Anda di halaman 1dari 6

TUGAS Materi Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)

Nama: Nadya Salsabila


Nim : 183123330050017
Kelas : B Reguler Pagi

Pertanyaan:

1. Apa yang menjadi dasar gugatan (ground of petition) pada pemilu di Indonesia?

Jawaban: Ketidakakuratan daftar pemilih, intimidasi terhadap pemilih, kecurangan

atau dihalangi dari pemungutan suara, soal netralitas dan partisantidaknya

pelaksana atau petugas pemilu, wajar-tidaknya tindakan kandidat atau partai 10

politik, pemenuhan persyaratan kandidat untuk dipilih, penipuan suara, atau

kesalahan atau ketidakberesan dalam proses perhitungan suara.

2. Apakah MK bisa menangani sengketa proses Pemilu? Mengingat biasanya kasus

hanya hasilnya saja digugat ke MK.

Jawaban: Dalam hal terjadi sengketa hasil pemilu, maka lembaga yang berwenang

menyelesaikannya adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, untuk sengketa

proses pemilu, lembaga yang berwenang untuk menerima, memeriksa, dan

memutus penyelesaian sengketa proses tersebut adalah Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengajuan gugatan atas

sengketa proses pemilu ke PTUN dilakukan setelah upaya administrasi di Bawaslu

telah digunakan.

3. Apa sesungguhnya yang menjadi dasar keberatan dalam perselisihan hasil pemilu?
Jawaban: Dalam beberapa kasus sengketa pemilu, ada beberapa dasar gugatan

lain yang coba diajukan antara lain terjadinya kesalahan dalam pendaftaran pemilih,

adanya kecurangan (khususnya money politics, penyimpangan birokrasi, dan

intimidasi), atau adanya keputusan KPUD yang merugikan. Dalam pemahaman

yang lama, dasar gugatan dalam perselisihan hasil pemilu cukup terbatas, yaitu

adanya kesalahan dalam keputusan mengenai hasil pemilu

yang dikeluarkan oleh KPU. Dasar gugatan ini pada akhirnya menentukan sejauh

mana pengadilan akan memutuskan kasus tersebut, apakah hanya pembatalan

penghitungan dan perintah untuk menghitung ulang, atau menyatakan batal suatu

hasil pemilu dan perintah dilakukan pemilihan ulang.

4. Apakah yang dimaksud hanya keberatan berkenaan dengan hasil penghitungan

suara yang memengaruhi kursi atau terpilihnya pasangan calon (untuk pemilu

presiden dan kepala daerah)? Jelaskan.

5. Apa yang bisa diputuskan oleh MK dalam suatu perselisihan hasil pemilu?

Jawaban: Jawabannya tentu terkait dengan apa yang dapat dimohonkan dalam

suatu sengketa atau perselisihan pemilihan. Baik untuk pemilu legislatif, presiden,

maupun pemilihan kepala daerah; sudah ditegaskan dasar gugatan maupun amar

putusannya secara jelas. Sebenarnya, putusan berisi perintah untuk mengadakan

”pemilihan ulang” atau ”penghitungan ulang” tidak ada dalam hukum acara

penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia. Hal itu berlaku dalam pemilu legislatif

maupun presiden yang ditangani oleh MK. Dalam praktiknya, untuk mencari

kebenaran, MK melakukan pemeriksaan ke lapangan dan memerintahkan kepada

penyelenggara (KPUD dan jajarannya) untuk membuka kotak suara dan


menghitung ulang di tempat yang jumlah suaranya dipersoalkan. Hal itu dilakukan

untuk menguatkan bukti-bukti dan menjadi pertimbangan dalam membuat putusan.

Akan tetapi, Pemilu MK tidak pernah memerintahkan kepada KPU untuk melakukan

pemilihan ulang. Adanya perintah pemilihan ulang ini juga tidak selaras dengan

konsep bahwa penyelesaian sengketa pemilu berada di jalur cepat (fast track).

Pada perkembangannya, MK mengubah pemahaman lama ini karena MK

kemudian

memberi putusan yang lebih luas, termasuk memberi putusan pemungutan ulang

atau penghitungan ulang. Masalah yang menjadi pokok persoalan gugatan juga

lebih luas, bukan hanya persoalan kesalahan penghitungan KPU saja, tetapi

mencakup berbagai pelanggaran dalam proses, bahkan persyaratan kandidat.

Keputusan di sini tentu yang dimaksud adalah apakah permohonan tidak diterima,

ditolak, atau diterima, dan bukan suatu perintah pemilihan ulang yang akan

memperpanjang proses pemilihan itu sendiri. Jika ini dilaksanakan tentu akan

timbul pertanyaan, baik teknis maupun prinsipil.

