Millenia Aura Asa (18401241017) Agnes Aulia (18401241026) Yanuar An Nafi (18401241039) A. Pengertian Sengketa Internasional Pada umumnya sengketa internasional terbagi menjadi dua menurut hukum internasional : 1. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya. 2. Sengketa hukum ialah sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. B. Kriteria Sengketa Internasional Mahkamah Internasional menetapkan empat kriteria sengketa internasional : 1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta- fakta yang ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak. 2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran. Lanjutan 3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga. 4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Contoh: Case Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947. C. Metode Penyelesaian Sengketa Internasional Metode penyelesaian sengketa internasional terbagi menjadi dua cara : 1. Cara penyelesaian sengketa secara damai. 2. Cara penyelesaian sengketa secara paksa atau dengan kekerasan (perang). D. Penyelesaian Sengketa Secara Damai Menurut J. G. Starke mengemukakan bahwa metode penyelesaian sengketa internasional dapat diselesaikan melalui cara damai sebagai berikut : a) Arbitrase (arbitration). b) Penyelesaian yudisial (judicial Settlement). c) Negosiasi, jasa-jasa baik (good offices), mediasi, konsiliasi. dan penyelidikan (inquiry). d) Penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lanjutan Huala Adolf berpendapat bahwa penyelesaian sengketa internasional dapat diselesaikan secara damai sebagai berikut : a) Negosiasi. b) Pencarian Fakta. c) Jasa-Jasa Baik. d) Mediasi e) Konsiliasi f) Arbitrase g) Pengadilan Internasional Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai 1. Prinsip Itikad Baik Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercemin dalam dua tahap. Pertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara negara. Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya. Lanjutan 2. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa Prinsip inilah yang melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan menggunakan senjata (kekerasan). Prinsip ini termuat antara lain dalam Pasal 13 Bali Concord dan pembukaan (preamble) paragraf ke-4 Deklarasi Manila. Pasal 13 Bali Concord antara lain menyatakan:“... In case of disputes on matters directly affecting them, they shall refrain from the threat or use of force and shall at all times settle such disputes among themselves through friendly negotiations.” Selanjutnya dalam berbagai perjanjian internasional lainnya, prinsip ini ditemukan dalam Pasal 5 Pakta Liga Negara-negara Arab 1945 (Pact ofthe League of Arab States), Pasal 1 dan 2 the 1947 Inter-AmericanTreaty of Reciprocal Assistance; dan lain-lain. Lanjutan 3. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Prinsip penting lainnya adalah prinsip di mana para pihak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan atau dikenal juga dengan istilah principle of freechoice of means. Lanjutan 4. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan terhadap Pokok Sengketa Prinsip fundamental keempat yang sangat penting adalah prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila sengketanya diselesaikan) oleh badan peradilan terhadap pokok sengketa. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Lanjutan 5. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus) Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian sengketa internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar untuk pelaksanaan dari prinsip ke (3) dan (4) di atas. Prinsip-prinsip kebebasan (3) dan (4) hanya akan bisa dilakukan atau direalisasi manakala ada kesepakatan dari para pihak. Sebaliknya, prinsip kebebasan (3) dan (4) tidak akan mungkin berjalan apabila sepakat hanya ada dari salah satu pihak saja atau bahkan tidak ada kesepakatan sama sekali dari kedua belah pihak. Lanjutan 6. Prinsip Exhaustion of Local Remedies Prinsip ini termuat dalam antara lain Section 1 paragrap 10 Deklarasi Manila. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, maka langkah- langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted). Lanjut 7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang Kedaulatan, Kemerdekaan dan Integritas Wilayah Negara-negara Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus menaati dan melaksanakan kewajiban-kewajiban internasionalnya dalam berhubungan dengan satu sama lainnya berdasarkan prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah negara-negara. E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa