Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang ada di


dunia bahkan di Indonesia, hepatitis terdiri dari A,B,C,D dan E. hepatitis A dan E
merupakan kemunculan yang luar biasa, ditularkan secara fecal oral dan perilaku
hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan sembuh dengan baik. Sedangkan hepatitis
B,C dan D ( jarang ) ditularkan melalui parenteral, dapat menjadi kronis dan
menyebabkan sirosis lalu menjadi kanker hati1. Infeksi virus hepatitis B merupakan
masalah kesehatan dunia. Sebanyak 2 juta orang diseluruh dunia terinfeksi virus ini,
dengan 450 juta mengalami infeksi kronik. Sebanyak 500 juta hingga 1 juta pasien
dengan hepatitis B meninggal setiap tahunnya. Hepatitis B menyumbang 80%
penyebab terjadinya karsinoma hepatoseluler primer dan menduduki peringkat kedua
setelah rokok sebagai penyebab kanker2.

Indonesia merupakan negara dengan endemisitas virus Hepatitis B yang


tinggi, terbesar kedua di South East Asian Region ( SEAR ) setelah Myanmar.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ), studi dan hasil uji saring
darah donor PMI maka diperkirakan diantara 100 orang di Indonesia, 10 diantaranya
terinfeksi Hepatitis B dan C. Sehingga diperkirakan 28 juta penduduk terinfeksi
Hepatitis B dan C, 14 jua diantaranya berpotensi untuk menjadi kronis, dan dari yang
kronis 1,4 juta penduduk berpotensi menjadi kanker hati1. Pada tahun 2010 Indonesia,
Brazil dan Columbia menjadi sponsor utama keluarnya resolusi Hepatitis Virus,
sebagai Global Public Health Concern, sehingga keluarlah resolusi tentang Hepatitis
nomor 63.18 yang menyatakan bahwa :

- Hepatitis virus merupakan salah satu agenda prioritas


- Tanggal 28 juli ditetapkan sebagai Hari Hepatitis Sedunia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Hepatitis berarti peradangan hati. Bila dilihat di bawah mikroskop,


gambaran sel hati ( sel hepatosis) banyak dikelilingi oleh sel - sel radang
tampak. Selain itu, sel hati akan tampak rusak bahkan pecah. Pada
pemeriksaan fisis mungkin ditemukan pembesaran hati dan pada pemeriksaan
laboratorium mungkin ditemukan peningkatan ALT(SGPT) atau AST
(SGOT)3.

Ada banyak penyebab peradangan sel hati tersebut antara lain karena
infeksi atau non-infeksi. Hepatitis karena infeksi dapat terjadi akibat infeksi
virus, bakteri, maupun jamur. Sementara itu, hepatitis yang bukan karena
infeksi dapat terjadi misalnya akibat reaksi hati terhadap obat-obatan, fatty
liver, dan penyebab lainnya yang lebih jarang. Hepatitis mempunyai beberapa
jenis seperti A,B,C,D dan E3.

B. Klasifikasi 1
1. Virus Hepatitis A
Virus hepatitis A telah menginfeksi manusia lebh dari 2000
tahun. Dahulu kala, infeksi virus hepatitis A dikenal dengan epidemic
jaundice yang akhirnya disebut dengan cattarhal jaundice, hepatitis
endemic dan campaign jaundice. Pada tahun 1947, hepatitis A
pertama diindentifikasi melalui specimen feses dengan mikoskop
electron. Namun, hepatitis A merupakan hepatitis yang ringan, dapat
sembuh sendiri dan bersifat akut. 1
a. Epidemiologi
Angka kejadian hepatitis A akut diseluruh dunia adalah
1.5 juta kasus per tahun, dimana diperkirakan jumah kasus
yang tidak dilaporkan adalah 80%. Perkiraan dari Global
Burden of Disease ( GBD ) dari WHO diperkirakan
terdapat puluhan juta individu terinfeksi pertahunnya
diseluruh dunia. Infeksi virus hepatitis A yang endemis
tinggi terdapat di negara yang mempunyai sanitasi yang
buruk dan kondisi social ekonomi yang rendah. Angka
endemitas terklasifikasi menjadi sangat rendah ( estimasi
insidensi kurang dari 5 kasus per 105), rendah 5-15 kasus
per 105), intermediate ( 15-150 kasus per 105), dan tinggi (
lebih dari 150 kasus per 105).
Perubahan epidemiologi infeksi virus hepatitis A
mengalami perubahan, dimana pada negara berkembang
infeksi terjadi pada uasia anak-anak hingga
dewasa,sedangkan pada negara maju,dengan endemitas
rendah, infeksi virus hepatitis A pada umumnya terjadi
pada usia dewasa ( 30 tahun ke atas ). Meskipun demikian
case fatality rate pasien dewasa dengan hepatitis A lebih
tinggi bila dibandingan dengan uasi yang lebih muda.4

b. Patofisiologi
Masa inkubasi dari virus hepatitis A berkisar 15-45 hari
( rata-rata 4 minggu ). Virus dieksresikan lewat tinja
selama beberapa minggu pertama setelah terinfeksi.,
sebelum menimbulkan gejala. Pada anak-anak yang
terinfeksi HAV biasanya akan asimtomatik. Akut hepatitis
A lebih parah dan mempunyai mortalitas yang tinggi pada
orang dewasa daripada anak-anak. 5
Virus hepatitis A termasuk hepatovirus,yang masuk
dalam famili Picornaviridae. Ukuran virus hepatitis A
adalah 27-32nm,tidak mempunyai selubuh,mempunyai
bentuk icosahedral, positive single-standard linier RNA
virus, yang mempunyai 7,5kb genom.4

Gambar 1
Virus hepatitis A sangat stabil pada lingkungan dan
bertahan hidup pada suhu 600C selama 60 menit,tetapi
menjadi tidak aktif pada suhu 810C setelah pemanasan
selama 10 menit. Virus hepatitis A dapat bertahan hidup di
feses, tanah, makanan, dan air yang terkontaminasi. Infeksi
virus hepatitis A berhubungan dengan respon imun
selular,yang berperan dalam imunopatogenesis infeksi
virus hepatitis A dan induksi kerusakan hepatosit.
Kerusakan heptosit terjadi melali aktivasi sel T sitolitik
spesifik terhadp virus hepatitis A sehingga pada biopsy
yang dilakukan akan didapatkan sel T CD8+ yang secara
spesifik melisiskan virus hepatitis A.
Peranan sel T-Helper pada respn imun infeksi virus
hepatitis A masih sangat terbatas. Salah satu epitope sel
limfosit T-Helper CD4 diindentifikasi pada sekuens VP3
102 samai 121. Selain itu, terdapat pula beberapa bukti
tentang keterlibatan mekanisme imun non spesifik,
termasuk sel Natural Killer ( NK ) dan Lymphokine
activated killer cells ( LAK ), yang berperan dalam induksi
kerusakan hepatoseluler meskipun sebelum adanya inisisasi
kerusakan sel limfosit T sitotoksik. Akhirnya, kerusakan
fungsi sel T regulator CD4+/CD25+ dihubungkan dengan
resolsi infeksi virus hepatitis A akut melalui penyembuhan
spontan. 4,7
c. Gambaran Klinis

Infeksi virus hepatitis A akut menyebabkan proses


nekroinflamasi akut pada hati,yang normalnya akan
sembuh spontan anpa sekuele kronik. Gejala yang muncul
70% anak-anak yang kurang dari 6 tahun mempunyai
gejala yang ringan dan asimtomatik. Anak-anak diatas
umur 6 tahun dan khususnya dewasa lebih dari 70%
mengalami ikterus dan gejala berlangsung selama 2-8
minggu.

Gejala prodromal hepatitis akut adalah lemas, cepat


lelah, anoreksia, muntah, rasa tidak nyaman pada abdomen,
diare dan pada stadium lanjut dan tidak umum dapat
dijumpai demam, sakit kepala, atralgia, dan myalgia.
Lima pola klinis hepatitis A : 1. Infeksi hepatitis A
yang asimtomatik yang terjadi pada usia dibawah 5-6 tahun
; 2. Infeksi virus hepatitis A simtomatik dengan urin
bewarna seperti teh dan feses bewarna dempul,biasanya
diserti dengan ikterus ; 3. Hepatitis kolestasis, yang
ditandai dengan pruritus, penngkatan jangka panjang dari
alkaline fosfat, gamma glutamyl transpeptidase,
hiperbilirunemia dan penurunan berat badan ; 4. Hepatitis
A relaps; 5. Hepatitis fulminant yang jarang terjadi dan
dapat hilang spontan 4,7

Gambar 2

d. Tatalaksana
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk
hepatitis A. Terapi simtomatik dan hidrasi cairan yang
adekuat sangat penting terhadap penatalaksanaan hepatitis
A dan menghindari penggunaan obat yang hepatotoksik
seperti paracetamol. Pencegahan penularan infeksi hepatitis
A dapat melalui cara yaitu : pemberian immunoglobulin,
vaksinasi dan perbaikan kondisi higinitas yang baik.
Sampai saat ini pemberian immunoglobulin masih
merupakan cara utama untuk mencegah infeksi virus
hepatitis A pada individu yang rentan dengan
paparan,maupun orang yang baru terkena paparan infeksi
virus hepatitis A. Immunoglobulin juga direkomendasikan
sebagai profilaksis untuk individu individu yang belum
terpapar virus hepatitis A.
Immunoglobulin diberikan secara intramuscular,dosis
tunggal sebanyak 0,02-0,06ml/kg. Dosis yang rendah
efektif untuk proteksi 3 bulan,sedangkan pada dosis yang
lebih tinggi efektif selama 6 bulan. Hasil dari pemberian
immunoglobulin adalah serokonversi,yang didifenisikan
sebagai terbentuknya antibody yang bersifat protektif
setelah pemberian immunoglobulin.
Vaksin yang beredar sekarang ada 2 jenis yaitu Havrix
dan Vaqta. Vaksin diberikan daam 2 dosis secara
intramuscular dengan selang 6-18 bulan. Pemberan havrix
dalam dosis tunggal dapat memberikan proteksi selama 1
tahun,tetapi proteksi permanen diperoleh dari vaksin kedua
dalam 6-12 bulan.

2. Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan virus DNA, hepatitis B dibagi menjadi
dua yaitu, Hepatitis B akut dan Hepatitis B kronik dimana
penularannya melalui transmisi vertical atau melalui ibu yang
mengandung dan mengalami persalinan selain melalui transmisi
vertikal penularannya dapat melalui cairan tubuh dan melalui
membrane mukosa.1
a. Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan
dunia. Sebanyak 2 juta orang diseluruh dunia terinfeksi
virus ini,dengan 450 juta mengalami infeksi kronik.
Sebanyak 500juta hingga 1 juta pasien dengan hepatitis B
meninggal setiap tahunnya. Hepatitis B menyumbang 80%
penyebab terjadinya hepatoselular primer dan menduduki
peringkat kedua setelah rokok sebagai penyebab kanker.
Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi kronik
hepatitis B meninggal akibat penyakit hati kronik yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Pasien yang terinfeksi
virus hepatitis B pada awal kehidupan memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami infeksi
kronik virus hepatitis B, dibandingkan dengan pasien yang
terinfeksi pada saat anak-anak ataupun dewasa muda.4,7
b. Patofisiologi
Masa inkubasi dari virus hepatitis B ( HBV ) berkisar
40-150 hari. Gambaran klinis dari infeksi virus hepatitis B
dapat berkisar dari ringan hingga yang parah. Setelah fase
akut dari virus hepatitis B sembuh, 95% pasien dewasa, 5-
10% pasien bayi yang terinfeksi akan mengembangkan
antibody untuk melawan permukaan antigen dari hepatitis
B. Sekitar 5% pasien dewasa, 90% pasien bayi dan 30-50%
pasein anak-anak akan berkembang menjadi fase kronik. 7
Pathogenesis infeksi virus hepatitis melibatkan respons
imun humoral dan seluler. Virus bereplikasi didalam
heapatosit dan virus tidak bersifat sitopatik, sehingga yang
membuat kerusakan sel hepatosit dan munculnya
manefestasi klinik bukan dari virusnya melainkan respon
imun yang dihasilkan oleh tubuh. 4

Gambar 3
Pada masa fase kronik terdapat 3 tahap : 1. Toleransi
immune : dimana pada fase ini, berlangsung pada 2-4
minggu pada orang dewasa yang sehat. Sedangkan untuk
bayi baru lair, pada durasi ini sering berlangsung dalam
beberapa dekade. ; 2. Aktivasi immune : pada fase ini
terjadi reaksi radang yang sitopatik. Pada tahap ini juga
HBeAg sudah terindentifikasi pada serum. Fase ini dengan
infeksi akut bisa mempuyai durasi sekitar 3-4 minggu.
Untuk fase kronik bisa mencapai 10 tahun atau lebih. ; 3.
Infeksi kronis tidak aktif : pada fase ini host dapat
menargetkan hepatosit yang terinfeksi. Replikasi virus
sudah rendah atau mungkin sudah tidak terukur lagi dalam
darah dan anti-HBe dapat terindentifikasi dalam darah.
Tapi HBsAg masih ada dalam darah ; 4. Infeksi Kronik :
HBeAg negative dengan atau tanpa anti-HBe positif ; 5.
Reaktivasi : HBeAg dapat positif atau negative dan
antibody untuk virus telah diproduksi. 8,14

c. Gejala Klinis
Setelah masa inkubasi pasien masuk dalam periode
prodromal, dengan gejala konstitusional, berupa malaise,
anoreksia, mual, muntah, myalgia dan mudah lelah. Pasien
dapat mengalami perubahan rasa pada indera pengecap dan
sensasi bau-bauan. Sebagian pasien dapat megalami nyeri
abdomen kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium yang
ringan samapai moderat. Sekitar 70% pasien mengalami
hepatitis subklinis dan 30% pasien mengalami hepatitis
dengan ikterus.
Gejala klinis ikterus biasanya hilang pada 1-3 bulan,
tetapi sebagian besar pasien mengalami kelelahan persisten
walaupun kadar transaminase yang normal. Kelainan fisik
yang dapat ditemukan demam dengan suhu yang tidak
terlalu tinggi, ikterus, hepatomegaly ringan. Spleenomegali
dapat dijumpai pada 5-10% kasus. Limfadenopati ringan,
eritema palmaris atau spider navi dapat dijumpai walaupun
jarang.
Pada hepatitis B akut, HBsAg muncul diserum dalam
waktu 2-10 minggu setelah paparan virus,sebelum onset
gejala dan peningkatan kadar ALT ( Aminotransferase ).
Serokonversi HbsAg menjad anti-Hbs biasanya masih
dapat dtemukan HBV-DNA dan respon sel T spesifik
terhadap virus hepatitis B. Hal ini dapat terjadi dkarenakan
sebagai kontrol imun setelah terjadinya infeksi akut.
Adanya HBsAg yang persisten selama 6 bulan
menunjukkan bahwa pasien menderita infeksi hepatitis B
kronik. Untuk mekanisme yang menjelaskan masih belum
diketahui, tapi dapat diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis
B lebih dari 1 serotipe.4

Gambar 4
HBsAg sudah positif dalam masa inkubasi, biasanya 2-
6 minggu sebelum timbulnya gejala-gejala. Pada Hepatitis
B Akut HbsAg hilang dalam waktu beberapa minggu atau
bulan, kemudian timbul Anti-HBs yang akan tetap
terdeteksi seumur hidup. Pada sebagian kecil Anti-HBS
kemudian bisa tidak terdeteksi. Bila HBsAg tidak
hilang,dan persisten lebih dari 6 bulan dinamakan Hepatitis
B kronik. Pada bayi yang lahir dari ibu pengidap Hepatitis
B kronis, HBsAg timbul antara usia 6 minggu sampai 6
bulan dan umumnya bersifat persisten.
Secara vertikal dari ibu pengidap hepatitis B ke bayi
yang baru lahir. Penularan secara vertikal paling banyak
menyebabkan hepatitis kronis, lebih kurang 80 -90 % akan
menjadi pengidap hepatitis B. Tetapi diketahui bahwa
HbsAg pada bayi yang tertular menjadi positif antara usia 6
minggu sampai 6 bulan. Hal ini memberi kesan bahwa
penularan yang terjadi terutama saat terjadinya partus dan
waktu ibu pengidap hepatitis B mengurus bayinya sehari –
hari.
d. Tatalaksana
Terapi yang dapat diberikan berupa terapi suportif dan
simtomatik karena sebagian hepatitis B akut pada dewasa
bisa sembuh dengan spontan. Pencegahan pada infeksi
virus hepatitis B dilakukan dengn vaksinasi. Pemberian
dilakukan secara intramuscular, sebanyak 3 kali pada 0,1
dan 6 bulan. 4,9
Terapi virus hepatitis B kronik untuk anak-anak yang
berumur 2 tahun sampai 18 tahun, HBeAg positif ada
peningkatan ALT dan DNA HBV terdeteksi antivirus yang
disarankan Interferon ( IFN ) alfa lamivudine dan
Peggylated Interferon
Dosis Interferon ( IFN ) alfa untuk anak – anak 6 juta
IU. Interferon diberikan secara intensif, 3 kaIi seminggu.
Minimal 4-6 bulan lamanya. Hasi1nya masih kurang
memuaskan, hanya 40-50 % berhasil. Efek sampingnya
mengganggu dan harganya sangat mahal. Ada jenis
interferon kerja panjang yaitu Peggylated Interferon yang
diberikan cukup lx seminggu. Lamivudin diberikan per
oral, efek sampingnya sedikit. Diberikan bersama dengan
interferon atau tersendiri.10
3. Virus Hepatitis C
Etiologi virus hepatitis C merupakan golongan virus RNA. Cara
penularannya bisa melalui cairan tubuh dan darah, jarum suntik,
transplantasi organ, melalui hubungan seks ( tapi kemungkinan sangat
kecil ) 1
a. Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis C pertama kali ditemukan pada
akhir tahun 1980-an. Data publikasi pertama diterbitkan
pada tahun 1989, dimana pasien yang terinfeksi hepatitis
non-A,non-B melainkan virus hepatitis C. Data WHO pada
tahun 2004 menunjukkan bahwa 2.2% penduduk dunia
terinfeksi virus hepatitis C. 4
b. Patofisiologi
Hepatitis C virus (HCV) adalah virus RNA, bulat,
mempunyai bungkusan, single strain virus RNA milik
keluarga Flaviviridae, genus Flavivirus. Golongan virusnya
sama dengan hepatitis G, yellow fever dan dengue. Target
organ untuk virus hepatitis C adalah hepatosit dan
kemungkinan juga limfosit B.4
Virus hepatitis C mempunyai masa inkubasi sekitar 8
minggu. Kebanyakan kasus yang ada infeksi virus hepatitis
C mempunyai gejala asimtomatik. Walaupun dia
simtomatik, tapi hepatitis C akut mempunyai gejala yang
ringan. Sekitar 15-45% pasien dengan infeksi akut virus
hepatitis C akan kehilangan marker virologic dari virus
hepatitis C. Sekitar 55-85% pasien yang baru terinfeksi
tetap mengalami viremik dan mungkin berkembang
menjadi penyakit hati kronik.11
Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati HCV
masih sulit dilakukan karena terbatasnya kultur sel untuk
HCV. Kerusakan sel hati akibat HCV secara langsung
masih belum jelas. Namun, beberapa bukti menunjukkan
adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan
kerusakan sel-sel hati.
Reaksi sitotoksik T-cell ( CTL ) spesifik yang kuat
diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh HCV
pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, CTL relative rendah
tapi masih mampu melibatkan reaksi inflamasi sehingga
tetap dapat merusak sel hati. Reaksi inflamasi yang
melibatkan sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, TGF-ß1
akan mengaktifkan sel- sel di hati yang dalam keadaan
tenang kemudian aktif berproliferasi menjadi sel-sel
miofibroblas yang menghasilkan matrik kolagen sehingga
terjadi fibrosis. Mekanisme ini dapat terus berjalan
sehingga fibrosis semakin banyak dan sel-sel hati yang baik
semakin sedikit.4
c. Gejala klinis
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau
hanya bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus saja yang
menunjukkan tanda hepatitis akut 7-8 minggu ( berkisar 2-
26 minggu ) setelah terjadinya paparan. Walaupun
demkian, infeksi akut sangat sukar diindentifikasi karena
pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit juga
menentukan perjalanan penyakit akibat HCV.
Infeksi akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan
sering kali tidak menimbulkan gejala walaupun kerusakan
hati berjalan terus. Keusakan hati akibat infeksi kronik
tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisik dan
laboratoik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. 4
d. Tatalaksana
Infeksi HCV mempunyai respon yang begus terhadap 6
bulan standar terapi terhadap Interferon ( IFN ).
Bagaimanapun, IFN merupakan regimen yang lebih aman
yang saat ini direkomendasikan untuk infeksi akut dan
kronik HCV. 12
Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati (F0) atau
hanya fibrosis hati ringan ( F1), mungkin terapi tidak perlu
dilakukan karena biasanya mereka tidak berkembang
menjadi sirosis hati. Bila fibrosis hati sudah pada tingkat
menengah itu sudah ada indikasi pemberian terapi
sedangkan bila sudah terjadi sirosis hati maka pemberian
interferon harus secara hati-hati karena dapat menurunkan
fungsi hati secara bemakna.
Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan
menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya
disepakati bila genotype HCV adalah genotype 1 dan 4
maka terapi yang dberikan selama 48 minggu dan bila
genotype 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama 24
minggu. Untuk interferon alfa yang konvensional,diberikan
setiap 2 atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit
subkutan setiap kali pemberian. Interferon yang telah diikat
dengan poly-ethylen glycol ( PEG ) atau dikenal dengan
PEG-interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5
ug/kgBB/kali ( untuk PEG interferon 12kD) atau 180ug (
untuk PEG- Interferon 40KD).
Pemberian interferon diikuti oleh pemberian ribavirin
dengan dosis pada pasien dengan beat badan ˂50kg
pemberiannya 800mg setiap hari, 50-70kg pemberiannya
1000mg setiap hari dan untuk berat badan ˃70kg
pemberiannya 1200mg setiap hari dibagi dalam 2 kali
pemberian pada akhir terapi dengan interferon dan ribavirin
,perlu dilakukan pemeriksaan RNA HCV secara kaulitatif.
4

