Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Beracara di PTUN
“Proses/Alur Penyelesaian Gugatan Sengketa Pemilu Berdasarkan Undang-
undangan No 7 Tahun 2017, Peraturan Mahkamah Agung No 5 Tahun 2017
Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Peradilan
Tata Usaha Negara”

Oleh :

Mohammad Ikhlasul Amalil Khoiri


18103060001

Dosen Pengampu :
Fahmi Afriza, SH., MH

PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA
2021
Kata Pegantar

Segala puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayat nya sehingga dapat menyusun makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, baik dalam penyusunan kata maupun materi inti dan penulisanya.
Dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu saya mengharap
saran dan kritik dari penulisan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini untuk
menambah wawasan saya ucapkan terimaksih kepada Ibu Rahmi Afriza SH., MH yang
telah membimbing kami dalam pemebelajaran. Semoga Senantiasa Allah SWT
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami semua, dan semoga makalah
sederhana ini dapat bermanfaat dan dipelajari oleh kita semua.

Yogyakarta, 17 April 2021

Mohammad Ikhlasul Amalil Khoiri

18103060001
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indoneseia merupakan penganus sistem demokrasi dalam pemilihan suatu kemeimpinan.


Dimana seorang pemimpin memang berasap dari rakyak yang kemudian diusung oleh
rakyat dengan harapan semua program kerjanya memang di oriensikan hanya untuk
rakyat. Alat untuk mendukung sistem demikrasi tesebut disebut dengan Pemilihan Umum
yang bisa disebut juga dengan “Political Market” adalah merupakan pasar politik tempat
individu atau masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang
memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan aktifitas politik.

Pemilu membawa pengaruh besar terhadap sistem politik atau Negara. Melalui pemilu
masyarakat berkesempatan berpartisipai dengan memunculkan para calon pemimpin dan
penyaringan calon-calon tersebut. Pada hakikatnya pemilu dinegara manapun mempunyai
esensi yang sama. Pemilu, berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau
sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin Negara. Pemimpin yang
dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya.1 Selain itu pemilu juga
merupakan bentuk representasi dari asas kedaulatan rakyat dalam ranah pemilihan
anngota parleman di pemerintahan baik dibidang legislatif ( DPR, DPD, dan DPD
Provinsi dan Kabupaten/Kota) ataupun di eksekutif (Presiden dan wakil Presiden) yang
dilaksanakan berdasarkan pada UUD 1945 atas Asas langsung, bebas, umum, jujur, dst
sebagaimana di terangkan dalam UU Pemilu pasal 1 No 1 UU 7/2017.2

Secara garis besar, pemilu memlibatkan 3 aktor penting yang saling berinteraksi satu
sama lain dalam kerangka/sistem pemilu yang diselengggarakan yakni Peserta pemilu,
penyelenggara pemilu dan pemilih. Dalam hubungan interaktifnya proses tahapan
Pemilu, para aktor penting dalam Pemilu di atas khususnya intar Peserta Pemilu maupun
antara Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu dapat muncul dalam bentuk
1
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), 332.
2
Undangan-undang No 7 Tahun 2017 Tentang tata cara penyelesaian sengketa pemilihan umum diperadilan
tata usaha negara
hubungan yang bersifat hormonis atau sebaliknya hubungan yang bersifat konflik.
Kerangka hukum Pemilu yang berbasis pada UU Pemilu menyediakan sarana
penyelesaian konflik terhadap kemungkinan munculnya hubungan yang bersifat konflik
antar Peserta Pemilu maupun antara Peserta iPemilu dengan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) melalui mekanisme penyelesaian sengketa proses Pemilu agar konflik yang terjadi
dapat diselesaikan secara berkeadilan sesuai dengan istandar isistem keadilan Pemilu
(electoral justice system).

Namun kendati demikian, terkadang hasil dari pemilihan umum tersebut justru
menimbulkan perpecahan dikarenkan terjadi suatu kecurangan (sengketa), baik itu
Putusan sengketa pemilu yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pemilu atas sengketa
yang terjadi antara para partai politik dengan Komisi Pemilihan Umum, menimbulkan
perselisihan dan ketegangan diantara kedua lembaga tersebut, Ketika pihak Komisi
Pemilihan Umum tidak menjalankan keputusan Badan Pengawas Pemilu. Sehingga
kewenangan maupun eksistensi Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa ini mulai di
ragukan.3

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Objek Sengketa yang Sering Terjadi di Pamilihan Umum
2. Bagaimana Alur Penyelesaian Sengketa Pemilu

C. Tujuan
1. Mengetahui Objek Sengketa di Pamilu
2. Mengetahui Alur Penyelesaian Sengketa Pemilu Yang Terjadi

3
tefanus Osa, “Sdang Ajudikasi Kasus PKPI Menjadi Pelajaran Berharga”, Kompas, (18, Pebruari, 2013), 4.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Objek Sengketa Pemilu

Penting terlebih dahulu mengetahui makna dari sengketa itu sendiri sebelum melangkah
lebih jauh terkait sengketa pemilu itu sendiri. Sengketa dalam KBBI merupakan suatu
yang menyebabkan perbedaan pedapat, perketengkaran, dan perbantahan. Definisi
Sengketa dalam pemilian umum diatur dalam pasal 1 ayat 8 Perma No 5 Tahun 2017.4
Hal semikian Juga diatur dengan jelas dalam pasal 142 UU No 10 Tahun 2016 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pasal 142 UU 10/2016 menyebutkan bahwa
sengketa pemilihan meliputi sengketa antar peserta pemilihan dan sengketa peserta
pemilihan dengan penyelenggara penyelenggara pemilihan sebagai akibat
dikeluarakannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Pasal 143 ayat (1) menjelaskan, Bawaslu Provinsi dan
Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 142.
Maka dari itu, secara yuridis-normatif salah satu perkembangan penting mengenai
penyelenggara Pemilu khususnya Bawaslu yang diatur dalam UU Pemilu, adalah
terjadinya penguatan fungsi Bawaslu, Bawaslu provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota sebagai lembaga pengawas sekaligus peradilan Pemilu.5 Fungsi
peradilan ini dapat dilihat pada Pasal 468 UU Pemilu yang menegaskan bahwa
Bawaslu ditempatkan sebagai badan adjudikasi yang menyelesaikan sengketa setiap
proses Pemilu melalui mekanisme adjudikasi.
Objek sengketa proses Pemilu di atur dalam Pasal 466 UU Pemilu, mengkualifisir
bahwa sengketa proses Pemilu terjadi karena:
a) Hak peserta Pemilu yang dirugikan secara langsung oleh tindakan peserta Pemilu
lain sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi,
atau keputusan KPU Kabupaten/Kota atau
4
“Sengketa pemilihan umum adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilihan umum
antara partai politik calon peserta pemilu atau calon anggota DPR, DPD, DPRD, DPRD Kabupaten/Kota atau
bakala Pasangan Calo Presiden dan wakil presiden yag tidak lolos verifikasi dalam KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota Sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU
Kabupaten/Kota”
5
Rahmat Bagja dan Dayanto, Naskah Buku Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu (Konsep,
Prosedur, dan Teknis Pelaksanaan), Rajawali Pers, 2019, h, 139.
b) Hak peserta Pemilu yang dirugikan secara langsung oleh tindakan KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
KPU, keputusan KPU Provinsi, atau keputusan KPU Kabupaten/Kota.

B. A Proses/Alur Penyelesaian Gugatan Sengketa Pemilu Peraturan Mahkamah


Agung No 5 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses
Pemilihan Umum di Peradilan Tata Usaha Negara

Perlu diketahui bahwasanya kewenangan Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu


Kabupaten/Kota Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
adalah menambahkan fungsi penyelesaian sengketa proses Pemilu. Penambahan
wewenang ini membuat Bawaslu sebagai pemutus perkara, dalam memutus dan
menindak dilakukan melalui dua tahapan, yaitu menerima dan mengkaji permohonan
penyelesaian sengketa, serta, mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencapai kesepakatan melalui mediasi dan melalui sidang adjudikasi ini dapat
dilaksanakan untuk menerima, memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus sengketa
proses Pemilu. Putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu
merupakan putusan yang bersilat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa
proses Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik Peserta Pemilu, penetapan
daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan
penetapan Pasangan Calon.
Kewenangan PTUN dalam sengketa proses Pemilu baru bisa dilakukan, jika upaya
administrasi ke Bawaslu sudah dilakukan dan putusannya bersifat final dan mengikat
serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. Frasan ini kurang tepat karena sama halnya
proses penyelesaian sengketa di Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota yang dilakukan melalui sidang mediasi dan adjudikasi tidak
diperhitungkan atau dianggap tidak pernah ada proses penyelesaian melalu upaya
adminsitrasi di Bawaslu Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota. hal ini
mengingat Pasal 51 ayat (3) UU PTUN) memberikan kewenangan kepada Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) bagi sengketa yang sudah dilakukan proses
pemeriksaan melalui lembaga khusus (Bawaslu) yang disediakan untuk menyelesaikan
dengan cara upaya administrasi.6
Penyelesaian sengketa dalam pemilihan umum secara garis besar di bagi menjadi 2
sebagaimana di ataur dalam Perma No 5/2017 sebagaimana pasal 3 ayat 2-3
menyebutkan bahwa gugatan dapat diajukan secara langsung atau melalui faksimile atau
sirat elektroni ke pengadilan yang berwenang(2), dan selain diajukan dalam bentuk
tertulis juga bisa diajukan dalam bentuk digital yang disimpan secara elektronik dalam
data penyimpanan data elektronik (3).
Namun sebelum gugatan diajukan ke peradilan tata usaha negara, berkas gugatan harus
memenuhi persyaratan kelengkapan pendaftaran gugatan sengketa proses pemilu sebagai
berikut:
a) Gugatan dibuat secara tertulis dalam bahasa indonesia
b) Gugatan dibuat dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam
media penyimpanan data
c) Gugatan dilampirkan alat bukti yang dibubuhi matrai cukup berupa keputusan
KPU, KPU Prov, KPU Bal/Kota dan Putusan Bawaslu
d) Gugatan dilampirkan surat Kuasa Khusus jika di Kuasakan
e) Surat Kuasa harus dilampirkan fotocopy advokat dan berita acara sumpah
f) Membayar panjar biaya perkara

Peryaratan tersebut perlu dilengkapi sebelum masuk ke tahab berikutnya. Kedua


pengajuan gugatan diatas memilki alur yang berbada satu sama lain hingga keluarnya
hasil putusan. Maka dari itu, pemakalah akan mengurai keduanya secara terpisah sebagai
berikut.

1) Tertulis (langsung)
Berikut tahap penyelasain sengketa pemilu dengan gugatan langsung(tertulis)
a) Penyerahan berkas fisik

6
Maulana Hasan dkk, “ Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Indonesia” Jurnal Hukum dan
Peradilan, ISSN 2654-8178, 17 Agustus 1945, hlm 8.
Penyerahan ini bertujuan untuk mengecek berkas perkatara gugatan yang
diajukan, maka tidak heran jikalau berkas perkata juga diprerlukan alat
bukti pendukung sebagai pelicin akan lancarnya tahap petama ini.
da
b) Registrasi perkara
Registrasi perkara bertujuan pendataaan hakim terhadapat perkara yang di
ajukan.
c) Penunjukan Majelis hakim dan penitera pengganti
d) Penyerahan berkas perkara kepada Majelis hakim dan Panitera pengganti
e) Pemberitahuan jadwal hari perbaikan
f) Perbaikan guggatan oleh hakim diberi waktu H-1 atau H-2 max 3 hari
kerja sejak dirgister.
g) Persidangan ( pembacaan gugatan, jawaban, pembuktian)
h) Keluarnya putusan.

2) Faksimale atau surat elektronik


a) Pengiriman bukti tranfer panjar biaya perkara
b) Registrasi perkara
Registrasi perkara bertujuan pendataaan hakim terhadapat prkata yang di
ajukan.
c) Penunjukan Majelis hakim dan penitera pengganti
d) Penyerahan berkas perkara kepada Majelis hakim dan Panitera pengganti
e) Pemberitahuan jadwal hari perbaikan
f) Perbaikan guggatan oleh hakim diberi waktu H-1 atau H-2 max 3 hari
kerja sejak dirgister.
g) Persidangan ( pembacaan gugatan, jawaban, pembuktian)
h) Keluarnya putusan.

Namun Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Perbawaslu tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Proses Pemilu merumuskan tentang bentuk dan jenis objek sengketa proses
Pemilu bahwa: “Keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, atau keputusan KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat keputusan dan/atau
berita acara”. Proses penanganan sengketa proses Pemilu terdapat pada Pasal 467, 468,
469 dan 471 UU Pemilu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota
melakukan penyelesaian sengketa proses dalam 2 tahap melalui mediasi atau
musyawarah dan mufakat dalam hal tidak tercapai kesepakatan para pihak dilakukan
melalui ajudikasi. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN baru
disa dilakukan setelah dilakukan upaya administratif di Bawaslu sebagaimana 467, 468
dan 469 UU Pemilu. pintu masuk ajudikasi ini menjadikan Bawaslu lebih mendekati
quasi rechtpraak (semi peradilan). Jika dilihat dari proses penyelesaian sengketa dan sifat
putusannya, final dan mengikat (final and binding).7
Putusan PTUN dalam sengketa proses Pemilu yang bersifat final dan mengikat serta
tidak dapat dilakukan upaya hukum lain, agar memiliki kekuatan eksekusi diperlukan
pengaturan secara normatif dalam UU Pemilu dan dibentuk suatu lembaga yang memiliki
kekuatan eksekusi atau lembaga sanksi yang dapat mengeksekusi Putusan PTUN,
sehingga dilaksanakannya putusan tidak hanya berdasarkan self respect atau kehendak
dari Termohon untuk mematuhi putusan PTUN.8

7
Maulana Hasan dkk, “ Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Indonesia” Jurnal Hukum dan
Peradilan, ISSN 2654-8178, 17 Agustus 1945, hlm 3
8
Ibid, hlm 9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyelesaian sengketa dalam pemilihan umum secara garis besar di bagi menjadi 2
sebagaimana di ataur dalam Perma No 5/2017 sebagaimana pasal 3 ayat 2-3
menyebutkan bahwa gugatan dapat diajukan secara langsung atau melalui faksimile atau
sirat elektroni ke pengadilan yang berwenang(2), dan selain diajukan dalam bentuk
tertulis juga bisa diajukan dalam bentuk digital yang disimpan secara elektronik dalam
data penyimpanan data elektronik (3). Namun tidak sembarang sengketa bisa terjadi di
sini dikarena objek dari senketa pemuli sendiri Pemilu di atur dalam Pasal 466 UU
Pemilu, mengkualifisir bahwa sengketa proses Pemilu terjadi karena:
a) Hak peserta Pemilu yang dirugikan secara langsung oleh tindakan peserta Pemilu
lain sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi,
atau keputusan KPU Kabupaten/Kota atau
b) Hak peserta Pemilu yang dirugikan secara langsung oleh tindakan KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
KPU, keputusan KPU Provinsi, atau keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Putusan PTUN dalam sengketa proses Pemilu yang bersifat final dan mengikat serta tidak
dapat dilakukan upaya hukum lain, agar memiliki kekuatan eksekusi diperlukan
pengaturan secara normatif dalam UU Pemilu dan dibentuk suatu lembaga yang memiliki
kekuatan eksekusi atau lembaga sanksi yang dapat mengeksekusi Putusan PTUN,
sehingga dilaksanakannya putusan tidak hanya berdasarkan self respect atau kehendak
dari Termohon untuk mematuhi putusan PTUN.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Repubik Indonesia No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum


Peraturan Mahkamah Agung No 5 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Proses Pemilihan Umum di Peradilan Tata Usaha Negara
Maulana Hasan dkk, “ Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Indonesia”
Jurnal Hukum dan Peradilan, ISSN 2654-8178, 17 Agustus 1945
Rahmat Bagja dan Dayanto, Naskah Buku Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Proses
Pemilu (Konsep, Prosedur, dan Teknis Pelaksanaan), Rajawali Pers, 2019
tefanus Osa, “Sidang Ajudikasi Kasus PKPI Menjadi Pelajaran Berharga”, Kompas,
2013
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Anda mungkin juga menyukai