Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilu demokratis yang sah atau bebas dan adil tidak terbatas apakah lembaga
Komisi Pemilihan Umum berlaku imparsial dan efektif, tetapi juga bagaimana peran
kandidat melaksanakan kampanye dengan bebas dan mendapat dukungan dari rakyat.
Hal yang berkaitan erat terhadap pemilu yang bebas dan adil adalah apakah sumber-
sumber pemerintah digunakan dengan benar selama proses pemilu; apakah militer
bersikap netral dan bertindak sebagai organisasi profesional; dan apakah kepolisian
dan pengacara menegakkan kewajiban dan melindungi mereka yang melaksanakan
hak sipil dan politik. Selain itu, isu penting lainnya adalah apakah institusi pengadilan
bertindak imparsial dan efektif; apakah media menghadirkan pemberitaan dan
informasi yang akurat serta bertindak selaku watchdog terhadap pemerintah dan
proses politik, dan apakah media menyediakan akses kepada kandidat dan cakupan
tujuan para kandidat.2
1
http://www.umy.ac.id/pemilu-hampir-tidak-mungkin-tanpa-sengketa.html diakses 11
November 2014)
2
Merloe, Patrick, Pemilihan Umum Demokratis: Hak Asasi, Kepercayaan Masyarakat dan
Persaingan Yang Adil. Jakarta: Dinas Penerangan Amerika Serikat, 1994, h. 1.
Lebih lanjut, penting adanya evaluasi terhadap institusi pemilu,termasuk penegak
hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, yang memantau aspek-aspek tersebut secara
memadai dan melaksanakan tindakan efektif guna menghindari permasalahan dan
kecurangan. Hal ini untuk memastikan kesetaraan di dalam proses peradilan dan
perlakuan yang sama dan perlindungan hukum bagi para kandidat.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah hakikat perkara sengketa pemilu di Indonesia?
2. Apakah Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang tepat untuk
menangani perkara sengketa pemilu?
3
Dahl, Robert A, Perihal Demokrasi – Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara
Singkat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, h. 132.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagaimanakah hakikat perkara sengketa pemilu di Indonesia?
Saat ini ada lima tipologi masalah hukum yang ada, yaitu pelanggaran
administrasi pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, tindak pidana
pemilu, sengketa (administrasi/tahapan) pemilu, sengketa tata usaha negara pemilu,
dan sengketa hasil pemilu. Masalah hukum pemilu tersebut diselesaikan oleh
lembaga-lembaga yang berbeda. Khusus pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu, dibentuklah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang bersifat
permanen untuk menyelesaikannya. Sebuah lembaga yang menurut para pakar pemilu
sangat khas dan hanya ada di Indonesia.5
4
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, Jakarta: Themis Book,
2013, hlm. xi
5
Ibid, hlm. xii
politik peserta pemilu, dan masalah penetapan daftar calon tetap yang bisa dibanding
ke PTUN dan final di Mahkamah Agung.
Ya, karena konstitusi kita telah mengatur demikian. UUD 1945 menentukan
bahwa MK mempunyai 4 kewenangan konstitusional (constitutionally entrusted
powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitutional obligation). Keempat
kewenangan itu adalah: (1) menguji undang- undang (UU) terhadap UUD, (2)
memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan
oleh UUD, (2) memutuskan sengketa hasil pemilihan umum, dan (4) memutuskan
pembubaran partai politik. Sedangkan kewajibannya adalah memutus pendapat
DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran
hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.
KESIMPULAN
Sengketa pemilu adalah sengketa antarpartai peserta pemilu atau antara partai
peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu akibat dikeluarkannya keputusan KPU
yang penyelesaiannya dilakukan oleh Bawaslu. Keputusan Bawaslu ini bersifat final
dan mengikat, kecuali untuk sengketa menyangkut penetapan partai politik peserta
pemilu, dan masalah penetapan daftar calon tetap yang bisa dibanding ke PTUN dan
final di Mahkamah Agung.
http://www.umy.ac.id/pemilu-hampir-tidak-mungkin-tanpa-sengketa.html