Anda di halaman 1dari 10

Lex et Societatis, Vol. III/No.

3/Apr/2015

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan.


LEGISLATIF DI MAHKAMAH KONSTITUSI1 Putusan tersebut dapat mengakibatkan;
Oleh : Marsel Jerolson Samuel Mandak2 penundaan berlakunya keputusan KPU tentang
Penetapan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
ABSTRAK DPRD; dibatalkannya keputusan KPU tentang
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk Penetapan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
mengetahui bagaimana mekanisme DPRD; diilakukannya penghitungan suara ulang;
penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif dilakukannya pemungutan suara ulang;
di Mahkamah Konstitusi dan mengetahui penetapan perolehan suara yang benar yang
bagaimana akibat hukum dari putusan dapat merubah hasil perolehan suara Pemohon
Mahkamah Konstitusi dalam perkara dan Pihak Terkait; serta perintah agar KPU
Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif. Dengan pelaksanaan putusan.
menggunakan metode penelitian hukum Kata kunci: Perselisihan Hasil Pemilu legislatif,
normatif, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal
penyelesaian perkara PHPU Legislatif mengatur PENDAHULUAN
tata cara penyelesaian perselisihan perolehan A. Latar Belakang
hasil suara pemilu Tahun 2014 dalam pedoman Hasil Pemilihan Umum berupa penetapan
beracara yaitu Peraturan Mahkamah Konstitusi final hasil penghitungan suara yang diikuti oleh
(PMK) No. 1 Tahun 2014, sebagaimana yang pembagian kursi yang diperebutkan, yang
telah diubah dengan PMK No. 3 Tahun 2014 diumumkan secara resmi oleh lembaga
tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan penyelenggara pemilu sering kali tidak
Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan memuaskan Peserta Pemilu, yang berhasil
DPRD. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tampil sebagai pemenang. Kadang-kadang
mekanisme penyelesaian perkara PHPU terjadi perbedaan pendapat dalam hasil
Legislatif di MK, dapat dikelompokan lima perhitungan itu antara peserta pemilu dan
tahapan, yaitu: (1) Pengajuan Permohonan; (2) penyelengara pemilu, baik karena kesengajaan
Registrasi Perkara; (3) Penjadwalan sidang; (4) maupun karena kelalaian, baik karena
Pemeriksaan Perkara; dan (5) Putusan. Dalam kesalahan teknis atau kelemahan yang bersifat
menuntaskan keseluruhan tahapan tersebut, administratif dalam perhitungan ataupun
MK hanya diberi waktu 30 hari kerja untuk disebabkan oleh faktor humanerror.3 Sehingga
memutus seluruh permohonan yang diajukan menjadi suatu permasalahan ketika pihak
oleh Peserta Pemilu. 2. Keseluruhan putusan Peserta Pemilu tidak mengakui penetapan Hasil
MK dalam perkara PHPU bertujuan untuk Pemilu oleh penyelenggara pemilu yaitu KPU.
menjaga dan menjernihkan suara rakyat. Hal ini tidak lain dikarenakan peserta pemilu
Putusan MK dapat menyatakan permohonan merasa dirugikan atas penetapan tersebut
tidak dapat diterima, ditolak, atau dikabulkan. dengan alasan seperti yang sudah disebutkan di
Putusan MK bersifat final dan mengikat (final atas.
and binding). Artinya, tidak ada peluang Melihat dalam UUD 1945 BAB IX tentang
menempuh upaya hukum berikutnya pasca Kekuasaan Kehakiman Pasal 24C ayat (1)
putusan itu sebagaimana putusan pengadilan menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang
biasa yang masih memungkinkan kasasi dan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
Peninjauan Kembali (PK). Selain itu juga yang putusannya bersifat final untuk menguji
ditentukan putusan MK memiliki kekuatan undang-undang terhadap Undang-Undang
hukum tetap sejak dibacakan dalam Dasar, memutus sengketa kewenangan
persidangan MK. Putusan pengadilan yang lembaga negara yang kewenangannya
telah memiliki kekuatan hukum tetap memiliki diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : GodliebN. Mamahit,
3
SH, MH., Yumi Simbala, SH, MH., Dr. Abdurrahman Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Konoras, SH, MH. Jilid II, Sekertariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah
2
Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711089. Konstitusi RI, Jakarta: 2006, Hal. 187.

15
Lex et Societatis, Vol. III/No. /Apr/2015

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan B. Rumusan Masalah


umum”.4 Maka jelaslah kewenangan tersebut 1. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian
ada pada Mahkamah Konstitusi. Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif di
Mengenai kewenangan memutus perkara Mahkamah Konstitusi?
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2. Bagaimanakah akibat hukum dari putusan
selanjutnya dijabarkan dalam berbagai UU, baik Mahkamah Konstitusi dalam perkara
UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah Perselisihan Hasil Pemilu Legisatif?
diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011
tentang Mahkamah Konstitusi, dan UU lain C. Metode Penelitian
yang terkait seperti UU Nomor 48 Tahun 2009 Metode penelitian yang digunakan dalam
tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UU yang penulisan ini adalah metode kepustakaan
mengatur Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD, (telaah pustaka) yaitu merupakan kegiatan
Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu untuk mengkaji secara kritis bahan-bahan yang
kepala daerah dan wakil kepala daerah.5 berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam
Pemilu adalah prosedur demokrasi yang penelitian,7 dengan pendekatan yuridis
harus dijalankan untuk membentuk normatif yaitu kegiatan menjelaskan hukum
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. tidak diperlukan dukungan data atau fakta-
Sedangkan substansi dalam prosedur tersebut fakta sosial, sebab ilmu hukum normatif tidak
adalah penyampaian pilihan rakyat untuk mengenal data atau fakta sosial yang dikenal
menentukan pertai mana dan calon mana yang hanya bahan hukum.8
akan mewakilinya dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Oleh karena itu, jika PEMBAHASAN
angka sebagai jumlah pilihan rakyat tidak A. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan
diperoleh dengan cara yang benar, Hasil Pemilu Legislatif di Mahkamah
pemerintahan yang terbentuk juga tidak dapat Konstitusi
dikatakan sebagai pemerintahan yang Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu
demokratis.6 Oleh karenanya, tugas Mahkamah anggota DPR, DPD, dan DPRD (yang selanjutnya
Konstitusi sangatlah penting dalam menjaga disebut dengan perkara PHPU Legislatif), adalah
dan memurnikan suara rakyat, yang didasarkan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi untuk
atas kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutusnya, berdasarkan ketentuan Pasal 24
menyelesaikan perkara Perselisihan Hasil C ayat (1) UUD 1945. Lebih lanjut, ketentuan
Pemilu, khususnya pada Perselisihan Hasil UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana yang telah
Pemilu Legislatif. diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang
Kesiapan semua pihak sangatlah diperlukan. Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Oleh karena itu, baik pemohon maupun Mahkamah Konstitusi, mengamanahkan bahwa
termohon haruslah juga memahami proses perselisihan tentang hasil perolehan suara
penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu ini, Pemilu diselesaikan melalui Mahkamah
sebagai suatu tahapan yang penting dalam Konstitusi. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi
penyelengaraan pemilu dan mencapai (MK) dalam hal penyelesaian perkara PHPU
demokrasi. Terutama dalam proses peradilan di Legislatif mengatur tata cara penyelesaian
Mahkamah Konstitusi sebagai suatu perselisihan perolehan hasil suara pemilu tahun
mekanisme penyelesaian perselisihan hasil 2014 dalam pedoman beracara yaitu Peraturan
pemilu. Ini tentunya tidak terlepas dari akibat Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 1 Tahun 2014,
hukum yang dialami setelah berakhirnya proses sebagaimana yang telah diubah dengan PMK
tersebut. No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara
dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

4
Perubahan Ketiga UUD 1945.
5 7
Janedjri M. Gaffar, Hukum Pemilu Dalam Yurisprudensi Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum,
Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konpress, 2013, Hal. 51. Bandung: Mandar Maju, 2008, Hal. 101.
6 8
Ibid, Hal. 17-18. Ibid, Hal. 87.

16
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat Permohonan disertai alat bukti yang


