Anda di halaman 1dari 32

BAB I

Tren dan Issue Flail Chest

Trauma masih merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade pertama
kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di setiap negara
(Gad et al, 2012). Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh
trauma(Maegel, 2010). Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, 8,4 juta orang akan meninggal
setiap tahun karena trauma, dan traumaakibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi
peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan peringkatkedua di negara
berkembang (Udeani, 2013). Di Indonesia tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas
sebanyak 108.696 dengan korban meninggal sebanyak 31.195 jiwa (BPS, 2011).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma dan
sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008). Trauma abdomen
diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.Trauma tembus abdomen
biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul abdomen
sering terlewat karena tanda-tandaklinis yang kurang jelas (Jansen et al, 2008). Keadaan
mortalitas pada pasien trauma dikenal dengan lethal triad of death yang terdiri dari
hipotermia, koagulopati dan asidosis metabolik (Bashir, 2002).
Asidosis adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang
disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa
mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa. Asidosis diukur melalui
analisa gas darah yaitu pH. Asidosis berdasarkan tingkat tingkatkeparahannya dibagi
menjadi: asidosis ringan jika pH 7,20-7.35 dan asidosis berat jika pH < 7,2 (Townsend,
2007).
Pada trauma, asidosis metabolik terjadi karena perubahan metabolisme aerobik
menjadi anaerobik sehingga terjadi penumpukan asam laktat (Rotondo et al,1997). Keadaan
asidosis juga akan menghambat fase generasi trombin dan mempercepat degradasi
fibrinogen. Hal ini menyebabkan koagulopati sehingga akan meningkatkan angka mortalitas
(Martini WZ, 2009). Akan tetapi belum ada laporan yang meneliti tingkat keparahan asidosis
mempengaruhi mortalitas di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenaitingkat keparahan asidosis mempengaruhi mortalitas pada pasien trauma
abdomen yang dilakukan tindakan eksplorasi laparotomi di RSUP H. Adam Malik Medan.
Intervensi bedah dibandingkan non-bedah untuk dada flail (ribs dengan lebih dari
satu fraktur)
Latar Belakang
Flail chest adalah istilah medis yang menggambarkan beberapa patah tulang rusuk,
ketika tulang rusuk yang patah atau dislokasi di lebih dari satu tempat dan tidak ada lagi
sepenuhnya terhubung ke tulang rusuk lainnya. Ketika seseorang terluka dalam cara ini
bernafas, segmen yang rusak dapat bergerak dalam cara yang berbeda dibandingkan dengan
sisa dari dinding dada. Mencambuk dada dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan
bernapas, dalam hal ini mereka mungkin diberikan ventilasi mekanis (mesin-dibantu
pernapasan). Pembedahan kadang-kadang dilakukan untuk menyambung kembali tulang
rusuk patah.
Para penulis ulasan ini bertujuan untuk mengevaluasi efek dan keselamatan operasi
dibandingkan dengan tidak ada operasi untuk orang dengan dada flail.
karakteristik studi
Kami mencari database ilmiah untuk studi membandingkan pengobatan bedah
dengan pengobatan nonsurgical pada orang dewasa atau anak-anak dengan memukul dada.
hasil Key
Kami termasuk tiga studi dalam kajian ini, yang melibatkan 123 orang. Dalam studi
ini, orang-orang dengan dada flail secara acak dialokasikan ke dalam operasi atau tidak
kelompok belajar operasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi untuk memperbaiki tulang rusuk patah
mengurangi pneumonia, deformitas dada, trakeostomi, durasi mekanik ventilasi dan panjang
ICU tinggal. Tidak ada perbedaan dalam kematian antara orang yang diobati dengan operasi
atau tidak ada operasi. Karena hanya enam orang meninggal di tiga penelitian, karena
berbagai penyebab, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui yang tertentu
pengobatan lebih baik untuk mengurangi kematian.
Ketiga penelitian kecil telah menunjukkan bahwa pengobatan bedah disukai untuk
pengobatan non operasi dalam mengurangi pneumonia, dada
deformitas, trakeostomi, ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengetahui pengobatan yang lebih baik untuk mengurangi kematian.
Threemore penelitian sedang dilakukan oleh para peneliti di Amerika Serikat dan Kanada
pada saat ini, dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam review di masa depan.
BAB II

PEMBAHASAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Pengertian Flail Chest

Flail chest adalah kondisi medis yang mengancam jiwa yang terjadi ketika segmen
tulang rusuk bawah fraktur oleh tekanan yang ekstrim dan menjadi terlepas dari dinding
dada. Hal ini terjadi ketika beberapa tulang rusuk yang berdekatan patah di beberapa
tempat, terpisahkan menjadi segmen, sehingga bagian dari dinding dada bergerak secara
independen. Jumlah rusuk yang fraktur bervariasi oleh definisi yang berbeda: beberapa
sumber mengatakan setidaknya dua tulang rusuk yang berdekatan rusak dalam setidaknya
dua tempat, beberapa memerlukan tiga atau lebih tulang rusuk dalam dua atau lebih
tempat.

Segmen dari flail bergerak dalam arah yang berlawanan dibandingkan sisa seluruh
dinding dada, ini disebut "pernapasan paradoks" Pernapasan paradok ini menyakitkan dan
meningkatkan pekerjaan yang terlibat dalam pernapasan.

Flail dada biasanya disertai dengan pulmonary contusion, memar dari jaringan paru-
paru yang dapat mengganggu oksigenasi darah. Seringkali, memar paru, bukan segmen flail,
yang menjadi penyebab utama dari masalah pernapasan pada orang dengan kedua cedera
itu.
2.1.2 Etiologi Flail Chest

1. Disebabkan trauma :
a. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa
antara lain : Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian,
atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Truma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk
dan luka tembak
c. Disebapkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan
yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft
ball, tennis, golf.
2. Insidensi
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001)
3. Prognosis Penyakit
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga
paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar
dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati
lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak.
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin
banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
 Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
 Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada
auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi
terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol
keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan
paradoksal
Fraktur costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut. Dari
keduabelas costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami fraktur, hal
ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindungi. Costae 4-9 paling banyak
mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang
sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni costae 10-12 juga jarang
mengalami fraktur oleh karena mobile.

2.1.3 Patofisiologi Flail Chest

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,
samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan
menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada
dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.

Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa
pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi
apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut,
seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka
akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat
tersebut merupakan bagian yang paling lemah.

Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau
bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis,
pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang
mungkin terjadi (kontusio paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi,

Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai


akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru
yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae akan menyebabkan nyeri yang
sangat hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan
hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi
gerakan dinding dada. Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum
akan selalu bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan
menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava, pengurangan
cardia output, dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik.

Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:

1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan
bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki
paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase
ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft.
2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru di
bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya
peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini, sehingga
pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.

2.1.4 Phatway Flail Chest

Trauma kompresi anteroposterior


dari rongga thorax

Lengkung iga akan lebih


melengkung lagi ke arah lateral

Krepitasi Fraktur iga multipel Saat inspirasi, rongga dada


segmental (Flail Chest) mengembang

Gerakan fragmen costa yang patah


Adanya segmen yang
 menimbulkan gesekan antara
mengambang (flail)
ujung fragmen dengan jaringan
lunak sekitar
Gangguan pergerakan dinding
dada
Stimulasi saraf
Gerakan nafas paradoksal

Nyeri
Fungsi ventilasi menurun

Kompensasi:
O2 ↓, CO2↑
Takikardi Saturasi O2 ↓

Ketidakefektifan pola
pernapasan Sianosis

2.1.5 Mengidentifikasi Korban Gawat Darurat Flail Chest

Dua gejala flail chest adalah nyeri dada dan sesak napas. Gerakan konstan tulang rusuk
di flail segmen di lokasi fraktur sangat menyakitkan, dan, jika tidak diobati, tepi yang tajam
dari tulang rusuk cenderung akhirnya menusuk kantung pleura dan paru-paru, mungkin
menyebabkan pneumotoraks. Pulmonary contusion yang umumnya terkait dengan flail
chest dan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Hal ini disebabkan gerakan
paradoksal dari dinding dada dari fragmen yang mengganggu pernapasan normal dan
gerakan dada. Gerakan paradox yang khas dikaitkan dengan paru-paru kaku, yang
membutuhkan kerja ekstra untuk bernafas normal, dan peningkatan resistensi paru-paru,
yang membuat aliran udara sulit. Kegagalan pernafasan dari flail chest membutuhkan
ventilasi mekanis dan tinggal lebih lama di unit perawatan intensif . Jadi , kerusakan paru-
paru karena segmen flail lah yang sebetulnya mengancam jiwa.

Fraktur iga adalah cidera dada tertutup. Jenis fraktur iga yang sering terjadi fraktur
yang disebabkan oleh pukulan atau karena terjatuh. Flail chest terjadi bila beberapa iga
didaerah yang sama, patah dilebih dari satu tempat perawatan untuk iga saja dan flail chest.

Tanda-tanda fraktur iga meliputi :

 Nyeri tajam, terutama bila korban menarik nafas dalam, batuk atau bergerak
 Pernafasan dangkal
 Korban memegang area yang cidera, mencoba mengurangi nyeri.
(thygerson, 2009)

2.1.7 Penatalaksanaan Medis Flain Chest


1. Konservatif
a. Pemberian analgetik (Kodein, Ibupropen)
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD)
b. Pemasangan alat bantu nafas (inhaler,tabung oksigen,nebulizer, Trakeostomi)
c. Chest tube
suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura dengan
maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura,
seperti misalnya pus pada empiema atau untuk mengeluarkan udara yang
terdapat di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks.
d. Aspirasi (thoracosintesis)
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
a) Miring pasien pada daerah yang terkena.
b) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan
pada kriteria:
a) Gejala contusio paru
b) Syok atau cedera kepala berat
c) Fraktur delapan atau lebih tulang iga
d) Umur diatas 65 tahun
e) Riwayat penyakit paru-paru kronis
h. Oksigen tambahan

Konsep Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.

c. Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri tersebut.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.

3. Pengkajian pasien dengan pendekatan per sistem dengan meliputi :


a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, disritmi, irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,
tanda Homman, hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam
dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan
wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;
fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;
kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas,
bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.

h. Penyuluhan /pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
4. Pengkajian Sistem

B1 (Breath) Takipnea
 Peningkatan kerja napas
 Bunyi napas turun atau tak ada
 Fremitus menurun
 Perkusi dada hipersonan
 Gerakkkan dada tidak sama
 Kulit pucat
 Sianosis
 Berkeringat
 Krepitasi subkutan
 Mental ansietas
 Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
B2 (Bleed)  Takikardia
 Disritmia
 Irama jantunng gallops
 Nadi apical berpindah
 Tanda Homman
 Hipotensi/hipertensi
 Distensi Vena Jugularis
B3 (Brain)  Bingung
 Gelisah
 Pingsan
B4 (Blader) Tidak ada kelainan
B5 (Bowel) Tidak ada kelainan
B6 (Bone)  Perilaku distraksi
 Mengkerutkan wajah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan oksigen dalam udara saat inspirasi
2. Disfungsi respon penyapihan fentilator b.d ketidakmampuan beradaptasi dengan
dukungan ventilator, ketidaktepatan laju penurunan dukungan ventilator
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d ketidakadekuatan oksigen dalam darah
4. Nyeri akut b.d trauma thoraks
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan oksigen dalam udara saat inspirasi
NIC : - Airway management :
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin left atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
5. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

- Oksigen Terapi:
1. Bersihkan mulu, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan napas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
- Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
3. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
4. Monitor suara paru
5. Monitor pola pernapasan abnormal
 (somantri & iman, 2009)
NOC:
1. Respiratory status : ventilation
2. Respiratory status: airway patency
3. Vital sign status

Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada cyanosis
dan dipsneu.
2. Menunjukkan jalan napas yang paten
3. Tanda-tanda vital dalam rentan normal

2. Disfungsi respon penyapihan ventilator


NIC :
- Mechanical ventelation
1. Monitor adanya kelelahan otot pernapasan
2. Monitor adanya kegagalan respirasi
3. Tingkatkan intake dan cairan adekuat
4. Diskusikan bersama dokter pemilihan mode ventilator yang digunakan
5. Gunakan teknik aseptic
- Mechanical ventilation weaning
1. Pantau tanda keletihan otot pernapasan (missal:peningkatan PaCO2 secara mendadak,
ventilasi cepat dan dangkal), hipoksemia dan hipoksia jaringan saat proses
penyapihan berjalan.
2. Suction jalan napas
3. Konsul ke fisioterapi dada jika dibutuhkan
4. Kolab. Dengan anggota tim lain untuk mengoptimalkan status nutrisi pasien
5. Gunakan teknik relaksasi
- Airway Management
1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila diperlukan
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas
4. Pasang mayo jika perlu
5. Monitor respirasi dan status O2

NOC :
1. Respon penyapihan ventilator mekanis : dewasa
2. Status pernapasan : pertukaran gas
3. Status pernapasan : ventilasi

Kritereria hasil :
1. Bernapas spontan, frekuensi pernapasan <30x/mnt
2. Kapasitas vital >3ml/kg berat badan ideal
3. Frekuensi vital >3ml/kg berat badan ideal

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

NIC

Peripheral sensation management


 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhdap panas dingin tajam
tumpul
 Monitor adanya paretese
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
 Batasi gerap pada kepala, leher, dan punggung
 Monitor kemampuan BAB
 Kolaborasi pemberian analgesik
 Monitir adanya tromboplebetis
 Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

NOC

 Circulation status
 Tissue perfusion : cerebral

Kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :


 Tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
 Tidak ada ortostatik hipertensi
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan involunter

Nyeri akut b.d trauma thorak

NIC

1. Pain management :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi verbal nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Kolaborasi dengan dokter
2. Analgesic administration :
 Tentukan lokasi, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Evalusi efektivitas analgesik tanda dan gejala

NOC

 Pain level
 Pain control
 Comfort level

Kriteria hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri


2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
4. Mengenali skala nyeri (nurarif & kusuma, 2015)
Bibliography
nurarif, a. h., & kusuma, h. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.

somantri, & iman. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
BAB III
Evidance Besed

1.1 Evidance Besed I

1. PROBLEM :
Cedera flail chest traumatic adalah penyakit yang berpotensi mengancam jiwa yang
secara tradisional diperlakukan berat dengan ventilasi mekanik invasif dinding dada.
Konsekuensi jangka panjang dari rasa sakit, cacat dan pembatasan fisik dijelaskan
dengan baik. Penelitian ini meneliti efek dari fiksasi operatif pada pasien ini.

2. QUSTION:
Bagaimanakah cara melakukan uji coba terkontrol secara acak dari operasional
fiksasi pada flail chest tulang rusuk ?

3. REFERENSI :
Marasco Silvana F, Davies Andrew R,( 2013). Prospective Randomized Controlled
Trial of Operative Rib Fixation in Traumatic Flail Chest, 216(5), 925-932.

4. EVIDANCE:

a. (Tabel 1). Adalah proporsi signifikan lebih rendah dari Non merokok
dikelompok operatif (43% vs 78%; p = 0,02), tetapi jika tidak, Kedua kelompok
ini dapat disesuaikan. Tidak ada perbedaan antara jumlah tulang rusuk yang
rusak atau tingkat yang mendasari memar paru (diukur pada saat pendaftaran)
(Tabel 2). Ada perbedaan antara kelompok dalam hal prosedur bedah
nonthoracic lainnya dilakukan. Non operative memiliki jumlah yang lebih tinggi
dari ortopedi dan umum prosedur operasi bedah (74% vs 48%; p = 0,07)
b. (Tabel 2). Dua puluh dua pasien fiksasi tulang rusuk operasi. Sebagian besar (13
dari 22, 59%) pasien memiliki empat sirip yang melekat (kisaran 2 sampai 7
rusuk). Dua (9%) pasien memiliki fiksasi tulang rusuk bilateral. Depan dan
samping patah tulang yang paling sering ditentukan. Hanya 1 pasien telah
diperbaiki patah tulang rusuk belakang. Hasil pasca operasi awal diuraikan
dalam Tabel 3. Tidak ada perbedaan antara kelompok-kelompok dalam durasi
ventilasi mekanis invasif, tetapi non-invasif Aerasi dalam jumlah yang lebih
besar dari pasien dan untuk durasi yang lebih lama dalam terapi konservatif
Group. Kelompok nonoperative memiliki durasi yang lebih lama dari ICU
tinggal. pasien lainnya di nonoperative yang kelompok diperlukan tracheostomy.
Ada kecenderungan untuk mengembangkan lebih pasien dalam kelompok non-
bedah Pneumonia (p = 0,07; Tabel 3). Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok dalam sel dikemas kebutuhan transfusi ditransfusikan atau
produk darah seluruh selama mereka tinggal di rumah sakit
c. (Tabel 3). Meskipun hematokrit rata di non operative ditransfusikan muncul dua
kali lipat dari operasi tersebut,kelompok ini sebagian besar didorong oleh
seorang pasien , diperlukan 58 unit sel dikemas selama stasioner nya. Ini adalah
salah satu dari kematian pada seluruh kelompok, yang berlangsung post injury
karena sepsis, selama 92 hari bentuk multivariat digunakan untuk set kovariat
dari "intervensi bedah lainnya", yang meskipun tidak berbeda secara signifikan
pada analisis univariat yang menunjukkan, insiden yang lebih tinggi pada
kelompok non-operatif (Tabel 2). Bagi mereka yang melaporkan hasil yang
berbeda secara signifikansebelumnya, tetap signifikan secara statistik setelah
penyesuaian: Durasi ICU tinggal pasca-pengacakan (rata-rata jam [95% CI], 255
[201-323] vs 372 [294-470], p = 0,03); Total ICU tinggal (rata-rata jam [95%
CI], 317 [257-390] vs 456 [371-562], p = 0,02); lamanya jam postextubation
ventilasi non-invasif, (berarti [95% CI], 22 [11-45] vs 67 [37-121], p = 0,03);
menerima non-invasif ventilasi postextubation, (odds Rasio [95% CI] 4,4 [1,04-
18,6], p = 0,04). Perbedaan antara kelompok di unit perawatan intensif dari 124
jam setara dengan penghematan 5.17 hari kelompok bedah.

5. IMPLICATIONS FOR NURSING


Dalam operasi studi secara acak yang membandingkan ini adalah fiksasi
tulang rusuk dan pengobatan konservatif untuk traumatis flail chest, kita bisa
menunjukkan durasi berkurang dari ICU dan mengurangi penggunaan ventilasi non-
invasif dan tracheostomy dalam kelompok kerja. Durasi invasif ventilasi mekanik
(IMV) dari pengacakan adalah tidak berbeda secara signifikan antara kedua
kelompok, meskipun ada memiliki tren dalam pengobatan konservatif untuk durasi
yang lebih rendah. Jika durasi IMV pada kelompok bedah dianalisis pada saat operasi,
antara kelompok ini sangat berbeda, dengan signifikan pada kelompok bedah untuk
IMV persyaratan yang kurang. Meskipun pengobatan perawatan intensif tidak bisa
untuk pengobatan kelompok penyapihan ventilasi dan prasyarat untuk tracheostomy
protokol. Sebuah percobaan pernapasan spontan diperhitungkan pada setiap hari di
masing-masing pasien. Setelah hari 7 postintubation, tracheostomy itu, mengingatkan
bahwa pasien tidak akan mencapai ekstubasi dalam berikutnya 2 sampai 3 hari. Meski
sempat IMV antara kelompok tidak berbeda secara signifikan, itu 30 jam lebih pendek
kelompok bedah, dan mereka membantu menjelaskan pasien kurang mungkin untuk
menerima tracheostomy. Selain itu, meningkatnya permintaan untuk ventilasi non-
invasif pada kelompok non-operatif menunjukkan bahwa tracheostomy yang tepat
karena mereka yang mengikuti pasien melakukan berkelanjutan kebutuhan ventilasi,
meskipun non-invasif
1.2 Evidance Based II
1. Problem :
Beberapa patah tulang rusuk dan luka dada yang tidak stabil yang pada umumnya
ditemukan pada trauma tumpul. Bedah patah tulang rusuk telah menerima perhatian khusus
dalam beberapa tahun terakhir ini dan tujuan 1 tahun ini,studi prospektif adalah untuk
menilai efek jangka panjang dari operasi.

2. Question:
Bagaimana cara pengobatan bedah patah tulang rusuk dan flail chest selama 1 tahun studi?

3. Reference:
Caragounis Eva-Corina, Fagevik Olsén Monika. (2016). Caragounis et al. World Journal of
Emergency Surgery. Surgical treatment of multiple rib fractures and flail chest in trauma: a
one-year follow - up study, 2–7.

