Anda di halaman 1dari 18

PELANGGARAN DAN SENGKETA PEMILU

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Kepartaian
dan Pemilu”
Dosen Pengampu: Dr., Sobirin, S.H., M.H..

Disusun Oleh:

1. Vah Ryan Azhari (1900024016)


2. Meilawati Tamara Marfiyana (1900024026)
3. Indah Triantik Putri (1900024050)
4. Bahiroh Agustin (1900024057)
5. Vito Milariska Putra (1900024330)
6. Muhammad Reza Nur Fadhil (1900024353)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2021
Abstrak
Artikel ini berisi tentang pelanggaran dan sengketa pemilihan umum, didalam setiap
penyelenggaraan pemilihan umum pelanggaran dan sengketa selalu terjadi baik itu dikategorikan
dengan ringan maupun berat. Penyelesaian pelanggaran pemilihan umum dilakukan oleh
Bawaslu. Dalam menyelesaikan pelanggaran dan sengketa pemilihan umum, Bawaslu
berwenang menerbitkan putusan yang bersifat final. Dengan wewenang tersebut itu peran
Bawaslu diperkuat lagi didalam kerangka penegakan hukum untuk keadilan pemilihan umum.
Sengketa pemilu merupakan sengketa yang terjadi antara peserta pemilihan umum dan sengketa
peserta pemilihan umum dengan penyelenggaraan pemilihan umum sebagai akibat dikeluarkan
keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten atau kota. Maka, perselisihan hasil pemilihan
umum yang terbatas oleh waktu, harus didukung juga dengan penyusunan dokumen penyelesaian
perselisihan hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi yang dilakukan dengan efektif dan efisien.

Abstract
This article contains election violations and disputes, in every general election
violations and disputes always occur whether they are categorized as mild or severe. Elections
violations are resolved by Bawaslu. In resolving election violations and disputes, Bawaslu has
the authority to issue final decisions. With this authority, the role of Bawaslu is further
strengthened in the framework of law enforcement for general election justice. Election disputes
are disputes that occur between general election participants and disputes between general
election participants and the holding of general elections as a result of the issuance of decisions
of KPU, Provincial KPU, Regency or City KPU. Therefore, disputes over election results, which
are limited by time, must also be supported by the preparation of documents for resolving
election disputes at the Constitutional Court which are carried out effectively and efficiently.
PENGANTAR

Pemilihan umum merupakan sarana untuk mengejawantahkan kedaulatan rakyat dalam


negara demokrasi.1 Pemilu berfungsi untuk mengkonversi kehendak rakyat menjadi jabatan-
jabatan di lembaga negara.2 Sebagai konsekuensinya, pejabat-pejabat negara hasil pemilu
tersebut akan bekerja menjalankan mandat rakyat. Agar proses konversi kehendak rakyat
menghasilkan wakil rakyat atau pejabat yang sesuai dengan kehendak rakyat, maka proses
pemilu harus dijalankan secara jujur dan adil.
Dalam setiap penyelenggaraan Pemilu, pelanggaran atau pun sengketa kerap terjadi, baik
yang dikategorikan ringan maupun berat. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, tentu
ada sistem tertentu yang mengatur tentang resolusi atau penyelesaian sengketa tersebut.
Digawangi oleh Bawaslu, pengawasan Pemilu sesuai dengan Undang-undang, yang kemudian
jika ditemukan pelanggaran atau sengketa, juga akan 3diselesaikan dengan Undang-undang yang
berlaku.4
"Dalam pelaksanaan Pemilu, seringkali terjadi sengketa TUN Pemilu dan sengketa
mengenai verifikasi partai politik, maupun penetapan anggota dan paslon, sengketa mengenai
verifikasi partai politik dan penetapan anggota/ paslon nantinya akan diselesaikan oleh Bawaslu
terlebih dahulu,"."Jika Bawaslu tidak menerima sengketa tersebut, maka PTUN berhak
menanganinya. Hal ini tentu berbeda dengan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang terjadi
antara KPU dengan Peserta Pemilu. Karena sengketa ini tidak ditangani oleh PTUN melainkan
Mahkamah Konstitusi (MK). MK berkewajiban memutus PHPU paling lama 14 hari sejak
diterimanya permohonan keberatan oleh MK. Itulah beberapa jenis pelanggaran dan

1
Arief Budiman, Teori Negara, Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, h. 30

2
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan
dan Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 204.
3
Admin, “Penyampaian materi jenis pelanggaran dan sengketa pemilu/pemilihan pada webinar mata kuliah
praktikum lab ip umm, bertajuk potensi dan problematika hukum dalam tahapan pemilihan di masa pandemi dan
pemilihan serentak 2024”, http://kpu.malangkota.go.id/berita/penyampaian-materi-jenis-pelanggaran-dan-sengketa-
pemilu-pemilihan, (diakses pada 24 Oktober 2021, pukul 22.35)

4
Admin, “mempelajari kembali pelanggaran dan sengketa dalam pemilu dalam rangka menyongsong pemilihan
umum 2024”, http://kpud-malangkota.go.id/berita/mempelajari-kembali-pelanggaran-dan-sengketa-dalam-pemilu-
dalam-rangka-menyongsong-pemilihan-umum-2024, (diakses pada 24 Oktober 2021, pukul 22.39)
permasalahan hukum yang sering terjadi dalam pelaksanaan Pemilu," jelasnya dihadapan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMM. 5
Perlu dipahami, dalam menghadapi sengketa Pemilu, penegakan hukum dan penyelesaian
sengketa pemilu harus dengan mengetahui penggolongan masalah hukum pemilu. Selain itu juga
harus dipahami tentang alur penyelesaian sengketa serta lembaga yang menanganinya.
Penyelesaian sengketa pemilu dilakukan melalui penegakan hukum pemilu yang merupakan
mekanisme hukum untuk menegakkan hak pilih warga negara (memilih dan dipilih), baik
melalui mekanisme pidana, administrasi, maupun penyelesaian sengketa. Indonesia
mengategorikan beberapa permasalahan hukum baik pelanggaran maupun sengketa yang
masing-masing memiliki mekanismenya sendiri Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang
mungkin timbul selama proses pemilu, mari simak jenis-jenis pelanggaran pemilu berdasarkan
Undang-Undang: Pasal 260, Pasal 253, Pasal 257, Pasal 268, Pasal 271 ayat 1 UU No. 8 Tahun
2012. 6

PEMBAHASAN
1. Jenis jenis Pelanggaran Pemilu
Pelanggaran Pemilu adalah tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait Pemilu.jenis-jenis pelanggaran pemilu adalah sebagai berikut :
1. Pelanggaran administrasi, Pelanggaran Administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang
meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan
Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
2. Pelanggaran Tindak pidana pemilu, Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran
dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Pemilihan umum dan Undang- Undang tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.

5
Arum Puspita Sari, “Jenis-Jenis Pelanggaran Pemilu Yang Dapat Terjadi Nanti”, https://bahasan.id/jenis-jenis-
pelanggaran-pemilu-yang-dapat-terjadi-nanti/, (diakses pada 24 Oktober 2021, pukul 23.05)

6
3. Pelanggran kode etik pemilu, Pelanggaran Kode Etik adalah pelanggaran terhadap etika
Penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan
tugas sebagai Penyelenggara Pemilu.7

2. Jenis-Jenis Sengketa Pemilu


Sengketa Pemilu  adalah  sengketa  yang  terjadi antar Peserta Pemilu dan sengketa
Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan 
KPU,  KPU Provinsi, KPU Kab/Kota. Sengketa Pemilu meliputi;
1. Antar peserta pemilu
2. Antara peserta pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota (Perbawaslu Nomor 18 Tahun 2017
Pasal 3)
Sengketa juga dapat digolongkan menjadi: sengketa dalam proses pemilu dan sengketa
atas perselisihan hasil pemillu.8

3. Pengawasan Dan Penindakan Pelanggaran Pemilu


Proses pengawalan demokrasi tidak terlepas dari peran serta rakyat dalam menentukan
sikap untuk memilih pemimpin yang berkualitas melalui mekanisme pemilihan Umum yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan pemilu yang secara jelas melindungi segenap
hak konstitusional warga negaranya untuk menentukan pilihannya sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”. Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui pemilu sebagai sarana bagi
rakyat, untuk memilih pemimpin melalui pemilihan Presiden dan wakil presiden yang dipilih
dalam satu pasangan secara langsung serta memilih wakilnya.
Namun yang tidak dapat dihindari dalam mengimplementasikan kedaulatan Rakyat
adalah terdistorsinya kedaulatan rakyat dengan banyaknya pelanggaran pemilu yang dilakukan

7
Admin, “Alur Bagan Penanganan Pelanggaran Pemilihan”, https://ntb.bawaslu.go.id/alur-penanganan-
pelanggaran-pemilu/, (diakses pada 24 Oktober 2021, pukul 23.15)

8
Admin, ”penyelesaian sengketa proses pemilu badan pengawas pemilu kabupaten serang 2018”,
https://serangkab.bawaslu.go.id/sengketa/#:~:text=Sengketa%20Pemilu%20adalah%20sengketa%20yg,Provinsi
%2C%20KPU%20Kab%2FKota ,(diakses pada 22 Oktober 2021, pukul 10.00)
pihak-pihak baik itu peserta, penyelenggara maupun pemilih sehingga integritas pemilu
terciderai dengan adanya pelanggaran tersebut. Agar penegakan hukum berjalan dengan efektif
dan ideal maka diperlukan kerangka hukum dan kepatuhan hukum yang, keranggka hukum tidak
dapat berjalan dengan baik tanpa kepatuhan hukum, yang oleh karena itu kedua instrumen
tersebut baik kerangka hukum maupun kepatuhan hukum harus selaras berjalan seimbang agar
terciptanya pemilu yang demokratis.
Mengingat kebiasaan di Indonesia, undang-undang diubah setiap pemilu, kemungkinan
pengaturan tindak pidana pemilu ini juga mengalami perubahan dalam UU Pemilu yang akan
datang. Jadi, uraian ini hanya membahas tindak pidana pada UU Pemilu terakhir.Subyek tindak
pidana pemilu ini meliputi pengurus partai politik; pelaksana kampanye; calon anggota DPR,
DPD, DPRD; penyelenggara pemilu, pengawas pemilu; hingga setiap orang. Dari segi kesalahan,
tindak pidana pemilu ada yang berunsur sengaja dan kealpaan. Dari segi sanksi, tindak pidana
pemilu diancam sanksi penjara dan denda yang diancam secara kumulatif (ada kata “dan”) dan
tidak alternatif seperti pada UU No. 12/2003. Artinya, terdakwa yang terbukti bersalah harus
dijatuhi penjara dan denda sekaligus. Untuk sanksi penjara, ada ancaman pidana minimum dan
maksimum.
Dengan demikian, dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP, para pembuat undang-
undang telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilu yang berbahaya
bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan diancam dengan pidana. Terlihat
kecenderungan peningkatan cakupan dan peningkatan ancaman pidana dalam beberapa undang-
undang pemilu yang pernah ada di Indonesia. Misalnya, jumlah tindak pidana pemilu pada UU
No. 10/2008 lebih dua kali lipat dibanding tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No.
12/2003. Tindak pidana pemilu harus diproses melalui sistem peradilan pidana, yakni melalui
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Hal serupa terjadi di negaranegara lain. Sanksi pidana
adalah yang paling keras sehingga hanya negara melalui pengadilan yang bisa menjatuhkan saksi
untuk pelaku tindak pidana pemilu. Hal ini berbeda dengan sanksi administrasi di mana
pemerintah atau lembaga negara (seperti Komisi Pemilihan Umum) yang diberi wewenang dapat
menjatuhkan sanksi administrasi, tanpa melalui proses peradilan. Karenanya, jika ada peserta
pemilu melakukan pelanggaran administrasi, KPU atau KPUD yang mendapat penerusan laporan
atau temuan dari pengawas pemilu, dapat memproses dan menjatuhkan sanksi administrasi
kepada pelanggar tersebut9.10

4. Penyelesaian Sengketa Pemilu


1. Sengketa dalam proses pemilu, umumnya terjadi diantara para peserta pemilu.
Berdasarkan pasal 93 Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU
Pemilu), penindakan sengketa dalam proses pemilihan umum dilakukan oleh Badan
Pengawas Pemilu (BAWASLU).
Bagaimana Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu diajukan?
Permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu dapat diajukan dengan cara:
Langsung yaitu diajukan ke sekretariat Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu
Kabupaten/Kota. Tidak Langsung yaitu diajukan melalui laman penyelesaian sengketa di
laman resmi Bawaslu dan Bawaslu Provinsi, Kab/Kota. Permohonan disampaikan paling
lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penetapan Keputusan KPU. (Perbawaslu No.18 Tahun
2017 Pasal 12).
Apabila dokumen/berkas administrasi Permohonan dinyatakan lengkap, petugas
meregister Permohonan yang dituangkan dalam formulir PSPP 05. (Perbawaslu No.18
Tahun 2018 Pasal 15A Point 3).
-Apabila dalam jangka waktu tersebu Pemohon tidak melengkapi berkas Permohonannya,
petugas penerima permohonan menyampaikan surat pemberitahuan bahwa permohonan
tidak dapat diregister dengan menggunakan formulir PSPP 07. (Perbawaslu No.18 Tahun
2018 Pasal 15A Point 4).
-Dalam hal Permohonan diajukan melebihi jangka waktu (3 hari) Bawaslu menyatakan
Permohonan tidak dapat diterima melalui penyampaian pemberitahuan tertulis yang
dituangkan dalam formulir model PSPP 06. (Perbawaslu 18 Tahun 2018 dan Pasal 13 Point
4 dan 5). 11

