Anda di halaman 1dari 7

Nama Kelompok : 1) Andi Yuda Prasetyo (110110170302)

2) Angelos Gogo Siregar (110110170303)


3) Yayang Nuraini Zulfa (110110170304)
4) Shafira Putri Anggita (110110170305)
5) Anindya Saraswati (110110170306)

Matkul : Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (D)

Dosen : a) Raden Achmad Gusman Catur Siswandi


b) Chloryne Trie Isana Dewi

TUGAS HPSI

1) Pengertian Sengketa dan Sengketa Internasional (Dispute and


International Dispute)
Menurut John G. Merrils, istilah sengketa (dispute) memiliki makna perbedaan
pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu
pihak dan penolakan di pihak lain. Sedangkan berdasarkan KBBI istilah “sengketa”
memiliki arti sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran;
perbantahan. Disisi lain, dikatakan bahwa konflik atau sengketa adalah sesuatu
yang menyebabkan perbedaan pendapat antara dua pihak atau lebih yang berselisih
perkara dalam pengadilan.1 Maka, dengan ini dapat dikatakan bahwa pengertian dari
“sengketa” adalah perselisihan dan permasalahan dalam hal perbedaan penerapan
hukum, adanya kesalahpahaman, ketikdaksesuaian, perbedaan interpertasi serta
kesenjangan antara das sein dan das sollen. Dalam hal terjadinya sengketa,
terdapat pihak yang merasa dirugikan atas pihak lainnya yang dianggap sebagai
penyebab kerugian.
Pada sengketa internasional, makna internasional disini berarti adanya unsur
asing yang terdapat/melekat baik pada pihak-pihak yang bersengketa ataupun
sesuatu yang menjadi objek perselisihannya. Kemudian, pengertian dari sengketa
internasional itu sendiri adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai
pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya
kewajibankewajiban yang terdapat dalam perjanjian.2 Maka, dapat dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan sengketa intenasional adalah suatu perselisihan antara
subjek-subjek hukum internasional, dimana dalam hal sengketa internasional, subjek
hukum tidak sebatas negara saja, melainkan terdapat subjek hukum interinasional

1
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan ke-3, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002) hal.433
2
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (Jakarta: Sinar Grafika,2008) hal.2
lainnya, seperti organisasi internasional dan individu yang memungkinkan timbulnya
sengketa itu sendiri antara satu sama lainnya.

2) Faktor-faktor Penyebab Sengketa Internasional

A) Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Internasional yang Tidak


Terpenuhi.
Perjanjian internasional merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau
lebih dalam rangka membangun hubungan internasional guna membangun
kerjasama yang saling menguntungkan diantara negara-negara yang terkait dalam
perjanjian. Perjanjian internasional dapat berbentuk kerjasama dalam bidang sosial
ekonomi, militer, dan yang lainnya, sebagai berikut:

Dalam perjanjian internasional, diaturlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh negara-negara yang ikut terlibat dalam perjanjian tersebut.
Hak dan kewajiban harus dipenuhi oleh masing-masing negara yang bersangkutan
agar dapat terjadi hubungan mutualisme atau saling menguntungkan satu sama lain.
Namun pada praktiknya, ada hal-hal dari hak dan kewajiban dalam perjanjian yang
dapat dilanggar oleh salah satu atau kedua belah pihak.
Bentuk pelanggaran seringkali berkaitan dengan pemenuhan hak salah satu atau
kedua belah pihak ketika kewajiban sudah selesai dilakukan.
B) Perbedaan Pandangan/ Tafsiran Terhadap Perjanjian Internasional
Dalam setiap menentukan dan menetapkan perjanjian internasional, dibutuhkan
kesepatakan diantara pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut. Setelah
ditetapkan, idealnya kedua belah pihak melaksanakan perjanjian tersebut sesuai
dengan kesepakatan yang sudah ditentukan bersama, sebagai berikut:

Namun dalam perjalanannya, ada kemungkinan pandangan/ penafsiran yang


berbeda dari perjanjian yang sudah disepakati.
Perbedaan pandangan/ tafsiran yang terjadi didasarkan pada pokok-pokok atau
poin-poin perjanjian yang dapat menimbulkan multitafsir diantara kedua belah pihak.
Jika masing-masing pihak tidak mendiskusikan permasalahan multitafsir dan
melaksanakan kebijakan sesuai dengan pandangan masing-masing pihak, bisa saja
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
C) Penghinaan Terhadap Harkat dan Martabat Bangsa.
Masing-masing negara mempunyai harga diri yang dijunjung tinggi oleh warga
negaranya. Harkat dan martabat bangsa sudah mendarah daging di lingkungan
masyarakatnya. Adanya bentuk-bentuk penghinaan terhadap harkat dan martabat
bangsa dari negara lain dapat menimbulkan sengketa bahkan hal kecil sekalipun,
sebagai berikut:
Bagi warga negara suatu negara, harkat dan martabat bangsa adalah sesuatu yang
harus dijaga dan dilindungi.
Maka tidak salah jika suatu negara yang merasa terhina harkat dan martabatnya
melakukan perlawanan.
Penghinaan terhadap harkat dan martabat bangsa dapat diselesaikan melalui jalur
damai, tapi ada kemungkinan diselesaikan dengan cara kekerasan apabila
penghinaan yang dilontarkan sudah sangat menyakiti harga diri bangsa tersebut.
D) Intervensi Kedaulatan Suatu Negara
Intervensi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan campur
tangan pihak lain dalam suatu persilihan yang terjadi diantara kedua pihak yang
sedang berselisih. Kita pernah mendengar bahwa kedaulatan negara dapat
diintervensi oleh pihak lain, terutama yang berkaitan dengan wilayah negara,
sebagai berikut:
Ketika ada dua negara yang sedang bersengketa tentang wilayah negara, kehadiran
negara lain dalam sengketa itu bukan untuk menyelesaikan masalah tapi
memperburuk keadaan karena negara lain yang menjadi pihak ketiga ikut menekan
proses perundingan dalam menyelesaikan sengketa kedua negara.
Masalah intervensi kedaulatan negara seringkali menjadi hal yang sensitif untuk
dibicarakan karena menyangkut wilayah dan kedaulatan negara itu sendiri.
Sebagai contoh, jika ada pesawat negara lain yang terbang melintas di wilayah
suatu negara dan tidak meminta izin, maka bisa saja pesawat yang melintas
tersesbut dianggap sedang melakukan intervensi terhadap negara yang dilaluinya.
E) Perebutan Kekayaan Aspek Ekonomi
Kekayaan dalam aspek ekonomi yang dimiliki oleh suatu negara tertentu dapat
menjadi salah satu penyebab globalisasi terjadinya sengketa internasional. Sebagai
berikut macam contoh perebuatan kekayaan yang biasa terjadi dalam sengketa
internasional:

Perebutan kekayaan negara baik berupa barang tambah, kayu, perikanan, dan
lainnya dilakukan dengan mencari celah kelemahan dari perjanjian internasional
yang telah dibuat sebelumnya oleh pihak-pihak yang terkait.
Perebutan kekayaan tidak dilakukan secara terus terang tetapi dilakukan secara
halus dengan memanfaatkan kelemahan negara yang bersangkutan.
Kelemahan yang timbul seringkali terkait dengan ketidaksiapan suatu negara dalam
menghadapi dampak globalisasi di berbagai bidang, salah satunya ekonomi.
Menurut Huala Adolf pendekatan yang diambil kelompok Waldock lebih tepat. Jika
Sengketa yang timbul antara dua negara, bentuk atau jenis sengketa yang
bersangkutan ditentukan sepenuhnya oleh para pihak. Suatu sengketa hukum,
misalnya penetapan garis batas wilayah, pelanggaran hak-hak istimewa diplomatik,
sengketa hak-hak dan kewajiban dalam perdagangan, dan lain-lain. Pastinya,
sengketa demikian sedikit banyak mempengaruhi hubungan (baik) kedua negara.
Bagaimana kedua negara memandang sengketa tersebut adalah faktor penentu
untuk menentukan apakah sengketa yang bersangkutan sengketa hukum hukum
atau politik.3
3) Prinsip-Prinsip Hukum Internasional terkait Penyelesaian Sengketa
Internasional

1. Prinsip Non-intervensi
Prinsip ini tidak berarti luas sebagai segala bentuk campur tangan Negara
asing dalam urusan satu negara, melainkan berarti sempit, yaitu suatu
campur tangan negara asing yang bersifat menekan dengan alat kekerasan
atau dengan ancaman melakukan kekerasan, apabila keinginannya tidak
terpenuhi4.Prinsip non-intervensi ini juga mencerminkan penghargaan
terhadap kedaulatan dan yurisdiksi suatu negara dalam batas-batas
wilayahnya.
2. Prinsip Kebebasan memilih cara Penyelesaian Sengketa
Prinsip free choice of means adalah prinsip dimana para pihak memiliki
kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme
bagaimana sengketanya diselesaikan. Terkandung dalam section 1
paragrpah 3 manila declaration berbunyi:
“International disputes shallbe settled on the basis of the sovereign
equality of States and in accordance with the principle of freechoice of
means in conformity with obligations under the Charter of the United
Nations and with the principles of justice and international law.”
3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang Akan Diterapkan terhadap
Pokok Sengketa
Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan
untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Dalam sengketa
antar negara, sudah lazim bagi pengadilan internasional, misalnya Mahkamah
Internasional (The International Court of Justice), untuk menerapkan hukum
Internasional meskipun penerapan hukum internasional ini dinyatakan tegas
oleh para pihak.

3
Ibid, hal.7
4
Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Publik Internasional, (Jakarta: Pembimbing Masa, 1967) hal.149-150
4. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus)
Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam
penyelesaian sengketa internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar untuk
pelaksanaan dari prinsip ke (2) dan (3) di atas. Prinsip-prinsip kebebasan
hanya akan bisa dilakukan atau direalisasi manakala ada kesepakatan dari
para pihak. Sebaliknya, prinsip kebebasan tidak akan mungkin berjalan
apabila sepakat hanya ada dari salah satu pihak saja atau bahkan tidak ada
kesepakatan sama sekali dari kedua belah pihak.5

5. Prinsip Itikad Baik


Prinsip Good Faith merupakan prinsip yang fundamental dalam penyelesaian
sengketa international yang tercantum dalam Manila Declaration 1982 yang
berbunyi:
“All States shall act in good faith and in conformity with the purposes
and principles enshrined in the Charter of the United Nations with a
view to avoiding disputes among themselves likely to affect friendly
relations among States, thus contributing to the maintenance
ofinternational peace and security…”
Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercemin dalam dua tahap.
Pertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa
yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara negara.
Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan
sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam
hukum internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase,
pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya. Dalam kaitan ini,
Section 1 Paragrap 5 Deklarasi Manila mensyaratkan adanya prinsip itikad
baik ini dalam upaya untuk mencapai penyelesaian sengketa dengan lebih
dini (lebih cepat).6
6. Prinsip Persamaan hak dan menentukan nasib sendiri
Menurut V.I. Lenin hak untuk menentukan nasib sendiri memiliki prinsip the
right of “National” self-dertermination bahwa setiap bangsa mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri dengan membentuk negara nasionalnnya
sendiri dalam kerangka bahwa federasi antar bangsa haruslah dilakukan
dalam kerangka kesukarelaan. Hak menentukan nasib sendiri dirumuskan
tidak saja mempunyai makna “bebas untuk menentukan status politik” dalam
ketatanegaraan, namun juga “bebas untuk mengupayakan pembangunan
ekonomi, sosial dan budaya, termasuk hak semua bangsa untuk bebas
5
Huala Adolf, Op.Cit, hal.7
6
Ibid, hal.15-16
mengelola dan memanfaatkan sumber dan kekayaan alam untuk pemenuhan
hak asasi manusia7.
7. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa
Prinsip ini melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan
menggunakan senjata demi terjaminnya perdamaian dunia dan tidak terjadi
perang antar negara. Terkandung dalam Pasal 13 Bali Concord yang
berbunyi:
“... In case of disputes on matters directly affecting them, they shall
refrain from the threat or use of force and shall at all times settle such
disputes among themselves through friendly negotiations.”
Selanjutnya dalam berbagai perjanjian internasional lainnya, prinsip ini
ditemukan dalam Pasal 5 Pakta Liga Negara-negara Arab 1945 (Pact ofthe
League of Arab States), Pasal 1 dan 2 the 1947 Inter-AmericanTreaty of
Reciprocal Assistance; dan lain-lain.8
8. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Prinsip ini menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya
ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang
tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu Negara harus terlebih
dahulu ditempuh. Hal ini diatur Section 1 Paragraph 10 Manila Declaration
berbunyi:
“States should, without prejudice to the right of free choice of means,
bear in mind that direct negotiations are a flexible and effectivemeans
of peaceful settlement of their disputes. When they choose toresort to
direct negotiations, States should negotiate meaningfully, inorder to
arrive at an early settlement acceptable to the parties. Statesshould be
equally prepared to seek the settlement of their disputes bythe other
means mentioned in the present Declaration.”

DAFTAR PUSTAKA

7
Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, (Terjemahan A. Rahman Zainuddin), (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005) hal. 10
8
Huala Adolf, Op.Cit, hal. 16
 Sudarsono. 2002. Kamus Hukum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
 Huala Adolf. 2008. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional.
Jakarta: Sinar Grafika.
 Wirjono Prodjodikoro. 1967. Azaz-azaz Hukum Publik Internasional,
(Jakarta: Pembimbing Masa.
 Antonio Cassese. 2005. Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah,
(Terjemahan A. Rahman Zainuddin). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai