Anda di halaman 1dari 12

A.

PENGERTIAN
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran
darah disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. (Soemantri,
2009 :74)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat
dirumah sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia
aspirasi. (Brunner & Suddarth, 2014 :457)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
dan kadang non infeksi. ( Astuti & Angga, 2010 :109)

B. ETIOLOGI
Penyebab pneumonia menurut Soemnatri, (2009:76) adalah :
1. Streptococcus pneumonia tanpa penyulit.
2. Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
3. Haemaphilus influenza.
4. Streptococcus aureus.
5. Mycoplasma pneumonia.
6. Virus patpgen.
7. Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, Escherichia
proteus, basil gram positif.
8. Stafilococcus.
9. Aspirasi asam lambung.
10. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti
pada kuman stafilococcus, E coli, anaerob enterik.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau sebagai
komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali sulit di obati
dan menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada individu yang lebih muda.
Perburukan umum, kelemahan, gejala abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan
takipnea dapat menandai awitan pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin
terabaikan karena gejala klasik seperti batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan
demam mungkin tidak ada atau tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu,
munculnya sejumlah gejala juga dapat menyesatkan. Bunyi nafas abnormal,
misalnya, mungkin disebabkan oleh mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan
mobilitas, penurunan volume paru, atau perubahan fungsi pernafasan lain. Foto
ronsen dada mungkin diperlukan untuk membedakan gagal jantung kronis dan
pneumonia sebagai penyebab atau tanda gejala klinis.
(Brunner & Suddarth, 2014 :458)
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun,
alveoli dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit, jumlah eritrosit relative sedikit.
Leukosit lalu melakukan fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi
berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta
pneumococcus. Paru-paru masuk kedalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak
berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan
eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru
kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.
(Soemantri,2008:69).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior
lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar,
lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella,
tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat
Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat
sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.
Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
G. KOMPLIKASI
1. Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup
bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang
dapat membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif,
dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat
digunakan untuk membantu pernapasan
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory
distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini
menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan
alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun
melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri;
streptococcus pneumonia merupakan salah satu penyebabkan individu dengan
sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan
tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan
kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan
kematian.
2. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan
selang pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika
cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena
antibiotik tidak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses.
Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT
scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung
beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada
paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
3. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama. ( Astuti & Angga,
2010 :112)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik
(pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan ). Terapi kombinasi
dapat juga digunakan.
2. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif, antihistamin, atau
dengan dekongestan nasal.
3. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-tanda bersih.
4. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi
endotrakea, dan ventilasi mekanis.
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi dilakukan,
7. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk
melakukan vaksinasi pneumokokus.
(Brunner & Suddarth, 2014 :459)

I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
3. Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
4. Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).
5. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
6. Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
7. Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area
yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan
konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area
yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
8. Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau
kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-
39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela.
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah,
oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis,
takikardia, gelisah/perubahan mental, hipoksia
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria hasil :
Tidak nampak sianosis
Nafas normal
Tidak terjadi sesak
Tidak terjadi hipoksia
Klien tampak tenang
Intervensi
1. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan
kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3. Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk
efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran
secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
5. Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master
venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.

2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman
pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak
efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
Batuk teratasi
Nafas normal
Bunyi nafas bersih
Tidak terjadi Sianosis
Intervensi:
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi
nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
4. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
secret
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret,
analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai
dengan: Nyeri dada, sakit kepala, gelisah
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dada teratasi
Sakit kepala terkontrol
Tampak tenang
Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia,
juga dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus
bila alas an lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
4. Bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan upaya batuk.
5. Kolaborasi : Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.


Tujuan : meningkatkan suplai darah arteri ke ekstremitas.
Kriteria hasil :
- Ekstremitas hangat pada perabaan
- Warna ekstremitas membaik
- Melakukan seri latihan Bueger Allen 6 kali, 4 kali secukupnya
Intervensi :
a. Menurunkan ekstremitas dibawah jantung.
Rasional: ekstremitas bawah yang tergantung memperlancar suplai darah arteri.
b. Mendorong latihan jalan seddang atau latihan ekstremitas bertahap.
Rasional: latihan otot memperbaiiki aliran darah dan pertumbuhan sirkulasi
kolateral.
c. Mendorong latihan postural aktif (latihan Bueger Allen).
Rasional : dengan latihan postural, pengisian akibat gravitasi terganggu
sehingga pembuluh darah menjadi kosong.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan: Dispnea, takikardia, sianosis
Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil :
Nafas normal
Sianosis tidak terjadi
Irama jantung normal
Intervensi
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
interan.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

Anda mungkin juga menyukai