Anda di halaman 1dari 18

Mata Kuliah : Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

Kode M.K : HKI 324


Status : Mata Kuliah Pilihan
Pertemuan Perminggu : 1 (Satu) x 90 Menit
Pertemuan Persemester : 16 Kali
Staf Pengajar : Jean Elvardi, SH. MH.
Syofirman Syofyan, SH. MH
Zimtya Zora, SH. MH

I. Pengertian, Sebab Timbulnya, Jenis Sengketa Internasional, cara penyelesaian


sengketa secara umum, dan urutan penggunaan cara-cara penyelesaian sengketa
menurut Hukum Internasional.

1.a. Pengertian dan sebab timbulnya sengketa internasional

Istilah sengketa dapat ditemui padanannya dalam bahasa Inggris yakni,


dispute atau conflict. Istilah conflict lebih sering mengarah pada
pengertian sengketa yang melibatkan penggunaan kekuatan senjata. Hal ini
dapat dibuktikan dari penggunaan istilah international armed conflict untuk objek
yang diatur dalam 1977 Geneva Protocol I Additional to the Geneva Convention of
12 August 1949 dan Non-International Armed Conflict untuk objek yang diatur
dalam 1977 Geneva Protocol II Additional to the Geneva Convention of 12 August
1949. Berlainan halnya dengan istilah conflict, istilah dispute lebih umum
dipakai. Chapter VI piagam PBB, misalnya menggunakan istilah dispute seperti
yang terlihat di bawah ini;

Article 33;
1. The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the
maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a
solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial
settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful
means of their own choice.
2. The Security Council shall, when it deems necessary, call upon the parties to
settle their dispute by such means.

Apa yang dimaksud dengan sengketa internasional, harus dilihat dari beberapa
unsur yang akan menentukan ada tidaknya sengketa internasional tersebut;

1. Adanya materi sengketa atau pokok perkara yang diperselisihkan.

Mengenai hal ini, JG Merrils menyebutnya sebagai perbedaan


pandang mengenai suatu keadaan atau objek yang diikuti oleh
pengklaiman oleh suatu pihak yang ditolak oleh pihak lain. 1

Di sini Merrils tidak menjelaskan spesifikasi keadaan atau objek


yang dipersengketakan, apakah berkaitan atau tidak, misalnya, dengan hak dan
kewajiban yang eksis diantara para pihak.

1
JG Merils, International Dispute Settlement , Cambridge University Press, 1991, hal. 1
Menurut Mahkamah Internasional Permanen dalam kasus
Mavrommantis Palestine Concessions (Preliminary Objections) 1924,
sengketa merupakan disagreement on point of law or fact, a conflict of legal
views or interest between two persons.2 Di sini jelas kelihatan bahwa pokok
sengketa dispesifikasikan pada hal yang terkait dengan hukum atau fakta.

ICJ dalam fatwanya mengenai kasus interpretation of peace treaties,


1950, mengatakan bahwa sengketa internasional adalah;
a situation in which the two sides hold clearly opposites views
concerning the questions of the performance or non-performance of
treaty obligations3
Fatwa ini jelas menunjukkan bahwa pokok sengketa juga terkait dengan
hukum yakni kewajiban yang diatur dalam treaty.

Selanjutnya ICJ dalam sengketa Northern Cameroons mengatakan


bahwa ketika sengketa diputuskan, keputusan tersebut can affect existing
legal rights or obligations thus removing uncertainty from their legal
relations.4

Pendapat ini jelas menunjukkan bahwa pokok sengketa juga terkait dengan
hak dan kewajiban menurut hukum.

2. Keterlibatan subjek hukum international, seperti, negara, organisasi


internasional dan belligerent dari negara lain dalam sengketa internasional.
Menurut Starke, keterlibatan antara negara di satu pihak dan individu-
individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak
lain dapat menciptakan sengketa internasional.5 Misalnya, Menurutnya;
Sengketa-sengketa penanaman modal antara negara penerima modal
dan investor swasta asing, penyelesaiannya diatur menurut Konvensi
18 Maret 1965, untuk Penyelesaian Sengketa-Sengketa Penanaman
Modal antara Negara-Negara dan Warga Negara Lain.6

1.b. Jenis-Jenis Sengketa

Dalam literatur hukum internasional publik, dikenal adanya jenis-jenis sengketa


yakni; sengketa hukum (legal or judicial disputes) dan sengketa politik (political
disputes).

Apa perbedaan antara keduanya? Aturan hukum internasional tidak membedakan


antara keduanya. Pun tidak ada kriteria yang umum diterima untuk membedakan mereka.
Namun ada tiga pendapat yang berkembang saat ini;
1. Jika sengketa tersebut merupakan sengketa yang termasuk dalam kategori
sengketa yang dapat diselesaikan dengan menerapkan prinsip-prinsip dan

2
P.C.I.J. 1924 Ser. A, No. 2, hal 11, dalam Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar
Grafika, 2008, hal, 2.
3
Dikutip dalam Huala Adolf, hal. 2
4
Ibid, hal. 3.
5
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, buku 2, Sinar Grafika, 1997, hal. 645.
6
Untuk Penyelesaian sengketa ini didirikan di Washington ICSID (International Centre for the Settlement of
Investment Dispute), Ibid.
aturan-aturan hukum internasional, maka sengketa tersebut merupakan
sengketa hukum, bukan sengketa politik.
Pendapat ini didukung oleh Friedman dan ICJ.
Friedman, secara detail, menyebutkan sengketa hukum tersebut dalam
beberapa bentuk atau konsep, yakni sbb;7
a. Jika sengketa tersebut mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan
menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti.

b. Jika sengketa tersebut mempengaruhi kepentingan vital negara,


seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan
lainnya dari suatu negara.

c. Jika dalam sengketa tersebut, penerapan hukum internasional yang ada


dapat menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan
antar negara pihak dengan perkembangan progressif hubungan antar
negara.

d. Jika sengketa berkaitan dengan hak-hak hukum yang diklaim


melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu
hukum yang telah ada.

2. Jika sengketa itu ditentukan oleh para pihak sebagai sengketa hukum maka
dia menjadi sengketa hukum, sebaliknya jika dia dianggap oleh mereka
sebagai sengketa politik, maka dia menjadi sengketa politik.
Pendapat ini didukung oleh Sir Humprey Waldock.

3. Pendapat jalan tengah yang mengatakan, bahwa setiap sengketa memiliki


aspek politik dan hukum. Karena itu, misalnya dalam sengketa yang dianggap
sebagai sengketa hukum, sebenarnya terkandung kepentingan politis yang
kental dari negara ybs. Begitu juga sebaliknya, bisa saja dalam suatu sengketa
yang dianggap sebagai sengketa politik, terdapat prinsip-prinsip atau aturan-
aturan hukum internasional yang dapat diterapkan terhadapnya.

1.c. Ketentuan-Ketentuan Hukum Internasional yang berkaitan dengan Penyelesaian


Sengketa

Ada beberapa ketentuan Hukum Internasional yang mengatur soal penyelesaian


sengketa;
A. The Convention on the Pacific Settlement of International Dispute, Adopted
18 October 1907.
Secara garis besarnya konvensi ini menyatakan persetujuan para pesertanya untuk
berupaya secara maksimal untuk menyelesaikan sengketa internasionalnya secara
damai.8 Penyelesaian dimaksud bisa berupa penyelesaian yudicial dan non-
yudicial. Penyelesaian non-yudicial bisa berupa penggunaan; jasa-jasa baik

7
Wolfgang Friedman, et al., International Law: Cases and Materials, St. Paul Minn,: West Publishing, 1969,
hal. 243.
8
Lihat part I (article 1)
(good office)9, mediasi (mediation)10 atau komisi penyelidik (international
Commission of Inquiry)11.

Apabila cara-cara di atas gagal, menurut pasal 38 Konvensi Den Haag 1907,
penyerahan sengketa kepada arbitrase dianggap sebagai cara yang paling efektif
dan pantas. Namun penyerahan sengketa ke arbitrase sifatnya tidak memaksa,
tergantung kepada memungkinkan atau tidaknya cara-cara ini digunakan.

B. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations, 1919

C. The Statute of the Permanent Court of International justice, 1921

D. The General treaty for the Renunciation of War, 1928

E. The General Act for the Pacific Settlement of International Disputes, 1928

F. The Charter of UN, 1945

G. From OAU; the Protocol of Mediation, Conciliation and Arbitration, 25 July


1964.

H. Resolusi-Resolusi PBB

Misalnya;
-Resolusi MU PBB No. 2625 (XXV) 1970 (24 Oktober 1970), General Assembly
Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and
Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations,
24 October 1970
- Resolusi MU PBB No. 40/9 (8 November 1985)
- Resolusi MU PBB No. 44/21 (15 November 1989)

I. The Statute of International Court of Justice

J. Bandung Declaration 1955, yang menyatakan bahwa;


Settlement of all disputes by peaceful means such as negotiations, as well as
other peaceful means of the parties own choice in conformity with the United
Nations Charter.

K. Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (Bali Concord) 1976.

L. The Manila Declaration on Peaceful Settlement of Disputes between States, 15


November 1982.

M. Perjanjian-Perjanjian Internasional lainnya baik multilateral12 maupun bilatereal.13

9
Lihat Part I
10
Ibid
11
Part III.
12
Misalnya penyelesaian sengketa dalam UNCLOS 1982
13
Misalnya Special Agreement antara RI-Malaysia Mengenai Penyerahan Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan ke
Mahkamah Internasional.
1.d. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa

Dalam aturan-aturan hukum internasional di atas terdapat beberapa prinsip-prinsip


mengenai penyelesain sengketa internasional, yakni sbb;14

A. Prinsip Iktikad Baik (Good Faith)

Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa haruslah memiliki iktikad baik
dalam menyelesaikan sengketanya.
Prinsip ini dapat ditemukan antara lain dalam;
- Manila Declaration (Section 1 paragraph 1, 5)
- Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (Bali Concord 1976,
article 13)

B. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan Dalam Penyelesaian Sengketa

Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa harus menghindarkan


penggunaan kekerasan senjata dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini ditemukan,
antara lain dalam;
- Article 2 paragraph 4 Piagam PBB
- Pasal 13 Bali Concord 1976
- Pasal 5 Pact of the League of Arab States, 1945
- Pasal 1 dan 2 the Inter-American Treaty of Reciprocal Assistance, 1947
- Dll.

C. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa (the Principle


of Free Choice of Means)

Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan penuh
untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme penyelesaian sengketa mereka.
Prinsip ini tertulis dalam;
- Pasal 33 ayat (1) PBB
- Section 1 paragraph 3 dan 10 Deklarasi Manila
- paragraf ke-5 Friedly Relations Declaration.

D. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum dan ex aequo et bono (kepatutan dan


kelayakan) Yang Akan Diterapkan Terhadap Pokok Sengketa

Menurut prinsip ini para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan penuh
untuk menentukan dan memilih hukum dan ex aequo et bono (kepatutan dan
kelayakan) yang akan digunakan jika mekanisme penyelesaian yang dipilih untuk
penyelesaian sengketa adalah badan peradilan.

E. Prinsip Kesepakatan Para Pihak Yang Bersengketa (Konsensus)

Menurut prinsip ini Kesepakatan Para Pihak Yang Bersengketa diperlukan untuk
bisa dipilihnya cara-cara dan hukum yang akan digunakan untuk penyelesaian
sengketa.

14
Lihat Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, 2008, hal. 16
1.e. Cara-cara Penyelesaian sengketa.

Apapun perbedaan sengketa tersebut yang terpenting adalah cara penyelesaiannya


menurut aturan hukum internasional yang dikenal sebagal hukum penyelesaian sengketa.
Aturan tentang hal ini dikenal antara lain sebagai berikut;

- Article 2 paragraf 3 dan Article 33 Piagam PBB

Article 2 paragraf 3 mengatakan;

All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a
manner that international peace and security, and justice, are not endangered.

