwa payudara
seseorang masih normal (Direktorat Jendral PP & PL Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Salah satu tindakan deteksi dini kanker payudara yang dapat
dilakukan sendiri adalah SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri.
SADARI adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri dengan
belajar melihat dan memeriksa perubahan payudaranya sendiri setiap
bulan (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).
Bentuk payudara biasanya berubah-ubah, sebelum memasuki masa
menstruasi biasanya payudara membesar, lunak, atau ada benjolan dan

Universitas Sumatera Utara


24

kembali normal ketika masa menstruasi selesai. Dengan dilakukannya


SADARI wanita dapat mengenali perubahan mana yang biasanya
terjadi dan mana yang tidak terjadi pada dirinya. Sehingga setiap wanita
tahu bagaimana keadaan normal dari payudaranya sendiri (Bustan,
2007).

2.3.2. Tujuan SADARI


Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) bertujuan untuk
merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi
perubahan dapat segera diketahui (Bustan, 2007). Pemeriksaan secara
teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini
walaupun masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati
(Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).

2.3.3. Waktu untuk Melakukan SADARI


Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan pada hari ke 7-10 yang
dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara sudah tidak mengeras
dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan
dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap
tanggal 1 atau tanggal lainnya) (Direktorat Jendral PP & PL
Departemen Kesehatan RI, 2009). Pemeriksaan payudara dapat
dilakukan sendiri saat mandi atau sebelum tidur. Dengan memeriksa
saat ibu mandi tangan dapat bergerak dengan mudah di kulit yang basah
(Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010).

2.3.4. Cara Melakukan SADARI


Adapun cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Direktorat
Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009), yaitu:
1. Perhatikan kedua payudara dengan berdiri di depan cermin dengan
tangan di sisi tubuh dan lihat apakah ada perubahan pada payudara.

Universitas Sumatera Utara


25

Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau warna kulit, atau jika
ada kerutan, lekukan seperti lesung pipi pada kulit.

Gambar 2.6. Tahap 1 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

2. Perhatikan kembali kedua payudara sambil mengangkat kedua


tangan di atas kepala, dilanjutkan dengan meletakkan kedua tangan
di pinggang sambil menekan agar otot dada berkontraksi.
Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara
menggantung seimbang.

Gambar 2.7. Tahap 2 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

3. Dengan lembut tekan masing-masing puting dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk melihat apakah ada cairan yang keluar.

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 2.8. Tahap 3 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

4. Kemudian dilakukan perabaan payudara. Pemeriksaan ini dapat


dilakukan sambil berdiri atau berbaring. Jika memeriksa payudara
sambil berbaring, diletakkan sebuah bantal di bawah pundak sisi
payudara yang akan diperiksa.

Gambar 2.9. Tahap 4 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

5. Angkat lengan kiri ke atas kepala. Gunakan tangan kanan untuk


menekan payudara kiri dengan ketiga jari tengah (telunjuk, tengah,
dan manis). Mulailah dari daerah puting susu dan gerakkan ketiga
jari tersebut dengan gerakan memutar diseluruh permukaan
payudara. Rasakan apakah ada benjolan atau penebalan.

Universitas Sumatera Utara


27

Gambar 2.10. Tahap 5 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

6. Periksa juga daerah yang berada di antara payudara, di bawah lengan


dan di bawah tulang selangka.

Gambar 2.11. Tahap 6 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

7. Angkat lengan kanan ke atas kepala dan ulangi pemeriksaan untuk


payudara sebelah kanan dengan menggunakan tangan kiri.
Jika payudara biasanya memiliki benjolan, harus diketahui berapa
banyak benjolan yang teraba beserta lokasinya. Bulan berikutnya, haru
diperhatikan apakah terdapat perubahan ukuran maupun bentuk
benjolan tersebut dibandingkan benjolan bulan sebelumnya. Jika ada
cairan dari puting yang tampak seperti darah atau nanah, pada ibu yang
tidak menyusui, maka harus segera menemui petugas kesehatan untuk
memeriksakan diri lebih lanjut (Direktorat Jendral PP & PL
Departemen Kesehatan RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara


28

2.4. Penyuluhan Kesehatan


Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk dari pendidikan
kesehatan atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama promosi kesehatan
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Azwar dalam Ali (2010), penyuluhan
kesehatan masyarakat adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan isi dari
Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 dalam Ali (2010), penyuluhan
kesehatan masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya
kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah bagian dari promosi kesehatan yang
mempengaruhi perilaku melalui faktor predisposisi. Faktor ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengubah
perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui
komunikasi, informasi, dan edukasi (Ali, 2010).
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat
berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan,
atau simbol-simbol yang diharapkan dapat mengerti, oleh pihak lain, dan
pihak lain tersebut merespons atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak
yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau respons, baik
dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau
hasil proses komunikasi. Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak
satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau
seseorang dengan orang lain, diperlukan keterlibatan beberapa unsur

Universitas Sumatera Utara


29

komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media


(Notoatmodjo, 2007).
2. Informasi
Penyampaian informasi dalam penyuluhan kesehatan dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa macam alat bantu pendidikan kesehatan
(Notoatmodjo, 2007), yaitu:
a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indra pengelihatan (mata) pada waktu terlaksananya
proses pendidikan. Alat bantu ini ada 2 bentuk yaitu:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan
lainnya.
2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
a) Dua dimensi, gambar peta, bagan, dan sebagainya.
b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan lainnya.
b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian
bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan hitam, radio, pita
suara, dan sebagainya.
c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi atau video cassette. Alat-alat
bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA).
Alat bantu kesehatan yang berguna sebagai saluran untuk menyampaikan
informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau klien disebut dengan media promosi
kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan
kesehatan, media ini dibagi menjadi 3, yakni media cetak, media
elektronik, dan media papan (Notoatmodjo, 2007).
a. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.

Universitas Sumatera Utara


30

2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan


melalui lembaran yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), seperti leaflet tapi tidak dilipat.
4) Flif chart (lembar balik)
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah kesehatan, atau hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
6) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
b. Media Elektronik
Adapun jenis media elektronik yang dapat digunakan adalah:
1) Televisi, misalnya dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi
atau tanya jawab, pidato, TV Spot, kuis atau cerdas cermat, dan
sebagainya.
2) Radio, contonya obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah,
dan lainnya.
3) Video
4) Slide
5) Film Strip
c. Media Papan (Billboard)
Papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum yang dapat
diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
3. Edukasi (pendidikan)
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang
ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk
kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan mengupayakan agar
perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan bagi pelajar utamanya untuk menanamkan kebiasaan

Universitas Sumatera Utara


31

hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri
serta lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahapan-tahapan berikut
(Notoatmodjo, 2010), yaitu:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat
b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
Hal pokok sebagai materi dasar untuk menanamkan perilaku atau
kebiasaan hidup sehat adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
a. Kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan,
terutama lingkungan sekolah
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
c. Penyakit-penyakit tidak menular (penyebab dan cara pencegahannya)
d. Gizi
e. Pencegahan kecelakaan atau keamanan
f. Mengenal fasilitas kesehatan yang profesional dan sebagainya.

2.5. Pengetahuan atau Knowledge


Menurut Soekanto, pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia
sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan
kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan
yang keliru (misinformation) (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indra pengelihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara


32

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitaas atau


tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara kompenen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahun yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian

Universitas Sumatera Utara


33

atau responden. Faktor-fakror yang mempengaruhi pengetahuan seseorang


adalah pendidikan, umur, pekerjaan, minat, pengalaman, kebudayaan
lingkungan sekitar, dan informasi yang didapat (Mubarak, Chayatin, Rozikin,
& Supradi, 2007).

2.6. Hubungan Penyuluhan dengan Pengetahuan


Pentingnya pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan terhadap
perilaku dan status kesehatan seseorang dapat digambarkan sebagai berikut
dengan modifikasi konsep H.L Blum dan Lawrence Green (Mubarak,
Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).

Keturunan

Pelayanan
Status kesehatan Lingkungan
Kesehatan

Perilaku

Predisposing Factors Enabling Factors Reinforcing


(pengetahuan, sikap, (Ketersediaan Factors (sikap dan
kepercayaan, tradisi, sumber-sumber/ perilaku petugas,
nialai, dsb) fasilitas) peraturan UU dll)

Komunikasi Pemberdayaan
masyarakat Training
(penyuluhan)
(pemberdayaan sosial)

Promosi kesehatan

Gambar 2.12. Diagram Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi


Kesehatan
Sumber Notoatmodjo, 2007.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai