Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi
terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi dan
kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilu sebagai lembaga
sekaligus praktik politik menjadi sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus
sebagai sarana artikulasi kepentingan warga negara untuk menentukan wakil-wakil
mereka.
Pemilu ini sendiri, sebagai sarana warga negara untuk menggunakan hak
pilihnya, hingga kini masih menimbulkan pertanyaan besar berkaitan dengan boleh
atau tidaknya beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa korps
profesi seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di seluruh jajaran untuk
menggunakan hak memilih dan hak dipilihnya dalam Pemilihan Umum. Akan tetapi
isu yang paling hangat berkaitan dengan penggunaan hak pilih dalam Pemilihan
Umum di Indonesia adalah yang melibatkan anggota TNI dan Polri sebagai alat
pertahanan negara sekaligus sebagai insan politik.
Pro-kontra gagasan untuk memberikan hak pilih bagi TNI dan Polri menandai
kemajuan diskursus demokrasi di Indonesia. Sebagian besar kelompok anti-hak pilih
anggota TNI dan Polri menggunakan argumentasi historis kekelaman sejarah politik
TNI dan Polri pada masa Orde Baru dan lambannya reformasi di tubuh TNI dan Polri
sampai dengan hari ini. Sementara sebagian yang pro memandang bahwa gagasan
tersebut sebagai media ‘kanalisasi’ hak politik TNI dan Polri yang masih tersisa,
setelah secara resmi TNI dan Polri tidak lagi terlibat di parlemen sebagaimana
diamanatkan Ketetapan MPR RI No VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan Polri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan hakikat dan kedudukan antara anggota TNI
dan Polri dengan masyarakat sipil?
2. Apakah anggota TNI dan Polri dapat diberikan hak untuk memilih?
BAB II
PEMBAHASAN
Pada hakikatnya, tidak ada perbedaan kedudukan antara anggota TNI dan
Polri dengan masyarakat sipil. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) menyebutkan “Segala
Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Berdasarkan
pasal tersebut, bahwa semua Warga Negara (termasuk anggota TNI dan Polri)
mempunyai kedudukan yang sama di bidang politik, yang berarti bahwa anggota TNI
dan Polri memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Pasal 43
ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 juga memberikan jaminan bagi warga negara untuk
memilih dan dipilih dalam Pemilu yang ketentuannya berbunyi sebagai
berikut: “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan
umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
1
Tim Peneliti Kontras, Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga: Keterlibatan Militer Dalam
Bisnis di Bojonegoro, Boven Digoel dan Poso (Ringkasan Eksekutif) (Kontras: Jakarta, 2004)
hlm. 5
B. Apakah anggota TNI dan Polri dapat diberikan hak untuk memilih?
Dari sisi gagasan, tidak ada yang aneh. Sebagai warga negara, anggota TNI
dan Polri secara individual juga memiliki hak dan kewajiban sama dengan kalangan
sipil lainnya. Jika dilihat dari kekhawatiran pengaruh suara politik anggota TNI dan
Polri yang bisa mempengaruhi proses pembuatan kebijakan, rasanya terlalu
berlebihan, mengingat jumlah prajurit secara keseluruhan hanya sekitar 400.000 atau
tidak sampai 2 kursi di parlemen. Artinya sangat tidak signifikan. Kalau pun ada
kekhawatiran penyalahgunaan wewenang, tentu menjadi tugas kalangan politisi di
parlemen untuk membuat aturan main soal ini.
Maka, jawaban atas pertanyaan di atas ialah bisa saja, jika telah ada Undang-
undang yang mengaturnya, dan hal tersebut telah menjadi konsensus bersama dalam
undang-undang. Maka TNI dan Polri akan bisa menggunakan hak pilih mereka, jika
telah diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Namun untuk saat ini, setiap anggota TNI dan Polri tetap tidak dapat
menggunakan hak pilihnya. Hal ini sejalan dengan masa lalu, yakni ketika TNI dan
Polri dilibatkan dalam politik sehingga banyak terjadi penyimpangan yang pada
akhirnya merugikan negara dan segenap warganya.
3
Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hlm.
21.
4
Mouvfti Makaarim, MEMPERTIMBANGKAN HAK PILIH TNI:Konsistensi Reformasi TNI dan
Demokratisasi Politik Indonesia, (Universitas Bengkulu, 2006), hlm. 3
BAB III
PENUTUP
Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi
terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi dan
kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilu sebagai lembaga
sekaligus praktik politik menjadi sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus
sebagai sarana artikulasi kepentingan warga negara untuk menentukan wakil-wakil
mereka.
Pada hakikatnya, tidak ada perbedaan kedudukan antara anggota TNI dan
Polri dengan masyarakat sipil. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) menyebutkan “Segala
Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Lalu timbul pertanyaan, apakah anggota TNI dan Polri dapat menggunakan
hak pilihnya? Jawabannya adalah bisa saja, asalkan telah ada Undang-undang yang
mengaturnya, dan hal tersebut telah menjadi konsensus bersama dalam undang-
undang. Maka TNI dan Polri akan bisa menggunakan hak pilih mereka, jika telah
diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Daftar Pustaka
Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999