Anda di halaman 1dari 12

Header halaman genap: Nama Jurnal.

Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

DISHARMONI PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILU DAN PILKADA DI


INDONESIA

Putri Diah Lestari


Progam studi S1 Ilmu Hukum , Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya
putri.19051@mhs.unesa.ac.id

Hananto Widodo
Progam studi S1 Ilmu Hukum , Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

hanantowidodo@unesa.ac.id

Abstrak
Perbedaan yang timbul dalam penyelesaian sengketa proses Pemilu dan Pilkada pasca pengajuan
administratif ke bawaslu, sebagaimana pada pengaturan Pemilu terdapat dalam Pasal 470 ayat (1),
Pasal 471 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan pasca upaya administratif dapat
ditempuh upaya hukum kepada PTUN. Sedangkan pada Pilkada sebagaimana diatur dalam Pasal
154 ayat (2) UU No. 10 tahun 2016 Jo UU No. 1 tahun 2015 diajukan kepada PTTUN. Hal ini
menimbulkan pertanyaan bagaimanakah rangkaian pengaturan penyelesaian sengketa proses dalam
Pemilu dan Pilkda sehingga muncul perbedaan pengaturan terhadap penyelesaiannya apabila
beracuan dengan UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah sebagai dasar hukum
administrasi dan UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur
wewenang peradilan tata usaha di negara Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan
pendekatan historis untuk menemukan sebuah kerangka penjelasan mengenai konflik norma atas
perbedaan dari pengaturan sengketa proses dalam pemilu dan pilkada. Sehingga dapat dimunculkan
konsekuensi dari perbedaan yang terjadi dalam penyelesaian sengketa proses baik Pilkada maupun
Pemilu untuk mengembalikan harmonisasi pengaturan perundang-undangan dalam pemilihan
umum di Indonesia.
Kata Kunci: Pemilu, Pilkada, Sengketa Proses.

Abstract
Differences that arise in dispute resolution process of the election and regional elections after
administrative submissions to bawaslu, as in election arrangements are contained in Article 470
paragraph (1), Article 471 of Law No. 7 of 2017 concerning Elections explaining that after
administrative efforts legal remedies can be taken to the PTUN. Meanwhile, the regional elections
as stipulated in Article 154 paragraph (2) of Law No. 10 of 2016 Jo Law No. 1 of 2015 are submitted
to PTTUN. This raises the question of how the series of arrangements for dispute resolution
processes in elections and regional elections so that there are differences in arrangements for their
resolution when referring to Law No. 30 of 2014 concerning Government Administration as the
basis of administrative law and Law No. 5 of 1986 concerning State Administrative Court which
regulates the authority of administrative courts in the Indonesian state. This research is a normative
legal research using a statutory approach, conceptual approach and historical approach to find an
explanatory framework for norm conflicts over differences from process dispute arrangements in
elections and regional elections. So that the consequences of differences that occur in the dispute
resolution process of both regional elections and elections can be raised to restore harmonization of
laws and regulations in general elections in Indonesia.
Keywords: Elections, Regional elections, Process disputes.

PENDAHULUAN Pemilu merupakan wujud aktualisasi sistem demokrasi


dalam suatu negara. dimana rakyat mendapatkan
kesempatan untuk menentukan pilihan mereka siapa yang

186
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

layak menjadi pengisi kedudukan dalam pejabat negara berperan aktif untuk mengawasi dan menindak lanjuti
pada tingkatan-tingkatannya. Kusnardi dan Harmily sengketa yang terjadi dalam proses penyelenggaraan
Ibrahim menjelaskan pengertian pemilu sebagai salah satu pemilu. Melalui fungsi pengawasan, Bawaslu akan
hak asasi warga negara yang begitu prinsipiil, dikarenakan merumuskan hasil berupa rekomendasi yang perlu
dalam pelaksanaannya terdapat kewajiban dari pemerintah ditindaklanjuti oleh KPU. Jika KPU tidak menindaklanjuti
sendiri untuk menyelenggarakannya secara rutin dan rekomendasi tersebut maka Bawaslu akan melaporkan
teratur (Nugroho et al. n.d.). Dikutip dalam buku hukum kepada DKPP (Huda 2018).
partai politik dan pemilu, Harris G. Warren bahwa pemilu Skema dalam pembagian fungsi antar lembaga
adalah kesempatan bagi warga untuk memilih pejabatnya dalam Pemilu merupakan wujud aktualisasi Indonesia
dan bagaimana seharusnya pemerintahan sesuai dengan sebagai negara hukum. Sebagaimana F.J. Stahl
apa yang mereka ingin dan harapkan (Huda 2018). mengategorikan ciri-ciri negara hukum salah satunya
Menurut pendapat Hutington “Sebuah negara dapat adalah adanya pemisahan kekuasaan negara (Moh. Saleh
dikatakan demokratis apabila di dalamnya terdapat tata et al. 2021). Melalui lembaga tersebutlah yang akan
cara pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala melakukan penegakan hukum dalam pemilihan umum.
dalam rangka melakukan sirkulasi elite”. Kemudian oleh Penegakan hukum dalam pemilihan umum dibagi menjadi
Ferry Kurnia Rizkiyansyah menegaskan bahwa pemilu dua, yakni penegakan hukum terkait pelanggaran proses
merupakan salah satu representasi yang paling kuat atas pemilu dan penegakan hukum terkait dengan sengketa
terselenggarakannya sebuah konsep negara demokrasi hasil pemilu. Orientasi sengketa hasil pemilu merupakan
(Moh. Saleh, Hufron, and Syofyan Hadi 2021). Dengan sengketa yang dibahas melalui lembaga peradilan
pentingnya penyelenggaraan pemilu untuk mewujudkan mahkamah konstitusi sesuai dengan bunyi Pasal 24C
pilar negara demokratis penting dirasa untuk menentukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan
pengaturan yang konstruktif dalam rangka mewujudkan yang tersebut dalam ketentuan Pasal 461 ayat (1) Undang-
negara demokrasi yang berkemajuan. undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Pasal 22 E ayat (5) Undang-Undang Dasar Sengketa proses pemilu akan diselenggarakan
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Pemilihan oleh lembaga penyelenggara pemilu dalam tingkatan dan
Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan kualifikasi pemilihannya masing-masing. Dikatakan
umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”. dalam kategori tingkatan dan kualifikasinya masing-
Kemudian pasal tersebut diperkuat dengan Putusan masing di sini dikarenakan terdapat perbedaan pola dan
Mahkamah Konstitusi No.11/PUUVIII/2010 tentang skema penyelenggaraan proses pemilihan dalam tiap-tiap
pengujian norma undang-undang No. 22 Tahun 2007. cakupan. Perbedaan tersebut muncul atas dasar perbedaan
Dalam putusan tersebut MK memberikan penilaian penyebutan dan juga perbedaan dalam hal pengaturan.
mengenai frasa “suatu komisi pemilihan umum” yang Pada proses pemilihan yang dilakukan untuk memilih
terdapat dalam Pasal 22 E ayat (5) Undang-Undang Dasar anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan
Negara Republik Indonesia tahun 1945 tidak juga DPRD yang disebut dengan Pemilihan Umum atau
menunjukkan rujukan pada satu nama institusi, akan tetapi Pemilu. Kemudian Pemilihan Gubernur dan Wakil
frasa tersebut menunjukkan satu kesatuan fungsi dalam Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
penyelenggaraan Pemilu. Hal ini menjadi penguat secara Wakil Walikota yang selanjutnya disebut dengan
konstitusional untuk lembaga yang bertanggungjawab atas Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) (Nugroho et al. n.d.).
penyelenggaraan pemilu selain dari pada Komisi Pemilu dan pilkada diatur dengan UU yang
Pemilihan Umum (Sodikin 2014). berbeda. Pengaturan Pemilu terdapat dalam undang-
Negara Indonesia memiliki tiga lembaga utama undang No. 7 Tahun 2017, sedangkan pengaturan pilkada
dalam Pemilu. Lembaga tersebut antara lain, Komisi terdapat dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2020 tentang
Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
atau Bawaslu serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Pemilu atau DKPP. Ketiga lembaga tersebut menjalankan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
fungsi Check and Balances dalam tataran penyelenggara Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
pemilihan umum (Hananto Widodo and Dicky Eko Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Prasetio 2021). KPU selaku penyelenggara Pemilu Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-
memegang tugas dan fungsi untuk menyiapkan dan Undang Menjadi Undang-Undang. Hal ini merujuk pada
menyelenggarakan pemilu sementara Bawaslu menjadi dasar terselenggaranya pemilu dan Pilkada yang juga
pengawas jalannya pemilu agar sesuai dengan rambu- berbeda pengaturannya di dalam Undang-Undang Dasar
rambu peraturan perundang-undangan. Dalam hal NRI 1945, Pemilu merujuk pada Pasal 22 E ayat 2 Bab VII
menjalankan tugas sebagai pengawas pemilu, Bawaslu B tentang Pemilihan Umum, sedangkan Pilkada merujuk

187
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

pada Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar NRI 1945. peradilan tata usaha negara menjadi penyelesaian tingkat
Sehingga dalam hal ini melahirkan implikasi mengenai ke-2 setelah upaya Administratif yang diajukan kepada
beberapa perbedaan antara proses dalam Pemilu dan Bawaslu. Sedangkan pada tataran pilkada usai pengajuan
Pilkada utamanya adalah penyelesaian dalam sengketa upaya Administratif akan diajukan banding di tingkat
prosesnya (Nugroho et al. n.d.). Skema alur penyelesaian pengadilan tinggi. Penelitian ini akan mengkaji lebih
sengketa proses Pemilu dan Pilkada tidak kalah rumitnya dalam perbedaan pengaturan yang terjadi dalam
dengan penyelesaian sengketa hasil. Salah satu yang akan penyelesaian sengketa proses Pemilu dan pilkada.
menjadi topik dalam penelitian ini adalah dalam hal Khususnya pada pengaturan pemilu maupun pilkada yang
penyelesaian secara administratif terhadap sengketa belum ditemukan alasan signifikan baik dalam Undang-
proses yang terjadi pada Pemilu dan Pilkada. Undang maupun dalam naskah akademik UU terkait,
Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun sebagai penjelas mengapa pada tataran penyelesaian
2014 tentang Administrasi Pemerintah Pasal 75 ayat (2) secara administratif sengketa proses pemilu dan pilkada di
upaya administrasi terbagi menjadi dua, yakni keberatan tingkat ke dua terdapat perbedaan pengajuan yakni dalam
dan banding Administrasi. Keberatan dalam undang- Pemilu diajukan ke PTUN dan pilkada diajukan ke PT
undang ini dijelaskan bahwa pengajuannya dilakukan TUN selepas pengajuan tingkat `pertama yang mana pada
kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang keduanya baik Pemilu maupun pilkada sama-sama
mengeluarkan keputusan tersebut. Jika warga atau diajukan ke Bawaslu. Pada dasarnya suatu perundang-
masyarakat tidak menerima atas penyelesaian keberatan undangan haruslah konsisten dalam perumusannya, baik
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang secara intern yang merupakan hubungan antar satu pasal
bersangkutan, maka warga atau masyarakat dapat dengan Pasal yang lainnya dalam satu perundang-
mengajukan banding kepada atasan pejabat (Arifin, Rasdi, undangan, maupun secara ekstern yakni hubungan antara
and Alkadri 2018). satu peraturan dengan peraturan terkait di atasnya.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Sehingga penulis ingin meneliti di dalam perbedaan yang
Pemilu mengatur pengajuan upaya administrasi sengketa terdapat pada pengaturan penyelesaian sengketa proses
proses dalam pemilu dapat diajukan kepada Bawaslu Pemilu dan pilkada apabila ditinjau dari Undang-Undang
provinsi dan Bawaslu kabupaten atau kota. Peserta pemilu terkait lainnya sudahlah sesuai, sehingga daripada
sebagaimana yang dijelaskan pada Undang-undang perbedaan yang terjadi tersebut terdapat akibat hukum
tersebut dapat mengajukan sengketa proses tiga hari sejak yang dimunculkan. Penelitian ini akan dilakukan dengan
dikeluarkannya keputusan oleh KPU dan Bawaslu menggunakan pendekatan perundang-undangan dan
diharuskan menyelesaikannya dalam waktu 14 hari. pendekatan konseptual untuk mengkaji akibat hukum dari
Melalui hal tersebut putusan Bawaslu bersifat final kecuali timbulnya perbedaan antara Pemilu dan Pilkada dalam
untuk keputusan yang berkenaan dengan tiga hal, yaitu penyelesaian sengketa proses yang terjadi untuk melihat
berkaitan dengan verifikasi calon partai politik peserta kesesuaian antara kedua proses tersebut dalam sistem
pemilu, penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD administrasi yang ada di negara Indonesia sehingga
Provinsi dan juga DPRD kabupaten/kota, dan yang melahirkan konsep Pemilu dan Pilkada yang konstruktif
terakhir adalah penetapan calon, dalam hal mengajukan serta konstitusional(Asshiddiqie 2006).
banding atas keputusan yang dikeluarkan Bawaslu tentang
3 hal tersebut peserta pemilu dapat mengajukan kepada METODE
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sedangkan dalam Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum
hal pengaturan sengketa proses dalam pilkada pada Pasal normatif dengan isu adanya konflik hukum. Pendekatan
154 ayat (1) dan (2) Undang-Undang pilkada mengatur yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
pengajuan upaya administrasi sengketa proses pemilu (statute apprach); pendekatan konseptual (conceptual
diajukan kepada Bawaslu dan pengajuan Banding approach); dan pendekatan historis (historical approach).
terhadap keputusan yang dikeluarkan Bawaslu kepada Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) merupakan metode studi kepustakaan dengan
(Marzuki 2008). menggunakan analisis dalam penelitian ini menggunakan
Berkenaan dengan itu dalam Pasal 48 Undang- teknik analisis preskriptif.
Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
mengatur aspek prosedural yang sangat penting yang HASIL DAN PEMBAHASAN
berkaitan dengan kompetensi atau wewenang untuk A. Pengaturan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
mengadili sengketa yang berkaitan dengan sengketa tata dan Pilkada
usaha negara (Hamzah 1988). Pada tataran Pemilu Sengketa proses merupakan salah satu

188
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

rangkaian sengketa yang terjadi dalam proses pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada (Hananto keputusan tersebut. Jika warga masyarakat tidak
Widodo and Dicky Eko Prasetio 2021). Dimana alur menerima atas penyelesaian keberatan oleh Badan
penyelesaiannya diatur dalam Undang-Undang No. 7 dan/atau Pejabat Pemerintahan, maka warga
tahun 2017 tentang pemilu dan Undang-Undang No. masyarakat dapat mengajukan banding kepada
10 tahun 2016 Jo Undang-Undang No. 1 tahun 2015 atasan pejabat. Upaya administratif juga diatur dalam
tentang Pilkada yang secara rinci dijabarkan UU No. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha
sebagaimana berikut. negara. Pasal 48 menjelaskan Pengertian dari upaya
Tinjauan Hukum pengaturan Sengketa Proses administratif adalah suatu prosedur atau cara yang
Pemilu dan Pilkada bisa dilakukan seseorang maupun badan hukum
Secara umum kerangka penyelesaian perdata yang merasa tidak puas terhadap keputusan
sengketa proses Pemilu dan pilkada melalui dua tata usaha negara. kemudian diperinci dengan
proses, yakni proses administratif dan proses keluarnya SEMA No. 2 tahun 1991 yang
peradilan. Upaya administratif merupakan upaya menjelaskan (Anwar 2019):
yang ditempuh melalui badan pengawas pemilu atau a. Apabila di dalam pengaturan yang menjadi
Bawaslu. Hal ini dijelaskan dalam UU Pemilu dan landasan dikeluarkannya KTUN sebagai
UU pilkada. Sebagaimana diterangkan lebih umum penyebab terjadinya sengketa tata usaha negara
dalam UU Administrasi Pemerintahan dan UU upaya administratif yang diwajibkan adalah
Peratun. Berkenaan dengan dekatnya upaya upaya pengajuan keberatan, maka penyelesaian
administratif dengan penyelenggaraan administrasi setelahnya adalah pengajuan gugatan ke
pemerintahan, tentunya secara umum perihal upaya pengadilan tata usaha negara
administratif lebih banyak di bahas dalam UU b. Apabila dalam pengaturan yang menjadi
Administrasi Pemerintahan dari pada Undang- landasan dikeluarkannya KTUN sebagai
Undang Peratun (Santoso n.d.). Hal ini tentunya juga penyebab terjadinya sengketa tata usaha negara
tidak terlepas dari teori-teori hukum pemerintahan upaya administratif yang diatur adalah upaya
sebagai acuannya. mengacu pada teori-teori hukum pengajuan keberatan dan banding administratif
pemerintahan. Sebagai rangkaian dari upaya atau banding administratif saja, maka
administratif salah satunya adalah upaya pengajuan penyelesaian setelahnya adalah pengajuan
banding. Secara konsep dalam penjelasan UU gugatan ke pengadilan tinggi tata usaha negara.
Administrasi Pemerintahan dan teori hukum
administrasi terdapat penjabaran mengenai Bawaslu secara teori hukum administrasi
pengertian upaya banding. Dimana di dalam UU dikategorikan sebagai instansi lain, sehingga kurang
Administrasi pemerintahan tidak membuka definisi tepat jika pengajuan penyelesaian sengketa proses
upaya banding selain diajukan kepada atasan pejabat pemilu dikatakan sebagai pengajuan keberatan.
yang mengeluarkan keputusan. Sehingga dalam hal Karena secara teori hukum administrasi negara,
ini akan menjadi dasar pengkajian terhadap upaya keberatan merupakan upaya yang diajukan
perbedaan perlakuan dalam pengaturan penyelesaian kepada badan atau pejabat yang mengeluarkan
sengketa proses dalam pilkada dan pemilu. (Hananto keputusan (Philipus M. Hadjon et al 2015).
Widodo and Dicky Eko Prasetio 2021). Sebuah Penyebutan yang lebih tepat atas upaya yang
Undang-Undang sejatinya tidak hanya dijabarkan diajukan kepada Bawaslu adalah upaya banding
melalui Peraturan Pelaksana, tapi juga dapat administratif. Sehingga apabila digambarkan dalam
dijelaskan lebih khusus oleh UU yang secara khusus sebuah bagan adalah sebagai berikut:
membahas sebuah fenomena atau peristiwa hukum.
UU Pemilu dan UU pilkada mengatur didalamnya
mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu dan
pilkada, yang menempatkan Bawaslu sebagai
Lembaga yang menangani penyelesaian secara
administratif sengketa proses yang terjadi.
Berdasarkan Pasal 75 ayat (2) Undang-
Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintah upaya administratif terbagi menjadi dua,
yakni keberatan dan banding. Keberatan dalam
undang-undang ini juga diajukan kepada badan atau

189
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

Gambar 1: Bagan penyelesaian sengketa masyarakat karena diduga terjadi manipulasi yang
proses Pemilu dan
Gambar 3. Pilkada
1 Bagan alur penyelesaian sengketa dilakukan oleh petugas pemilu. Kemudian
UU Admnistrasi Pemerintah
dibentuklah Panitia Pengawas Pemilu pada tahun
PEMILU PILKADA
dan UU PERATUN 1982 yang merupakan penyempurna Lembaga
pemilihan umum yang pada saat itu masih menjadi
bagian dari kementerian dalam negeri. Hingga pada
Keberatan Keberatan
saat ini bertransformasi menjadi badan pengawas
pemilu atau BAWASLU. Tugas dan wewenang yang
Bawaslu Banding Administratif
dimiliki oleh Bawaslu juga terus mengalami
Bawaslu
perkembangan.
PTUN
Saat ini Bawaslu mempunyai ruang lingkung
PTUN
yang luas sebagai penegakan hukum pemilihan
PTTUN PTTUN umum. Bawaslu tidak hanya berfungsi sebagai
Diolah dari berbagai sumber. Lembaga pengawas yang merupakan tugas Lembaga
Penyelesaian sengketa melalui Bawaslu eksekutif tapi bawaslu juga memiliki peran sebagai
merupakan kategori upaya banding administratif. Hal pemutus sebuah perkara layaknya Lembaga
ini sesuai dengan pengaturan dalam UU Administrasi peradilan. Luasnya kewenangan Bawaslu tersebut
pemerintahan dan UU Peratun. Namun, sebagaimana tentunya juga merupakan hal yang baru bagi Bawaslu
demikian persoalan lain tampaknya muncul, atas sejak keluarnya pengaturan pemilu terbaru pada
mekanisme penyelesaian tingkat selanjutnya. tahun 2017, sehingga ia memiliki peran yang komplit
Dimana terdapat perbedaan tahapan penyelesaian sebagai suatu Lembaga negara yakni dengan
pada Pemilu dan pilkada. Proses yang diatur dalam penambahan sebagai lembaga adjudikasi. Hal ini
UU Pemilu menyebutkan pengajuan upaya hukum tentu juga menambah satu lagi struktur dan prosedur
pasca upaya administratif kepada pengadilan tata dalam proses penegakan hukum di negara Indonesia
usaha negara (PTUN) sedangkan pada UU pilkada (Amal 2019).
diatur upaya penyelesaian pasca upaya administratif Penjabaran kewenangan Bawaslu dalam
kepada peradilan tinggi tata usaha negara (PT TUN) penyelesaian sengketa pemilu tercantum dalam Pasal
(Moh. Saleh, Hufron, and Syofyan Hadi 2021). 461 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu,
Perbedaan pengaturan antara Pemilu dan bahwasannya kewenangan Bawaslu meliputi (Cahya
pilkada seharusnya tidaklah menjadi alasan adanya Untung Sri; Hananto, Untung Dwi 2019) ; (1)
perbedaan penyelesaian sengketa proses keduanya menerima serta memproses laporan berkenaan
(Hananto Widodo and Dicky Eko Prasetio 2021). dengan dugaan pelanggaran pemilu (2) melakukan
Apabila menilik lebih jauh mengenai kewenangan penggalian keterangan pihak terkait upaya
KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilihan pencegahan, penindakan terhadap pelanggaran
adalah sama dalam Pemilu dan pilkada. Kemudian administrasi, kode etik, pidana pemilu, dan sengketa
apabila ditinjau mengenai perbedaan yang terjadi proses Pemilu (3) menerima, memeriksa, mengkaji
pasca penyelesaian administratif, pengaturan dalam pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran politik
pilkada tampak lebih baik dari pada pengaturan uang, dan sengketa proses Pemilu. Kemudian
Pemilu. Upaya administratif yang diselesaikan di berkenaan dengan kewenangan Bawaslu yang
Bawaslu merupakan upaya banding administratif berhubungan dengan penunjang kekuasaan peradilan
berdasarkan konsep administrasi negara(Anggraini adalah: (1) memutuskan pelanggaran administrasi
2012). Sehingga seharusnya apabila dimungkinkan pemilu (2) memutus pelanggaran politik uang (3)
untuk dilakukan proses lebih lanjut, maka melakukan mediasi hingga adjudikasi dalam
pengajuannya dilakukan kepada PT TUN. penyelesaian sengketa proses pemilu (4)
kewenangan memberikan rekomendasi terhadap
Kedudukan Bawaslu dalam kerangka instansi berkenaan netralitas ASN, TNI-Polri (5)
penyelesaian sengketa proses Pemilu Melakukan pengujian terhadap putusan atau
Berjalannya demokrasi di Indonesia tidak rekomendasi dari putusan Bawaslu di tingkat
terlepas dari peran pengawasan Bawaslu. bawahnya.
Sebagaimana cikal bakal dari berdirinya Bawaslu Berdasarkan penjabaran fungsi dan
yang dilatarbelakangi oleh minimnya kepercayaan wewenang Bawaslu di atas, salah satu tugas bawaslu
masyarakat terhadap pelaksana pemilu sejak tahun adalah menyelesaikan sengketa proses pemilu mulai
1971. Sehingga muncul banyak protes dari dari menerima permohonan sampai dengan

190
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

mengeluarkan keputusan. Pasal 466 UU Pemilu


mengkualifisir bahwasanya terjadinya sengketa Gambar 2: Bagan kewenangan Bawaslu dalam
Gambar 3. 1 Bagan Penyelesaian Sengketa oleh Bawaslu
proses pemilu dikarenakan(Nugroho et al. n.d.): Pemilu dan Pilkada
a) Hak peserta pemilu yang dirugikan secara Sengketa Proses
Pemilihan
langsung oleh peserta pemilu lain akibat
dikeluarkannya keputusan KPU
Sengketa peserta Sengketa Antar
b) Hak peserta pemilu yang dirugikan secara dengan penyelenggara Peserta
langsung oleh KPU dalam setiap tingkatannya
Menerima Menerima
akibat keputusan yang dikeluarkan Permohonan Permohonan

Pemeriksanaan Pemeriksanaan
Pengertian sengketa proses pemilu dan Permohonan Permohonan
penyelenggara pemilu secara khusus juga dijelaskan Mediasi pihak Mediasi pihak
dalam Pasal 14 Perbawaslu No. 9 Tahun 2022 yang bersengketa yang bersengketa

bahwasanya sengketa proses pemilu dan


Tidak menghasilkan Kesepakatan Tidak menghasilkan
penyelenggara pemilu merupakan sengketa yang kesepakatan kesepakatan
terjadi karena adanya hak calon Peserta dan/atau
Proses Adjudikasi Proses Adjudikasi
Peserta Pemilu yang dirugikan secara langsung oleh
Tindakan KPU, KPU Provinsi atau KPU Pemeriksaan Bukti
Bukan Putusan Putusan
Kabupaten/Kota. Keputusan yang dikeluarkan KPU Final Final Putusan Final
berbentuk surat keputusan dan/atau berita acara
kecuali keputusan yang merupakan tindak lanjut dari Diolah dari berbagai sumber.
putusan Bawaslu atas penyelesaian sengketa yang Bagan diatas menjelaskan alur penyelesaian
melibatkan KPU. Permohonan atas kerugian yang sengketa proses di Bawaslu sesuai dengan Peraturan
dialami oleh calon peserta/ peserta Pemilu kepada Bawaslu terbaru yakni Per Bawaslu No. 9 tahun 2022.
Bawaslu dijabarkan dalam beberapa kategori, antara Klasifikasi sengketa proses yang dijelaskan melalui per
lain yakni (Amal 2019): Bawaslu No. 9 tahun 2022 terdapat dua macam yakni
sengketa antar peserta pemilu yang disebabkan dengan
1. Tidak memenuhi syarat (TMS) untuk ditetapkan adanya tindakan peserta pemilu yang merugikan peserta
sebagai Peserta pemilu, baik partai politik calon pemilu lain, dan sengketa proses yang kedua adalah
peserta pemilu yang mendaftar, bakal calon sengketa yang terjadi antara peserta pemilu dengan
anggota DPD yang mendaftar atau bakal penyelenggara Pemilu. Berbedaan yang sangat terlihat
pasangan calon yang mendaftar ke KPU. berdasarkan bagan di atas adalah penyelesaian sengketa
2. Partai politik peserta pemilu yang mendaftarkan antar peserta pemilu paling akhir adalah pada putusan
bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, atau pemilu dalam proses adjudikasi, dimana pada proses ini
DPRD kabupaten/kota yang dinyatakan tidak atas putusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu adalah
memenuhi syarat (TMS) dalam pendaftaran bersifat final dan mengikat bagi kedua pihak yang
3. Pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai bersengketa. Sedangkan pada penyelesaian sengketa
peserta pemilu yakni; partai politik peserta antara peserta pemilu dan penyelenggara Pemilu dalam
pemilu, calon anggota DPD dan/atau pasangan proses adjudikasi terdapat putusan Bawaslu yang sifatnya
calon final dan mengikat dan ada putusan yang bersifat belum
4. Partai politik peserta pemilu yang mendaftarkan final, dalam artian masih dapat diajukan upaya lagi apabila
bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, atau atas keputusan yang dikeluarkan Bawaslu terdapat pihak
DPRD kabupaten/kota yang sudah dinyatakan yang merasa belum puas.
sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, atau Perlakuan sama dengan kewenangan Bawaslu
DPRD kabupaten/kota dalam UU Pilkada yang diatur dalam Undang-Undang No
10 tahun 2016 Jo Undang-undang No 1tahun 2015 tentang
Kategori diatas merupakan kategori pemohon atas
Pilkada , bahwasannya bawaslu berwenang untuk
sengketa proses pemilu yang menyatakan sebagai
mengawasi serangkaian proses yang terjadi dalam
termohonnya adalah KPU di masing-masing tingkatannya
rangkaian acara pemilihan sebagaimana dijelaskan dalam
(Diniyanto 2019). Apabila digambarkan kerangka
Pasal 135 UU No. 1 tahun 2015 bahwasannya pelanggaran
kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa Proses
pemilihan yang diselesaikan secara langsung oleh
adalah sebagai berikut:
Bawaslu adalah sengketa pemilihan. Kemudian dijelaskan
lagi dalam Pasal 142 UU a quo bahwasannya sengketa

191
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

pemilihan dikategorikan menjadi 2 macam, yakni adjudikasi. Melalui kewenangan memberikan sebuah
sengketa antar peserta pemilih dan sengketa yang terjadi keputusan Bawaslu dapat dikatakan masuk ke dalam
antar peserta pemilih dengan penyelenggara pemilih. rumpun quasi yudisial (Hananto Widodo and Dicky Eko
Penyelesaian kedua sengketa tersebut dilakukan oleh Prasetio 2021).
Bawaslu atau Panwas kabupaten/kota sesuai dengan
tingkatan daerah pelanggaran yang terjadi. Sehingga pada Tinjauan Konsep Kewenangan PERATUN dalam
akhirnya Panwas kabupaten/kota dan Bawaslu berhak Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Pilkada
mengeluarkan keputusan yang perlu ditindaklanjuti oleh
pihak terkait dimana keputusan tersebut adalah keputusan Kewenangan peradilan tata usaha negara dalam
yang bersifat final dan mengikat kecuali keputusan atas sengketa proses pemilu baru saja bisa dilakukan setelah
sengketa tata usaha. Sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ditempuh penyelesaian secara administratif yang
ayat 1 UU No. 10 tahun 2016 Jo UU No. 1 tahun 2015 dilakukan oleh Bawaslu. Sehingga dalam hal penyelesaian
tentang Pilkada bahwasannya “Sengketa tata usaha negara sengketa proses peradilan tata usaha negara merupakan
Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tahapan kedua setelah tahapan administratif, sehingga
tata usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan untuk menelaah lebih jauh mengenai kewenangan dan
Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil proses penyelesaian sengketa pemilu oleh peradilan tata
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota usaha negara, akan diuraikan secara umum gambaran
dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota Lembaga peradilan tata usaha negara di Indonesia
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi (Hamzah 1988).
dan/atau KPU Kabupaten/Kota”. Sehingga atas sengketa Berdasarkan Pasal 8 UU No. 5 tahun 1986 tentang
tersebut pasca dikeluarkannya keputusan Panwas Peradilan Tata Usaha Negara menjelelaskan bahwasanya
kabupaten atau Kota atau Bawaslu tingkat provinsi dapat peradilan tata usaha terdiri dari pengadilan negeri dan
diajukan upaya hukum selanjutnya di tingkat pengadilan pengadilan tinggi. Pengadilan negeri merupakan
tinggi tata usaha negara (Cahya Untung Sri; Hananto, pengadilan pada tingkat pertama, sedangkan pengadilan
Untung Dwi 2019). tinggi merupakan pengadilan pada tingkat ke banding.
Secara konsep pengaturan mengenai alur Berdasarkan Pasal 48 ayat (2) UU a quo, Pengadilan
penyelesaian sengketa proses atau sengketa administrasi berwenang melakukan pemeriksaan, memutuskan dan
pemilu dan pilkada adalah sama, dimana diselesaikan menyelesaikan sengketa tata usaha negara setelah seluruh
melalui bawaslu untuk dihasilkan sebuah keputusan yang upaya administratif telah digunakan. Kemudian dijelaskan
bersifat final dan mengikat kecuali atas tiga hal. dalam Pasal 50 dan 51 mengenai wewenang dari
Sebagaimana dikecualikan dalam sengketa proses pemilu pengadilan tata usaha negara pada tingkat pengadilan
3 tersebut kemudian disebut sengketa tata usaha yang pertama dan pengadilan tinggi. Dimana pengadilan tinggi
dapat diajukan upaya hukum selanjutnya kepada peradilan memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa tata
tata usaha negara. Secara yuridis-normatif penjabaran di usaha negara dalam tingkat banding pada wilayah
atas, dapat diartikan sebagai penguatan Bawaslu dengan jangkauannya yang berada di tingkat provinsi (Abdulah
perannya sebagai Lembaga peradilan. Sebagaimana juga 2009).
dijelaskan dalam Pasal 468 UU Pemilu bahwa Bawaslu Secara umum lembaga peradilan di Indonesia
ditempatkan sebagai badan adjudikasi yang sebagaimana alur dan prosedurnya dibagi ke dalam tiga
menyelesaikan sengketa proses Pemilu melalui tingkatan pengajuan yakni, prosedur pengadilan tingkat
mekanisme adjudikasi. Mengacu pada Pasal 468 ayat 3 pertama, tingkat banding dan kasasi (Martitah 2014).
dan 4 UU Pemilu bahwasanya Bawaslu melakukan Secara konsep pengadilan tingkat pertama merupakan
penyelesaian sengketa proses Pemilu melalui proses judex facti. Dimana didalamnya diperiksa fakta-fakta dari
menerima, mengkaji permohonan, mempertemukan pihak peristiwa hukum yang terjadi sebagai bahan pertimbangan
yang bersengketa untuk melakukan mediasi dan melalui hakim memberikan suatu keputusan perkara. Judex Facti
proses adjudikasi apabila setelah proses mediasi tidak merupakan hakim yang melakukan pemeriksaan fakta
dihasilkan kata sepakat. Pelaksanaan wewenang tersebut dalam persidangan, dari fakta tersebut diketahui terbukti
berdasarkan wewenang yang secara langsung diberikan atau tidaknya suatu perkara. Kemudian pengadilan tingkat
oleh Undang-Undang (Kunaifi and Setyadji 1945). banding, disebut dengan judex facti. Pengajuan banding
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu menguatkan dilakukan kepada pengadilan tinggi. Pengadilan tinggi
kedudukan Bawaslu juga menjadikan Bawaslu sebagai disebut dengan judex facti sama halnya dengan pengadilan
Badan dengan peran penyelesaian sengketa yang lengkap tingkat pertama yang biasa disebut dengan pengadilan
dari mulai fungsi pemeriksaan sampai dengan negeri. Perbedaan pemeriksaan yang dilakukan oleh
memberikan putusan perkara melalui peradilan atau pengadilan tingkat banding adalah di sini dilakukan

192
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

pemeriksaan ulang bukti-bukti dan fakta hukum yang pemilu di tingkat kedua pasca penyelesaian secara
terjadi sebagai bahan pertimbangan menilai kesesuaian administratif melalui Bawaslu, namun keduanya melalui
dari keputusan yang telah dikeluarkan oleh pengadilan bilik pengadilan yang berbeda (Tatawu 2022).
tingkat pertama. Kemudian pengadilan tingkat selanjutnya Kemudian atas keputusan yang dikeluarkan oleh
adalah pengadilan tingkat kasasi yang berperan sebagai peradilan tata usaha berdasarkan Pasal 471 ayat (7)
judex jurist. Judex Jurist artinya adalah hakim yang Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu,
memeriksa hukum. Dimana ketika pihak yang berperkara menjelaskan bahwasannya keputusan tersebut bersifat
tidak dapat menerima keputusan yang dikeluarkan oleh final dan mengikat sehingga tidak dapat dilakukan lagi
pengadilan tingkat banding dapat mengajukan upaya upaya hukum lain setelahnya. Sedangkan dalam proses
kasasi. Penyelesaian ditingkat kasasi tidak lagi sama penyelesaian sengketa dalam pilkada pasca dilakukan di
dengan penyelesaian tingkat pertama dan kedua. Di pengadilan tinggi tata usaha negara, dapat dilakukan upaya
tingkat kasasi hakim hanya melakukan pemeriksaan hukum selanjutnya apabila terdapat pihak yang tidak
mengenai penerapan hukum terhadap fakta-fakta hukum terima atas keputusan tersebut, yang hanya dapat diajukan
yang terjadi (Soedarto 2015). kepada Mahkamah Agung yakni upaya pengajuan kasasi.
Penyebutan judex facti dan judex jurist bermula Hal ini berdasarkan penjelasan dalam Pasal 154 ayat (7)
dari istilah Bahasa latin. Judex facti artinya majelis hakim UU No. 10 tahun 2016 Jo UU No. 1 tahun 2015 tentang
yang melakukan pemeriksaan fakta dan judex juris artinya pilkada (Talib 2013).
majelis hakim yang memeriksa hukum. Istilah tersebut Melihat dari proses yang terjadi, apabila ditelaah
kemudian diadopsi dalam sistem peradilan di Indonesia dalam konsep peradilan di Indonesia, maka sepatutnya
menjadi pembagian wewenang dalam tingkatan Lembaga upaya yang ditempuh pasca upaya administratif dalam
peradilan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya Indonesia pemilu maupun pilkada tidak lagi ke peradilan tingkat
memiliki 3 tingkatan Lembaga peradilan yakni, tingkat pertama (Hamzah 1988). Hal ini dikarenakan Pengadilan
pertama yang disebut dengan peradilan negeri Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota, tingkat memegang fungsi Judex Facti pada tingkatan pertama.
banding oleh pengadilan tinggi yang berkedudukan di Sedangkan pengambilan keputusan pertama telah
tingkat provinsi dan tingkat kasasi yang merupakan dilakukan dalam proses adjudikasi melalui Bawaslu.
puncak dari pengadilan yang berkedudukan di ibu kota. Sehingga upaya selanjutnya adalah upaya peradilan
Pengadilan tingkat pertama melakukan tingkat banding yang memeriksa keputusan yang
penerimaan, pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian diputuskan sebelumnya. Apabila digambarkan dalam
perkara. Sedangkan pada tingkat banding melakukan sebuah bagan adalah sebagai berikut (Tatawu 2022).
penerimaan, pemeriksaan, dan mengadili perkara banding Gambar 3. Bagan konsep peradilan Pemilu dan
Gambar 3. 1 Bagan konsep peradilan Pemilu dan Pikada
atas perkara yang diputuskan di pengadilan tingkat Pilkada
pertama, sehingga pengadilan banding harus melakukan
pemeriksaan terhadap fakta dan bukti perkara. Pada PEMILU PILKADA

tingkat kasasi, majelis hakim (judex juris) tidak lagi


memeriksa bukti dan fakta, tapi hanya melakukan Pengadilan Proses Adjudikasi Proses
interpretasi, konstruksi, dan penerapan hukum terhadap Judex Fucti I Adjudikasi

fakta yang sudah ditemukan oleh judex facti.


PTUN
Penerapan sistem peradilan yang dilakukan dalam
Pengadilan
Pemilu dan pilkada dimulai sejak pada proses yang Judex Fucti II PTTUN
ditempuh di Bawaslu. Dimana Bawaslu selain berperan
sebagai Lembaga pengawas pemilu juga memiliki peran Pengadilan
MA
sebagai Lembaga peradilan Pemilu terhadap fungsinya Judex Jurist

melakukan proses adjudikasi yang memutuskan perkara Diolah dari berbagai sumber.
sengketa proses apabila dalam melakukan mediasi kedua
pihak yang bersengketa belum menemukan kata mufakat. Secara konsep tingkatan peradilan di Indonesia
Selanjutnya atas keputusan dari bawaslu dalam proses berdasarkan wewenang hakim pada masing-masing
adjudikasi, apabila diantara pihak yang bersengketa masih tingkatannya konsep peradilan sengketa proses Pemilu
merasa keberatan dapat dilakukan upaya peradilan kurang tepat dengan menempatkan PTUN sebagai
selanjutnya ke pengadilan tata usaha negara bagi Pemilu penyelesaian pasca Bawaslu (Furqoni, Sahbudi, and
dan pengadilan tinggi tata usaha negara bagi pilkada. Ningrum 2022). Demikian tersebut akan menimbulkan
Pengaturan Pemilu dan pilkada menempatkan Peradilan pengulangan atas proses yang seharusnya telah
Tata Usaha sebagai upaya menyelesaikan sengketa proses diselesaikan di tingkat penyelesaian pertama, dalam artian

193
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

seluruh fakta yang telah diperiksa pada proses sengketa proses pilkada, karena yang menunjukkan
penyelesaian tingkat pertama di Bawaslu akan diulangi kesesuaian dengan UU Administrasi dan UU Peratun
kembali pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga adalah penyelesaian sengketa proses dalam pilkada.
dalam kerangka konsep peradilan di Indonesia Secara teori hukum tata negara, sebuah Undang-Undang
menempatkan PTTUN sebagai Lembaga pengadilan yang akan tetap dinyatakan berlaku sebelum dikeluarkannya
menyelesaikan sengketa proses pasca penyelesaian Undang-Undang yang menghapus atau mencabutnya,
administratif dalam Pemilihan Kepala Daerah atau dikeluarkannya keputusan yang menyatakan
(PILKADA) lebihlah tepat. ketidakberlakuannya (Indrawati n.d.).
B. Konsekuensi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Sekalipun tidak sesuai dengan konsep administrasi
Pilkada di Indonesia pemerintahan dan peradilan yang ada di Indonesia secara
Secara normatif melalui pengaturan di masing- hukum Undang-Undang ini akan tetap berlaku dan akan
masing UU berkenaan dengan penyelesaian Pemilu dan tetap berjalan sebagai dasar pelaksanaan Pemilu. Oleh
Pilkada terdapat perbedaan perlakuan pada upaya di karena itu, perubahan atas pengaturan penyelesaian
tingkat peradilan tata usaha negara. Sehingga setelah sengketa proses Pemilu untuk menyelaraskan dengan UU
diketahui hal tesebut, maka permasalahan yang muncul Peratun dan UU Administrasi sebagaimana yang telah ada
selanjutnya adalah bagaimana hukum memandang dalam aturan UU pilkada merupakan Hukum yang dicita-
perbedaan tersebut. Sesuai dengan hukum administrasi citakan dimasa depan atau Ius Constituendum. Menurut
dan hukum tata negara di Indonesia sehingga dapat Sudikno Mertokusumo (2007) “Kriteria waktu berlakunya
dirumuskan sebuah konsekuensi pasti yang timbul karena hukum dibagi menjadi 2, yakni Ius Constituum dan Ius
berbedaan keberlakuan dalam UU yang mengatur hal sama Constituendum. Ius Constitutum adalah hukum yang
dengan dasar dan landasan hukum sama yang mengatur berlaku saat ini, dan Ius Constituendum adalah hukum
secara lebih umum dan mendasar. yang dicita-citakan pada masa mendatang”. Melihat
Konsekuensi Perbedaan Pengaturan dalam Undang- ketidaksesuaian pengaturan dalam UU Pemilu yang
Undang menimbulkan disharmoni Undang-Undang, maka tentu
Pengaturan Pemilu dan pilkada mengenai sengketa perlu dilakukan penyesuaian pengaturan untuk
proses menetapkan ketentuan yang berbeda dalam menyelaraskan dan menjaga konsistensi antara pengaturan
pelaksanaannya. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan dalam satu undang-undang dengan undang yang terkait
kesesuaian antara keduanya jika kemudian disandingkan lainnya.
dengan pengaturan yang lebih umum mengatur mengenai
hal tersebut. Pasal yang kemudian menjadikan pengaturan Ius Constituendum Pengaturan Penyelesaian Sengketa
ini berbeda terdapat pada pengajuan pasca upaya Proses Pemilu
administratif. Sehingga kemudian penelitian ini Disharmoni pengaturan dalam penyelesaian
melakukan pendekatan perundang-undangan dengan sengketa proses pada Pemilu dan Pilkada mengakibatkan
undang-undang yang mengatur lebih umum, karena pada harus adanya pengaturan yang disesuaikan baik salah satu
dasarnya sebuah perundang-undangan tidak hanya maupun keduanya. Jika ditelaah berdasarkan pengaturan
dijabarkan penjelasan khususnya melalui peraturan yang mengatur pada masing-masingnya, dan apabila
pelaksana. Namun, juga dapat melalui perundang- ditinjau berdasarkan konsep hukum administrasi dan
undangan lainnya (Hananto Widodo and Dicky Eko peradilan yang ada di Indonesia, maka pengaturan
Prasetio 2021). sengketa proses Pemilu menunjukkan ketidak sesuainnya.
Secara konsep hukum administrasi dan hierarki peradilan Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan perubahan dalam
di Indonesia, perbedaan yang ada di dalam UU pilkada dan pasal-pasal yang mengatur penyelesaian sengketa proses
Pemilu dalam hal pilkada melakukan pengajuan upaya pada Pemilu. Tinjauan yang telah dilakukan pada UU
administratif ke PT TUN dan Pemilu ke PTUN, hal ini Pilkada menunjukkan bahwa pengaturan dalam UU
menimbulkan sebuah konflik norma. Jika kemudian Pilkada dapat dijadikan salah satu permisalan pengaturan
disandingkan dengan apa yang diatur dalam UU penyelesaian sengkera proses yang sesuai secara hukum
Administrasi Pemerintahan dan UU PERATUN. Secara administrasi dan peradilan di Indonesia. Hal ini
konseptual hal ini mengakibatkan inkonsistensi atau merupakan suatu kebenaran hukum yang dicita-citakan
disharmoni peraturan perundang-undangan (Asshiddiqie dalam masa mendatang.
2006). Sehingga perlu diuraikan antara keduanya manakah Sehingga secara konkrit perubahan dalam UU
yang lebih sesuai dengan sistem administrasi dan peradilan Pemilu apabila diselaraskan dalam pengaturan yang ada di
yang ada di Indonesia. Ditinjau dari konsep peradilan dan dalam UU Pilkada adalah sebagai berikut:
teori administrasi, maka yang lebih menunjukkan Tabel 1. Perbandingan penyelesaian sengketa proses
kesesuaiannya adalah pengaturan dalam penyelesaian Pemilu dan Pilkada

194
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Perihal Pengaturan Pengaturan keseluruhan proses yang terdapat pada pengaturan Pemilu
dalam UU dalam UU dan Pilkada mengenai penyelesaian sengketa proses nya
Pilkada Pemilu adalah sama. Hal yang muncul sebagai pembeda adalah
Definisi Sengketa Sengketa pengajuan upaya hukum mengenai sengketa tata usaha
sengketa proses antar peserta antar peserta negara. Dimana Pemilu diajukan ke pengadilan tata usaha
pemilu dan pemilu dan negara dan Pilkada diajukan kepada pengadilan tinggi tata
peserta pemilu peserta pemilu usaha negara.
dengan dengan Sebagaimana konsekuensi suatu perbedaan yang
penyelenggara penyelenggara terdapat dalam pengaturan sebuah Undang-Undang maka
pemilu pemilu haruslah ada salah satu Undang-Undang yang disesuaikan
Pasal 142 UU Pasal 466 UU apabila memang setelah dikaji dengan perundang-
No. 1 tahun No. 7 tahun undangan yang mengatur lebih umum dari pada nya atau
2015 2017 tentang peraturan lebih tinggi yang mengaturnya sesuai dengan
Pemilu hierarki perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini
Wewenang Menerima, Menerima, menunjukkan pengaturan dalam Undang-Undang Pemilu
Bawaslu dalam memproses, memproses, dengan meletakkan pengadilan tata usaha negara sebagai
Proses memeriksa, memeriksa, penyelesaian sengketa proses pemilu pasca upaya
Administratif melakukan melakukan administratef merupakan proses yang kurang tepat
mediasi, mediasi, sehingga perlu dilakukan perubahan pada Pasal 470 ayat
adjudikasi adjudikasi (1), Pasal 471 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu
Pasal 143 UU Pasal 468 UU sebagaimana yang diatur dalam Pasal 154 ayat (2) UU No.
No. 1 tahun No. 7 tahun 10 tahun 2016 Jo UU No. 1 tahun 2015 tentang Pilkada
2015 2017 tentang yang sesuai dengan pengaturan di dalam Undang-Undang
Pemilu Administrasi Pemerintah dan Undang-Undang Peradilan
Pengajuan Diajukan ke Diajukan ke Tata Usaha negara.
sengketa tata pengadilan pengadilan
usaha negara tinggi TUN TUN. PENUTUP
Pasal 154 ayat Pasal 470 ayat Simpulan
(2) UU No. 10 (1), Pasal 471 Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan
tahun 2016 Jo UU No. 7 tahun jawaban atas rumusan masalah yang dikaji dalam rencana
UU No. 1 tahun 2017 tentang penelitian ini mengenai kerangka penyelesaian sengketa
2015 Pemilu proses pemilu dan pilkada di Indonesia sehingga
Sifat Putusan Final dan Final dan menghasilkan suatu kesimpulan:
Bawaslu dalam Mengikat Mengikat 1. Pilkada dan Pemilu adalah bagian dari hukum
Proses Pasal 144 UU Pasal 469 UU administrasi yang diatur dalam Undang-Undang
Administratif No. 10 tahun No. 7 tahun khusus yakni UU tentang pemilu dan UU tentang
2016 Jo UU 2017 tentang pilkada. Penyelesaian sengketa proses di dalam UU
No. 1 tahun Pemilu Pemilu dan pilkada Ketika dirincikan proses
2015 penyelesaiannya, terdapat perbedaan perlakuan,
Jenis-jenis Pasal 153 UU Pasal 470 ayat dimana pasca upaya administratif ditempuh,
sengketa tata No. 1 tahun (2) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 470 ayat (1),
usaha negara 2015 Pasal 471 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu
Sifat putusan Pasal 154 ayat Pasal 471 ayat bahwa UU pemilu mengatur pengajuan upaya
dalam (7) UU No. 10 7&8 selanjutnya kepada PTUN. Sedangkan Pasal 154
peradilan tata tahun 2016 Jo ayat (2) UU No. 10 tahun 2016 Jo UU No. 1 tahun
usaha UU No. 1 2015 tentang Pilkada mengatur penyelesaian pasca
tahun 2015 upaya administratif dilakukan di PTTUN.
Diolah dari berbagai sumber. Berdasarkan pengaturan penyelesaian sengketa
Tabel di atas menunjukkan pasal demi pasal yang administrasi yang diatur dalam UU Administrasi
mengatur dalam masing-masing pengaturan yakni pada dan UU Peratun, UU pilkada dapat dikatakan
UU Pemilu dan UU Pilkada mengenai penyelesaian sebagai pengaturan yang lebih tepat.
sengketa proses Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Secara 2. Perbedaan dalam pengaturan sebuah undang-
undang menimbulkan adanya disharmoni atau

195
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

inkonsistensi pengaturan. Sehingga perlu Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


dilakukan penyesuaian terhadap pengaturan dalam Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
UU Pemilu yang mengatur pengajuan pasca upaya Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
administratif kepada Pengadilan Tata Usaha Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi
Negara. Undang-Undang.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Saran Pemerintah
Novelti sebagai tindak lanjut yang menjadi saran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
penelitian ini adalah sebagaimana berikut: Tata Usaha Negara.
1. Perlu dilakukan perubahan pada Pasal 470 ayat (1), Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Pasal 471 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Kehakiman
agar pengajuan sengketa yang dilakukan pasca Perbawaslu No. 9 tahun 2022 tentang Tata Cara
upaya administratif tidak lagi diajukan kepada Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum
PTUN akan tetapi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2018.
UU Pilkada langsung diajukan kepada PTTUN. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 01/PHPU-
2. Ketidak sesuaian dalam perumusan pengaturan PRES/XVII/2019.
mengenai alur penyelesaian sengketa proses Naskah Akademik
Pemilu merupakan hal yang sejatinya tidak Naskah akademik Undang-undang No. 7 tahun 2017
diharapkan terjadi dalam pembuatan regulasi tentang Pemilihan umum
apapun. Sebagaimana pengaturan adalah Naskah Akademik Undang-undang No. 1 tahun 2015
konkritisasi dari sebuah tujuan dan tujuan adalah tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
abstraksi dari perundang-undangan. Maka perlu Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang
dilakukan kajian mendalam mengenai landasan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
filosofis, sosiologis, dan yuridis pembuatan suatu Undang-Undang
Undang-Undang agar dapat menimbulkan Naskah Akademik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
harmonisasi dalam setiap peraturan perundang- tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
undangan yang ada. Naskah akademik Undang-Undang No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Artikel
Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun
Abdulah, Ujang. 2009. “Upaya Administrasi Dalam
1945 Peradilan Tata Usaha Negara.” 1–14.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Amal, Bakhrul. 2019. “Kewenangan Mengadili Oleh
Umum. Bawaslu Atas Sengketa Proses Pemilu Yang Diatur
Undang-Undang No. 1 tahun 2015 tentang Penetapan Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (Studi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Atas Putusan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bawaslu Provinsi Dki Jakarta Nomor
004/Reg.Lg/Dprd/12.00/Viii/2018).” Masalah-
Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
Masalah Hukum 48(3):306. doi:
Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas 10.14710/mmh.48.3.2019.306-311.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Anggraini, Jum. 2012. Hukum Administrasi Negara.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Yogyakarta: Graha Ilmu.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Anwar, Akhmad Hairil. 2019. “Peran Bawaslu Dalam
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Penegakan Hukum Dan Keadilan Pemilu.” VOICE
menjadi Undang-Undang JUSTI 3:https://news.ge/anakliis-porti-aris-qveynis-
momava.
Undang-Undang No. 10 tahun 2016 tentang Perubahan
Asshiddiqie, Jimly. 2006. “Pengantar Ilmu Hukum Tata
Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 Negara Jilid I.” Sekretariat Jenderal Mahkamah
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Konstitusi Republik Indonesia 1:200.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Cahya Untung Sri; Hananto, Untung Dwi, Fikri Zikri
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Ramdanu; Hardjanto. 2019. “Politik Hukum
menjadi Undang-Undang Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum Mengenai Badan Pengawas
Undang-Undang No. 6 tahun 2020 tentang Penetapan
Pemilu.” Diponegoro Law Journal 8(Vol 8, No 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019):281–304.
Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Diniyanto, Ayon. 2019. “Politik Hukum Regulasi
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Pemilihan Umum Di Indonesia: Problem Dan

196
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Tantangannya.” Jurnal Legislasi Indonesia


16(2):160–72.
Furqoni, Sarah, Sahbudi Sahbudi, and Annisa Danti
Avrilia Ningrum. 2022. “Politik Hukum
Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan
Umum.” Jatijajar Law Review 1(1):11. doi:
10.26753/jlr.v1i1.721.
Hamzah, Andi et al. 1988. Peradilan Tata Usaha Negara.
Yogyakarta: Sinar Grafika.
Hananto Widodo, and Dicky Eko Prasetio. 2021.
“Penataan Kewenangan KPU Dan Bawaslu Dalam
Melakukan Pengawasan Dan Menangani Sengketa
Proses Pemilu.” Perspektif Hukum 21(2):17–38. doi:
10.30649/ph.v21i2.93.
Huda, Uu Nurul. 2018. “Hukum Partai Politik Dan Pemilu
Di Indonesia.” 1–385.
Kunaifi, Aang, and Sri Setyadji. 1945. “PENYELESAIAN
ISENGKETA IPROSES IPEMILIHAN IUMUM
IDI IINDONESIA.” 8178:1–10.
Martitah. 2014. “Anotasi Putusan Ultra Petita.” MMH
43(1):115–24.
Mertokusumo, Sudikno. 2007. Penemuan Hukum Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Moh. Saleh, Hufron, and Syofyan Hadi. 2021.
“Kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Dalam Mengadili Sengketa Proses Pemilu Dan
Pelanggaran Administratif Pemilu.” Voice Justisia
Jurnal Hukum Dan Keadilan 5(2).
Nugroho, Kris, Mada Sukmajati, Pramono U. Tanthowi,
and Titi Anggraini. n.d. TATA KELOLA PEMILU.
Philipus M. Hadjon et al. 2015. Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah mada
university press.
Santoso, Ramlan Surbakti Didik Supriyanto Topo. n.d.
Penanganan Sengketa Pemilu Penanganan
Sengketa Pemilu.
Sodikin. 2014. “Pemilu Serentak (Pemilu Legislatif
Dengan Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden) Dan
Penguatan Sistem Presidential.” RechtVinding
3(1):25.
Soedarto. 2015. “Kewenangan Serta Obyek Sengketa Di
Peradilan Tata Usaha Negara Setelah Ada Uu No. 30
/ 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.”
44(30):425–30.
Talib, Idris. 2013. “Bentuk Putusan Penyelesaian
Sengketa Berdasarkan Mediasi.” Lex Et Societatis
1(1):19–30. doi: 10.35796/les.v1i1.1295.
Tatawu, Guasman. 2022. “Analisis Kewenangan
Adjudikasi Bawaslu Dalam Penyelesaian Sengketa
Proses Pemilu Analysis of the Authority of the
Ajudication of Bawaslu in Election Process.”
4(2):308–21.

197

Anda mungkin juga menyukai