NIM : 41033300221174
Kelas : 5/A1
Mata Kuliah : Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Dosen Pengampu : Hendri Darma Putra, S.H., M.H.
Soal :
1. Setelah reformasi dan amandemen UUD 1945, sejarah pemilihan umum di Indonesia
selalu mengalami sengketa pemilu, baik sengketa proses maupun sengketa hasil.
Jelaskan perbedaan sengketa proses dan sengketa hasil pemilu, dan berikan contoh!
2. Jelaskan tata cara beracara di Mahkamah Konstitusi dalam perkara perselisihan hasil
permilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.
3. Kewengangan MK secara limitatif sudah diatur dalam UUD 45, namun Perselisihaan
Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/ Wakil Walikota tetap di periksa, diadili dan diputus oleh MK. Jelaskan dasar
hukum atas kewenangan tambahan tersebut!
4. Apakah Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator berwenang membuat norma
baru (positif legislator) jelaskan!
Jawab :
1. Sengketa proses pemilu terkait dengan pelanggaran prosedur atau peraturan yang
terjadi selama tahapan pemilu, seperti pelanggaran dalam tahapan pencalonan,
kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara.
1) Sengketa Proses Pemilu : Sengketa ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran
atau ketidakpatuhan terhadap prosedur atau mekanisme pemilu.
Contoh sengketa proses pemilu bisa berupa pelanggaran aturan dalam tahapan
kampanye oleh salah satu calon, penggunaan dana kampanye yang melanggar
ketentuan, atau ketidaknetralan penyelenggara pemilu dalam mengawasi proses
pemungutan suara.
Dengan memahami perbedaan antara sengketa proses dan sengketa hasil pemilu, pihak
terkait dapat mengidentifikasi masalah yang muncul dan mengatasi sengketa tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai contoh, dalam Pemilu 2019 di Indonesia, terjadi sengketa hasil pemilu terkait
dengan perbedaan suara yang tipis antara pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, sengketa proses pemilu dapat muncul akibat dugaan pelanggaran aturan
dalam tahapan pemilu, seperti kampanye hitam, money politics, atau ketidakpatuhan
terhadap prosedur pemilu
2. Tata cara beracara di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara perselisihan hasil
pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Pengajuan Gugatan : Gugatan atas perselisihan hasil pemilihan umum diajukan
ke MK oleh para pihak yang bersengketa, seperti peserta pemilu, partai politik,
atau pemilih yang memiliki kepentingan hukum yang diakibatkan oleh hasil
pemilu.
2) Pemeriksaan Awal : MK melakukan pemeriksaan awal terhadap gugatan yang
diajukan untuk memeriksa kelengkapan administrasi, bukti-bukti, dan alasan
yang diajukan oleh para pihak.
3) Persidangan : Setelah pemeriksaan awal, MK kemudian menjadwalkan
persidangan untuk memeriksa bukti dan pendapat para pihak yang bersengketa.
Para pihak dapat memperkuat argumennya dengan bukti-bukti yang sah.
4) Putusan : MK kemudian akan mengeluarkan putusan berdasarkan hasil
persidangan dan pertimbangan hukum yang relevan. Putusan MK bersifat final
dan mengikat.
Dengan mengikuti tata cara beracara ini, para pihak yang bersengketa dapat
memperjuangkan kepentingan hukum mereka terkait perselisihan hasil pemilihan
umum di MK sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.