KEWENANGAN MA DAN MK
DEMI KEPASTIAN HUKUM
NIZAR FIKRI
NIM. 110012200020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
• Indonesia sebagai suatu negara hukum merupakan cita-cita dari reformasi yang
diwujudkan melalui amandemen ke-3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD Tahun 1945). Di Dunia terdapat beberapa jenis negara
hukum yaitu : negara hukum rule of law (biasanya dianut pada negara-negara
Anglo Saxon), negara hukum rechtsstaat (Biasanya dianut pada negara-negara
Eropa Kontinental), negara hukum sosialis dan negara hukum Nomokrasi Islam.
• Salah satu bentuk daripada perlindungan hak asasi manusia dan hak konstitusional
warga negara adalah hadirnya suatu lembaga peradilan untuk melakukan pengujian
terhadap produk legislasi yang ada sehingga pelanggaran hak asasi manusia oleh
karena berlakunya suatu peraturan perundang-undangan dapat dihindarkan .
• Di Indonesia sendiri pengujian peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh dua lembaga peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah
Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Apabila suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar tahun 1945, pengujiannya dilaksanakan oleh mahkamah konstitusi.
b. Sedangkan apabila peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
bertentangan dengan suatu undang-undang, pengujiannya dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung.
• Namun tujuan pelaksanaan peraturan yang tidak bertentangan satu sama lain
justru terjadi akibat Putusan MA dan Putusan MK yang terkadang
mengalami tumpang tindih.
• Sebagai contoh tumpang tindih tersebut dapat kita lihat pada :
• Apabila terjadi pembiaran terus menerus maka tidak ada kepastian hukum
antara putusan MA dan MK
PEMBAHASAN
Tumpang Tindih Kewenangan MK dan MA
Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia mempunyai
keterkaitan dengan Mahkamah Agung (MA) baik dalam filosofi
universalnya maupun dalam sejarah dan perdebatan partikularnya.
Menjadi wajar jika dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa titik
singgung kewenangan yang harus diselesaikan bukan saja secara
akademis tetapi secara yuridis.
Sesuai semangat awal pendiriannya, yaitu untuk mengakomodasi gagasan uji
materiil, Mahkamah Konstitusi secara teoritik diidealkan sebagai mahkamah
sistem hukum (court of law). Sedangkan Mahkamah Agung tetap dengan
kedudukannya sebagai mahkamah keadilan (court of justice). Hanya saja,
dengan kewenangan yang dimiliki sesuai Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD
1945, MK tidak hanya bertindak sebagai court of law, melainkan juga
sebagai court of justice, khususnya untuk memutuskan pendapat DPR tentang
dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden,
memutus sengketa/ perselisihan hasil pemilihan umum dan memutus
pembubaran partai politik.