Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maulana Fadillah

NPM : 110110170271

Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Kelas B

RESUME NEGOSIASI DAN KONSULTASI PENYELESAIAN SENGKETA SECARA


DAMAI DALAM HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Pendahuluan

Permanent Court of International Justice dalam kasus Mavrommantis Palestine


Concessions mendefinisikan suatu sengketa internasional (dispute) sebagai disagreement
on a point of law or fact, a conflict of legal views or of interests between two persons 1. Dalam
penjelasan lebih lanjut, Judge Moore menambahkan bahwa dalam melihat adanya suatu
sengketa internasional terlebih dahulu diawali oleh suatu perbedaan pandangan oleh negara
yang merasa dirugikan dan harus menyatakan klaimnya kepada pihak negara lain, yang
mana pihak lain tersebut harus menanggapinya, jika tanggapan tersebut berupa penolakan
maka disertai pula alasan (reason) dalam melakukan penolakan tersebut2. Berangkat dari
pengertian dan penjelasan tersebut, secara sederhana dapat dikatakan bahwa suatu
sengketa internasional muncul ketika ada ketidaksepahaman antara dua pihak, yang mana
kaidah hukum internasional kemudian hadir untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

Penyelesaian sengketa internasional berdasarkan kaidah hukum internasional harus


didasari pada suasana damai tanpa adanya ancaman dan kekerasan 3. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 33 Piagam PBB yang menjelaskan mengenai cara-cara yang dapat dilakukan
bagi para pihak yang tersangkut dalam sengketa internasional. Diantara cara-cara tersebut
misalnya negosiasi dan konsultasi. Dalam tulisan ini akan dijabarkan lebih lanjut mengenai
negosiasi dan konsultasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa internasional berdasarkan
kaidah hukum internasional.

Negosiasi

Negosiasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa internasional secara


damai. Cara ini diakui sebagai cara yang paling kuno dalam penyelesaian sengketa
internasional berdasarkan kaidah hukum internasional. Judge Moore dan Pessôa dalam
dissenting opinion nya pada kasus Mavromantis menjelaskan, negosiasi merupakan proses
hukum dan administrasi dimana negara yang bersengketa mengarahkan kekuasannya untuk

1
Robert Barnidge, The International Law as a Means of Negotiation Settlement, Fordham International Law
Journal, Vol.36, Issue.3, 2013, hlm.545
2
Ibid, hlm.546
3
Ibid
berdiskusi satu sama lain untuk mencapai kesepahaman dalam perbedaan pandangan
mereka4. Negosiasi dapat dilakukan tanpa melibatkan pihak ketiga, dan hal tersebut dapat
dilakukan secara informal5. Salah satu keuntungan dari cara ini ialah adanya kesempatan
bagi para pihak untuk mencapai kesepahaman bersama. Biasanya, ketika kesepahaman
bersama dicapai, hasilnya akan dituangkan dalam bentuk dokumen perjanjian perdamaian6.
Sebaliknya, jika para pihak gagal mencapai kesepahaman bersama, penyelesaian sengketa
kemudian berlanjut dengan cara lain, misal arbitrase, mediasi, konsiliasi, dan pengadilan7.

Kaidah hukum penyelesaian sengketa internasional mengatur bahwa dalam


penyelesaian sengketa internasional, para pihak terlebih dahulu harus menyelesaian suatu
sengketa dengan cara negosiasi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, sebelum membawa
sengketa internasional kepada Mahkamah Internasional, para pihak terlebih dahulu harus
menyepakati bahwa sengketa tersebut memang kehendak para pihak untuk dibawa kepada
Mahkamah Internasional. Hal tersebut terjadi melalui proses negosiasi. Keharusan
penyelesaian sengketa internasional dengan cara negosiasi terlebih dahulu merupakan
implikasi dari pandangan studi hukum internasional publik yang mengenal dua macam
penyelesaian sengketa internasional, yakni sengketa hukum dan sengketa politik8. Melalui
pandangan tersebut menyiratkan bahwa, jika timbul suatu sengketa internasional, pertama-
tama bentuk dan jenis sengketa ditentukan terlebih dahulu oleh para pihak melalui sarana
negosiasi. Di dalam sarana negosiasi inilah suatu sengketa dapat diselesaikan secara
politik, namun apabila dalam proses tersebut mencapai kebuntuan, para pihak kemudian
menyelesaikan sengketa tersebut dengan cara hukum, misalnya menyerahkan sengketa
tersebut ke Mahkamah Internasional9. Beberapa putusan Permanent Court of International
Justice (PCIJ) dan International Court of Justice (ICJ) menguatkan kedudukan negosiasi
sebagai langkah awal yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan suatu sengketa
internasional, diantaranya sebagai berikut:

- Kasus The Railway Traffic between Lithuania and Poland (1931). Dalam kasus
tersebut, PCIJ menyatakan bahwa para pihak berkewajiban untuk melakukan
negosiasi agar mencapai kesepakatan10.

4
Ibid, hlm.548
5
Ibid, hlm.549
6
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta:Sinar Grafika, 2006, hlm.27
7
Ibid.
8
Ibid, hlm.3
9
Ibid, hlm.7
10
Robert Barnidge, Op.cit, hlm.549
- Kasus The North Sea Continental Shelf (1969). Dalam kasus tersebut ICJ
menyatakan bahwa melalui kewajiban untuk bernegosiasi, telah melahirkan
kewajiban lain bagi para pihak yang bersengketa11.

Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki ragam bentuk, diantaranya sebagai


berikut:

- Negosiasi bilateral. Negosiasi ini terjadi antara dua pihak yang bersengketa.
Biasanya negara akan menunjuk seorang delegasi dalam melaksanakan
negosiasi (biasanya dari Kementerian Luar Negeri). Negosiasi bilateral sering
terjadi menyangkut sengketa teritorial atau jalur air (kanal)12.
- Negosiasi multilateral. Negosiasi ini terjadi bilamana beberapa negara menjadi
para pihak yang bersengketa. Konferensi internasional akan diadakan dalam
kerangka proses negosiasi. Ada beberapa kasus dimana konferensi internasional
diadakan melalui undangan salah satu pihak dimana terdapat satu atau
beberapa pihak lain yang menolak untuk menghadiri konferensi tersebut.
Bilamana hal tersebut terjadi, pada dasarnya negosiasi tidak mungkin
dilaksanakan, namun konferensi tersebut dapat merekomendasikan para pihak
yang hadir untuk menitipkan diri mereka kepada para pihak, seperti halnya jasa
baik atau mediasi13.
- Negosiasi kolektif. Kerangka negosiasi dapat juga berbentuk organisasi
internasional. Contohnya penilaian ICJ dalam kasus South West Africa pada
preliminary objection nya, dimana ICJ menyatakan bahwa dalam menanggapi
pendapat oleh responden, negosiasi kolektif di Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) adalah satu hal dan negosiasi langsung antara itu14.

Kosultasi

Beberapa ahli ada yang membedakan dan ada yang tidak membedakan istilah
negosiasi dengan konsultasi pada konteks penyelesaian sengketa internasional, namun
dalam hal ini Ion Diaconu menyatakan pandangan yang tidak membedakan istilah tersebut,
ia menyatakan bahwa konsultasi pada pokoknya merupakan negosiasi dengan sifat lebih
sederhana, informal, dan langsung15. Konsultasi sendiri sebagai upaya dalam penyelesaian

11
The North Sea Continental Shelf Cases: ICJ Reports 1969, hlm.47, sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf,
Op.cit, hlm. 28
12
Handbook on the Peaceful Settlement of Disputes between States, Office of Legal Affairs-Codification
Division, United Nations,New York, 1992, hlm. 14
13
Ibid
14
Ibid
15
Ion Diaconu, Peacefull Settlement of Disputes between States:History and Prospect, sebagaimana dalam
Huala Adolf, Op.cit, hlm.26
sengketa internasional tidak tercantum dalam Pasal 33 Piagam PBB. J.G Merrils
memberikan gambaran terkait konsultasi dalam penyelesaian sengketa internasional ialah
ketika pemerintah mengantisipasi suatu tindakan yang dapat merugikan negara lain, diskusi
dengan pihak yang terkena dampak dapat menghindari perselisihan dengan menciptakan
peluang untuk penyesuaian16. Nilai lebih dari konsultasi ini adalah menyediakan informasi
yang berguna pada waktu yang tepat, dalam hal ini sebelum suatu tindakan dilakukan. J.G
Merrils kemudian memberi contoh penggunaan sarana konsultasi sebagai berikut, misal
Negara A memutuskan untuk memberi tahu Negara B terkait tindakan Negara A yang
mungkin mempengaruhi kepentingan Negara B, atau dalam kaidah hukum internasional
tertentu hal tersebut memang merupakan suatu kewajiban. Kemudian melalui
pemberitahuan tersebut, Negara B diberi waktu untuk mempertimbangkan tanggapannya.
Negara B bisa saja merasa keberatan terhadap pemberitahuan dari Negara A, disinilah para
pihak saling bertukar pandangan terhadap kehendak dari Negara A yang dapat merugikan
kepentingan Negara B17. Kaidah hukum internasional yang secara khusus mengatur
mengenai konsultasi dalam penyelesaian sengketa internasional adalah Konvensi Hukum
Laut 1982, tepatnya dalam Pasal 283. Dalam ketentuan tersebut secara singkat mengatur
bahwa, ketika sengketa hadir diantara para pihak terkait intepretasi atau penerapan dari
Konvensi Hukum Laut, para pihak harus saling bertukar pandangan terkait penyelesaian
sengketa dengan sarana konsultasi mengenai cara menyelesaiakan permasalahan18.

16
J.G Merrils, International Dispute Settlement (Fifth Edition), Cambridge:Cambridge University Press, 2011,
hlm.2-3
17
Ibid, hlm.3-4
18
Handbook on the Peaceful Settlement of Disputes between States, Op.cit ,hlm. 10
Referensi

Buku

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta:Sinar Grafika, 2006.

J.G Merrils, International Dispute Settlement (Fifth Edition), Cambridge:Cambridge


University Press, 2011.

Lain-Lain

Handbook on the Peaceful Settlement of Disputes between States Office of Legal Affairs-
Codification Division, United Nations,New York, 1992

Robert Barnidge, The International Law as a Means of Negotiation Settlement, Fordham


International Law Journal, Vol.36, Issue.3, 2013

Anda mungkin juga menyukai