Anda di halaman 1dari 14

Nama : Maulana Fadillah

NPM : 110110170271

Hukum Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas D

UJIAN AKHIR SEMESTER CYBER LAW

Peran Hukum Ekonomi Digital dan Pengaturan Cyberlaw-Lex Digitalis dari


Cryptonomic di Indonesia

Pendahuluan

Manusia merupkan makhluk sosial yang artinya, dalam memenuhi kebutuhan


hidupnya, manusia sangat bergantung pada manusia lain. Dahulu kala, ketika
manusia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, dilakukanlah suatu proses yang
dinamakan barter, yang artinya manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
saling bertukar barang sesuai dengan kehendak mereka dan kesepakatan antara
kedua belah pihak. Kemudian dalam perkembangannya, kehidupan manusia pun
semakin kompleks, semakin banyaknya jumlah manusia menyebabkan sarana
barter tidak lagi efektif dan efisien untuk dilakukan, manusia pun mengenal uang
sebagai alat tukar dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Pada abad ke 21,
peradaban manusia memasuki ranah abad digital informasi, dimana aktivitas
manusia kini banyak beralih ke alam virtual yang tidak memerlukan adanya kontak
fisik secara langsung, namun melalui teknologi informasi. Fase ekonomi digital
dimulai sebagai konsekuensi dari pesatnya perkembangan teknologi informasi.

Pada dasarnya ekonomi digital merupakan peralihan dari pengoperasionalan


pelaksanan kegiatan ekonomi yang mengurangi penggunaan tenaga manusia. tetapi
pemanfataannya adalah pada sistem pengoperasian yang serba otomatis dengan
sistem komputer, dalam bentuk bilangan biner (nol dan satu) dengan format yang
dapat dibaca oleh komputer.1 Fenomena ini telah memberikan dampak yang
signifikan bagi kehidupan industrial, yaitu berupa perkembangan teknologi yang
pesat. Perkembangan teknologi yang pesat serta pemanfaatannya dibidang ekonomi
telah mengakibatkan munculnya istilah baru yaitu ‘’Ekonomi Digital” yang

1
Aan Ansori, “Digitalisasi Ekonomi Syariah”, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islam, Vol 7, No. 1, 2016, hlm.
2.
mengandalkan teknologi internet serta daya pikir manusia dalam penerapannya.
Ekonomi digital merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, ditandai dengan semakin
pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yang menggunakan
layanan internet sebagai media dalam berkomunikasi, kolaborasi dan bekerjasama
antar perusahaan atau individu. 2 Konsep ekonomi digital pertama kali diperkenalkan
oleh Don Tapscott, yaitu sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai
karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses
instrumen, kapasitas, dan pemrosesan informasi. Komponen ekonomi digital yang
berhasil diidentifikasi pertama kalinya yaitu industri teknologi, informasi, dan
komunikasi (TIK), aktivitas e-commerce, serta distribusi digital barang dan jasa3.

Dalam konteks istilah cryptonomic, secara terminologikal kita dapat mengartikannya


sebagai suatu ekosistem teknologi yang menggunakan metode enkripsi atau dikenal
juga sebagai kriptografi yang menggunakan satu set algoritma matematika yang
spesifik untuk membuat dan memverifikasi struktur data yang terus berkembang
serta keberadaan data tersebut tidak dapat dihapus dikarenakan adanya bentuk
rantai yang berfungsi sebagai buku besar terdistribusi 4. Teknologi yang terdapat
dalam ekosistem tersebut dikenal juga dengan istilah blockchain yang berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai platform dalam beberapa aplikasi dengan variabel yang
relevan berupa, mata uang digital, penyimpanan data, penjaminan sekuritas, dan
kontrak cerdas5. Inilah yang disebut dengan cryptonomic, yang merupakan
pemanfaatan teknologi blockchain untuk melaksanakan kegiatan ekonomi sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai
bagaimana peran hukum ekonomi digital dan pengaturan cyberlaw-lex digitalis dari
cryptonomic di Indonesia guna untuk diketahui lebih lanjut sejauh mana
pengaturannya di Indonesia dan bagaimana perannya (apabila sudah ada) dalam
mengakselerasi pembangunan ekonomi di Indonesia.

Pembahasan

2
Nidya Waras Sayekti, “Tantangan Perkembangan Ekonomi Digital di Indonesia”, Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI, Vol. 10, No. 5, 2018, hlm 20
3
Don Tapscott, The Digital Economy :Promise and Peril in The Age of Networked Intelligence, New
York:McGraw-Hill, 1995
4
Dr.Danrivanto Budhijanto S.H, LL.M in IT Law, FCBArb, Blokchain Law:Yurisdiksi Virtual & Ekonomi Digital,
Bandung:Logoz Publishing, 2021, hlm.2
5
Ibid.
Aspek Teoritikal Hukum Ekonomi Digital di Indonesia

Law as a tool of social engineering. Merupakan sebuah statemen fenomenal dalam


sejarah perkembangan ilmu hukum yang dikemukakan oleh seorang ahli
berkebangsaan Amerika Serikat yakni, Roscoe Pound. Hukum sebagai alat untuk
pembangunan manusia merupakan gagasan yang lahir pada abad 20, dimana pada
periode itu dapat dikatakan sebagai babak lahirnya suatu paradigma baru, yakni
yang memandang hukum sebagai suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat menuju kesejahteraan. Gagasan tersebut kemudian dikembangkan lebih
lanjut lagi oleh salah satu ahli hukum terkemuka dari Indonesia, yakni Prof.Mochtar
Kusumaatmadja, yang melahirkan teori hukum pembangunan. Teori ini terkonstruksi
atas gagasan-gagasan yang menjadi penyusun dalam suatu paradigma hukum yang
tidak terlepas dari lingkungan dan zaman dimana teori tersebut lahir unuk menjadi
jawaban akan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, konsep-konsep tersebut
adalah6:

- Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini dapat diartikan


terlebih dahulu dimana hukum dipandang sebagai alat untuk memelihara
ketertiban masyarakat. Hukum bersifat memelihara dan mempertahankan apa
yang telah dicapai oleh masyarakat. Dalam masyarakat yang sedang
mengalami proses pembangunan, hasil yang telah dicapai harus dilindungi.
Kemudian apabila dalam suatu masyarakat terdapat pemahaman yang
sedang berubah cepat, hukum harus dapat membantu mengarahkan apa saja
yang dicita-citakan oleh masyarakat, dengan catatan tetap adanya ketertiban
selama perubahan yang dikehendaki sedang berlangsung.

- Sikap mental pemerintah dan warga negara. Sebagai negara hukum, baik
pemerintah maupun warga negara haruslah menaati hukum yang berlaku.
Pemerintah sebagai pihak yang berkuasa, harus bertindak dalam batas-batas
kewenangannya, begitu juga bagi warga negara.

Dalam konteks ranah hukum siber (cyberlaw), perlu dipahami terlebih dahulu apa itu
terminologi cyber world (dunia siber) yang menjadi objek di dalam pengaturannya
dan pengamatannya. Cyber world atau dunia siber diartikan sebagai dunia tanpa
batas fisik, sehingga legislasi nasional dan internasional yang mengaturnya memiliki

6
Lihat dalam Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung:Alumni, 2006
sifat yurisdiksi virtual, hal ini dikarenakan sebagai objek ia memiliki sifat multibahasa,
multikultural, multireligi, dan multirateral 7. Sifat dari dunia siber yang virtual dan
tanpa batas fisik, menjadikan dirinya sebagai objek dari kaidah hukum yang bersifat
baru, khusus dan unik, sehingga terus menerus mengalami perkembangan dalam
pengaturannya. Di dalam hegemoni revolusi industri 4.0 yang sedang terjadi pada
saat ini, masyarakat terus berkembang dan beradaptasi akan perubahan yang
diciptakan fenomena tersebut. Revolusi Industri 4.0, menjadikan manusia kini
mendobrak keterbatasan yang ada, dari yang sebelumnya dalam berkomunikasi dan
bertukar informasi harus dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung
dengan perantara tradisional, kini manusia dapat berkomunikasi dan bertukar
informasi baik merasakan secara langsung maupun tidak langsung melalui alam
virtual berbasis teknologi informasi yang bergerak dalam jaringan internet. Dalam
perkembangannya, paradigma hukum siber mengalami pembabakan yang pada
sebagai suatu kesatuan akan kaidah hukum siber, babak tersebut tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pembabakan tersebut adalah,
Lex Informatica, Lex Internetica, Lex Digital Informatica, dan Lex Cryptographica 8.

Lex informatica adalah istilah yang berkembang pada era dimana


pembentukan norma untuk arus informasi yang bergerak pada ruang teknologi dan
jaringan komunikasi dalam membentuk lembaga hukum sebagai upaya pemenuhan
akan regulasi dalam kegiatannya 9. Lex informatica memiliki beberapa karakteristik
khusus, yaitu sebagai suatu regulasi tidak memiliki kebergantungan pada batas
wilayah nasional, memungkinkan kustomasi regulasi dengan berbagai keberagaman
mekanisme teknis, sebagai suatu regulasi yang memperoleh kemanfaatan dari
integrasi penegakan mandiri dan pemantauan terhadap kepatuhan internal 10.
Selanjutnya lex internetica sebagai suatu paradigma hukum siber yang berkembang
dari lex informatica, dapat diartikan sebagai kaidah hukum siber yang berkembang
menyesuaikan diri dengan algoritma jaringan internet sehingga, dapat
memberlakukan tanggung jawab atas subjek di dalam jaringan teknologi internet 11.
Kemudian, lex digital informatica sebagai suatu paradigma hukum yang berkembang
7
Cristoph Stückelberger & Pavan Dugal, Cyber Ethics 4.0:Serving Humanity with Values,
Geneva:Globethics.net, 2018.
8
Lihat dalam Dr.Danrivanto Budhijanto, S.H, LL.M in IT Law, FCBArb, Cyberlaw 4.0, Bandung:Logoz Publishing,
2019
9
Ibid, hlm. 2
10
Ibid, hlm.3
11
Ibid, hlm.34
setelah lex internetica, dapat diartikan sebagai kaidah hukum yang berkembang
untuk menjawab kebutuhan masyarakat informasi digital yang berkembang sebagai
konsekuensi mudahnya akses platform digital yang terinstalasi pada gadget yang
kini menjadi kebutuhan primer manusia akan informasi 12. Lex digital internetica pada
hakikatnya merupakan jawaban akan kebutuhan etis manusia yang terkonstruksi
atas kerangka hukum dunia siber, karena prinsip-prinsip etika pada dasarnya tidak
memiliki kedudukan masing-masing. Terakhir lex cryptographica yang dapat
diartikan sebagai kaidah hukum siber yang menjawab kebutuhan revolusi industri
4.0, yang hakikat manusia yang diubah menjadi suatu entitas yang dapat
dikuantifikasi dan lebih cepat dalam pergerakan kebutuhannya 13.

Dalam konteks hukum ekonomi digital, istilah ini merupakan kombinasi dari konsep
hukum ekonomi dengan hukum siber sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hukum ekonomi merupakan istilah yang berkembang pertama kali di
Perancis dengan nama droit e’conomique yang dipakai oleh Gerard Farjat setelah
berkembang Perang Dunia Ke Dua menjadi droit de l’economie14.Droit de e’conomie
merupakan kaidah hukum administrasi negara yang mulai sekitar tahun 1930
diadakan untuk membatasi kebebasan pasar di Perancis, untuk keadilan ekonomi
bagi rakyat miskin, agar tidak hanya kaum berduit saja yang dapat memenuhi
kebutuhannya akan pangan, tetapi rakyat petani dan buruh juga tidak akan mati
kelaparan15. Istilah droit de e’conomie kemudian dipakai dalam Bahasa Belanda
menjadi economisch recht yang memiliki konotasi berbeda dengan arti economic
law dalam istilah hukum Amerika Serikat 16. Di Indonesia sendiri hukum ekonomi
dapat dikategorikan sebagai berikut17:

a. Hukum Ekonomi Pembangunan, yang menyangkut pengaturan dan pemikiran


hukum mengenai tata-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan
eknomi di Indonesia secara nasional dan berencana;

12
Ibid, hlm.68
13
Ibid, hlm.116
14
C.F.G Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung:Bina Cipta-Badan Pembinaan
Hukum Nasional, 1988, hlm 42-43
15
Ibid.
16
Ibid, hlm 45-46
17
Dr.Danrivanto Budhijanto S.H, LL.M in IT Law, FCArb, Hukum Ekonomi Digital di Indonesia, Bandung:Logoz
Publishing, 2019, hlm. 29-30
b. Hukum Ekonomi Sosial, yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai tata-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional itu
secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan; dan
c. Hukum Ekonomi Digital, yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara meregulasi, memfasilitasi, dan mengakselerasi
pembangunan ekonomi nasional berbasis teknologi digital dan demokratisasi
ekonomi bersama dalam yurisdiksi virtual di Indonesia. Singkatnya, hukum
ekonomi digital adalah platform untuk mengantisipasi percepatan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan pemanfaatan infrastruktur digital,
model-model bisnis disrupsi, dan inovasi teknologi informasi yang masif.

Aspek Faktual dari Cryptonomic di Indonesia

Revolusi industri 4.0 merupakan istilah teoritis dan faktual dari perkembangan
teknologi-teknologi terkini yang sangat pesat dengan berbasis data internet dan
jaringan internet serta big data18. Revolusi industri 4.0 pada dasarnya berbeda
dengan ditandai berbagai teknologi terbaru yang menggabungkan dunia fisik, digital,
dan biologis, serta mempengaruhi berbagai disiplin ilmu, ekonomi, dan industri,
bahkan lebih jauh lagi ide-ide yang menantang tentang “apa” artinya menjadi
manusia19. Melalui revolusi industri 4.0 ini, lahirlah teknologi big data, blockchain,
internet of things, artificial intelegence, learning machine, dan robotic20.

Dalam konteks cryptonomic, maka teknologi yang digunakan ialah teknologi


blockchain. Teknologi blockchain adalah suatu jenis atau sub-set tertentu yang
dikenal dengan teknologi pencatatan transaksi di buku besar secara terdistribusi
(distributed ledger technology-DLT)21. Technology blockchain sebagai DLT adalah
cara merekam dan berbagi dati di beberapa penyimpanan data, yang pada masing-
masing memiliki catatan data yang sama persis dan secara kolektif dipelihara dan
dikendalikan oleh jaringan server komputer terdistribusi, yang disebut simpul
jaringan (node)22. Teknologi blockchain inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan
sebaga platform dalam beberapa aplikasi berupa mata uang digital, penyimpanan
data, penjaminan sekuritas, dan kontrak cerdas.

18
Danrivanto Budhijanto, Cyberlaw 4.0, Op.cit, hlm.114
19
Ibid.
20
Danrivanto Budhijanto, Blockchain Law:Yurisdiksi Virtual dan Ekonomi Digital, hlm.4
21
Ibid, hlm.4
22
Ibid.
Salah satu aplikasi dengan teknologi blcokchain yang sedang ramai saat ini adalah
mata uang kripto atau dikenal juga dengan cryptocurrency atau dikenal juga sebagai
mata uang kripto. Sejarah mencatat, hegemoni mata uang kripto dimulai pada pada
akhir tahun 2008 melalui seorang programmer yang bernama Satoshi Nakamoto
yang menciptakan sebuah mata uang kripto baru yang bernama Bitcoin 23.
Munculnya Bitcoin merupakan suatu bentuk keinginan untuk dapat bertransaksi
daring dengan mudah tanpa harus melibatkan pihak ke tiga (Lembaga
Keuangan/Pemerintah), sehingga hal-hal yang muncul akibat terlibatnya pihak ke
tiga dapat dihilangkan, misalnya biaya transfer dsb 24. Cara kerja teknologi
blockchain dalam Bitcoin dapat dijelaskan sebagai berikut 25: blockchain merupakan
kumpulan yang terdiri dari lebih satu blok dengan membentuk rantai. Setiap rantinya
memiliki tiga elemen, yakni data, nilai hash dari blok, dan nilai hash dari blok
sebelumnya. Data yang disimpan pada Bitcoin akan berisi detail transaksi seperti
penerima, pengirim, dan nilai koin. Setiap pengguna Bitcoin dapat mulai
menggunakannya setelah menginstall aplikasi wallet Bitcoin pada komputer atau
telepon selular yang secara otomatis akan membuat alamat Bitcoin. Kemudian
ketika melakukan transaksi, cara kerjanya ialah melalui transfer nilai antar wallet
Bitcoin yang dimasukkan ke dalam blockchain. Wallet Bitcoin kemudian menyimpan
sebagian data rahasia yang disebut seed yang berfungsi sebagai penandatanganan
transaksi. Setiap transaksi disiarkan ke dalam jaringan melalui proses yang disebut
mining. Proses mining dilakukan untuk mengonfirmasi antrian transaksi dengan
memasukkannya ke dalam blockchain. Kemudian agar dapat dikonfirmasi, transaksi
harus dirangkai dalam sebuah blok yang sesuai dengan aturan kriptografi dan akan
diverifikasi oleh jaringan26.

Bitcoin sendiri, sebagai mata uang kripto pada dasarnya tidak memiliki kedudukan
hukum sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Hal ini dengan tegas
tertuang dalam Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang, yang menyatakan bahwa:

23
Ferry Mulyanto, Pemanfaatan Cryptocurrency sebagai Penerapan mata Uang Rupiah Ke Dalam Bentuk
Digital Menggunakan Teknologi Bitcoin, Indonesian Journal on Networking and Security, Vol.4,No.4, 2015,
hlm.19
24
Rina Candra Noorsanti, Heribertus Yulianton, Kristhoporus Hardiono, Blockchain-Teknologi Mata Uang
Kripto (Crypto Currency), Prosiding SENDI_U 2018, hlm.2
25
Ibid
26
Bitcoin, dalam Bagaimana cara kerja Bitcoin? - Bitcoin, diakses pada Sabtu, 12 Juni 2021, Pukul 16.20 WIB
“Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah”

Dalam undang-undang tersebut mengatakan juga bahwa, Rupiah sebagai mata


uang Indonesia terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam 27. Kemudian timbul
pertanyaan, bagaimana dengan kedudukan hukum mata uang digital yang
disediakan oleh platform seperti Gopay, Ovo, Shopeepay, dan lain-lain? Mengenai
Rupiah digital yang metode pembayaran dalam kegiatan bertransaksinya berbentuk
elektronik, kaidah hukum yang menaungi kegiatan tersebut diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik. Proses
pemanfaatan Mata uang Rupiah dalam bentuk elektronik pada dasarnya memiliki
perbedaan dengan sistem kerja Bitcoin sebagai mata uang kripto, yang dilakukan
secara peer to peer dapat melakukan transaksi tanpa perantara pihak ke tiga. Mata
uang Rupiah dalam bentuk elektronik yang selanjutnya disebut dengan uang
elektronik, secara definitif diartikan sebagai instrumen pembayaran yang memenuhi
unsur:

a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang terlebih dahulu kepada penerbit
b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam media server atau chip, dan
c. Nilai uang elektronik dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan 28.

Dengan kata lain, uang elektronik Rupiah, diterbitkan terlebih dahulu kepada
penerbit selaku pihak ke tiga atas dasar nilai uang. Hal tersebut tentu berbeda
dengan mata uang kripto yang dapat melakukan transaksi tanpa adanya pihak ke
tiga.

Selanjutnya, bagaimana kedudukan hukum mata uang kripto di Indonesia? Secara


yuridis formil, penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia
ialah ilegal atau dengan kata lain tidak sah sebagai alat pembayaran. Namun di sisi
lain, kedudukan hukum mata uang kripto diakui dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan
Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) dan Peraturan Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Cyrpto Asset) di Bursa Berjangka.
27
Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
28
Lihat Pasal 1 angka 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
Terminologi hukum yang dipakai dalam kaidah hukum tersebut adalah aset kripto,
walaupun secara esensial hal tersebut sama saja dengan cryptocurrency atau mata
uang kripto. Hal ini dapat diketahui dalam pengertian secara stipulatif aset kripto
yakni29,

“Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi,


jaringan peer to peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan
unit bari, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur
tangan pihak lain”

Pengertian tersebut secara teknis mirip dengan cara kerja dari cryptocurrency yang
menggunakan teknologi blockchain, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedudukan
hukum aset kripto tidak dapat dipersamakan dengan uang Rupiah elektronik
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik. Aset kripto dalam hal ini hanya diakui sebagai aset yang
diperdagangkan dalam Bursa Berjangka yang telah memperoleh persetujuan dari
Kepala Bappebti30. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hal ini
telah memberikan pengaturan mengenai kegiatan transaksional aset kripto yang
dilakukan di Indonesia, dimana pelaksanaannya hanya dapat difasilitasi oleh Bursa
Berjagka yang dapat menunjuk Pedagang Fisik Aset Kripto dengan persetujuan dari
Kepala Bappebti31 . Kini dengan adanya peraturan tersebut, perdagangan aset kripto
di Indonesia telah berupaya untuk memenuhi rasa kepastian hukum serta membantu
mengakselerasi inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha yang
menggunakan aset kripto.

Aspek Futurikal dari Cryptonomic di Indonesia

Revolusi industri 4.0 telah membawa tantangan baru bagi kehidupan manusia.
Perkembangan yang luar biasanya cepatnya telah berdampak pada perubahan
teknologi dan sosial. Dalam hal ini, untuk memastikan hasil yang tepat jika hanya
mengandalkan produk hukum legislasi dan insentif dari Pemerintah, merupakan
suatu hal yang keliru, karena pada saat diterapkannya suatu legislasi dan insentif
29
Lihat Pasal 1 Angka 7. Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019
tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka
30
Lihat Pasal 5 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019
tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka
31
Lihat Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 7 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor
5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa
Berjangka
dari Pemerintah bisa jadi sudah tertinggal zamannya 32. Permasalahan tersebut
kemudian diartikulasikan dalam buku white paper yang diterbitkan oleh World
Economic Forum pada November 2016, dalam buku tersebut dijelaskan,

“Mengingat revolusi indsutri 4.0 memiliki dampak yang sangat cepat dalam
perubahan teknologi dan sosial, hanya mengandalkan undang-undang dan regulasi
dari pemerintah untuk memastikan hasil yang tepat sangatlah keliru. Hal ini
cenderung ketinggalan zaman atau mubazir ketika hal undang-undang dan regulasi
pemerintah diimplementasikan”

