oleh:
Maulana Fadillah
110110170271
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2019
1. Jawaban atas pertanyaan apakah pemilu serentak telah mewujudkan tujuan-tujuan yang
hendak dicapainya (Coattail Effect)?
Sistem pemilihan umum dalam suatu negara merupakan sebagian dari objek
penyelidikan hukum tata negara sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Dr
.J.H.A. Logemann yaitu mengenai bagaimana cara memperlengkapi mereka (jabatan-
jabatan yang terdapat di dalam susunan kenegaraan) dengan pejabat-pejabat 1.
Selain Prof.Dr.J.H.A. Logemann, ahli hukum tata negara lain yang memasukkan
pemilu ke dalam salah satu persoalan hukum tata negara ialah Prof.Usep
Ranawidjaja,S.H. di dalam bukunya yang berjudul Hukum Tata Negara Dasar-
Dasarnya yaitu cara pembentukan (melalui pengangkatan, melalui pemilihan umum
secara langsung, melalui pemilihan bertingkat) Badan-badan ketatanegaraan yang
mempunyai kedudukan di dalam organisasi negara sebagai bagian yang menentukan
arah dan haluan dari negara, sebagai bagian yang memimpin penyelenggaraan usaha
negara, sebagai bagian yang memegang dan menjalankan kebijaksanaan umum dari
negara.2 Pelaksanaan pemilu secara serentak itu sendiri, pada tahun 2019 adalah
buah dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Dalam putusan
tersebut, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon yaitu bahwa
Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 3.
Konsekuensi dari amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadikan
pemilihan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilihan anggota DPR,
DPD, dan DPRD dilaksanakan secara bersamaan, tanpa menunggu terlebih dahulu
pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD4.
1
Prof.Usep Ranawidjaja, S.H, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1983,
hlm. 14
2
Ibid, hlm. 30
3
Amar Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 Angka 1.1 dan 1.2
4
Bandingkan dengan Pasal 3 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden
di parlemen yang sama dengan partai politik presiden, yang dimaksudkan untuk
memperkuat sistem presidensial agar nantinya presiden terpilih memiliki dukungan
yang kuat di DPR dan membantu penyederhanaan partai politik yang ada. Hal ini
menurut saya sudahlah tepat dalam konteks tujuan dilaksanakannya pemilu
serentak, namun kedepannya dalam proses penyelenggaraan negara yang menganut
prinsip check and balances, Ketiadaan atau minimnya oposisi dalam DPR, akibat
partai politik di parlemen yang sama dengan partai politik presiden, menimbulkan
permasalahan ketatanegaraan berkaitan dengan salah satu tugas dan fungsi badan
perwakilan, yakni fungsi kontrol dan checks and balances yang dimandulkan5. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oposisi diartikan sebagai partai penentang di
dewan perwakilan dan mengkritik pendapat atau kebijakan politik golongan
mayoritas yang berkuasa. Urgensi dari oposisi ini, Prof. Sri Soemantri dalam
bukunya yang berjudul Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945
mengomentari syarat-syarat representatif government under the rule of law
menurut International Comision of Jurist, yang terdiri dari: (1) adanya proteksi
konstitusional; (2) adanya pengadilan yang bebas dan tidak memihak; (3) adanya
pemilihan umum yang bebas; (4) adanya kebebasan untuk menyattakan pendapat
dan berserikat; (5) adanya tugas oposisi; dan (6) adanya pendidikan
kewarganegaraan6. Keberadaan oposisi dalam parlemen ini perlu agar dapat
menekankan adanya pengawasan dari legislatif kepada eksekutif, sebagaimana
fungsi dari DPR itu sendiri dalam pasal 20A ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, guna
mewujudkan fungsi pengawasan yang baik oleh legislatif itu sendiri kepada eksekutif,
diperlukan partai yang menjadi oposisi dalam badan legislatif terhadap presiden
yang diusung dari partai lainnya sebagai pihak oposisi agar terwujudnya sistem
pemerintahan dengan prinsip check and balances yang baik.
12
Ibid
bertanggung jawab kepada rakyat, bukan dipilih atau ditentukan oleh parlemen dan
bertanggung jawab kepada parlemen.
2. Jawaban atas pertanyaan apa kedudukan lembaga survei yang melakukan quick
count hasil pemilu adalah suprastruktur politik atau infrastruktur politik?
13
Wawan Risnawan, Peran dan Fungsi Infrastruktur Politik dalam Pembentukan Kebijakan Publik, Jurnal Unigal,
vol 4, no 3 (2017) : Dinamika, hlm. 514
14
I Gde Pantja Astawa, Kajian Teoritik dan Normatif tentang Penyelenggara Negara di Indonesia, ”, Interaksi
Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 : Kelembagaan Negara dan Sistem
Pemerintahan, PSKN : FH Unpad,2016, hlm.68-71
(auxiliary state organs) atau suprastruktur politik yang melaksanakan proses
pemilihan umum.
15
Kisimiantini, ”Pengumpulan Data dengan Quick Count dan Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta, 2007, hlm.10
16
Ibid, hlm.1
3. Jawaban atas pertanyaan apakah penyelenggaraan pemilu serentak telah memenuhi
hak-hak warga negara?
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, warga negara adalah warga suatu
negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan 17. Warga negara
mempunyai hubungan yang tak terputus walaupun yang bersangkutan berdomisili di
luar negeri, asalkan yang bersangkutan tidak memutus sendiri kewarganegaraanya 18.
Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga negara guna
melakukan sesuatu sesuai peraturan perundang-undangan 19. Dalam konteks
pelaksanaan pemilihan umum, dimana menjadi suatu mekanisme atau cara dalam
memperlengkapi jabatan-jabatan tertentu ( Presiden dan Wakil Presiden,anggota DPR,
anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten atau Kota) yang terdapat di
dalam susunan kenegaraan dengan pejabat-pejabat sebagaimana menurut Prof. Dr
.J.H.A. Logemann20, hanya warga negara dalam suatu negara yang dapat memiliki hak
pilih terhadap pemilihan calon pejabat yang akan mengisi jabatan-jabatan tertentu yang
terdapat dalam susunan kenegaraan. Hal ini diatur dalam pasal 198 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi : Warga Negara
Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas)
tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih 21.
17
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
18
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers : Jakarta, 2016, hlm.384
19
Johan Yasin, Hak Azasi Manusia dan Hak serta Kewajiban Warga Negara dalam Hukum Positif Indonesia,
Syiar Hukum Unisba, vol 11, no 2 (2009),hlm. 7
20
Prof. Usep Ranawidjaja,S.H., Loc.Cit
21
pasal 198 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
melalui amar putusan Nomor 20/PUU-XVII/2019, Menyatakan frasa “kartu tanda
penduduk elektronik” dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat
sepanjang tidak dimaknai termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda
penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau
instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu 22. Berangkat dari amar
putusan MK tersebut, dalam hal KTP elektronik belum dimiliki, sementara warga negara
yang bersangkutan telah memenuhi syarat untuk memiliki hak pilih maka sebelum KTP
elektronik diperoleh, yang bersangkutan dapat memakai atau menggunakan surat
keterangan perekaman KTP elektronik dari dinas urusan kependudukan dan catatan sipil
instansi terkait sebagai pengganti KTP elektronik. MK telah melakukan upaya dalam
mewujudkan pemenuhan hak warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dari
persyaratan administrasif yang membatasi warga negara dalam menggunakan hak
pilihnya. Sementara itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu telah melakukan upaya
pendataan daftar pemilih. Adapun jumlah pemilih secara keseluruhan, baik di dalam
serta luar negeri, adalah 192.828.520 pemilih. Dari jumlah tersebut, sebanyak
190.770.329 merupakan pemilih di dalam negeri. Sedangkan pemilih di luar negeri
sebanyak 2.058.191 pemilih. Jumlah pemilih luar negeri ini tersebar di 130 perwakilan RI
di seluruh dunia. Perihal mekanisme pemilihan di luar negeri ada tiga metode, yakni
melalui pemungutan di tempat pemungutan suara (TPS), kotak suara keliling, dan
melalui pos23. Jika seorang pemilih namanya tidak terdaftar dalam DPT yang dikeluarkan
oleh KPU, yang bersangkutan tetap dapat memilih dengan menunjukan KTP elektronik
maupun surat keterangan perekaman KTP elektronik dari dinas urusan kependudukan
dan catatan sipil instansi terkait sebagai pengganti KTP elektronik.
22
Amar Putusan MK Nomor 20/PUU-XVII/2019
23
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181215171713-32-353929/kpu-jumlah-pemilih-tetap-pemilu-
2019-capai-192-juta, diakses pada Sabtu, 25 Mei 2019 Pukul 21.17
28J ayat (2) UUD 1945 pembatasan terhadap hak dan kebebasan warga negara diatur
dan ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Sebagai seorang warga negara,
KTP elektronik diposisikan sebagai identitas resmi bagi setiap penduduk. Sebagai
identitas resmi, UU Administrasi Kependudukan mewajibkan kepada setiap penduduk
yang telah berumur 17 tahun untuk memiliki KTP elektronik 24. Lebih lanjut MK
menerangkan bahwa dalam konteks pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil juga dapat
bergantung pada akuntabilitas syarat administratif yang diterapkan dalam penggunaan
hak pilih maka KTP elektronik merupakan identitas resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, agar identitas yang dapat digunakan pemilih
untuk menggunakan hak memilihnya betul-betul dapat dipertanggungjawabkan serta
sangat kecil peluang untuk menyalahgunakannya, menempatkan KTP elektronik sebagai
bukti identitas dapat memilih dalam pemilu sudah tepat dan proporsional.
Referensi
Buku
24
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan
Prof.Usep Ranawidjaja, S.H, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia
Indonesia: Jakarta, 1983
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung : Alumni,
1981
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
2001
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers : Jakarta,
2016
Saldi Isra, Pergesaran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
Sistem Presidensial di Indonesia, Raja Grapindo : Jakarta, 2010
Jurnal
Mei Susanto, S.H,M.H, “Pelembagaan Oposisi dalam Badan Perwakilan Rakyat Indonesia”,
Interaksi Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 :
Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan, PSKN : FH Unpad , 2016
Muhammad Mukhtarrija, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Agus Riwanto,
Inefektifitas Pengaturan Presidential Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum FH UII,No.4,Vol.24,Oktober 2017
Wawan Risnawan, Peran dan Fungsi Infrastruktur Politik dalam Pembentukan Kebijakan
Publik, Jurnal Unigal : Dinamika, vol 4, no 3 (2017)
I Gde Pantja Astawa, Kajian Teoritik dan Normatif tentang Penyelenggara Negara di
Indonesia, Interaksi Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 :
Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan, PSKN : FH Unpad, 2016
Kisimiantini, ”Pengumpulan Data dengan Quick Count dan Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta, 2007
Johan Yasin, Hak Azasi Manusia dan Hak serta Kewajiban Warga Negara dalam Hukum
Positif Indonesia, Syiar Hukum Unisba, vol 11, no 2 (2009)
Peraturan Perundang-Undangan
Putusan Pengadilan
Berita
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181215171713-32-353929/kpu-jumlah-pemilih-
tetap-pemilu-2019-capai-192-juta, diakses pada Sabtu, 25 Mei 2019 Pukul 21.17