4. Evidence:
Dari 60 pasien yang dioperasi. Dua pasien meninggal selama periode pasca operasi
karena kegagalan sistem organ multiple dan insufisiensi pernapasan. Empat pasien
dikeluarkan karena cedera bersamaan mengakibatkan tetraplegia dalam satu kasus dan
cedera kepala berat di tiga pasien. Sembilan belas pasien yang terpasang ventilator sebelum
operasi dan 24 pasien pada ventilator 24 jam pasca operasi. Mekanisme cedera adalah di
92% dari kasus baik kecelakaan lalu lintas (59%) atau jatuh (33%). Indikasi untuk operasi
ini adalah flail chest 51 pasien, perdarahan pada dua pasien dan kebocoran udara pada satu
pasien, terdiri dari 40 (74%) laki-laki dan 14 (26%) wanita dengan usia rata-rata 57 tahun
(20-86), median Cedera Severity Score (ISS) 20 (9-66) dan median New Cedera Severity
Score (NISS) 34 (16-66).
Antara 63-83% pasien yang dilibatkan dalam penelitian kami menghadiri setiap
tindak lanjut tetapi hanya 22 pasien yang hadir . Sebuah fisioterapis dari 16 pasien; sepuluh
laki-laki dan enam perempuan, pada 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun pasca-operasi. Ada
proporsi yang lebih besar dari perempuan di subkelompok dinilai oleh fisioterapis, jika usia,
ISS dan NISS adalah sebanding dengan kelompok studi secara keseluruhan. Proporsi pasien
terlihat di follow-up dengan nyeri saat istirahat menurun dengan 26% (p = 0,039) antara 6
minggu dan 3 bulan setelah operasi. Masalah yang terkait dengan nyeri pada pernapasan
dan sesak napas menurun secara progresif sebesar 21% (p = 0,039) dan 27% (p = 0,022),
masing-masing, selama tahun pertama pasca operasi. Setelah 1 tahun, 13% dari pasien
mengeluh sakit pada saat istirahat, 9% nyeri yang berpengalaman pada pernapasan dan 16%
mengalami sesak napas. ketidaknyamanan lokal tidak menurun dengan
waktu, tetapi tetap konstan dan terpengaruh sekitar 47% pasien. Meskipun abadi sakit, ada
yang signifikan, 49% (p <0,0001) penurunan proporsi pasien yang menggunakan analgesia,
dengan 9% pada obat nyeri setelah 1 tahun.
Gejala yang berhubungan dengan nyeri, sesak napas dan penggunaan analgesik secara
signifikan menurun dari 6 minggu1 tahun setelah operasi. Setelah 1 tahun, 13% dari pasien
mengeluh sakit pada saat istirahat, 47% memiliki ketidaknyamanan lokal dan9% digunakan
analgesik. EQ-5D-3 indeks L meningkat 0,78-0,93 dan dirasakan negara kesehatan secara
keseluruhan meningkat60-90% (p <0,0001) setelah 6 minggu sampai 1 tahun. fungsi paru-
paru meningkat secara signifikan dengan prediksi Paksa kapasitas vital dan aliran ekspirasi
puncak meningkat 86-106% (p = 0,0002) dan 81 110% (p <0,0001),masing-masing, dari 3
bulan sampai 1 tahun setelah operasi. gerakan pernapasan dan berbagai gerakan cenderung
untuk meningkatkanlembur. fungsi fisik meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu
dan indeks wisatawan Cacat rata-rata adalah 0 setelah1tahun.

5. Implikasi for nursing


Pra-operasi Tiga-Dimensi (3D) rekonstruksi Komputer Tomography (CT) gambar
thorax digunakan untuk perencanaan prosedur bedah. 3D rekonstruksi didasarkan pada
gambar dengan 0,625 mm ketebalan irisan dan diproduksi dalam program AW Volume
Share ™ 5 (GE Healthcare). Pasien diintubasi dengan tabung lumen endotrakeal ganda. A
non-otot torakotomi sparing dilakukan untuk membersihkan hematoma dan puing-puing,
mengidentifikasi dan, jika perlu, mengelola cedera intra-toraks. The MatrixRIB® (DePuy
Synthes) Fiksasi Sistem terdiri dari preshaped piring terkunci sudut di titanium dan splints
intramedullary digunakan untuk menstabilkan patah tulang rusuk.
Rasa sakit pasca operasi dikelola baik menggunakan kateter intrapleural atau epidural
dengan tambahan, obat nyeri oral. terapi antibiotik intravena spektrum luas diberikan
profilaksis sampai tabung dada telah dihapus. heparin berat molekul rendah diberikan
disubkutan sebagai profilaksis trombosis. Seorang ahli bedah pasien dinilai pada 6 minggu,
3 bulan, 6 bulan dan1 tahun pasca-operasi menggunakan kuesioner standar tentang rasa
sakit, ketidaknyamanan lokal, sesak napasdan analgesik dan kualitas hidup sesuai dengan
EQ-5D-3 L . Nyeri didefinisikan sebagai sensasi menyedihkan kuat sedangkan
ketidaknyamanan lokal didefinisikan sebagai menyenangkan atau rasa tidak normal
menyentuh. EQ-5D-3 hasil L dikonversi ke indeks ringkasan tunggal menggunakan Waktu
Trade-Off (TTO) teknik dengan nilai referensi set Swedia.
1.3 Evidance Based II
1. Masalah
Penggunaan stabilisasi bedah dalam pengelolaan terisolasi beberapa non-flail
dan menyakitkan tulang rusuk patah tulang untuk meningkatkan hasil pasien.
Kepentingan dan keuntungan ditampilkan tidak hanya dalam hal nyeri (McGill nyeri
kuesioner) dan fungsi pernapasan (kapasitas vital paksa, volume ekspirasi paksa 1 s
dan kapasitas karbon monoksida yang menyebar), tetapi juga peningkatan kualitas
hidup (RAND 36-Item Survey Kesehatan) dan mengurangi kecacatan sosial
profesional. Memang, sebagian besar sipenulis menunjukkan perbaikan dalam jangka
pendek dan jangka panjang pada pasien, dengan cepat pengurangan rasa sakit dan
cacat, serta menunggu rata-rata yang lebih rendah sebelum kembali aktivitas normal.

2. Pertanyaan
a. Apakah Pada (pasien berusia lebih dari 45 tahun dengan terisolasi Patah tulang
rusuk bergerak dan menyakitkan tanpa flail chest ?
b. Bagaimana cara bedah stabilisasi unggul untuk manajemen non operatif ?
c. Apakah hasil majemen operatif tersebut dapat meningkatkan rasa sakit, cacat,
fungsi pernafasan, kurangnya hari dalam bekerja ?

3. Referensi
Girsowicz, E., Falcoz, P.E., Santelm. N., & Massard, G. (2011). Does surgical
stabilization improve outcomes in patients with isolated multiple distracted and
painful non-flail rib fractures?. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery, 1–4.

4. Evedence
dari sembilan studi yang disajikan, semua menunjukkan bahwa bedah
stabilisasi dalam pengelolaan terisolasi beberapa non-memukul dan patah tulang
rusuk menyakitkan memperbaiki hasil. Memang, bunga dan manfaat ditampilkan
tidak hanya dalam hal rasa sakit dan pernafasan fungsi tetapi juga dalam
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi cacat sosial profesional. Oleh karena
itu, bukti saat ini menunjukkan stabilisasi bedah aman dan efektif dalam mengurangi
pasca operasi rasa sakit dan meningkatkan pemulihan pasien, sehingga meningkatkan
hasil dari prosedur. Mereka menyimpulkan bahwa patah tulang rusuk adalah
penyebab signifikan dari rasa sakit dan kecacatan pada pasien dengan dada cedera dan
bahwa pengembangan baru terapi-termasuk operasi-untuk mempercepat nyeri

5. Implikasi keperawtan

a. Mayberry et al. :
1) melakukan review dari patah flail chet,
2) meringkas presentasi klinis dan indikasi potensi stabilisasi.
3) mendefinisikan Indikasi operasi yang menyakitkan pada flail chest
4) melakukan torakotomi sebagai indikasi bedah lainnya.

b. Richardson et al. : menyimpulkan bahwa operasi fiksasi, sementara ini kurang


dimanfaatkan, tapi modalitas tersebut berguna untuk pasien dengan beberapa
patah tulang rusuk.
c. Moreno De La Santa Barajas : menjalani ORIF menggunakan STRATOS Sistem
(Strasbourg Thoracic Osteosyntheses System, MedXpert, jerman ) untuk pasien
dengan flail chest
d. Nirula et al. : melakukan studi kasus-kontrol pasien menjalani stabilisasi flail chest.
Mereka menyimpulkan bahwa bedah stabilisasi tampaknya mengurangi kebutuhan
ventilator untuk cedera dada yang parah
e. Campbell et al. : menjalani ORIF rusuk dari retak. Semua pasien ditindaklanjuti
dengan kuesioner untuk menilai nyeri, kekakuan dada dan gerakan, sesak napas,
toleransi latihan, status pekerjaan, kualitas hidup dan kepuasan keseluruhan
dengan operasi.
f. Cacchione et al. [11] melakukan terapi pada pasien pasca operasi menunjukkan
bahwa pasien dipulangkan pada hari kelima dengan rasa sakit yang minimal,
meningkatkan sesak napas dan rehabilitasi sosial profesional. (melkukan terapi
untuk mengurasi nyeri pasca op)

1.4 Evidance Based II


1. Masalah
Bukti untuk memilih pendekatan pengobatan yang terbaik untuk flail chest
berat dengan membandingkan perawatan bedah dan konservatif.

2. Pertanyaan
Bagaimana khasiat jangka pendek mengobati flail chest dengan operasi fiksasi
internal lebih baik dibandingkan dengan perawatan konservatif ?

3. Referensi
Ye, Yong., Shu-Rong Gong. (2015). Better short-term efficacy of treating severe
flail chest with internal fixation surgery compared with conservative treatments. Xu
et al. European Journal of Medical Research. 2-6.

4. Evidance
Fiksasi internal bisa menjadi pendekatan pengobatan yang baik untuk flail
chest, memberikan awal stabilisasi dinding dada longgar, koreksi pernapasan
paradoks, pengurangan waktu mekanik ventilasi dan ICU tinggal, mengurangi
kemungkinan infeksi paru, dan pencegahan cacat toraks residu dan efek jangka
panjang berikutnya pada fungsi paru.

5. Implikasi perawat
Implikasi yang dilakukan perawat sebagai berikut :
a. Melakukan pemeriksaan fisik
b. Melakukan tes laboratorium (termasuk analisis gas darah arteri)
c. Elektrokardiogram
d. Pemberian infus intravena
e. pemberian ventilator
f. pemberian antibiotik
g. Dilakukan toraks drainase
h. Dilakukan transfusi darah
i. Dilakukan fiberoptik bronkoskop dibantu sekresi saluran napas clearance,
analgesia, sedasi, dan pengobatan komplikasi dilakukan jika diperlukan.
j. Diberikan tekanan fiksasi pada dada

1.5 Evidance Based II

1. Problem
Cedera dada dengan segmen tulang rusuk flail chest menyebabkan sakit parah,
kesulitan dalam bernapas, dan disfungsi paru mekanik mengarah ke mekanik pernapasan
dapat diubah. Pasien usia lanjut yang mempertahankan trauma dada tumpul dengan patah
tulang rusuk memiliki dua kali mortalitas dan morbiditas toraks pasien yang lebih muda
dengan cedera .

2. Question
Bagaimana pendekatan multidisiplin untuk tindakan langkah pertolongan individu
terhadap lansia dengan flail chest cedera dengan ORIF dari rib fraktur ?

3. References
Zegg Michael ,Kammerlander Christian.(2012).Geriatric Orthopaedic Surgery &
Rehabilitation. Multidisciplinary Approach to Lifesaving Measures in the Elderly Individuals
With Flail Chest Injury With ORIF of Rib Fractures: A Report of 2 Cases. 3(4), 165-166 .

4. Evidance
Dua kasus menunjukkan bahwa setelah pendekatan multidisiplin dan pengambilan
keputusan untuk stabilisasi operasi kedua pasien manfaat dari prosedur melalui suatu
perbaikan dari mekanika pernapasan. Meskipun tidak ada yang jelas pedoman untuk pasien
yang membutuhkan stabilisasi bedah, kami ingin menekankan pertanyaan, yang dipilih
geriatriks pasien dengan flail chest dan gagal napas (dan sehingga membutuhkan ventilasi
mekanik berkepanjangan) akan mendapatkan keuntungan dari operasi stabilisasi. Hal ini
dapat dan seharusnya hanya memutuskan dalam pendekatan multidisiplin. Kami sangat
percaya bahwa salah satu profesional medis tidak bisa memecahkan pertanyaan ini saja.
Untuk Manfaat pasien (meningkatkan stabilitas dada dan pernapasan mekanik, penyapihan
dan lebih pendek lebih cepat tinggal di ICU)

Pendekatan multidisiplin adalah wajib dalam kedua kasus, pendapat ahli dari masing-
masing spesialis yang dianggap dengan cara membahas kondisi pasien dari setiap sudut
pandang. Hal ini tidak selalu mudah untuk setuju-ing pada keputusan yang sama, seperti yang
terlihat dalam 2 kasus ini, di mana 1 pasien tidak dipertimbangkan untuk pendekatan bedah
sampai hari 18 setelah masuk. Kami masih cenderung memperlakukan dada besar seperti
injuries konservatif karena pengalaman kita yang terbatas sedemikian kasus dan multisenter
hilang calon acak studi. Oleh karena itu, kami menekankan bahwa pembentukan tersebut pusat
comanaged multidisiplin seperti Tyrolean Geria- tric Fraktur Pusat harus dipertimbangkan di
mana profesional mewakili semua disiplin ilmu yang diperlukan secara rutin bertugas dari
pasien lanjut usia terluka dan kebutuhan klinis mereka. Bagaimana- pernah, mendukung
pendekatan multidisiplin kami ingin menunjukkan bahwa temuan dan kesimpulan dari laporan
kasus ini memerlukan calon validasi berbasis bukti dalam studi yang lebih dengan besar
populasi.

5. Implikasi untuk Perawat


Pada dasarnya, tidak ada rekomendasi resmi dapat dibuat mengenai yang teknik
fiksasi yang terbaik dengan teknik yang dapat dipilih tergantung pada pengalaman individu
ahli bedah. Dalam stabilisasi 2 kasus hanya dilakukan pada hemithorax kanan dan hanya 3
(kasus 1) atau lebih tepatnya 2 dari rusak tulang rusuk (kasus 2) dihadiri, menggunakan
penguncian piring kompresi. Dalam kedua kasus kerusakan yang lebih besar adalah di
sebelah sisi kanan hemithorax, dan selama perawatan bedah thorax disajikan sendiri stabil
setelah stabilisasi hanya 3 dari 2 tulang rusuk, masing-masing. Meskipun sebagian besar
patah tulang rusuk yang tepat berhasil non operative, stabilisasi operatif flail chest harus
dipertimbangkan untuk pasien tertentu .

Pengobatan operatif semakin diakui sebagai pendekatan yang valid untuk


meningkatkan mekanik paru pada pasien tertentu dengan trauma. Pusat perdebatan
tentang seleksi pasien dan waktu operasi . 2 kasus ini menunjukkan bahwa setelah
pendekatan multidisiplin dan pengambilan keputusan untuk stabilisasi operasi kedua pasien
mendapatkan manfaat dari prosedur melalui suatu perbaikan dari mekanika pernapasan.
Meskipun tidak ada yang jelas pedoman untuk pasien yang membutuhkan stabilisasi bedah,
kami ingin menekankan pertanyaan, yang dipilih geriatrik dengan pasien flail chest dan gagal
napas (dan sehingga membutuhkan ventilasi mekanik berkepanjangan) akan mendapatkan
keuntungan dari operasi stabilisasi.terlihat dalam 2 kasus ini, di mana 1 pasien tidak
dipertimbangkan untuk pendekatan bedah sampai hari 18 setelah masuk. Kami masih
cenderung memperlakukan dada besar seperti injuries konservatif karena pengalaman kita
yang terbatas sedemikian kasus dan multisenter hilang calon acak studi. Oleh karena itu, kami
menekankan bahwa pembentukan tersebut pusat comanaged multidisiplin seperti Tyrolean
Geria- tric Fraktur Pusat harus dipertimbangkan di mana profesional mewakili semua disiplin
ilmu yang diperlukan secara rutin bertugas dari pasien lanjut usia terluka dan kebutuhan klinis
mereka. Bagaimana- pernah, mendukung pendekatan multidisiplin kami ingin menunjukkan
bahwa temuan dan kesimpulan dari laporan kasus ini memerlukan calon validasi berbasis
bukti dalam studi yang lebih dengan besar populasi.

BAB IV

Contoh Kasus

Telah dilaporkan pasien atas nama Aq A. usia 50 tahun dengan keluhan nyeri dada
sebelah kanan yang dirasakan sejak ± 5 hari yang lalu. Hal ini dirasakan pasien karena pasien
mengeluh riwayat tejatuh dari bangunan setinggi 6 meter dengan bahu sebagai tumpuan pada
saat jatuh dan pasien tidak mengalami pingsan. Setelah kejadian pasien tidak langsung di
bawa ke puskesmas, namun pasien berobat ke dukun dan di urut selama 2 hari. Namun,
karena pasien mengeluh sakit tidak kunjung berhenti, akhirnya pasein di bawa ke Puskesmas,
dan dari Puskesmas di rujuk ke RS. Pasien tidak merasakan sakit kepala atau pusing dan tidak
merasakan sesak, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Berdasarkan
pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan kepada pasien yang disesuaikan dengan
tinjauan pustaka, bahwa penyakit yang dialami pasien mengarah kepada flail chest. Dimana
terdapat fraktur segmental pada costa yang berurutan yaitu costa II, III, IV, V, VI, VII.
Dalam perawatan di RS paseien rencananya akan dilakukan pemasangan internal
fiksasi agar untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Pembahasan
1. IDENTITAS
Nama : Abdul Gapur
Usia : 50 tahun
Pekerjaan : Tukang bangunan
Pendidikan : Tamat Sanawiyah
Agama : Islam
Alamat : Sandubaya Selong
MRS : 16 November 2013

2. ANAMNESA
a. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan setelah terjatuh dari
bangunan
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD Rumah Sakit rujukan dari Puskesmas dengan keluhan
nyeri dada sebelah kanan yang dirasakan sejak ± 5 hari yang lalu. Hal ini
dirasakan pasien karena pasien mengeluh riwayat tejatuh dari bangunan setinggi 6
meter dengan bahu sebagai tumpuan pada saat jatuh dan pasien tidak mengalami
pingsan. Setelah kejadian pasien tidak langsung di bawa ke puskesmas, namun
pasien berobat ke dukun dan di urut selama 2 hari. Namun, karena pasien
mengeluh sakit tidak kunjung berhenti, akhirnya pasein di bawa ke Puskesmas,
dan dari Puskesmas di rujuk ke RS. Pasien tidak merasakan sakit kepala atau
pusing dan tidak merasakan sesak, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dalam
batas normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit kronis seperti DM, keganasan, asthma dan hipertensi
juga disangkal.
d. Riwayat Sosial
Pasien mengaku bekerja sebgai tukang bangunan sehari-hari

3. STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak baik
b. Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36.80C
Respirasi : 18x/menit
c. Kepala / Leher :
Rambut : Dalam batas normal
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Leher : Pembengkakan kelenjar getah bening (-), Kelenjar Tyroid
(normal), JVP R+3/5-2

d. Thoraks :
e. Paru :
i. Inspeksi : Tampak asimetris dinding dada saat statis maupun
dinamis
ii. Palpasi : Nneri tekan (+), Krepitasi (+), edema (+), Resonansi fokal
simetris
iii. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
iv. Auskultasi : Ves +/+, Whez -/-, Rbb -/-
f. Cor : S1 S2 tunggal reguler murni

g. Abdomen : Supel, Bising usus (+) normal, Timpani, Hepar/Lien tidak


teraba
h. Ekstremitas : dalam batas normal

4. Diagnosa Keperawatan
Fraktur Os Costae Dekstra

5. PENATALAKSANAAN
a. Planning Diagnosa
Laboratorium : Darah Rutin
Radiologi :
 Ro Thorax AP/Lateral
b. Planing Terapi
Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang
dilembabkan dan resusitasi cairan
IVFD RL 20tpm
Terapi Medikamentosa :
 Inj. Cefotaksim 2 x 1gr
 Inj. Ketorolac 3 x 30mg
 Inj. Ranitidin 2 x 1 Ampul

c. Planning Monitoring
Observasi Tanda Tanda Vital dan Keadaan Umum
d. Edukasi
Diet TKTP
Imobilisasi
Tidak boleh merokok

6. Hasil Pemeriksaan
a. Hasil RO :

7. Diagnosa Definitif
Fraktur Os costa segmental II, III, VI, V, VI, VII (flail chest)
Daftar Pustaka

Sjamsuhidayat, R (et.al). 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran,
EGC.

Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi : EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai