oleh:
Maulana Fadillah
110110170271
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2019
1. Jawaban atas pertanyaan lembaga apa yang berwenang menyelesaikan sengeketa
pemilu, termasuk klaim pembuktian membuktikan kecurangan?
1
Prof.Usep Ranawidjaja, S.H, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1983,
hlm. 14
2
Ibid, hlm. 30
3
Amar Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 Angka 1.1 dan 1.2
4
Bandingkan dengan Pasal 3 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden
negara itu sendiri adalah merujuk pada alat perlengkapan negara yang
menyelenggarakan fungsi negara. Lembaga negara ini dapat dapat dibedakan ke
dalam 3 (tiga) lapis berdasarkan fungsinya masing-masing, yaitu : organ lapis
pertama, dapat disebut sebagai organ utama atau primer (primary constitutional
organs); organ lapis kedua yang disebut sebagai organ pendukung atau penunjang
(auxiliary state organs); dan organ lapis ketiga yang merupakan organ / lembaga
daerah. Yang menjadi dasar dari pembedaan ini, dapat dilihati dari hierariki sumber
legitimasinya yang secara normatif menentukan kewenangannya misal, UUD,
Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah, selanjutnya kualitas fungsi yang
bersifat utama atau penunjang dalam penyelenggaraan negara 5 . Kewenangan yang
dimiliki oleh KPU diberikan secara implisit oleh UUD 1945 Bab VIIB Pasal 22E ayat
(5) tentang Pemilihan Umum. Setelah KPU melaksanakan proses pengumpulan data
penghitungan suara hasil pemilu, hasil pemilihan umum tersebut diumumkan
berupa penetapan final hasil penghitungan suara yang diikuti oleh pembagian kursi
yang diperebutkan. Terkadang terjadi perbedaan pendapat dalam hasi
penghitungan suara antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu (KPU),
baik karena kesengajaan maupun kelalaian, baik karena kesalahan atau kelemahan
administratif dalam penghitungan ataupun disebabkan human error. Jika
perbedaan pendapat yang demikian itu menyebabkan terjadinya kerugian bagi
peserta pemilu, peserta pemilu yang dirugikan tersebut dapat menempuh upaya
hukum dengan mengajukan permohonan perkara hasil pemilihan umum ke
Mahkamah Konstitusi6. Pelaksanaan pemilu di Indonesia sendiri , terdapat masalah
hukum yang dapat dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu ; (1). Pelanggaran; (2).
Sengketa Proses; (3). Perselisihan Hasil Pemilu; dan (4).Tindak Pidana Pemilu 7.
Dalam tiap bentuk permasalahan terdapat lembaga negara tertentu yang memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan persengketaan tersebut. Permohonan sengketa
hasil pemilihan umum yang dapat diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi,
adalah hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang
5
Drs.H.Uu Nurul Huda,S.H.,M.H., Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia, Fokus Media : Bandung, 2018,
hlm.273
6
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers : Jakarta, 2016, hlm.428
7
I Gde Pantja Astawa, Kajian Teoritik dan Normatif tentang Penyelenggara Negara di Indonesia, ”, Interaksi
Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 : Kelembagaan Negara dan Sistem
Pemerintahan, PSKN : FH Unpad,2016, hlm.68-71
ditetapkan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum, yang dapat memengaruhi
terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden untuk menjadi Presiden
dan Wakil Presiden8. Penentuan Dasar Kewenangan oleh Mahkamah Konstitusi
tersebut diberikan dalam UUD 1945 Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi, Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahfud MD mengatakan,
lahirnya MK sendiri merupakan jawaban atas keinginan agar lembaga yudisial dapat
melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD yang sebelumnya tidak dapat
dilakukan9 . Berangkat dari uraian pendapat Mahfud MD tersebut, yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam
memutus perkara sengketa pemilihan umum?. Secara garis besar, susunan
kekuasaan kehakiman suatu negara dapat ditinjau dari beberapa dasar berikut :
pertama, pembedaan antara badan peradilan umum dengan badan peradilan
khusus, kedua, perbedaan antara susunan kekuasaan kehakiman menurut negara
yang berbentuk federal dan negara kesatuan, ketiga, kehadiran hak menguji atas
peraturan perundang-undangan dan tindakan pemerintahan, keempat, sejarah dan
keadaan suatu negara, dan terakhir kelima, sejarah tumbuh dan berkembangnya
suatu negara10. Merujuk pada poin-poin tersebut, ketiadaan poin tentang
penyelesaian sengketa hasi pemilihan umum menjadi pertanyaan sendiri untuk
mengetahui alasan mengapa MK memiliki kewenangan menyelesaikan hasil
sengketa pemilu. Penyelesaian sengketa hasil pemilu merupakan bentuk
judicialization politics, yaitu suatu fenomena dimana terjadi perpindahan
kewenangan dalam memutus pembuatan kebijakan publik yang bersifat politis dari
lembaga politik seperti legislatif maupun eksekutif, kepada lembaga peradilan yang
8
Narudin Hadi, Wewenang Mahkamah Konstitusi (Pelaksanaan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam
Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilu), Prestasi Pustaka, Jakarta: 2007, hlm. 41
9
Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers : Jakarta, 2011,
hlm. 74.
10
Dr.H.Bagir Manan, S.H, M.CL., Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Pusat Penerbitan Universitas LPPM
Universitas Islam Bandung : Bandung, 1995, hlm.17-22
tidak representatif dan tidak akuntabel11 . Alasan lain mengapa MK memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu adalah fungsi utama
untuk menjamin HAM yang dimiliki oleh warga negara dan diakui oleh konstitusi 12.
11
Abdurachman Satrio, Kewenangan Mahkamah Konstitusi Memutus Perselisihan Hasil Pemilu Sebagai Bentuk
Judicialization 0f Politics, Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 1, Maret 2015, hlm.125
12
Ibid, hlm. 124
13
Lihat pasal 89 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
14
Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
15
Pasal 94 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Calon Presiden dan Wakil Presiden16. Jika dalam penyelesaian sengketa proses
pemilu sebagaimana dimaksud sebelumnya yang dilakukan oleh Bawaslu tidak
diterima oleh para pihak, para pihak dapat mengajukan upaya hukum kepada
PTUN17. Pengajuan gugatan atas sengketa proses pemilu ke PTUN dilakukan setelah
upaya administrasi di Bawaslu telah digunakan 18. Sedangkan untuk permasalahan
tindak pidana pemilu diatur dalam ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pemilu
yang penyelesaianya diselesaikan dalam Pengadilan Negeri dimana tindak pidana
pemilu tersebut terjadi.
16
Pasal 469 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
17
Pasal 469 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
18
Pasal 471 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
19
Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, Seri Demokrasi Elektoral Buku 16 Penanganan
Sengketa Pemilu, Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011,hlm.11
2. Jawaban atas pertanyaan bagaimana hasil pemilu legislatif tersebut
berimbas pada fungsi pengawasan DPR terhadap Presiden dan Wakil Presiden
terpilih?
20
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 74
21
Lihat Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
22
Sunarto, “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR: Perbandingan antara Era Orde Baru dan Era Reformasi”,
Jurnal Integralistik, No. 1, 2018, hlm. 85.
diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hak
menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapatnya atas
kebijakan pemerintah atau kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia
internasional23. Parlemen juga harus terlibat dalam mengawasi proses perumusan
dan penentuan kebijakan pemerintahan, jangan sampai bertentangan dengan
undang-undang yang telah mendapat persetujuan bersama oleh parlemen bersama
dengan pemerintah24.
23
Ibid, hlm. 85-86
24
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, S.H, Op.Cit, hlm.302
25
Sholehudin Zuhri, PROSES POLITIK DALAM PEMBENTUKAN REGULASI PEMILU: Analisis Pertarungan
Kekuasaan pada Pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Jurnal Wacana Politik
Vol. 3, No. 2, Oktober 2018, hlm. 102-103
26
Mei Susanto, S.H,M.H, “Pelembagaan Oposisi dalam Badan Perwakilan Rakyat Indonesia”, Interaksi
Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 : Kelembagaan Negara dan Sistem
Pemerintahan , 2016, hlm.97
27
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung : Alumni, 1981, hlm. 12-13
legislatif itu sendiri kepada eksekutif, diperlukan partai yang menjadi oposisi dalam
badan legislatif terhadap presiden yang diusung dari partai lainnya sebagai pihak
oposisi agar terwujudnya sistem pemerintahan dengan prinsip check and balances
yang baik.
28
Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013
29
Moh. Mahfud MD, Loc.Cit
30
Saldi Isra, Pergesaran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial
di Indonesia, Raja Grapindo, Jakarta, 2010, hlm. 40-42
31
Muhammad Mukhtarrija, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Agus Riwanto, Inefektifitas Pengaturan
Presidential Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Jurnal Hukum
Ius Quia Iustum,No.4,Vol.24,Oktober 2017, hlm.659
dan berhasil menstabilkan dan mengefektifkan pemerintahan, sehingga dalam kurun
15 tahun kemudian, Brasil menjadi kekuatan ekonomi dunia 32 Memanfaatkan teori
coattail effect pada pemilihan umum serentak dapat terjadi dengan tidak adanya
pengaturan presidential threshold. Presiden yang terpilih melalui sistem pemilihan
umum serentak tanpa adanya mekanisme presidential threshold, memiliki kekuatan
politik yang kuat dalam pemerintahannya dan tidak tersendara oleh mahar politik
koalisi partai pendukung33.
Referensi
Buku
Prof.Usep Ranawidjaja, S.H, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia
Indonesia: Jakarta, 1983
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung : Alumni,
1981
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
2001
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers : Jakarta,
2016
Saldi Isra, Pergesaran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
Sistem Presidensial di Indonesia, Raja Grapindo : Jakarta, 2010
Narudin Hadi, Wewenang Mahkamah Konstitusi (Pelaksanaan Wewenang Mahkamah
Konstitusi dalam Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilu), Prestasi Pustaka, Jakarta: 2007,
Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers :
Jakarta, 2011,
Dr.H.Bagir Manan, S.H, M.CL., Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Pusat Penerbitan
Universitas LPPM Universitas Islam Bandung : Bandung, 1995
Drs.H.Uu Nurul Huda,S.H.,M.H., Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia, Fokus
Media : Bandung, 2018
Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, Seri Demokrasi Elektoral Buku 16
Penanganan Sengketa Pemilu, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan : Jakarta,
2011
Jurnal
Mei Susanto, S.H,M.H, “Pelembagaan Oposisi dalam Badan Perwakilan Rakyat Indonesia”,
Interaksi Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 :
Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan, PSKN : FH Unpad , 2016
Muhammad Mukhtarrija, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Agus Riwanto,
Inefektifitas Pengaturan Presidential Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum FH UII,No.4,Vol.24,Oktober 2017
I Gde Pantja Astawa, Kajian Teoritik dan Normatif tentang Penyelenggara Negara di
Indonesia, Interaksi Konstitusi dan Politik: Kontekstualisasi Pemikiran Sri Soemantri Bab 1 :
Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan, PSKN : FH Unpad, 2016
Abdurachman Satrio, Kewenangan Mahkamah Konstitusi Memutus Perselisihan Hasil Pemilu
Sebagai Bentuk Judicialization 0f Politics, Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 1, Maret
2015
Sunarto, “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR: Perbandingan antara Era Orde Baru dan
Era Reformasi”, Jurnal Integralistik, No. 1, 2018
Sholehudin Zuhri, PROSES POLITIK DALAM PEMBENTUKAN REGULASI PEMILU: Analisis
Pertarungan Kekuasaan pada Pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu, Jurnal Wacana Politik Vol. 3, No. 2, Oktober 2018
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Setelah Amandemen)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Putusan Pengadilan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013