dikelompokan lima tahapan dalam mendukung permohonan berupa surat atau
penyelesaian perkara PHPU Legislatif di MK, tulisan sebanyak 12 rangkap dan
yaitu: (1) Pengajuan Permohonan; (2) Registrasi ditandatangani oleh: 12
Perkara; (3) Penjadwalan dan  Untuk Pemohon Partai Politik oleh dan
PemanggilanSidang; (4) Pemeriksaan Perkara; Sekretaris Jenderal atau sebutan lainnya
dan (5) Putusan. Adapun mekanismenya adalah dari pimpinan pusat Partai Pemilu peserta
sebagai berikut: Pemilu.13
 Untuk Pemohon perseorangan oleh
1. Pengajuan Permohonan perseorangan calon anggota DPD peserta
Khusus PMK No. 1 Tahun 2014 pemilu. 14
menyebutkan bahwa Pemohon dalam PHPU Secara formil, permohonan pembatalan
legislatif adalah perseorangan calon anggota penetapan perolehan hasil suara pemilu
DPD peserta pemilu, partai politik peserta sekurang-kurangnya memuat tiga hal tentang:15
pemilu atau partai politik dan partai lokal a) Nama dan alamat Pemohon
peserta pemilu anggota Dewan Perwakilan Nama dan alamat Pemohon adalah peserta
Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan pemilu yang merasa kepentingannya
Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) di Aceh. dirugikan oleh keputusan KPU mengenai
Adapun Termohon dalam perselisihan itu penetapan perolehan suara hasil pemilu.
adalah KPU. Selanjutnya yang merupakan Pihak Sebagaimana telah disebutkan di atas
Terkait adalah seperti halnya Pemohon yaitu bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 angka 26
Partai Politik peserta Pemilu dan perseorangan UU No. 8 Tahun 2012, yang disebut sebagai
calon anggota DPD.9 peserta pemilu adalah Partai Politik untuk
a. Pemohon Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
Permohonan pembatalan penetapan DPRD Kabupaten/Kota dan perseorangan
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional untuk Pemilu anggota DPD. Pengajuan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia permohonan tersebut dapat dilakukan oleh
oleh Pemohon atau kuasanya sebanyak 12 Pemohon yang secara langsung mempunyai
rangkap, yang dapat dilakukan secara online, kepentingan terhadap penetapan
faksimili, atau surat elektronik (e-mail), dengan perolehan suara hasil Pemilu atau melalui
menyerahkan permohonan asli beserta bantuan jasa advokat dengan surat kuasa
kelengkapannya, paling lambat 3 x 24 jam sejak khusus.16
Termohon (KPU) mengumumkan penetapan b) Uraian mengenai hal yang menjadi dasar
perolehan hasil pemilu secara nasional.10 permohonan
Permohonan paling kurang memuat nama Sesuai ketentuan Pasal 271 UU No. 8 Tahun
dan alamat pemohon dan kuasanya, nomor 2012, maka permohonan pembatalan yang
telepon (kantor, rumah, telepon seluler), diajukan oleh Pemohon atau melalui
nomor faksimili, dan/atau surat elektronik (e- kuasanya (advokat) hanya terhadap
mail), juga uraian permohonan yang jelas penetapan perolehan suara hasil pemilu
tentang kesalahan penghitungan suara yang yang dilakukan secara nasional oleh KPU
diumumkan oleh Termohon dan hasil yang dapat mempengaruhi prolehan kursi
penghitungan yang benar menurut pemohon; peserta pemilu. Pemohon dalam hal ini,
serta permintaan untuk membatalkan hasil wajib menguraikan dengan jelas sekurang-
penghitungan suara yang diumumkan oleh kurangnya mengenai dua hal, yaitu: (1)
Termohon dan menetapkan hasil penghitungan
suara yang benar menurut Pemohon.11
12
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) jo pasal 11 ayat (1) PMK
No. 1 Tahun 2014.
9 13
Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) PMK No. 1 Tahun Pasal 11 ayat (1) huruf a, b, c, dan d PMK No. 1 Tahun
2014. 2014.
10 14
Pasal 8 jo Pasal 9 jo Pasal 11 PMK No. 1 Tahun 2014 jo Pasal 11 ayat (1) huruf e PMK No. 1 Tahun 2014.
15
Pasal 12 PMK No. 3 Tahun 2014. Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 368.
11 16
Pasal 10 ayat (1) PMK No. 1 Tahun 2014. Ibid.

17
Lex et Societatis, Vol. III/No. /Apr/2015

kesalahan hasil penghitungan suara yang sudah benar. Pihak terkait yang telah
diumumkan oleh KPU; dan (2) hasil menyampaikan permohonan akan menerima
penghitungan yang benar menurut Tanda Terima Permohonan Pihak Terkait
pemohon.17 (TTPPT). Kemudian panitera menyampaikan
c) Hal-hal yang dimintakan untuk diputus kepada pemohon atau kuasanya dan
Selain uraian yang menjadi dasar diajukan melakukan pemeriksaan kelengkapan
permohonan, Pemohon wajib menguraikan permohonan.21
dengan jelas tentang hal-hal yang diminta c. Pencabutan Permohonan
untuk diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Pencabutan permohonan atas perselisihan
Pemohon dalam hal ini, menguraikan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi sangat
permintaan kepada Mahkamah Konstitusi dimungkinkan dapat terjadi dan pencabutan
sekurang-kurangnya mengenai dua hal, tersebut pada dasarnya merupakan hak mutlak
yaitu: (1) permintaan untuk membatalkan bagi Pemohon. Hak Pemohon untuk mencabut
hasil penghitungan suara yang diumumkan atau menarik kembali permohonan yang telah
oleh KPU; dan (2) permintaan untuk diajukan dapat berlangsung sebelum atau
menetapkan hasil penghitungan suara yang selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dan
benar menurut Pemohon.18 penarikan kembali tersebut berakibat
Sedangkan syarat materiil mengharuskan permohonan tidak dapat dijukan kembali.
permohonan tersebut mencantumkan dua hal Praktik, penarikan kembali permohonan oleh
yaitu, mengenai pokok persoalan (posita) dan Pemohon atau melalui kuasanya yang telah
alasan-alasan keberatan terhadap penetapan mendapat jawaban termohon, biasanya
hasil Pemilu bersangkutan dan petitum dibutuhkan persetujuan dari termohon dan
(tuntutan). Posita dalam konsep gugatan pada sebaliknya tidak perlu mendapatkan
hukum acara Perdata dan hukum acara tata persetujuan dari termohon.22
usaha negara terbagi ke dalam 2 (dua) bagian, Dasar yuridis penarikan kembali atas
yaitu: permohonan yang diajukan pemohon diatur
a) Pengungkapan kejadian-kejadian empiris; dalam Pasal 35 UU No. 24 Tahun 2003, yang
b) Ketentuan-ketentuan mengenai hukum berbunyi:
dan/atau teori yang mendukung alasan.19 (1) Pemohon dapat menarik kembali
Berikutnya, setelah permohonan diajukan permohonan sebelum atau selama
ke MK, panitera menerbitkan Tanda Terima pemeriksaan Mahkamah Konstitusi
Permohonan Pemohon (TTPP), kemudian dilakukan.
menyampaikannya kepada pemohon atau (2) Penarikan kembali sebagaimana yang
kuasanya. Setelah TTPP diterbitkan, Panitera dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
melakukan pendataan permohonan.20 permohonan tidak dapat diajukan
23
b. Pihak Terkait kembali.
Pengajuan permohonan sebagai Pihak Berdasarkan ketentuan yang dirumuskan
Terkait. Permohonan disertai dengan dalam Pasal 35 UU No. 24 Tahun 2003 di atas
Keterangan Pihak Terkait paling lambat pada dapat disimpulkan dua hal. Pertama, penarikan
sidang pertama di MK. Keterangan pihak kembalian atas permohonan dapat dilakukan
terkait, sama halnya dengan permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah
pemohon, namun yang membedakan adalah Konstitusi dilakukan. Kedua, penarikan kembali
keterangan pihak terkait memuat uraian yang atas permohonan yang telah diajukan berakibat
jelas tentang hasil penghitungan suara yang hukum permohonan tersebut tidak dapat
diumumkan oleh termohon sudah benar; serta diajukan kembali.24
permintaan untuk menguatkan penetapan
perolehan suara hasil pemilu oleh Termohon
21
Pasal 16 jo Pasal 17 ayat (1) huruf b jo Pasal 20 PMK No.
17
Ibid, Hal. 369. 1 Tahun 2014.
18 22
Ibid. Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 372.
19 23
Tim Penyusun, Op.Cit, Hal. 225 Ibid.
20 24
Pasal 14 PMK No. 1 Tahun 2014. Ibid.

18
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

2. Registrasi Perkara elektronik (e-mail), telpon, dan/atau laman


a. Pencatatan permohonan Mahkamah Konstitusi.30
Panitera mencatat permohonan dalam Pihak-pihak yang dipanggil untuk
Buku Penerimaan Permohonan (BPP) dan menghadiri persidangan penyelesian
menerbitkan Akta Penerimaan Permohonan perselisihan hasil pemilu di antaranya ditujukan
Pemohon (APPP), kemudian menyampaikannya kepada:
kepada Pemohon atau kuasanya.25 a) Pemohon;
b. Pemeriksaan kelengkapan permohonan b) Termohon;
Panitera Mahkamah Konstitusi yang c) Para saksi; dan
menerima pendaftaran permohonan d) Ahli.31
pembatalan penetapan perolehan hasil pemilu Pemanggilan untuk menghadiri persidangan
berwenang melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak tersebut di atas harus
kelengkapan permohonan, dan apabila ternyata dilakukan secara sah dan patut menurut
permohonan tidak lengkap, maka panitera hukum, yaitu surat panggilan harus diterima
menerbitkan Akta Permohonan Tidak Lengkap oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling
(APTL) dan disampaikan pada pemohon atau lambat 3 hari sebelum persidangan. Pemohon,
kuasanya. Kemudian Pemohon atau kuasanya termohon, para saksi maupun ahli yang
memperbaiki dan melengkapi permohonannya dipanggil wajib memenuhi panggilan
paling lama 3 x 24 jam sejak diterimanya oleh Mahkamah Konstitusi. Kehadiran para pihak
APTL.26 Apabila permohonan telah lengkap yang merupakan lembaga negara dapat diwakili
panitera menerbitkan Akta Permohonan oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya
Lengkap (APL).27 Kemudian Panitera mencatat berdasarkan peraturan perundang-undangan.32
permohonan dalam Buku Register Perkara
Konstitusi (BRPK) dan menerbitkan Akta 4. Pemeriksaan Perkara
Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) yang a. Pemeriksaan Pendahuluan
kemudian disampaikan pada pemohon atau Sebelum sidang pokok perkara dilakukan
kuasanya.28 Pemeriksaan Pendahuluan. Pemeriksaan
Buku Register Perkara Konstitusi tersebut Pendahuluan terdiri atas 2 tahap, yaitu:
memuat antara lain: (1) catatan tentang Tahap 1:
kelengkapan administrasi dengan disertai a) Memeriksa kelengkapan dan kejelasan
pencantuman nomor perkara; (2) tanggal materi permohonan;
penerimaan berkas permohonan; (3) nama b) Memberi nasihat untuk memperbaiki
pemohon; dan (4) pokok perkara.29 permohonan.
Tahap 2:
3. Penjadwalan dan Pemanggilan Sidang a) Memeriksa perbaikan permohonan;
Setelah permohonan dinyatakan lengkap b) Mengesahkan alat bukti tertulis.33
dan diregistrasi dalam BRPK, Mahkamah Pemeriksaan pendahuluan dilakukaan
Konstitusi akan menetapkan hari sidang dalam sidang panel yang terbuka untuk umum.
pertama dalam jangka waktu paling lama dalam Sidang panel tersebut adalah untuk memeriksa
jangka waktu paling lambat 6 hari kerja sejak kelengkapan dan kejelasan materi
prmohonan dicatat dalam BRPK. Penetapan permohonan, serta memberi nasihat kepada
hari sidang tersebut diberitahukan kepada para pemohon atau kuasanya untuk melengkapi
pihak atau kuasanya dalam jangka waktu paling dan/atau memperbaiki permohonan apabila
lambat 3 hari kerja sejak permohonan dicatat terdapat kekurangan. Perbaikan permohonan
dalam BRPK melalui surat, faksimili, surat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 1 x

25
Pasal 23 PMK No. 1 Tahun 2014.
26 30
Pasal 24 jo Pasal 27 PMK No. 1 Tahun 2014. Pasal 38 PMK No. 1 Tahun 2014.
27 31
Pasal 25 jo Pasal 28 PMK No. 1 Tahun 2014. Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 373.
28 32
Pasal 26jo Pasal 29 PMK No. 1 Tahun 2014. Ibid.
29 33
Roni Wiyanto, Op.Cit. Hal. 372. Taufik Sukasah, Op.Cit., Hal. 90-91.

19
Lex et Societatis, Vol. III/No. /Apr/2015

24 jam dan telah diterima panitera sebelum Apabila dipandang perlu, dalam
sidang panel berikutnya.34 pemeriksaan persidangan, Mahkamah dapat
b. Pemeriksaan Persidangan mengeluarkan putusan sela. Putusan sela yang
Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam dimaksud adalah putusan yang dijatuhkan oleh
sidang panel yang terbuka untuk umum yang hakim sebelum putusan akhir untuk melakukan
dilakukan segera setelah selesainya atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan
pemeriksaan pendahuluan. Tahapannya ialah: dengan objek yang dipersengketakan yang
a) Jawaban termohon; hasilnya akan dipertimbangkan dalam putusan
b) Keterangan pihak terkait; akhir.38
c) Pembuktian oleh pemohon termohon, dan Masing-masing pihak di dalam persidangan
pihak terkait; diminta untuk menghadirkan bukti-bukti terkait
d) Kesimpulan oleh pemohon, termohon, dan dengan perkara. Mahkamah Konstitusi biasanya
pihak terkait.35 akan lebih mempertimbangkan pihak-pihak
Mahkamah dalam pemeriksaan yang mampu menghadirkan alat bukti yang
persidangan dapat memanggil Bawaslu untuk sahih. Alat bukti sahih tersebut dalam hal PHPU
didengar keterangannya terkait dengan adalah kertas penghitungan hasil suara, baik
permohonan yang diperiksa.36 berupa versi penyelenggara Pemilu, pengawas
Tahap pemeriksaan persidangan di Pemilu, dan saksi-saksi. Apabila masing-masing
Mahkamah Konstitusi yang perlu diperhatikan, kertas penghitungan tersebut dapat dibuktikan
diantaranya sebagai berikut:37 keasliannya oleh para pihak, maka Mahkamah
a) Persidangan dilakukan terbuka untuk Konstitusi akan mempertimbangkan fakta-fakta
umum, kecuali Rapat Permusyawaratan yang terungkap di dalam persidangan sebagai
Hakim. bahan dasar dalam merumuskan putusan.39
b) Setiap orang yang hadir wajib menaati tata Persidangan juga memberikan kesempatan
tertib persidangan dan terhadap bagi para pihak dan saksi-saksi untuk
pelanggarannya merupakan penghinaan ke menyampaikan hal-hal terkait dengan perkara.
Mahkamah Konstitusi; Misalnya, para Pemohon, Termohon, dan Pihak
c) Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Terkait juga diperbolehkan untuk
persidangan memeriksa permohonan menghadirkan ahli yang menguatkan
beserta alat bukti yang diajukan dan wajib permohonannya. Apabila dianggap perlu oleh
mememanggil para pihak yang berperkara Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah dapat
untuk memberi keterangan yang pula menghadirkan ahli yang dianggap mampu
dibutuhkan dan/atau diminta keterangan memberikan keterangan terkait perkara. Proses
secara tertulis kepada lembaga negara yang persidangan tersebut dilakukan secara lisan dan
terkait dengan permohonan; dapat dilangsungkan beberapa kali sebelum di
d) Lembaga negara yang diminta keterangan putus.40
secara tertulis wajib menyampaikan Jika Mahkamah Konstitusi menganggap
penjelasannya dalam jangka waktu paling bahwa persidangan telah mencukupi untuk
lambat 7 hari kerja sejak permintaan hakim memberikan putusan, maka Mahkamah akan
konstitusi diterima; menentukan jadwal pembacaan putusan.
e) Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir Setelah sidang pembacaan putusan, para pihak
untuk memberikan keterangan; akan mendapatkan copy putusan yang
f) Pemohon dan/atau termohon dalam diserahkan langsung oleh Panitera Mahkamah
persidangan dapat didampingi atau diwakili Konstitusi.41
kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus Penyelenggaraan persidangan untuk
untuk itu. pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan
persidangan dapat dilakukan melalui
34
Pasal 39 PMK No. 1 Tahun 2014.
35 38
Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) PMK No. 1 Tahun Pasal 41 PMK No. 1 Tahun 2014.
39
2014 Tim Penyusun, Op.Cit., Hal. 244.
36 40
Pasal 40 ayat (4) PMK No. 1 Tahun 2014. Ibid.
37 41
Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 376-377. Ibid.

20
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

pemeriksaan jarak jauh (video convrence). Putusan Mahkamah Konstitusi dilakukan


Mekanisme pemeriksaan jarak jauh diatur berdasarkan UUD RI Tahun 1945 sesuai dengan
dalam PMK Nomor 18 Tahun 2009 tentang alat bukti dan keyakinan hakim. Yang dimaksud
Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik dengan keyakinan hakim adalah keyakinan
(Electronic Filing) dan Pemeriksaan Persidangan hakim berdasarkan alat bukti.46
Jarak Jauh (VideoConference). Pelaksanaan Putusan Mahkamah dijatuhkan dalam
persidangan jarak jauh dilakukan berdasarkan jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak
permohonan Pemohon dan/atau Termohon permohonan dicatat dalam BRPK. Putusan
atau kuasanya yang ditunjuk kepada ketua MK tersebut diucapkan dalam Sidang Pleno yang
melalui kepaniteraan MK.42 terbuka untuk umum. Amar putusan dapat
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi akan menyatakan:47
memberikan putusan setelah selesainya a) Permohonan tidak dapat diterima apabila
pemeriksaan atas permohonan dan alat-alat tidak memenuhi syarat;
bukti diajukan pemohon. Khusus putusan b) Permohonan ditolak apabila permohonan
mengenai permohonan atas perselisihan hasil terbukti tidak beralasan;
pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD c) Permohonan dikabulkan apabila
Kabupaten/Kota dilakukan dalam jangka waktu permohonan terbukti beralasan dan
paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan selanjutnya Mahkamah membatalkan hasil
dicatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi. penghitungan suara oleh Termohon, serta
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menetapkan hasil penghitungan suara yang
dilakukan berdasarkan UUD RI Tahun 1945 benar.
sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim Selanjutnya putusan Mahkamah tersebut
dalam persidangan yang terbuka untuk disampaikan kepada Presiden, Pemohon,
umum.43 Termohon, dan Pihak Terkait. Putusan tersebut
merupakan putusan pada tingkat pertama dan
5. Putusan terakhir yang bersifat final dan mengikat.48
Mahkamah Konstitusi dalam menentukan
putusan terlebih dahulu melakukan Rapat B. Akibat Hukum Dari Putusan Mahkamah
Permusyawaratan Hakim (RPH). Rapat Konstitusi dalam Perkara Perselisihan Hasil
Permusyawaratan Hakim tersebut dilakukan Pemilu Legislatif.
setelah pemeriksaan persidangan diangap Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu
cukup. RPH harus dihadiri oleh sekurang- Legislatif, tidak hanya harus dilihat dari proses
kurangnya 7 (tujuh) hakim konstitusi yang atau tahapan peradilan Pemilu. Seperti
terlebih dahulu mendengarkan hasil rapat mekanisme penyelesaian perselisihan hasil
panel hakim.44 pemilu di Mahkamah Konstitusi. Penyelesaian
Pengambilan putusan Mahkamah dilakukan perselisihan itu sendiri, harus juga dilihat dari
dalam RPH yang tertutup untuk umum setelah hasil yang dicapai dari proses peradilan di
pemeriksaan persidangan. Pengambilan Mahkamah Konstitusi itu juga, dalam hal ini,
putusan Mahkamah tersebut dilakukan secara putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah
musyawarah mufakat setelah mendengarkan Konstitusi itu sendiri. Memahamiakibat hukum
pendapat hukum para Hakim. Apabila dari putusan Mahkamah Konstitusi, maka
musyawarah tidak tercapai mufakat bulat, perlulah dilihat dari beberapa aspek penting,
pengambilan putusan Mahkamah dilakukan antara lain:
berdasarkan suara terbanyak. Apabila tidak
dapat dilakukan berdasarkan suara terbanyak,
suara terakhir Ketua RPH menentukan.45

46
Pasal 45 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 dan
42
Ibid, Hal. 50. penjelesannya.
43 47
Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 376-377. Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) PMK No. 1 Tahun
44
Tim Penyusun, Loc.Cit. 2014.
45 48
Pasal 42 PMK No. 1 Tahun 2014. Pasal 43 ayat (4), dan ayat (5) PMK No. 1 Tahun 2014.

21
Lex et Societatis, Vol. III/No. /Apr/2015

1. Kekuatan Hukum Putusan Mahkamah 3. Amar Putusan


Konstitusi Berdasarkan Pasal 43 ayat (3) PMK No. 1
Putusan MK bersifat final dan mengikat Tahun 2014, putusan MK menyatakan:
(final and binding). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 a. Permohonan tidak dapat diterima apabila
menyatakan bahwa putusan MK bersifat final. tidak memenuhi syarat sebagaimana
Artinya, tidak ada peluang menempuh upaya dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau
hukum berikutnya pasca putusan itu Pasal 3 dan/atau Pasal 9, dan/atau Pasal 10
sebagaimana putusan pengadilan biasa yang ayat (1), ayat (2), dan/atau Pasal 11,
masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan dan/atau Pasal 12 ayat (2), dan/atau Pasal
Kembali (PK). Selain itu juga ditentukan putusan 27 ayat (3) Peraturan ini;
MK memiliki kekuatan hukum tetap sejak b. Permohonan ditolak apabila permohonan
dibacakan dalam persidangan MK.Putusan tebukti tidak beralasan; atau
pengadilan yang telah memiliki kekuatan c. Permohonan dikabulkan apabila
hukum tetap memiliki kekuatan hukum permohonan terbukti beralasan dan
mengikat untuk dilaksanakan. Semua pihak selanjutnya Mahkamah membatalkan hasil
termasuk penyelenggara negara yang terkait penghitungan suara oleh Termohon, serta
dengan ketentuan yang diputus oleh MK harus menetapkan hasil penghitungan suara
patuh dan tunduk terhadap putusan MK.49 yang.53

2. Sifat Putusan PENUTUP


Jika melihat dalam undang-undang tentang A. Kesimpulan
pemilu legislatif, yaitu UU No. 8 Tahun 2012, 1. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal
maka akan ditemukan, bila salinan putusan MK penyelesaian perkara PHPU Legislatif
terkait dengan permohonan pembatalan atas mengatur tata cara penyelesaian
penetapan hasil penghitungan suara hasil perselisihan perolehan hasil suara pemilu
pemilu setelah diterima KPU, KPU Provinsi atau Tahun 2014 dalam pedoman beracara yaitu
KPU Kabupaten/Kota, maka KPU, KPU provinsi Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No.
atau KPU Kabupaten/Kota yang bersasangkutan 1 Tahun 2014, sebagaimana yang telah
wajib menindaklanjutinya.50 Kewajiban tersebut diubah dengan PMK No. 3 Tahun 2014
secara eksplisit dirumuskan dalam Pasal 272 tentang Pedoman Beracara dalam
ayat (4) UU No. 8 Tahun 2012 yang menyatakan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
KPU, KPU provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Berdasarkan
wajib menindaklanjuti putusan MK. Akan ketentuan tersebut, maka mekanisme
tetapi, UU No. 8 Tahun 2012 sendiri telah tidak penyelesaian perkara PHPU Legislatif di MK,
memberikan sanksi bilamana KPU, KPU provinsi dapat dikelompokan lima tahapan, yaitu:
dan KPU Kabupaten/Kota tidak menindaklanjuti (1) Pengajuan Permohonan; (2) Registrasi
putusan MK.51 Perkara; (3) Penjadwalan sidang; (4)
Berbeda dengan perkara tindak pidana Pemeriksaan Perkara; dan (5) Putusan.
pemilu, bilamana KPU, KPU Provinsi, dan KPU Dalam menuntaskan keseluruhan tahapan
Kabupaten/Kota tidak melaksanakan putusan tersebut, MK hanya diberi waktu 30 hari
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan kerja untuk memutus seluruh permohonan
hukum tetap dapat dikenai ancaman pidana yang diajukan oleh Peserta Pemilu.
penjara dan pidana denda.52 2. Keseluruhan putusan MK dalam perkara
PHPU bertujuan untuk menjaga dan
menjernihkan suara rakyat. Putusan MK
49
Janedjri M. Gafar, 2009, “Kedudukan, Fungsi Dan Peran dapat menyatakan permohonan tidak
Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan dapat diterima, ditolak, atau dikabulkan.
Republik Indonesia”, Putusan MK bersifat final dan mengikat
<http://www.mahkamahkonstitusi.go.id> diakses
[28/01/2015] pukul 4:40 WITA. (final and binding). Artinya, tidak ada
50
Roni Wiyanto, Op.Cit., Hal. 378-379.
51
Ibid, Hal. 379.
52 53
Ibid. Hal. 379. PMK No. 1 Tahun 2014.

22
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

peluang menempuh upaya hukum Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,


berikutnya pasca putusan itu sebagaimana Jakarta: 2006
putusan pengadilan biasa yang masih __________, Pengantar Ilmu Hukum Tata
memungkinkan kasasi dan Peninjauan Negara Jilid II, Sekertariat Jenderal Dan
Kembali (PK). Selain itu juga ditentukan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
putusan MK memiliki kekuatan hukum Jakarta: 2006
tetap sejak dibacakan dalam persidangan __________, Perkembangan dan Konsolidasi
MK.Putusan pengadilan yang telah memiliki Lembaga Negara Pasca Reformasi,
kekuatan hukum tetap memiliki kekuatan Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan
hukum mengikat untuk dilaksanakan. Mahkamah Konstitusi, Jakarta: 2006
Putusan tersebut dapat mengakibatkan; Gaffar. Janedjri M., Hukum Pemilu Dalam
penundaan berlakunya keputusan KPU Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,
tentang Penetapan Hasil Pemilu Anggota Konpress Jakarta: , 2013
DPR, DPD, dan DPRD; dibatalkannya __________, Demokrasi dan Pemilu di
keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Indonesia, Konpress, Jakarta: 2013
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; __________, Laporan Kinerja Mahkamah
diilakukannya penghitungan suara ulang; Konstitusi Tahun 2014, Sekertariat Jenderal
dilakukannya pemungutan suara ulang; dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
penetapan perolehan suara yang benar Jakarta: 2015
yang dapat merubah hasil perolehan suara __________, Politik Hukum Pemilu, Konpress,
Pemohon dan Pihak Terkait; serta perintah Jakarta: 2012
agar KPU pelaksanaan putusan. Kaligis. O.C., Mahkamah Konstitusi Praktik
B. Saran Beracara dan Permasalahannya, O.C. Kaligis
1. Melihat peran Mahkamah Konstitusi dalam & Associates, Jakarta: 2005
Penyelesaian perkara PHPU legislatif yakni Kelsen. Hans, Teori Umum Tentang Hukum Dan
memeriksa, mengadili, dan memutus Negara, Nusa Media, Bandung: 2014
perkara sangatlah penting. MK hanya diberi Koesnardi. Moh. dan Saragih. Bintan R., Ilmu
waktu 30 hari kerja untuk memutus Negara, Gaya Media Pertama, Jakarta:
perkara, maka pelayanan dalam 1988
penanganan perkara harus ditingkatkan. Montesquieu, The Spirit Of Laws (Dasar-Dasar
Selain itu kesiapan dari para pihak dalam Ilmu Hukum Dan Ilmu Politik), Nusa Media,
pemenuhan alat bukti juga sangatlah Bandung: 2007
penting. Nasution. Bahder Johan, Metode Penelitian
2. Penyempurnaan undang-undang pemilu Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008
legislatif perlu dilakukan. Agar Sodikin, Hukum Pemilu (Pemilu Sebagai Praktek
terlaksananya pemilu sesuai dengan Ketatanegaraan), Gramata, Bekasi: 2014
asasnya langsung, umum, bebas, rahasia, Sukasah. Taufik, Profil Lembaga Negara
jujur, dan adil dapat terjamin. Sehingga Rumpun yudikatif, Kementerian Sekertariat
jumlah perkara perselisihan hasil pemilu Negara RI, Jakarta: 2012
dapat berkurang dikemudian hari. Tim Penyusun, Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi, Sekertariat Jenderal dan
DAFTAR PUSTAKA Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
Anshary. Hafiz (et.al.), Modul 1 Pemilu Untuk Jakarta: 2010
Pemula, Komisi Pemilihan Umum, Jakarta: Wiyanto. Roni, Penegakan Hukum Pemilu DPR,
2010 DPD, dan DPRD, Mandar Maju, Bandung:
Asshiddiqie. Jimly, Konstitusi dan 2014
Konstitusionalisme Indonesia, Konrpess, UUD Republik Indonesia Tahun 1945
Jakarta: 2005 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
__________, Pengantar Ilmu Hukum Tata Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Negara Jilid I, Sekertariat Jenderal Dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.

23
Lex et Societatis, Vol. III/No. /Apr/2015

UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas


UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
PMK No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
PMK No. 3 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
PMK No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Sumbu. Telly (et.al.), Kamus Umum Politik Dan
Hukum, Media Prima Aksara, Jakarta: 2011
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusa
n/
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/
content/infoumum/artikel/
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/
content/infoumum/majalahkonstitusi/pdf/
Majalah_82
http://fatahilla.blogspot.com/2011/02/akibat-
hukum-putusan-mahkamah-konstitusi/

24

Anda mungkin juga menyukai