Article 33;
1. The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the
maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a
solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial
settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful
means of their own choice.
2. The Security Council shall, when it deems necessary, call upon the parties to
settle their dispute by such means.
Apa yang dimaksud dengan sengketa internasional, harus dilihat dari beberapa
unsur yang akan menentukan ada tidaknya sengketa internasional tersebut;
1
JG Merils, International Dispute Settlement , Cambridge University Press, 1991, hal. 1
Menurut Mahkamah Internasional Permanen dalam kasus
Mavrommantis Palestine Concessions (Preliminary Objections) 1924,
sengketa merupakan disagreement on point of law or fact, a conflict of legal
views or interest between two persons.2 Di sini jelas kelihatan bahwa pokok
sengketa dispesifikasikan pada hal yang terkait dengan hukum atau fakta.
Pendapat ini jelas menunjukkan bahwa pokok sengketa juga terkait dengan
hak dan kewajiban menurut hukum.
2
P.C.I.J. 1924 Ser. A, No. 2, hal 11, dalam Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar
Grafika, 2008, hal, 2.
3
Dikutip dalam Huala Adolf, hal. 2
4
Ibid, hal. 3.
5
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, buku 2, Sinar Grafika, 1997, hal. 645.
6
Untuk Penyelesaian sengketa ini didirikan di Washington ICSID (International Centre for the Settlement of
Investment Dispute), Ibid.
aturan-aturan hukum internasional, maka sengketa tersebut merupakan
sengketa hukum, bukan sengketa politik.
Pendapat ini didukung oleh Friedman dan ICJ.
Friedman, secara detail, menyebutkan sengketa hukum tersebut dalam
beberapa bentuk atau konsep, yakni sbb;7
a. Jika sengketa tersebut mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan
menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti.
2. Jika sengketa itu ditentukan oleh para pihak sebagai sengketa hukum maka
dia menjadi sengketa hukum, sebaliknya jika dia dianggap oleh mereka
sebagai sengketa politik, maka dia menjadi sengketa politik.
Pendapat ini didukung oleh Sir Humprey Waldock.
7
Wolfgang Friedman, et al., International Law: Cases and Materials, St. Paul Minn,: West Publishing, 1969,
hal. 243.
8
Lihat part I (article 1)
(good office)9, mediasi (mediation)10 atau komisi penyelidik (international
Commission of Inquiry)11.
Apabila cara-cara di atas gagal, menurut pasal 38 Konvensi Den Haag 1907,
penyerahan sengketa kepada arbitrase dianggap sebagai cara yang paling efektif
dan pantas. Namun penyerahan sengketa ke arbitrase sifatnya tidak memaksa,
tergantung kepada memungkinkan atau tidaknya cara-cara ini digunakan.
B. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations, 1919
E. The General Act for the Pacific Settlement of International Disputes, 1928
H. Resolusi-Resolusi PBB
Misalnya;
-Resolusi MU PBB No. 2625 (XXV) 1970 (24 Oktober 1970), General Assembly
Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and
Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations,
24 October 1970
- Resolusi MU PBB No. 40/9 (8 November 1985)
- Resolusi MU PBB No. 44/21 (15 November 1989)
9
Lihat Part I
10
Ibid
11
Part III.
12
Misalnya penyelesaian sengketa dalam UNCLOS 1982
13
Misalnya Special Agreement antara RI-Malaysia Mengenai Penyerahan Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan ke
Mahkamah Internasional.
1.d. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa
Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa haruslah memiliki iktikad baik
dalam menyelesaikan sengketanya.
Prinsip ini dapat ditemukan antara lain dalam;
- Manila Declaration (Section 1 paragraph 1, 5)
- Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (Bali Concord 1976,
article 13)
Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan penuh
untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme penyelesaian sengketa mereka.
Prinsip ini tertulis dalam;
- Pasal 33 ayat (1) PBB
- Section 1 paragraph 3 dan 10 Deklarasi Manila
- paragraf ke-5 Friedly Relations Declaration.
Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan penuh
untuk menentukan dan memilih hukum dan ex aequo et bono (kepatutan dan
kelayakan) yang akan digunakan jika mekanisme penyelesaian yang dipilih untuk
penyelesaian sengketa adalah badan peradilan.
Menurut prinsip ini Kesepakatan Para Pihak Yang Bersengketa diperlukan untuk
bisa dipilihnya cara-cara dan hukum yang akan digunakan untuk penyelesaian
sengketa.
14
Lihat Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, 2008, hal. 16
1.e. Cara-cara Penyelesaian sengketa.
All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a
manner that international peace and security, and justice, are not endangered.
Article 33 mnyebutkan;
1. The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the
maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution
by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement,
resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own
choice.
2. The Security Council shall, when it deems necessary, call upon the parties to settle
their dispute by such means.
Kedua artikel ini menunjukkan bahwa ada satu jenis penyelesaian sengketa
yang dibolehkan dan dianjurkan oleh PBB yakni; penyelesaian sengketa secara damai
yang terdiri dari; Non-judicial settlement dan judicial settlemen.
The Security Council may decide what measures not involving the use of armed
force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the
Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete
or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal,
telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of
diplomatic relations.
Artikel ini menunjukkan bahwa ada satu jenis lainnya dari penyelesaian
sengketa yang dibolehkan oleh PBB yakni; yakni penggunaan paksaan atau kekerasan
yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan senjata.
Ada beberapa macam bentuk penyelesaian sengketa yang dijustifikasi oleh UN Charter
Dalam Hukum Internasional, penggunaan prinsip necessity sudah dikenal antara lain
dalam; melakukan tindakan publik untuk menyelamatkan kepentingan umum namun
melanggar hak atau kebebasan individu (dalam hukum Eropah), melakukan countermeasures
(ILC Draft on the Responsibility of State) dan dalam hal melakukan self defense. Intinya
adalah; perbuatan yang paling merugikan, meskipun pada dasarnya boleh dilakukan karena
dimaksudkan untuk kebaikan umum, hendaklah merupakan pilihan terakhir.
Dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa, karena penyelesaian yang melibatkan
penggunaan kekuatan senjata merupakan cara penyelesaian yang paling merugikan maka cara
penyelesaian sengketa ini merupakan pilihan terkahir.
15
Lihat W. Poeggel,... dalam Huala Adolf,.. hal 19
16
F.V. Garcia-Amador,.... dalam Ibid
17
Fleischhauer, misalnya, menganggapnya sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa (Lihat
Fleischhauer, Ibid, hal 27.
18
Lihat Ibid..
7. Objek (sengketa) yang dinegosiasikan dapat mencakup satu atau sebaliknya
beberapa hal.
8. Frekuensi negosiasi juga ditentukan oleh para pihak, bisa satu kali atau sebaliknya
berkali-kali.
Variable Negosiasi
Ada beberapa faktor atau variable yang diakui merupakan pembentuk atau
penentu persepsi atau langkah-langkah para pihak dalam melakukan negosiasi, yakni;
kekuatan, informasi, strategi dan gaya.19 Variable ini saling berkaitan satu sama lain.
Misalnya; informasi yang diperoleh oleh A tentang B (berkaitan dengan persoalan
yang akan di selesaikan) akan memberikan kekuatan bagi A dalam melakukan
negosiasi (memberi tekanan) terhadap pihak B untuk memenangkan negosiasi
tersebut. Besarnya kekuatan yang dimiliki akan menentukan strategi dan gaya yang
akan digunakan.
A. Kekuatan.
Kekuatan dalam bernegosiasi bisa berarti, kapabilitas untuk mewujudkan hasil
yang diinginkan dari negosiasi tersebut
Kekuatan atau kedudukan para pihak dalam bernegosiasi akan ditentukan oleh
keberadaan faktor-faktor antara lain sbb.;
1. Kebutuhannya terhadap hal yang terkait dengan pokok sengketa.
19
Gary Goodpaster, ....
Semakin butuh pihak tersebut, semakin lemah posisi atau kekuatannya
dalan bernegosiasi. Sebaliknya semakin tidak butuh pihak tersebut,
semakin besar kekuatannya.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, besar-kecilnya
kebutuhan atau ketergantungan pada sesuatu dari pihak lawan akan
menentukan besar kecilnya kekuatan bernegosiasi terhadap pihak lawan
tersebut.
2. Ada tidaknya alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika
tidak ada alternatif lain, maka semakin lemah posisi atau kekuatannya
dalan bernegosiasi, sebaliknya jika ada ada alternatif lain, maka semakin
kuat posisi atau kekuatannya.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, ada tidaknya alternatif
lain selain dari yang dibutuhkan dari pihak lawan akan menentukan
kekuatan atau posisi dari pihak yang bersengketa tersebut.
3. Besar kecilnya modal dalam bernegosiasi. Semakin besar modal dalam
bernegosiasi, semakin lemah posisi atau kekuatannya dalan bernegosiasi,
sebaliknya jika semakin kurang, maka semakin kuat posisi atau
kekuatannya.
4. Keyakinan satu pihak terhadap kapasitas pihak lain untuk memenuhi apa
yang dibutuhkan atau diinginkannya. Semakin yakin, semakin kuat posisi
pihak lain tersebut, sebaliknya semakin tidak yakin, semakin lemah posisi
pihak tersebut.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, keyakinan ini mungkin
berupa keyakinan akan kemampuan pihak lawan dalam mencarikan jalan
keluar yang terbaik untuk penyelesaian sengketa tersebut.
5. Keyakinan satu pihak terhadap kapasitas pihak lain bahwa kapasitas
tersebut merupakan kapasitas terbaik dan tidak bisa ditandingi atau
digantikan oleh pihak ketiga. Semakin yakin, semakin kuat posisi pihak
lain tersebut, sebaliknya semakin tidak yakin, semakin lemah posisi pihak
tersebut.
6. Dalam hal yang terkait pembagian hak, ada argumentasi pemerataan, atau
persamaan, atau tanggung jawab.
-Argumentasi pemerataan, berarti tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan secara proporsional kepada besarnya kewajiban
(misalnya kontribusi) yang telah diberikan.
-Argumentasi persamaan, berarti tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan atas persamaan, tidak kepada besarnya kewajiban
(misalnya kontribusi) yang telah diberikan.
-Argumentasi tanggungjawab berarti, tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan atas besarnya kebutuhan atau tanggungjawab yang
dipikul.
7. Adanya argumentasi normatif yang bisa dikemukakan. Semakin banyak
argumentasi normatif yang dikemukakan, semakin besar kekuatannya
dalam bernegosiasi.
B. Informasi
Informasi yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan yang terkait dengan
faktor yang menimbulkan kekuatan yang dimiliki sendiri atau pihak yang menjadi
lawan bernegosiasi. Semakin banyak informasi yang diperoleh, semakin siap satu
pihak dalam bernegosisi. Infomasi ini dapat diperoleh sebelum negosiasi dimulai atau
pada saat negosiasi mulai berjalan.
C.Strategi
Strategi negosiasi menurut GaryGoodpaster adalah;
cara mendasar mengelola hubungan kekuatan antara pihak-pihak yang
bernegosiasi, pertukaran informasi negosiasi dan interaksi antara para pihak.20
2. Berkompromi
Yakni strategi yang berupa tawar menawar dengan kerjasama kompromi,
atau menang sedikit-kalah sedikit ataupun give and take atau tawarkan
dan minta. Jadi ada yang ditawarkan (dikorbankan) untuk mendapatkan
keinginan.
Perencanaan Negosiasi
Negosiasi, untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan, memerlukan persiapan
atau perencanaan, yang mencakup;
Fungsi Mediator;
Membangun suatu kontak atau hubungan diantara para pihak yang bersengketa
untuk dapat melaksanakan negosiasi untuk menyelesaikan sengketa diantara
mereka.21 pembangunan kontak diantara para pihak tersebut dilakukan, bisa atas
inisiatif sendiri dengan jalan menawarkan jasanya kepada para pihak dan bisa
pula berdasarkan penawaran yang diberikan oleh para pihak tersebut.
Hukum acara yang dipakai atau aturan proses penyelesaian sengketanya terserah
kepada kesepakatan kepada mediator atau kesepakatan para pihak dan
mediatornya tersebut.
Hukum material yang digunakan juga terserah kepada mediator tersebut termasuk
penggunaan ex aequo et bono
Taktik-Taktik Mediator23
24
Huala Adolf, hal 35
25
Dikutip dalam Huala Adolf, hal 36
26
Martin Dixon, Textbook on International Law, Fourth Edition, Blackstone, 2000, hal. 267
27
Ibid
28
Ibid
Contoh konsiliasi yang diberikan Dixon adalah;
-Komisi Konsiliasi yang didirikan oleh Hague Convention for the Pacific Settlement
of Dispute and by the General Act for the Pacific Settlement of Disputes 1928.
-Jan Meyen Conciliation Commission (Icelands v. Norway, 1981) mengenai
Maritime Delimitation.
-Komisi konsiliasi yang digunakan sebagai salah satu prosedur penyelesaian sengketa
yang didirikan oleh UNCLOS 1982.
Di dalam perjanjian antara Perancis dan Swiss tahun 1925 yang berisi
penetapan fungsi suatu badan atau komisi konsiliasi, dikatakan sbb;
Selanjutnya dikatakan;
The commissions proceedings must, unless the parties otherwise agree, be
concluded within six months of the day on which the dispute was laid before
the commission.
Isi perjanjian ini menunjukkan bahwa konsiliasi yang dimaksudkan di sini adalah the
permanent conciliation. Tugas konsiliasi ini menurut perjanjian ini adalah sbb;
1. To collect all useful information by means of inquiry or otherwise
2. To endeavour (berusaha) to bring the parties to an agreement
- examining (memeriksa) the case
- informing the parties the terms of settlement which seem to it suitable
- laying down a time-limit within which they are to reach their decision
3. To draw up a report stating either that the parties have come to an agreemenet or
that it has proved impossible to effect a settlement.
Secara umum, menurut Huala Adolf, fact finding ditujukan untuk mencari
fakta, yang sebenarnya, untuk tiga hal yakni;32
1. Menjadikannya sebagai dasar untuk penyelesaian sengketa antara negara;
Tujuan ini jelas berkenaan dengan penyelesaian sengketa internasional
30
Huala Adolf, hal. 37
31
Ibid, hal. 37-38
32
Ibid, hal. 29
33
Ibid., hal 30
4. Sebagai cara untuk mendapatkan informasi guna penentuan atau pembuatan
keputusan di tingkat internasional. (misalnya; pasal 34 piagam PBB
mengatakan;
The Security Council may investigate any dispute, or any situation which
might lead to international friction or give rise to a dispute, in order to
determine whether the continuance of the dispute or situation is likely to
endanger the maintenance of international peace and security.
Hukum internasional yang mengatur fact finding ini salah satunya adalah; the
Hague Convention on The Pacific Settlement of Disputes 1899-1907 yang
mengtakan sbb;
Ada beberapa hal yang penting yang disebutkan dalam konvensi ini.
1. Waktu atau kapan Komisi penyelidikan internasional ini diadakan; yakni
ketika para pihak tidak mampu mencapai persetujuan dengan cara
diplomasi (the parties who have not been able to come to an agreement by
means of diplomacy) (artikel 9)
.
2. Tugas Komisi ini; to facilitate a solution of these disputes by elucidating
(membentangkan/menjelaskan) the facts by means of an impartial and
conscientious (berhati-hati/teliti) investigation. (artikel 9)
4. Tugas Komisi selanjutnya; After the parties have presented all the
explanations and evidence, and the witnesses have all been heard, the
President declares the inquiry terminated, and the Commission adjourns
(beristirahat menyelidiki) to deliberate (berunding) and to draw up its
Report.
The Report is signed by all the members of the Commission. If one of the
members refuses to sign, the fact is mentioned; but the validity of the Report
is not affected (artikel 33). The Report of the Commission is read at a public
sitting, the agents and counsel of the parties being present or duly (dengan
sepatutnya) summoned (dipanggil). A copy of the Report is given to each
party (artikel 34)
Cara penyelesaian sengketa ini juga oleh PBB melalui Resolusi MU PBB No.
2329 (XXII) tahun 1967 yang isinya mengajak anggota PBB untuk lebih banyak
menggunakan fact finding ini untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Seperti halnya mediasi dan konsiliasi, jasa baik merupakan cara penyelesaian
sengketa yang juga menggunakan jasa pihak ketiga. Bindschedler misalnya
mengatakan good offices sebagai;
The involvement of one or more states or an international organization in
a dispute between states with the aim of setlling it or contributing to its
setlement.35
Contoh-Contoh selanjutnya dari good office ini bisa dilihat dalam buku
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika,
2008.
34
Walter Poeggel dalam Huala Adolf, ibid, hal 30.
35
Bindschedler, dalam Huala Adolf, hal 30.
36
Martin Dixon, Op. Cit. hal. 264
37
Ibid