4. Virus Hepatitis D
Virus ini jarang ditemukan tapi merupakan paling berbahaya. Virus ini
membutuhkan virus hepatitis B untuk berkembang biak, maka dari itu
hanya bisa ditemukan jika seseorang sudah terinfeksi virus hepatitis B.
Tidak ada vaksinnya tetapi bila seseorang sudah melakukan vaksin
hepatitis B maka secara otomatis sudah dapat perlindungan.1
a. Epidemiologi
Infeksi virus D endemic pada atahun 1980 pada banyak
area di dunia. Frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada area
tropis dan subtropics yang mempunyai pravelensi infeksi
virus hepatitis B. Karena dalam 20 tahun terakhir infeksi
virus hepatitis B mulai dapat ditanggulangi, maka infeksi
hepatits D juga menurun secara signifikan. 4
b. Patofisiologi
Virus hepatitis D merupakan virus RNA yang
fungsinya bergantung pada virus hepatitis B dalam
replikasinya. Virus hepatitis D merupakan satu-satunya
anggota Deltavirus.
Virus hepatitis D ditransmisikan dengan bantuan virus
hepatitis B. Virus hepatitis D paling banyak ditransmisikan
melalui penggunaan obat-obat intravena dengan jarus yang
tidak steril; namun kebalikan dari hepatitis B yang
ditransmisikan melalui vertikal line yang pada hepatitis D
sangat jarang. Pada orang yang normal ( HBsAg negative ),
infeksi hepatitis D tidak dapat ditransmisikan. Efisiensi dari
transmisi bergantung pada titer infeksius dari virus
hepatitis B. Dengan adanya infeksi virus hepatitis B maka
akan mempermudah aktivasi virus hepatitis D yang
dinamakan superinfeksi virus hepatitis D. 4,13
c. Gambaran Klinis
Gejala yang ditimbulkan oleh virus hepatitis D hampir
serupa dengan infeksi akut virus hepatitis B. adanya
paparan virus hepatitis D pada pasien yang
imunokompeten,pasien tersebut akan meningkatkan
konsentrasi antibody IgG terhadap HDAg ( anti-HD).
Respons antibody tersebut dapat berkurang pada pasien
yang imunokompramais,terutama pada pasien yang terkena
infeksi HIV. Deteksi anti-HD merupakan langkah awal
untuk diagnosis infeksi hepatitis D. pada pemeriksaan
HDV-RNA pada serum menggunakan PCR merupakan
pemeriksaan yang paling sensitive dan paling spesifik
untuk infeksi hepatitis D.
Bila pemeriksaan HDV-RNA sulit dilakukan, maka
pemeriksaan IgM anti-HDV dapat digunakan sebagai
pemantauan infeksi hepatitis D. Antibody tersebut tetap
meningkat bersamaan dengan anti-HD selama masa infeksi
akut,kemudian menurun dalam beberapa minggu pada
pasien yang mengalami perbaikan infeksi. 4
d. Tatalaksana

Masalah yang dihadapi pada terapi infeksi virus


hepatitis D adalah tidak adanya fungsi enzimatik spesifik
pada virus yang bisa menjadi target terapi, berbeda dengan
hepatitis B dan C yang mempunyai polymerase dan
protase. Interaksi antara virus hepatitis B dan hepatitis D
dan adanya faka bahwa sebagian pasien yang terinfeksi
hepatitis D mempunyai virus hepatitis B secara spontan
mengalami represi, yang menjelaskan antivirus sintetik
hepatitis B tidak bermanfaat. Pada infeksi hepatitis D
kronik, digunakan adalah interferon. Vaksinasi hepatitis B
akan mencegah infeksi hepatitis D. sampai saat ini belum
ditemukan vaksin untuk hepatitis D. 4
5. Virus Hepatitis E
Cara penularan virus hepatitis E melalui feca oral. Gejala yang
ditimbulkan biasanya ringan mulai dari gejala flu sampai ikterus.
Vaksinasi untuk hepatitis E sampai saat ini belum ada. 1
a. Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA
yang menyebabkan infeksi yang bersifat akut,dapat sembuh
sendiri pada pasien yang imunokompeten, tetapi dapat
menyebabkan infeksi kronik pada pasien yang mengalami
imunokompromais. Laporan pertama dimulai dari India
tahun 1955-1956. Kejadian luar biasa pernah terjadi di
India, Cina, Asia Tenggara, Asia Tengah, Timur Tengah,
Afrika Utara dan Arika Barat. Di meksiko kejadian luar
biasa di laporkan pada tahun 1986-1987.
b. Patofisiologi
Virus hepatitis E merupakan family Caliciviridae
karena mempunyai kesamaan struktural, namun sekarang
digolongkan ke dalam kelas Hepaviridae. Virus hepatitis E
berbentuk sferis, tidak mempunyai selubung dan
mempunyai simetri iksohedral. Patogenesis dari infeksi
virus hepatitis E dibagi menjadi masa inkubasi, fase
replikasi, dan fase progrevitas.
Masa inkubasi dari virus hepatitis E adalah 2-10
minggu. Infeksi akut HEV umumnya tidak lebih parah dari
infeksi akut HBV yang ditandai dengan tingkat ALT yang
berfluktuasi. Infeksi virus hepatitis E dapat ditularkan
melalui 4 jalur : 1. Air ; 2. Makanan ; 3. Melalui darah atau
parenteral ; 4. Transmisi vertikal dari ibu ke janin. Infeksi
virus hepatitis E dapat ditularkan melalui feka oral.
Pengetahuan tentang replikasi virus hepatitis E terbatas
karena kurangnya sistem kultur sel untuk virus. Siklus
replikasi virus hepatitis E : a. virus masuk ke hepatosit
melalui reseptor seluler, dimana identitasnya masih belum
dapat ditentukan ; b. tahap tersebut diikuti dengan
pelepasan partikel virus dan genom RNA sense positif
kedalam sel ; c. genom RNA ditranslasi didalam sitoplasma
menjadi protein non structural yang dikode ORF1 yang di
proses menjadi unit fungsional ; d. replikasi kemudian
mensintesis replica genom RNA untai positif menjadi RNA
untai negative intermidiete ( d1), genomic dan subgenomik
RNA untai positif disintesis menjadi RNA untai negative
intermediate ( d2 ); e. subgenomik RNA untai positif
ditranslasi menjadi protein structural ; f. protein kapsid
mengemas RNA menjadi virion baru.

Gambar 5
Ekspresi antigen hepatitis E (HEAg) dihepatosit
emnunjukkan adanya replikasi virusyang muncul. HEAg
dapat ditemukan secara simultan pada hepatosit, empedu,
dan feses selama minggu kedua dan ketiga setalah
inokulasi. Antibody IgG muncul sesaat setelah munculnya
IgM dan titernya meningkat selama fase akut sampai fase
konvalesensnya, bertahan tinggi sjak 1-5 tahun setelah
penyakit mengalami resolusi. Replikasi virus hepatitis E
dihati merupakan kejadian awal dan peningkatan ALT
serum dan munculnya kelainan histologi rngan pada saat
tersebut konsiten terhadap efek sititoksik langsung oleh
virus atau efek dari respon imun awal. Infeksi virus
hepatitis E dapat sembuh sendiritanpa sekuele kronik. 4,15
c. Gambaran klinis
Gambaran yang paling sering dijumpai terbagi mejadi 2
fase : 1. Fase prodromal ; 2. Fase ikterik. Fase prodromal
berlangsung selam 1-4 hari, yang mempunyai gejala Flu-
like symptoms yang terdiri dari demam, menggigil, nyeri
abdomen, mual,muntah, anoreksia, atralgia dan urtikaria.
Gejala tersebut diikuti dengan ikterus dalam waktu
beberapa hari. Fase ikterus dimulai dengan adanya urin
yang bewarna coklat seperti teh, yang dapat disertai
pruritus atau warna feses mejadi pucat. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya ikterus, hepatomegaly ringan, dan
pada 25% kasus terdapat splenomegaly. Penemuan klasik
pada infeksi virus hepatitis E akut adalah peningkatan
bilirubin serum, peningkatan transaminase yang sangat
tinggi, peningkatan gamma glutamyltransferase, serta
peningkatan ringan dari serum alkalne fosfatase.4,15
Gambar 6

d. Tatalaksana
Seperti halnya infeks virus akut lainnya, tatalaksana infeksi
hepatitis E akut adalah suportif dan simptomatik. 4,15
REFERENSI

1. Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi .“ Situasi dan Analisis


Hepatitis”. 2014. Avaible at :
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
hepatitis.pdf ( diakses 20 juni 2018 )
2. Lavanchy D. Hepatitis B Virus epidemiology, disease buden, treatment, and
current and emerging, prevention and control measures. Review . J Vir Hepat
2004;11: 97-107
3. Oswari, hanifah. 2016. “Hepatitis Virus Pada Anak”.Avaible at :
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/hepatitis-virus-pada-
anak-bagian-1 ( diakses 20 juni 2018 )
4. Sanityoso, Andri. Christine,Griskalia. 2014.Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
InternaPublishing
5. Samji,Naga Swetha. 2017. Viral Hepatitis. Avaible at :
https://emedicine.medscape.com/article/775507-overview#a3 ( diakses 22 juli
2018 )
6. Gilroy, Richard K. 2017. Hepatitis A. Avaible at :
https://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#a3 ( diakses 22 juli
2018 )
7. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Hepatitis Surveillance
United States, 2014 (revised: 9/26/16). Available
at https://www.cdc.gov/hepatitis/statistics/2014surveillance/pdfs/2014hepsurv
eillancerpt.pdf. ( diakses 23 juli 2018 )
8. Sorrell MF, Belongia EA, Costa J, et al. National Institutes of Health
consensus development conference statement: management of hepatitis
B. Hepatology. 2009 May. 49 (5 suppl):S4-S12.
9. Centers for Disease Control and Prevention. 2015 Sexually transmitted
diseases treatment guidelines. Viral hepatitis. Centers for Disease Control and
Prevention. Avaible at : https://www.cdc.gov/std/tg2015/hepatitis.htm (
diakses 23 juli 2018 )
10. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, et al, for the American Association for
the Study of Liver Diseases. AASLD guidelines for treatment of chronic
hepatitis B. Hepatology. 2016 Jan. 63 (1):261-83.Avaible at :
https://www.aasld.org/sites/default/files/Terrault_et_al-2016-Hepatology.pdf
( diakses 24 juli 2018 )
11. World Health Organization. Hepatitis C. Fact sheet no 164. Avaible at :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs164_apr2014/en/ ( diakses 24
juli 2018 )
12. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD)/Infectious
Diseases Society of America (IDSA). Recommendations for testing,
managing, and treating hepatitis C. Avaible at :
https://www.hcvguidelines.org/ ( diakses 24 juli 2018 )
13. World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment
of persons with chronic hepatitis B infection. Avaible at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0093140/#ch3.s3 ( diakses
25 juli 2018 )
14. World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment
of persons with chronic hepatitis B infection. Avaible at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0093140/table/ch3.t1/?repo
rt=objectonly ( diakses 25 juli 2018 )
15. World Health Organization. Hepatitis E. Fact sheet no 280. Available
at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs280/en/ ( diakses 25 juli 2018
)

Anda mungkin juga menyukai