9
Azhar Ridhanie, “strategi pengawasan pemilu dalam menangani tindak pidana pemilu”. (diakses pada Senin 25
Otober 2021, pukul 10.00)
10
Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, INDONESIA. (diakses pada Senin 25 Oktober
2021, pukul 10.00)
Penyelesaian sengketa proses Pemilu dapat dilakukan dengan cara Mediasi, dan
dilanjutkan dengan Adjudikasi jika tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi. (Perbawaslu
No.18 Tahun 2017 Pasal 2 Point 2)12
a. Mediasi, proses musyawarah secara sistematis yang melibatkan para pihak untuk
memperoleh kesepakatan. (Perbawaslu 18 Tahun 2018 Pasal 1 Point 18).
Pelaksanaan Mediasi
Bawaslu melakukan Mediasi terhadap Permohonan yang telah diregister. (Perbawaslu
No.18 Tahun 2018 Pasal 19 Point 1) Bawaslu menentukan jadwal pelaksanaan Mediasi.
(Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasl 19 Point 4) Dalam hal Pemohon dan/atau Termohon
tidak menghadiri pemanggilan pertama, Bawaslu menentukan jadwal dan melakukan
pemanggilan kembali. (Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasl 19 Point 5).
Apabila Pemohon tidak menghadiri Mediasi setelah dua kali dilakukan pemanggilan,
Bawaslu menyatakan Permohonan gugur dan dituangkan dalam formulir Model PSPP 24.
(Perbawaslu No. 18 Tahun 2017 Pasal 19 Point 6) Apabila Termohon tidak menghadiri
Mediasi setelah dua kali dilakukan pemanggilan, Bawaslu menyatakan Mediasi tidak
mencapai kesepakatan dan dituangkan dalam formulir model PSPP 16. (Perbawaslu No.18
Tahun 2017 Pasal 19 Point 7).
Ketentuan-ketentuan dalam Proses Mediasi
Bawaslu menjadi Mediator para pihak dalam menyelesaikan sengketa dengan cara yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (Perbawaslu No.18Tahun 2017
Pasal 20 Point 1). Bawaslu dalam mediasi berpegang pada asas pemilu dan prinsip
penyelesaian sengketa proses pemilu. (Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Pasal 20 Point 2)
Pelaksanaan mediasi diselesaikan paling lama 2 (dua) hari dan dilaksanakan secara tertutup.
(Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasl 20 Point 3) Mediasi penyelesaian sengketa proses
Pemilu dipimpin oleh paling sedikit 1 (satu) Mediator. (Perbawaslu No.18Tahun 2017 Psl 20
Point 4). Dapat dibantu Tim Mediasi 2 Orang Pegawai Bawaslu utk bertugas sebagai
Sekrtaris dan Notulen. (Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 22)
11
Admin,”penyelesaian sengketa proses pemilu badan pengawas pemilu kabupaten serang”
https://serangkab.bawaslu.go.id/sengketa/#:~:text=Sengketa%20Pemilu%20adalah%20sengketa%20yg,Provinsi
%2C%20KPU%20Kab%2FKota ,(diakses pada 22 Oktober 2021, pukul 10.00)
12
Admin,”Peraturan badan pengawas pemilihan umum republik indonesia nomor 18 tahun 2017 tentang tata cara
penyelesaian sengketa proses pemilihan umum”, https://batengkab.bawaslu.go.id/wp-
content/uploads/2020/06/perbawaslu-No.-18-Tahun-2017.pdf ,(diakses pada 23 oktober 2021 pukil 16.00)
Alur Proses Mediasi
Pimpinan Mediasi menyampaikan pernyataan pembuka. (Perbawaslu No.18 Tahun 2017
Pasal 21 Point a) Penyampaian kronologis permasalahan dari para pihak. (Perbawaslu No.18
Tahun 2017 Pasal 21 Point b) Perundingan kesepakatan penyelesaian sengketa proses
Pemilu. (Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 21 Point c) Penyusunan kesepakatan para
pihak oleh Mediator. (Perbawaslu 18/17 Pasal 21 Point d) Penandatangan berita acara
kesepakatan atau ketidaksepakatan. (Perbawaslu 18Tahun 2017 Pasal 21 Point e) Adjudikasi,
proses persidangan penyelesaian sengketa proses pemilu (Perbawaslu No.18 Tahun 2018
pasal 1 point 19.13
Adjudikasi
-Bawaslu membentuk majelis Adjudikasi. (Perbawaslu No. 18 Tahun 2018 Paasl 25 Poin 1)
-Jumlah anggota Majelis Adjudikasi Bawaslu Kab/Kota yg anggotanya 5 orang, dihadiri
paling sedikit 3 (tiga) orang anggota. (Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Pasal 25 Poin 2).
-Dalam hal jumlah anggota Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota terdapat
kekurangan, Majelis Adjudikasi dapat ditambahkan dari Pengawas Pemilu setingkat
diatasnya. (Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Pasal 25 Poin 6).
-Anggota Majelis pengganti sebagaimana dimaksud hanya mengajukan pendapat secara
tertulis kepada Pleno Bawaslu Kab/Kota dan tidak mempunyai kewenangan mengambil
putusan penyelesaian sengketa proses Pemilu. (Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Pasal 25C
Poin 2).
-Dalam hal terdapat kejadian luar biasa, Mediasi dan/atau adjudikasi penyelesaian sengketa
proses Pemilu di suatu wilayah administrasi Pengawas Pemilu bersangkutan dapat
dilaksanakan atau dipindah ke tempat lainnya. (Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Pasal 25A
Poin 1).
-Pemindahan lokasi sebagimana dimaksud didasarkan pada pertimbangan antara lain:
bencana alam, kerusuhan, peperangan, kebakaran, pemogokan massa, ancaman
keamanan/keselamatan, dan/atau daerah pemekaran yang masih berada pada daerah induk.
(Perbawaslu No.18Tahun 2018 Psl 25A Poin 2).

13
Admin,”peraturan badan pengawas pemilihan umum nomor 18 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan
badan pengawas pemilihan umum nomor 18 tahun 2017 tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilihan
umum”, https://batengkab.bawaslu.go.id/wp-content/uploads/2020/06/Perbawaslu-No.-18-tahun-2018.pdf, (diakses
pada 23 oktober 2021 pukul 16.20)
-Tim Adjudikasi (Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 26) Majelis sidang dibantu oleh tim
Adjudikasi. Tim Adjudikasi paling sedikit 4 (empat) orang Pegawai di Kabupaten yang
dapat terdiri atas: 1 (satu) orang sekretaris. 1 (satu) orang asisten majelis sidang. 1 (satu)
orang notulen. 1 (satu) orang perisalah.
-Sekretaris Adjudikasi merupakan pegawai pada Sekretariat Bawaslu yang berstatus
Aparatur Sipil Negara yang bertugas memberikan dukungan administrasi, operasional,
dokumentasi, dan penunjang pelaksanaan persidangan.
-Asisten Majelis Sidang merupakan Pegawai pada Sekretariat Bawaslu yang bertugas untuk
membantu Pimpinan Majelis Sidang dalam memimpin jalannya Adjudikasi dan menyusun
rancangan putusan.
-Notulen merupakan Pegawai pada Sekretariat Bawaslu yang bertugas untuk mencatat
pokok pembahasan pada saat jalannya persidangan.
Perisalah merupakan Pegawai pada Sekretariat Bawaslu yg bertugas untuk melakukan:
a. Pendokumentasian atau pencatatan jalannya seluruh tahapan persidangan berupa
Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, Jawaban pihak terkait, Keterangan Saksi,
Keterangan Ahli, dan lembaga pemberi keterangan serta fakta persidangan.
b. Pendokumentasian atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat
menggunakan alat bantu elektronik atau aplikasi penunjang.
Alat Bukti
Alat bukti dalam penyelesaian sengketa proses pemilu terdiri atas:
- Surat (Surat Keputusan/Berita Acara KPU, dan dokumen tertulis lainnya)
- Keterangan Pemohon dan Termohon;
- Keterangan Saksi.
- Keterangan Ahli.
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya.
Pengetahuan majelis sidang.
- Keterangan pemantau pemilu yang terakreditasi di KPU (Perbawaslu No.18 Tahun 2017
Pasal 31 Poin 1).
Syarat-syarat Saksi
Saksi yang dihadirkan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Berusia di atas 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/ pernah kawin, Berakal sehat, Tidak
ada hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari Pemohon dan, Termohon,
Berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang untuk kesaksian suatu peristiwa dan Menerangkan
apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri. (Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 31,
Point 4 huruf b).
Pelaksanaan Adjudikasi
(Perbawaslu 18/17 Psl 33)
-Majelis sidang menentukan jadwal pelaksanaan Adjudikasi menggunakan formulir Model
PSPP 17.
-Dalam hal termohon tidak hadir pada penyampaian panggilan sebagaimana dimaksud,
majelis sidang melakukan pemanggilan kepada pihak termohon untuk hadir dalam
Adjudikasi.
-Dalam hal Pemohon dan Termohon tidak menghadiri sidang Adjudikasi pada pemanggilan
pertama, majelis sidang menentukan jadwal dan melakukan pemanggilan kembali
menggunakan formulir model PSPP 19.
-Dalam hal Pemohon dan/atau kuasanya tidak menghadiri sidang adjudikasi setelah 2 (dua)
kali dilakukan pemanggilan, Majelis Sidang membuat putusan Permohonan gugur
menggunakan formulir Model PSPP 25.
-Dalam hal Termohon tidak menghadiri sidang Adjudikasi setelah 2(dua) kali dilakukan
pemanggilan, proses Adjudikasi tetap dilanjutkan utk membuat putusan.
-Dalam hal Pemohon dan Termohon tidak menghadiri Adjudikasi pada pemanggilan kedua,
Majelis Sidang membuat putusan Permohonan gugur menggunakan formulir Model PSPP
25.
-Dalam hal dibutuhkan sidang Adjudikasi lanjutan, Majelis Sidang menyampaikan jadwal
sidang lanjutan secara lisan sekaligus sebagai panggilan resmi kepada para pihak untuk
menghadiri sidang ajudikasi berikutnya.
Tahapan Sidang Adjudikasi
Adjudikasi dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
- Penyampaian pokok Permohonan Pemohon.
- Jawaban Termohon.
- Tanggapan pihak terkait.
- Pembuktian.
- Kesimpulan para pihak.
- Putusan
(Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 33)
Hal yang harus dilakukan sebelum Adjudikasi
1. Majelis Sidang meminta Termohon untuk menyampaikan jawaban Termohon.
2. Jawaban Termohon disampaikan paling lama 1 (satu) hari sejak berita acara Mediasi
tidak tercapai kesepakatan ditandatangani.
3. Jawaban Termohon disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan
formulir PSPP 20 sebanyak 4 (empat) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap Asli
yang dibubuhi materai dan 3 (tiga) rangkap salinan yang ditandatangani oleh Termohon
atau kuasa hukumnya dan dalam bentuk dokumen digital (softcopy) dengan format
word yang disampaikan dalam unit penyimpanan data.
Putusan Penyelesaian Sengketa
(Perbawaslu No.18 Tahun 2018 Psl 37)
Putusan mengenai penyelesaiaan sengketa proses pemilu dibacakan secara terbuka dan dapat
dihadiri oleh Pemohon, Termohon, dan pihak terkait.
- Putusan berisi:
a. Kepala putusan yang terdiri dari lambang garuda, nama lembaga, putusan, nomor
registrasi, kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b. Identitas Pemohon dan Termohon.
c. Permohonan Pemohon.
d. Jawaban Termohon.
e. Tanggapan pihak terkait.
f. Bukti.
- keterangan saksi, ahli, dan/atau lembaga pemberi keterangan.
- pertimbangan hukum yang terdiri atas:
a. Kewenangan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
b. Kedudukan hukum.
c. Tenggang waktu pengajuan Permohonan.
d. Pokok permohonan.
e. Kesimpulan.
f. Amar Putusan.
SALINAN PUTUSAN
(Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 38)14
- Salinan Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas
penyelesaian sengketa proses Pemilu disampaikan kepada Pemohon, Termohon, dan pihak
terkait paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan dibacakan.
- Dalam hal salinan putusan sebagaimana dimaksud blm dapat diberikan, Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesudah membacakan putusan memberikan petikan
amar putusan kepada para pihak pada hari yang sama putusan dibacakan.
- Salinan putusan Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas penyelesaian
sengketa proses Pemilu disampaikan kepada Bawaslu pada hari yang sama putusan
dibacakan dalam bentuk softcopy format word dan .jpg dan hardcopy pada hari berikutnya.
- Putusan diumumkan di Sekretariat Bawaslu dn SIPS Bawaslu/medi informasi lainnya.
Koreksi Putusan
- Bawaslu berwenang melakukan koreksi terhadap Putusan penyelesaian sengketa proses pemilu
Bawaslu Provinsi dan Kab/Kota apabila bertentangan degan peraturan perundang-undangan.
- Koreksi putusan dapat diajukan oleh pihak Pemohon yang dirugikan atas putusan itu paling
lama 1 (satu) hari setelah putusan dibacakan.
- Koreksi Putusan merupakan bagian dari upaya administrasi penyelesaian sengketa proses
Pemilu.
- Dalam hal terdapat permohonan koreksi, Bawaslu melakukan koordinasi dg KPU, agar KPU
dapat menunda pelaksanaan putusan. (Perbawaslu No.18Tahun 2017 Pasal 43).
-Bawaslu menerbitkan hasil koreksi paling lama 2 (dua) hari sejak Permohonan koreksi
terhadap putusan Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota diserahkan.
- Hasil koreksi Bawaslu dapat berupa menolak Permohonan koreksi Pemohon; atau menerima
Permohonan koreksi Pemohon.
- Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti hasil koreksi
dengan menerbitkan putusan baru paling lama 1 (satu) hari sejak hasil koreksi diterima oleh
Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

Admin, “Peraturan badan pengawasan pemilihan umum republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang tata cara
14

penyelesaian sengketa proses pemilihan umum”,


https://batengkab.bawaslu.go.id/wpcontent/uploads/2020/06/perbawaslu-No.-18-Tahun-2017.pdf, (diakses pada 22
Oktober 2021, pukul 16.00)
- Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan salinan putusan baru
kepada para pihak yang bersengketa.
Gugurnya Permohonan Sengketa
(Perbawaslu No.18 Tahun 2017 Pasal 35) Permohonan dinyatakan gugur apabila:
1. Pemohon meninggal dunia.
2. Pemohon tidak hadir 2 (dua) kali berturut-turut dalam proses Mediasi pertama.
3. Pemohon tidak hadir 2 (dua) kali berturut-turut dalam proses Adjudikasi.
4. Termohon telah memenuhi tuntutan Pemohon pada saat proses penyelsaian sengketa
proses Pemilu.
5. Pemohon mencabut Permohonannya.
- Terhadap Permohonan yang gugur, Pemohon tidak dapat mengajukan Permohonan
kembali.
- Dalam hal permohonan gugur, Majelis sidang membuat Putusan mengenai gugurnya
Permohonan.
- Sekretaris sidang memberitahukan kepada para pihak mengenai Putusan gugurnya
Permohonan dan mengumumkan pada Papan Pengumuman Sekrtariat Bawaslu.
Pada Pemilu 1955 tidak terdapat sengketa, aturan Pemilu dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh oleh peserta maupun pendukungnya. Pemilu 1971 yang penyelenggaraannya berada di
bawah arahan Presiden dengan menjadikan menteri dalam negeri sebagai Ketua Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) juga tidak memiliki sengketa Pemilu. Namun hal itu bukan berarti tidak
terdapat permasalahan penyelenggaraan atau perselisihan terhadap hasil Pemilu. Peserta Pemilu
lebih banyak tidak mengemukakan sengketa yang terjadi lebih dikarenakan takut dituduh sebagai
pengikut Partai Komunis Indonesia. Presiden yang ketika itu juga bertindak sebagai “hakim”
yang menyelesaikan sengketa Pemilu bisa saja menjadikan isu politik untuk menekan pihak-
pihak yang mempertanyakan hasil penyelenggaraan Pemilu. Sehingga sengketa Pemilu tidak
timbul kepermukaan.15

2. Penyelesaian PHPU Sebagai Sengketa Konstitusionalitas Pemilu, Perkembangan bentuk


perselisihan hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi juga tidak sekedar terkait penentuan

15
Soedarsono, Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Demokrasi, Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
2004 oleh Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), hal.
156.
angka-angka hasil Pemilu yang diperoleh kontestan Pemilu, melainkan juga terkait dengan
kualitas pelaksanaan Pemilu. Mahkamah Konstitusi akan juga menilai substansi
pelaksanaan Pemilu. Akan dilihat pelaksana Pemilu sudah mampu menjawantahkan asas-
asas Pemilu, Luber dan Jurdil, atau asas-asa tersebut diabaikan saja.
Asas Luber (lansung, umum, bebas, dan rahasia) dan Jurdil (jujur dan adil) adalah asas
Pemilu yang ditentukan konstitusionalitasnya dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi pada dasarnya bertekad menegakkan keadilan substantive, sehingga
apabila pelaksanaan Pemilu bermasalah maka Mahkamah Konstitusi dapat pula
memerintahkan penyelenggara Pemilu untuk melakukan penghitungan ulang atau Pemilu
ulang.
Perkembangan putusan persidangan dari yang sekedar hanya mengkaji mengenai
kuantitatif (angka-angka hasil Pemilu) yang kemudian juga mempermasalahkan kualitatif
(terpenuhinya asas-asas konstitusionalitas) dari pelaksanaan Pemilu pada mula terdapat
dalam perkara Nomor 062/PHPU-B-II/2004. Perkara yang diajukan oleh Pasangan calon
Presiden pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2004 tersebut menjelaskan
pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi juga melindungi asas-asas konstitusionalitas
pelaksanaan Pemilu.
Menurut Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pemilu, Mahkamah bukan hanya sebagai
lembaga peradilan banding atau kasasi dari berbagai sengketa yang terkait Pemilu yang
sudah disediakan mekanisme penyelesaiannya dalam bentuk sectoral and local legal remedies
(penyelesaian hukum lokal dan sektoral) yang terkait pidana Pemilu dan sengketa
administrasi Pemilu semata. Mahkamah Konstitusi dalam hal sengketa Pemilu merupakan
lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan hasil Pemilu,
sehingga memang berkaitan dengan hal yang bersifat kuantitatif, yaitu selain menyelesaikan
sengketa terkait dengan angka signifikan hasil akhir Pemilu juga Mahkamah juga mengadili
konstitusionalitas pelaksanaan Pemilu.
Sehingga terkait dengan perkara yang bersifat melanggar kualitatif Pemilu akan menjadi
perhatian (concern) Mahkamah hanya apabila prinsip-prinsip Pemilu yang ditentukan dalam
Pasal 22E ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945 dilanggar. Mahkamah Konstitusi dalam perkara
Nomor 062/PHPU-B-II/2004 menyatakan bahwa Mahkamah sebagai pengawal konstitusi
berkewajiban menjaga agar secara kualitatif Pemilu berlangsung sesuai dengan prinsip-
prinsip yang telah digariskan oleh Pasal 22E ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945 yang intinya
menentukan Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Itu
sebabnya dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi terdapat perintah kepada pelaksana
Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, KIP Aceh) untuk melaksanakan
penghitungan ulang atau bahkan Pemilu ulang apabila Mahkamah berpendapat asas-asas
tersebut telah dilanggar.

5. Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu


Berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat 1 jo. Pasal 157 ayat 14 undang-undang nomor 1
tahun 2005 tentang penerapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1
tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang
sebagaimana telah berubah beberapa kali, terakhir dengan undang-undang nomor 6 tahun
2020, menyatakan perselisihan penerapan hasil pemilihan merupakan perselisihan antara
KPU Provinsi dan KPU kabupaten atau kota dan pemilihan mengenai penerapan perolehan
suara hasil pemilihan, dan peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan
penerapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten atau
kota kepada Mahkamah Konstitusi. Melalui penetapan Keputusan KPU RI tersebut
ditetapkan pedoman teknis beserta dokumen yang digunakan dalam penyelesaian sengketa
Pemilihan. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 15/PY.02.1-
Kpt/03/KPU/I/2021 disebutkan, berkaitan dengan keadilan penyelesaian pelanggaran dan
sengketa Pemilihan, Institute For Democracy and Electoral Assitance berpendapat yang pada
pokoknya menyatakan bahwa keadilan dalam penyelenggaraan tahapan Pemilihan
merupakan sebuah sistem yang mencakup cara dan mekanisme yang disediakan dan/atau
tersedia untuk menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait dengan
proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan sesuai dengan kerangka hukum, melindungi atau
memulihkan hak pilih, dan memungkinkan warga yang meyakini bahwa hak pilih mereka
telah dilanggar untuk mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan, dan mendapatkan
putusan. Berkenaan dengan pengertian dimaksud, maka sistem keadilan Pemilihan harus
dipandang berjalan secara efektif, serta menunjukkan independensi dan imparsialitas untuk
mewujudkan keadilan, transparansi, aksesibilitas, serta kesetaraan dan inklusivitas. Dengan
demikian, mekanisme penyelesaian pelanggaran dan sengketa Pemilihan yang efektif dan
tepat waktu menjadi elemen kunci dalam menjaga kredibilitas proses penyelenggaraan
Pemilihan.16
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 15/PY.02.1-
Kpt/03/KPU/I/2021 disebutkan bahwa berkenaan dengan mekanisme penyelesaian
perselisihan hasil Pemilihan pada pokoknya diatur dalam Pasal 156 sampai dengan Pasal 158
Undang-Undang Pemilihan. Dalam pengaturan dimaksud, penyelesaian perselisihan hasil
Pemilihan merupakan penanganan perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan
dan dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih, dimana Peserta Pemilihan dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota kepada
Mahkamah Konstitusi. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sebagai pihak Termohon
dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilihan di Mahkamah Konstitusi, memerlukan data
atau dokumen yang berada di tingkat Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota, serta perlu
melibatkan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota (pengacara/kuasa hukum bila
diperlukan), dan seluruh jajaran kesekretariatan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Maka perselisihan hasil Pemilihan yang terbatas oleh waktu, harus didukung juga dengan
penyusunan dokumen penyelesaian perselisihan hasil Pemilihan di Mahkamah Konstitusi
yang dilakukan dengan efektif dan efisien.

KESIMPULAN

Pemilihan umum dapat diartikan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
dalam negara demokrasi dan proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik
tertentu. Didalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum sering terjadi sengketa baik itu
sengketa yang berat maupun yang ringan. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi
tentunya ada sistem yang mengatur tentang resolusi atau penyelesaian sengketa. Diawasi oleh

16
ADMIN,“pedoman Teknis Penelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan”
http://kpu.malangkota.go.id/berita/pedoman-teknis-penyelesaian-perselisihan-hasil-pemilihan ,(diakses pada 4
Oktober 2021, pukul 19.51).
Bawaslu sesuai dengan undang-undang yang kemudian ditemukan jika pelanggaran
diselesaikan dengan undang-undang yang berlaku. Sengketa pemilihan umum itu sendiri
memiliki pengertian bahwasanya sengketa yang terjadi antara peserta pemilu dan sengketa
peserta pemilihan umum dengan penyelenggara pemilihan umum sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi,
Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota. Sengketa juga dapat digolongkan menjadi
sengketa dalam proses pemilihan umum dan sengketa atas perselisihan hasil pemilihan
umum.
Sengketa dalam proses pemilihan umum biasanya terjadi diantara para peserta pemilu
yang dijelaskan berdasarkan Pasal 93 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang
pemilihan umum, penindakan sengketa dalam proses pemilihan umum dilakukan oleh Badan
Pengawasan Pemilihan Umum (BAWASLU). Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan
umum berkembang bentuk perselisihan antara hasil pemilihan umum di Mahkamah
Konstitusi juga tidak sekedar penentuan angka-angka hasil pemilihan umum yang diperoleh
kontestan pemilihan umum tetapi juga terkait dengan kualitas pelaksanaan pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi dalam hal sengketa Pemilu merupakan lembaga peradilan pada
tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan hasil Pemilu, sehingga memang berkaitan
dengan hal yang bersifat kuantitatif, yaitu selain menyelesaikan sengketa terkait dengan
angka signifikan hasil akhir Pemilu juga Mahkamah juga mengadili konstitusionalitas
pelaksanaan Pemilu. Mahkamah juga mengadili konstitusionalitas pelaksanaan
Pemilu.Mahkamah Konstitusi didalam perkara Nomor 062/PHPU-B-II/2004 menyatakan
bahwa Mahkamah sebagai pengawal konstitusi berkewajiban menjaga agar secara kualitatif
Pemilu berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh Pasal 22E ayat
(1) dan ayat (5) UUD 1945 yang intinya menentukan Pemilu dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Anda mungkin juga menyukai