6. Apa batasan bagi MK dalam memutuskan sengketa yang diajukan?

Jawaban: Batasannya tergantung pada permohonan sengketa yg

diajukan.Sebenarnya, putusan berisi perintah untuk mengadakan ”pemilihan ulang”

atau ”penghitungan ulang” tidak ada dalam hukum acara penyelesaian sengketa

pemilu di Indonesia. Hal itu berlaku dalam pemilu legislatif maupun presiden yang

ditangani oleh MK. Dalam praktiknya, untuk mencari kebenaran, MK melakukan

pemeriksaan ke lapangan dan memerintahkan kepada penyelenggara (KPUD dan

jajarannya) untuk membuka kotak suara dan menghitung ulang di tempat yang
jumlah suaranya dipersoalkan. Hal itu dilakukan untuk menguatkan bukti-bukti dan

menjadi pertimbangan dalam membuat putusan. Akan tetapi, Pemilu MK tidak

pernah memerintahkan kepada KPU untuk melakukan pemilihan ulang. Adanya

perintah pemilihan ulang ini juga tidak selaras dengan konsep bahwa penyelesaian

sengketa pemilu berada di jalur cepat (fast track). Pada perkembangannya, MK

mengubah pemahaman lama ini karena MK kemudian memberi putusan yang lebih

luas, termasuk memberi putusan pemungutan ulang atau penghitungan ulang.

Masalah yang menjadi pokok persoalan gugatan juga lebih luas, bukan hanya

persoalan kesalahan penghitungan KPU saja, tetapi mencakup berbagai

pelanggaran dalam proses, bahkan persyaratan kandidat. Keputusan di sini tentu

yang dimaksud adalah apakah permohonan tidak diterima, ditolak, atau diterima,

dan bukan suatu perintah pemilihan ulang yang akan memperpanjang proses

pemilihan itu sendiri. Jika ini dilaksanakan tentu akan timbul pertanyaan, baik teknis

maupun prinsipil.

7. Apa bedanya sengketa proses Pemilu dengan sengketa hasil pemilu?

Jawaban: Sengketa proses pemilu adalah sengketa yang terjadi antar-peserta

pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), keputusan KPU

Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota. Sedangkan, sengketa (perselisihan)

hasil pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai

penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.

8. Buatlah suatu analisa hukum atas contoh kasus PHPU.


Jawaban: Jakarta, 15 Juli 2019– Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar

sidang lanjutan Perselisihan Hasil PemilihanUmum DPR-DPD-DPRD Provinsi

Daerah Istimewa Aceh Tahun 2019 pada Senin (15/7), pukul 14.00 WIB dengan

agenda Pemeriksaan Persidangan (Mendengar Jawaban Termohon, Keterangan

Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu). Permohonan teregistrasi dengan sebelas

nomor perkara, yaitu (1) 248-17-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai Daerah

Aceh), (2) 66-14-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai Demokrat), (3) 07-08-

01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (PKS), (4) 89-16-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019

(Said Mustajab), (5) 185-18-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai Nangroe

Aceh), (6) 103-10-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (PPP), (7)46-15-01/PHPU.DPR-

DPRD/XVII/2019 (Partai Aceh), (8) 176-04-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai

Golkar, Teuku Juliansyah), (9) 219-07-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai

Berkarya), (10) 92-19-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (PBB), dan (11) 189-05-

01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 (Partai Nasdem). Persidangan yang digelar pada

Panel 1 ini akan dipimpin oleh dipimpin oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, dan

didampingi Hakim KonstitusiArief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Enny

Nurbaningsih.Pada sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Selasa (9/7) lalu, Murtadha

selaku kuasa hukum PDI Perjuangan untuk keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat

Aceh (DPRA) Dapil Aceh 4 di wilayah Kabupaten Aceh Tengah menyampaikan

bahwa terdapat selisih suara. Sebagai contoh kasus, Murtadha menyampaikan

persandingan perolehan suara calon DPRA di Kecamatan Pegasing, Calon DPRA

Nomor Urut 5 Muhammad Ridwan dari PDIP berdasarkan Termohon memperoleh

11 suara, sedangkan menurut Pemohon caleg tersebut hanya memperoleh 1 suara.


Sehingga, sambungnya, ada ketidaksesuaian dengan perolehan suara pada form

C1-DPRA TPS 01 Desa Padekok. Pada sidang yang sama, MK juga memeriksa

permohonan yang dimohonkan Said Mustajab yang merupakan caleg Nomor Urut 2

dari Partai SIRA Dapil Nagan Raya I. Sesuai dengan rekapitulasi KIP Nagan Raya,

Partai SIRA mendapatkan 3 kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten

(DPRK). Namun, suara terbanyak justru diperoroleh caleg Partai SIRA Nomor Urut

3 Puji Hartini. Lebih lanjut, Muchlis menyebutkan bahwa pengalihanperolehan suara

yang dialami Pemohon tersebut terjadi pada 4 kecamatan, yakni Kecamatan

Beutong, Kecamatan Seunagan Timur, Kecamatan Seunagan, dan Kecamatan

Sukamakmue. Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diwakili

oleh M. Ardi, menyampaikan telah terjadi penggelembungan dan pengurangan

suara partai di Dapil Kota Sabang I. Menurut Pemohon, setelah penetapan KIP

Kota Sabang dan Keputusan KPU perolehan suara Pemohon mengalami

pengurangan, sedangkan perolehan suara PBB menjadi bertambah.Oleh karena

itu, Para Pemohon meminta MK menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap

Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-Kpt/ 06/KPU/V//2019 tentang Hasil Pemilihan

Umum Presiden Dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota

Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum 2019.

Anda mungkin juga menyukai