Maksud dari white paper tersebut ialah, cara yang terbaik untuk memastikan hasil
positif dalam ekosistem yang rumit adalah dengan beroperasi dengan nilai dasar
yang jelas, misalnya dengan cara berfokus pada prinsip-prinsip dasar seperti
martabat manusia dan kebaikan bersama 33. Prinsip comply or explain dalam hal ini
memungkinkan sejumlah jalan keluarn dengan memberikan opsi kepada
perusahaan untuk menghindari kepatuhan yang tidak substantif dengan
menjelaskan kapan prinsip tertentu tidak berlaku bagi mereka 34. Kita tidak dapat
mengelak bahwasannya ekosistem global yang kompleks akan membutuhkan
kekhususan teknologi informasi di sebagian besar wilayah di dunia, kemudian
sebagai implikasi dari hal tersebut tantangannya ialah untuk menunjukan bahwa
landasan etika tidak boleh diremehkan. Dalam hal ini, peran hukum sangatlah
penting untuk mencapai ketertiban dan kemanfaatan dalam mencapai tujuan
masyarakat35. Pengertian hukum dalam hal ini harus dimaknai sebagai sekumpulan
asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia, meliputi pula proses dan
lembaga dalam mewujudkan hukum tersebut menjadi kenyataan. Pengertian hukum
merupakan pengertian hukum yang digagas oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja 36.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan cepatnya perkembangan teknologi dalam
revolusi industri 4.0 telah mengubah kondisi sosial masyarakat saat ini. Hukum jika
hanya dilihat sebagai peraturan perundang-undangan saja, tentu ia akan sangat
kaku dalam menjangkau pesatnya perkembangan teknologi. Rasa ketertiban,
keadilan, dan kebermanfaatan yang dibutuhkan masyarakat sebagaimana tujuan
dari hukum itu sendiri, tidak hanya dapat dipenuhi oleh peraturan perundang-
32
Danrivanto Budhijanto, Blockchain Law, Op.cit, hlm.63
33
Ibid.
34
Ibid.
35
Ibid.
36
Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hlm.vi
undangan saja. Dalam hal ini, peran asas hukum, lembaga, dan proses sangatlah
bersifat fundamental dalam menjangkau kebutuhan akan rasa ketertiban, keadilan,
dan kebermanfaatan dari pesatnya laju perkembangan teknologi dalam hegemoni
revolusi industri 4.0. Teknologi blockchain yang menjadi dasar dari cryptonomic di
Indonesia yang menjadi realitas baru dari peradaban manusia pada abad digital
informasi harus berartikulasi dengan asas hukum, kaidah hukum, lembaga, dan
proses. Sehingga tujuan dari dikembangkannya teknologi blockchain yang menjadi
dasar dari cryptonomic, dapat memenuhi rasa keadilan, ketertiban, dan
kebermanfaatan dalam masyarakat.

Kesimpulan

Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah mengubah beragam hal yang
menyangkut aspek kehidupan manusia. Khusus dalam aspek ekonomi, yang pada
dasarnya mengkaji bagaimana manusia itu memenuhi kebutuhan hidupnya, melalui
perkembangan teknologi informasi yang pesat, lahirlah suatu ekosistem baru dalam
perekonomian yang menggunakan teknologi informasi. Hal inilah yang disebut
dengan ekonomi digital. Kemudian, dalam memenuhi rasa keadilan, ketertiban, dan
kebermanfaatan di dalam kegiatan ekonomi digital, muncullah peran hukum
sebagaimana maxim yang dikemukakan oleh Cicero yakni, ubi societas, ibi ius, yang
artinya dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Tentunya disini kegiatan ekonomi
digital dilakukan oleh masyarakat yang saling terkoneksi satu sama lain melalui
ruang virtual yang diakses melalui jaringan teknologi informasi.

Hukum ekonomi digital muncul untuk mengantisipasi percepatan pertumbuhan


ekonomi di Indonesia dengan pemanfaatan infrastruktur digital, model-model bisnis
disrupsi, dan inovasi teknologi informasi yang masif. Hal ini dapat kita lihat, dalam
perkembangannya ekonomi digital kini telah memasuki suatu ekosistem yang
dinamakan cryptonomic sebagai bagian dari revolusi industri 4.0. istilah cryptonomic,
secara terminologikal kita dapat mengartikannya sebagai suatu ekosistem teknologi
yang menggunakan metode enkripsi atau dikenal juga sebagai kriptografi yang
menggunakan satu set algoritma matematika yang spesifik untuk membuat dan
memverifikasi struktur data yang terus berkembang serta keberadaan data tersebut
tidak dapat dihapus dikarenakan adanya bentuk rantai yang berfungsi sebagai buku
besar terdistribusi37. Teknologi yang terdapat dalam ekosistem tersebut dikenal juga
37
Danrivanto Budhijanto, Blokchain Law:Yurisdiksi Virtual & Ekonomi Digital, Op.cit, hlm.2
dengan istilah blockchain yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai platform
dalam beberapa aplikasi dengan variabel yang relevan berupa, mata uang digital,
penyimpana data, penjaminan sekuritas, dan kontrak cerdas 38. Inilah yang disebut
dengan cryptonomic, yang merupakan pemanfaatan teknologi blockchain untuk
melaksanakan kegiatan ekonomi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia.
Salah satu bentuk penerapan teknologi blockchain ialah cryptocurrency atau dikenal
juga dengan mata uang kripto atau dalam istilah hukum disebut aset kripto. Dalam
kaidah hukum di Indonesia saat ini, aset kripto merupakan hal yang ilegal apabila
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Aset kripto saat ini hanya diakui
sebagai objek perdagangan berjangka komiditi yang tunduk pada Peraturan Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Melalui kaidah hukum yang
dibentuk oleh Bappebti tersebut, aset kripto kini dalam pemanfaatanya tunduk
terhadap kaidah hukum tersebut. Hal ini tentu merupakan bagian dari hukum
ekonomi digital yang berfungsi untuk mengantisipasi percepatan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan pemanfaatan infrastruktur digital, model-model bisnis
disrupsi, dan inovasi teknologi informasi yang masif. Peraturan tersebut telah
berupaya untuk memenuhi rasa kepastian hukum serta membantu mengakselerasi
inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha yang menggunakan aset
kripto. Hal ini sejalan dengan konsepsi hukum sebagai sarana pembangunan
masyarkat, yang dalam hal ini adalah masyarakat digital informasi, dimana segala
aktifitas dan tindakannya mulai beralih ke ruang virtual sebagai implikasi dari
perkembangan teknologi informasi yang pesat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

- Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,


Bandung:Alumni, 2006
- Don Tapscott, The Digital Economy :Promise and Peril in The Age of
Networked Intelligence, New York:McGraw-Hill, 1995

38
Ibid.
- Cristoph Stückelberger & Pavan Dugal, Cyber Ethics 4.0:Serving Humanity
with Values, Geneva:Globethics.net, 2018
- Dr.Danrivanto Budhijanto, S.H, LL.M in IT Law, FCBArb, Cyberlaw 4.0,
Bandung:Logoz Publishing, 2019
- Dr.Danrivanto Budhijanto, S.H, LL.M in IT Law, FCBArb, Blockchain
Law:Yurisdiksi Virtual & Ekonomi Digital, Bandung:Logoz Publishing, 2021.
- Dr.Danrivanto Budhijanto S.H, LL.M in IT Law, FCArb, Hukum Ekonomi
Digital di Indonesia, Bandung:Logoz Publishing, 2019.
- C.F.G Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Bandung:Bina Cipta-Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1988.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang


- Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
- Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5
Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset
Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka

JURNAL ILMIAH

- Aan Ansori, “Digitalisasi Ekonomi Syariah”, Jurnal Ekonomi Keuangan dan


Bisnis Islam, Vol 7, No. 1, 2016.
- Nidya Waras Sayekti, “Tantangan Perkembangan Ekonomi Digital di
Indonesia”, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. 10, No. 5, 2018.
- Ferry Mulyanto, Pemanfaatan Cryptocurrency sebagai Penerapan mata Uang
Rupiah Ke Dalam Bentuk Digital Menggunakan Teknologi Bitcoin, Indonesian
Journal on Networking and Security, Vol.4,No.4, 2015.
- Rina Candra Noorsanti, Heribertus Yulianton, Kristhoporus Hardiono,
Blockchain-Teknologi Mata Uang Kripto (Crypto Currency), Prosiding
SENDI_U 2018

LAIN-LAIN

- Bitcoin, dalam Bagaimana cara kerja Bitcoin? - Bitcoin, diakses pada Sabtu,
12 Juni 2021, Pukul 16.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai