Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada sementara pendapat yang berkembang bahwa, kewenagan Mahkamah


Agung berkaitan dengan Hak Uji Materil dibiarkan tetap seperti sekarang, dan jika
terjadi persolan di sekitar undang-undang atau konstitusi, maka untuk
menanggulangi dan menyelesaikan diserahkan kepada institusi yang kini popular
dengan nama Mahkamah Konstitusi, yang kemudian diusulkan agar Mahkamah
Konstitusi, dan ternyata melalui amandemen ketiga Mahkamah Konstitusi ini telah
dimasukkan ke dalam UUD dan sekarang telah berkiprah dengan keputusan-
keputusan yang diantaranya menggelitik Partai Politik di Negara ini.
Kehadiran Mahkamah Konstitusi tidak dapat dielakkan lagi karena sedah
menjadi kenyataan telah tertuang di dalam Undang-undang Dasar. Lain halnya jika
kehadiran Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk memperluas kewenangan
Mahkamah Agung di dalam hal fungsi pengujian hukum dimana fungsi ini kemudian
dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi menjadi bagian tak terpisahkan dengan
Mahkamah Agung dan kehadirannya adalah memperluas posisi Mahkamah Agung
yakni tidak lagi sekedar sebagai Pengadilan Negara Tertinggi tetapi juga sebagai
Mahkamah Konstitusi. Maksudnya adalah Mahkamah yang berwewenang menguji
apakah peraturan perundang-undangan dan tindakan-tindakan lain dari pemerintah
bertentangan atau tidak dengan UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah saya sampaikan di atas, maka tersusunlah
rumusan masalah yang akan saya bahas di BAB II:
Apa Saja Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi ?

C. TUJUAN
Untuk Mengetahui Apa Saja Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menurut UUD 1945 Pasal


24C Ayat 1 dan 2:

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat


final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar.
Mengenai pengujian UU, diatur dalam Bagian Kesembilan UU Nomor 24 Tahun
2003 dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 60. Undang-undang adalah produk politik,
biasanya merupakan kristalisasi kepentingan-kepentingan politik para pembuatnya.
Sebagai produk politik, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak
sejalan atau melanggar konstitusi. Sesuai prinsip hierarki hukum, tidak boleh isi
suatu peraturan undang-undang yang lebih rendah bertentangan atau tidak mengacu
pada peraturan di atasnya. Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan
atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review
((hak uji materil) yakni merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk
menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan
oleh ekesekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang
berlaku.). Jika undang-undang atau bagian di dalamnya itu dinyatakan terbukti tidak
selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu dibatalkan MK. Melalui
kewenangan judicial review, MK menjadi lembaga negara yang mengawal agar tidak
lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
Menurut UU Nomor 24 tahun 2003 pasal 10 ayat 1 tentang Mahkamah
Konstitusi dijelaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni
putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak
diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Artinya, tidak ada
peluang menempuh upaya hukum berikutnya pasca putusan itu sebagaimana putusan
pengadilan biasa yang masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).

2
Selain itu juga ditentukan putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap sejak
dibacakan dalam persidangan MK. Putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan. Semua pihak
termasuk penyelenggara negara yang terkait dengan ketentuan yang diputus oleh MK
harus patuh dan tunduk terhadap putusan MK.

2. diberikan oleh undang-undang dasar.


Sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah perbedaan pendapat
yang disertai persengketaan dan klaim lainnya mengenai kewenangan yang dimiliki
oleh masing-masing lembaga negara tersebut. Hal ini mungkin terjadi mengingat
sistem relasi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya menganut prinsip check
and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu sama lain.
Sebagai akibat relasi yang demikian itu, dalam melaksanakan kewenangan masing-
masing timbul kemungkinan terjadinya perselisihan dalam menafsirkan amanat
UUD., MK dalam hal ini, akan menjadi wasit yang adil untuk menyelesaikannya.
Kewenangan mengenai ini telah diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU
Nomor 24 Tahun 2003.

3. Memutus pembubaran partai politik.


Kewenangan ini diberikan agar pembubaran partai politik tidak terjebak pada
otoritarianisme dan arogansi, tidak demokratis, dan berujung pada kehidupan
perpolitikan yang sedang dibangun tetapi tidak sesuai dengan peran dan fungsinya.
Mekanisme yang ketat dalam pelaksanaannya diperlukan agar tidak berlawanan
dengan arus kuat demokrasi. Partai politik dapat dibubarkan oleh MK jika terbukti
ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 74 sampai dengan Pasal 79 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi telah mengatur kewenangan ini.
Bunyi Pasal 74 sampai dengan Pasal 79 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi:

3
Pasal 74

1) Pemohon adalah:
a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah
peserta pemilihan umum;
b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden; dan
c. partai politik peserta pemilihan umum.
2) Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum
yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang
mempengaruhi:
a. terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
b. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden;
c. perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah
pemilihan.
3) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24
(tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan
penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.

Pasal 75
Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas
tentang:
a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan
Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan
b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh
Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar
menurut pemohon.

4
Pasal 76
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Komisi Pemilihan Umum dalam jangka
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 77
1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau
permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74,
amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan,
amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang
diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan
suara yang benar.
4) Dalam hal permohonan tidak beralasan amar putusan menyatakan permohonan
ditolak.

Pasal 78
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil
pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden dan Wakil
Presiden;
b. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum anggota DPR, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

5
Pasal 79
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perselisihan hasil pemilihan umum
disampaikan kepada Presiden. Bagian Keduabelas Pendapat DPR Mengenai Dugaan
Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.


Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dengan Peserta Pemilu
mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan hasil
pemilu dapat terjadi apabila penetapan KPU mempengaruhi :
1) Terpilihnya anggota DPD
2) Penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan
presiden dan wakil presiden serta terpilihnya pasangan presiden dan
wakil presiden, dan
3) Perolehan kursi partai politik peserta pemilu di satu daerah pemilihan.

5. Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran


oleh presiden dan atau wakil presiden menurut undang-undang dasar.
Kewenangan ini diatur pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 UU Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam sistem presidensial, pada
dasarnya presiden tidak dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya habis,
ini dikarenakan presiden dipilih langsung oleh rakyat. Namun, sesuai prinsip
supremacy of law dan equality before law, presiden dapat diberhentikan apabila
terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang ditentukan dalam UUD.
Tetapi proses pemberhentian tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara
hukum. Hal ini berarti, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan seorang
presiden bersalah, presiden tidak bisa diberhentikan. Pengadilan yang dimaksud
dalam hal ini adalah MK. Dalam hal ini hanya DPR yang dapat mengajukan ke MK.
Namun dalam pengambilan sikap tentang adanya pendapat semacam ini harus
melalui proses pengambilan keputusan di DPR yaitu melalui dukungan 2/3 (dua
pertiga) jumlah seluruh anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) anggota DPR.

6
Bunyi Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi.
Pasal 80

1) Pemohon adalah DPR.


2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai
dugaan:
a. Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
b. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib
menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai
pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara
rapat DPR, disertai bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).

Pasal 81
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Presiden dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara
Konstitusi.
Pasal 82
Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat
proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan tersebut dihentikan
dan permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi.

7
Pasal 83
1) Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, amar putusan menyatakan
permohonan tidak dapat diterima.
2) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan
membenarkan pendapat DPR.
3) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan
menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 84
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, wajib diputus
dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan
dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 85
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendapat DPR wajib disampaikan
kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menurut UUD 1945 Pasal 24C Ayat
1 dan 2:

a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar.
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh undang-undang dasar.
c. Memutus pembubaran partai politik.
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
e. Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan atau wakil presiden menurut undang-undang dasar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945


http://fatahilla.blogspot.com/2011/10/fungsi-dan-kewenangan-mahkamah.html
https://yeremiaindonesia.wordpress.com/tag/fungsi-dan-kewenangan-mahkamah
konstitusi/

10
MAKALAH

“ TUGAS DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI “

Disusun Oleh

Nama : SITTI SILVIANTY LUCKYTASARI

No Stambuk : D10116741

FAKULTAS HUKUM NON REGULER

UNIVERSITAS TADULAKO

TAHUN 2019 / 2020

11
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat .Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Tugas dan Wewenang
Mahkamah Konstitusi” Makalah ini dibuat untuk meyelesaikan tugas kuliah serta
untuk melatih kemampuan mahasiswa.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Saya merasa bahan
ajar ini masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Sehingga saya merasa perlu
adanya saran dan masukan yang membangun dalam usaha memperbaiki lebih.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat


untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palu, Maret 2019

Penulis

12
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................. 1
C. TUJUAN ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. TUGAS DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
MENURUT UUD 1945 PASAL 24C AYAT 1 DAN 2.................... 2
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 9
B. KESIMPULAN .................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 10

13
iii

Anda mungkin juga menyukai