Article 33 mnyebutkan;
1. The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the
maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution
by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement,
resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own
choice.
2. The Security Council shall, when it deems necessary, call upon the parties to settle
their dispute by such means.

Kedua artikel ini menunjukkan bahwa ada satu jenis penyelesaian sengketa
yang dibolehkan dan dianjurkan oleh PBB yakni; penyelesaian sengketa secara damai
yang terdiri dari; Non-judicial settlement dan judicial settlemen.

- Artikel 41 piagam PBB mengatakan

The Security Council may decide what measures not involving the use of armed
force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the
Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete
or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal,
telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of
diplomatic relations.

Artikel ini menunjukkan bahwa ada satu jenis lainnya dari penyelesaian
sengketa yang dibolehkan oleh PBB yakni; yakni penggunaan paksaan atau kekerasan
yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan senjata.

- Artikel 42 piagam PBB mengatakan


Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would
be inadequate or have proved to be inadequate, it may take such action by air, sea, or
land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and
security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations
by air, sea, or land forces of Members of the United Nations.

Artikel ini menunjukkan bahwa ada jenis berikutnya dari penyelesaian


sengketa yang dibolehkan oleh PBB yakni; yakni penggunaan paksaan atau kekerasan
yang melibatkan penggunaan kekuatan senjata.
Kesimpulannya

Ada beberapa macam bentuk penyelesaian sengketa yang dijustifikasi oleh UN Charter

1. Penyelesaian sengketa secara damai


a. Not involved UN
-Non-litigasi
-Litigasi
b. Involved UN; the parties of conflict dipanggil/diminta oleh DK PBB
untuk menyelesaikan sengketanya secara damai
2. Penggunaan kekerasan yang tidak menggunakan senjata
3. Penggunaan kekuatan senjata

Penerapan Prinsip Necessity Dalam Penyelesaian Sengketa

Dalam Hukum Internasional, penggunaan prinsip necessity sudah dikenal antara lain
dalam; melakukan tindakan publik untuk menyelamatkan kepentingan umum namun
melanggar hak atau kebebasan individu (dalam hukum Eropah), melakukan countermeasures
(ILC Draft on the Responsibility of State) dan dalam hal melakukan self defense. Intinya
adalah; perbuatan yang paling merugikan, meskipun pada dasarnya boleh dilakukan karena
dimaksudkan untuk kebaikan umum, hendaklah merupakan pilihan terakhir.
Dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa, karena penyelesaian yang melibatkan
penggunaan kekuatan senjata merupakan cara penyelesaian yang paling merugikan maka cara
penyelesaian sengketa ini merupakan pilihan terkahir.

Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Negosiasi

Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa dengan ciri-ciri sbb;


1. Merupakan cara yang paling tua15 dan paling utama atau paling penting.16 Saking
utamanya, negosiasi masih dimungkinkan untuk dilaksanakan meskipun para pihak
telah menyerahkan sengketanya ke pengadilan
2. Para pihak langsung terlibat melalui dialog diantara mereka tampa pihak III dan
karena itu; mereka dapat mengawasi secara langsung prosedur penyelesaian
sengketanya, dan para pihak langsung dapat memberikan kesepakatan atau
konsensus dalam penyelesaian sengketanya
3. Sering dianggap sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa17
4. Pertimbangan atau argument yang digunakan oleh para pihak mencakup argument
politik dan hukum. Huala Adolf menganggap lebih banyak argument politik yang
digunakan.18 Namun itu tergantung kepada pilihan yang mana yang paling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
5. Pihak yang saling berhadap-hadapan bisa satu lawan satu, atau aliansi/koalisi lawan
koalisi.
6. Tempat dan waktu negosiasi ditentukan langsung oleh para pihak.

15
Lihat W. Poeggel,... dalam Huala Adolf,.. hal 19
16
F.V. Garcia-Amador,.... dalam Ibid
17
Fleischhauer, misalnya, menganggapnya sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa (Lihat
Fleischhauer, Ibid, hal 27.
18
Lihat Ibid..
7. Objek (sengketa) yang dinegosiasikan dapat mencakup satu atau sebaliknya
beberapa hal.
8. Frekuensi negosiasi juga ditentukan oleh para pihak, bisa satu kali atau sebaliknya
berkali-kali.

Kelebihan negosiasi adalah sbb;


1. Tidak ada campur tangan pihak III
2. Adanya kebebasan bagi para pihak untuk menentukan bagaimana cara yang
digunakan untuk bernegosiasi.
3. Kedapat-dilakukannya pengawasan secara langsung prosedur penyelesaian
sengketanya,
4. Kedapat-dilakukannya pemberian secara langsung kesepakatan atau konsensus
dalam penyelesaian sengketanya
5. Kedapat-dihindarinya perhatian publik dan tekanan politik di dalam negeri
6. Kedapat-digunakannya negosiasi ini pada setiap tahap penyelesaian sengketa.

Kelemahan negosiasi adalah sbb;


1. Hasil penyelesaian sengketa bisa saja menjadi tidak objektif ketika kedudukan para
pihak tidak seimbang atau dengan kata lain, ada pihak yang memiliki kedudukan
lebih kuat dari yang lain.
2. Penyelesaian sengketa dapat memakan waktu yang lama, terutama karena; 1)
kompleksnya permasalahan yang dinegosiasikan, 2) seimbangnya kedudukan para
pihak, dan 3) tidak adanya batas waktu negosiasi.
3. Negosiasi dapat menjadi tidak produktif, bahkan tampa hasil sama sekali ketika
para pihak terlalu teguh mempertahankan pendiriannya.
4. Tertutupnya keikutsertaan pihak ketiga karena tidak ada persetujuan para pihak atau
karena salah satu (pihak yang kuat) mampu memaksakan kehendaknya untuk tidak
menggunakan pihak ketiga pada pihak lain (pihak yang lemah).

Variable Negosiasi

Ada beberapa faktor atau variable yang diakui merupakan pembentuk atau
penentu persepsi atau langkah-langkah para pihak dalam melakukan negosiasi, yakni;
kekuatan, informasi, strategi dan gaya.19 Variable ini saling berkaitan satu sama lain.
Misalnya; informasi yang diperoleh oleh A tentang B (berkaitan dengan persoalan
yang akan di selesaikan) akan memberikan kekuatan bagi A dalam melakukan
negosiasi (memberi tekanan) terhadap pihak B untuk memenangkan negosiasi
tersebut. Besarnya kekuatan yang dimiliki akan menentukan strategi dan gaya yang
akan digunakan.

A. Kekuatan.
Kekuatan dalam bernegosiasi bisa berarti, kapabilitas untuk mewujudkan hasil
yang diinginkan dari negosiasi tersebut

Kekuatan atau kedudukan para pihak dalam bernegosiasi akan ditentukan oleh
keberadaan faktor-faktor antara lain sbb.;
1. Kebutuhannya terhadap hal yang terkait dengan pokok sengketa.

19
Gary Goodpaster, ....
Semakin butuh pihak tersebut, semakin lemah posisi atau kekuatannya
dalan bernegosiasi. Sebaliknya semakin tidak butuh pihak tersebut,
semakin besar kekuatannya.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, besar-kecilnya
kebutuhan atau ketergantungan pada sesuatu dari pihak lawan akan
menentukan besar kecilnya kekuatan bernegosiasi terhadap pihak lawan
tersebut.
2. Ada tidaknya alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika
tidak ada alternatif lain, maka semakin lemah posisi atau kekuatannya
dalan bernegosiasi, sebaliknya jika ada ada alternatif lain, maka semakin
kuat posisi atau kekuatannya.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, ada tidaknya alternatif
lain selain dari yang dibutuhkan dari pihak lawan akan menentukan
kekuatan atau posisi dari pihak yang bersengketa tersebut.
3. Besar kecilnya modal dalam bernegosiasi. Semakin besar modal dalam
bernegosiasi, semakin lemah posisi atau kekuatannya dalan bernegosiasi,
sebaliknya jika semakin kurang, maka semakin kuat posisi atau
kekuatannya.
4. Keyakinan satu pihak terhadap kapasitas pihak lain untuk memenuhi apa
yang dibutuhkan atau diinginkannya. Semakin yakin, semakin kuat posisi
pihak lain tersebut, sebaliknya semakin tidak yakin, semakin lemah posisi
pihak tersebut.
Di dalam penyelesaian sengketa internasional, keyakinan ini mungkin
berupa keyakinan akan kemampuan pihak lawan dalam mencarikan jalan
keluar yang terbaik untuk penyelesaian sengketa tersebut.
5. Keyakinan satu pihak terhadap kapasitas pihak lain bahwa kapasitas
tersebut merupakan kapasitas terbaik dan tidak bisa ditandingi atau
digantikan oleh pihak ketiga. Semakin yakin, semakin kuat posisi pihak
lain tersebut, sebaliknya semakin tidak yakin, semakin lemah posisi pihak
tersebut.
6. Dalam hal yang terkait pembagian hak, ada argumentasi pemerataan, atau
persamaan, atau tanggung jawab.
-Argumentasi pemerataan, berarti tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan secara proporsional kepada besarnya kewajiban
(misalnya kontribusi) yang telah diberikan.
-Argumentasi persamaan, berarti tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan atas persamaan, tidak kepada besarnya kewajiban
(misalnya kontribusi) yang telah diberikan.
-Argumentasi tanggungjawab berarti, tuntutan atas suatu hak (misalnya
keuntungan) didasarkan atas besarnya kebutuhan atau tanggungjawab yang
dipikul.
7. Adanya argumentasi normatif yang bisa dikemukakan. Semakin banyak
argumentasi normatif yang dikemukakan, semakin besar kekuatannya
dalam bernegosiasi.

B. Informasi
Informasi yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan yang terkait dengan
faktor yang menimbulkan kekuatan yang dimiliki sendiri atau pihak yang menjadi
lawan bernegosiasi. Semakin banyak informasi yang diperoleh, semakin siap satu
pihak dalam bernegosisi. Infomasi ini dapat diperoleh sebelum negosiasi dimulai atau
pada saat negosiasi mulai berjalan.

C.Strategi
Strategi negosiasi menurut GaryGoodpaster adalah;
cara mendasar mengelola hubungan kekuatan antara pihak-pihak yang
bernegosiasi, pertukaran informasi negosiasi dan interaksi antara para pihak.20

Menurutnya, ada tiga strategi dasar negosiasi, yakni sbb;


1. Stategi bersaing atau berlawanan;
Yakni strategi yang berupa tawar menawar secara bersaing, keras, alot atau
menang kalah.
Ciri-cirinya;
-mencoba keluar sebagai yang teratas atau yang pemenang dalam negosiasi
tersebut
-Dalam kaitannya dengan hal di atas, negosiator cenderung memperlakukan
negosiasi sebagai kontes yang harus dimenangkan
-Melulu untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dan tidak
memperhitungkan hubungan antara para pihak yang bernegosiasi.

2. Berkompromi
Yakni strategi yang berupa tawar menawar dengan kerjasama kompromi,
atau menang sedikit-kalah sedikit ataupun give and take atau tawarkan
dan minta. Jadi ada yang ditawarkan (dikorbankan) untuk mendapatkan
keinginan.

3. Bekerjasama atau penyelesaian masalah


Yakni strategi yang berupa bekerjasama dengan pihak lain untuk
mengembangkan kepentingan dan sasaran semua pihak. Negosiasi ini
merupakan negosiasi win-win yang tujuannya untuk memuaskan kepentingan
semua pihak.

Perencanaan Negosiasi
Negosiasi, untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan, memerlukan persiapan
atau perencanaan, yang mencakup;

1. Pertimbangan Umum, tentang;


A. Faktor-faktor negosiasi yang dimiliki oleh;
a.1. pihak sendiri; -.........
-.........
a.2. pihalk lawan; -.........
-.........
B. Mengukur kekuatan penawaran pihak lawan dan pihak sendiri berdasarkan
faktor-faktor negosiasi di atas

2. Menentukan Strategi negosiasi atau penawaran berdasarkan kekuatan yang


dimiliki.

Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mediasi


20
Gary Goodpaster, hal. 22-26
Mediasi pada dasarnya merupakan cara penyelesaian sengketa dengan
menggunakan proses negosiasi tetapi telah melibatkan pihak ketiga untuk membantu
para pihak memperoleh kesepakatan dalam penyelesaian sengketanya. Jadi, ciri-ciri
utamanya adalah sbb;
- Adanya pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator. Dia bisa berupa
Negara, OI ataupun individu
- Pihak ketiga harus bersikap netral dan independence

Fungsi Mediator;
Membangun suatu kontak atau hubungan diantara para pihak yang bersengketa
untuk dapat melaksanakan negosiasi untuk menyelesaikan sengketa diantara
mereka.21 pembangunan kontak diantara para pihak tersebut dilakukan, bisa atas
inisiatif sendiri dengan jalan menawarkan jasanya kepada para pihak dan bisa
pula berdasarkan penawaran yang diberikan oleh para pihak tersebut.

Tugas atau peranan mediator mencakup;


1. Mempertemukan para pihak agar bersedia berunding
2. Ikut terlibat dalam perundingan bersama para pihak
3. Memberikan saran-saran atau usulan untuk penyelesaian sengketa tersebut,
namun tidak berwenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak.

Hukum acara yang dipakai atau aturan proses penyelesaian sengketanya terserah
kepada kesepakatan kepada mediator atau kesepakatan para pihak dan
mediatornya tersebut.

Hukum material yang digunakan juga terserah kepada mediator tersebut termasuk
penggunaan ex aequo et bono

Tahap-Tahap Proses Mediasi dan Kegiatan-Kegiatan Pada Masing-Masing


Tahap.22

No Tahap Kegiatan-Kegiatan Mediator


1 penciptaan Forum Rapat Bersama;

-Pembukaan sidang mediasi; memperkenalkan


dirinya (sebagai mediator) dan masing-masing
para pihak yang bersengketa.

-pernyataan pendahuluan dari mediator;


1. Menjelaskan (mengajarkan) tentang proses
mediasi bahwa mediasi merupakan proses
negosiasi dimana para pihak menggunakan
fasilitas mediator.
2. Menjelaskan bahwa para pihak sendiri yang
menentukan syarat-syarat penyelesaian
3.menjelaskan perbedaan antara mediasi dengan
cara-cara penyelesaian sengketa lainnya termasuk
21
Lihat Huala Adolf...hal. 34
22
Gary Goodpaster, hal. 203-215
penyelesaian secara ajudikasi
4. menjelaskan sifat dan peran moderator, yakni;
a.netral; tidak akan bertindak sebagai salah satu
penasehat hukum bagi salah satu pihak
b.Meyakinkan para pihak untuk bersikap pantas
atau secara beradab
c.Meyakinkan para pihak bahwa hubungan
diantara mereka akan berjalan secara adil
d. Meyakinkan para pihak bahwa mereka akan
melaksakan aturan kepatutan tertentu
e. Meyakinkan para pihak bahwa dia bukanlah
pembuat keputusan yang akan menetapkan suatu
penyelesaian tertentu bagi mereka.
f. Menjelaskan ketentuan-ketentuan kerahasiaan
yang berlaku bagi para moderator dan para pihak
(jika kerahasiaan itu penting) dan batas-batasnya.
g. Memberikan kesempatan untuk bertanya bagi
para pihak berkenaan dengan proses negosiasi.
-menetapkan aturan dasar termasuk soal
kerahasiaan yang berlaku begitu para pihak
sepakat untuk memulai negosiasi

-menumbuhkan rasa simpati dan kepercayaan

2 pengumpulan dan 1. Membagikan informasi dalam sidang


pembagian informasi bersama; para pihak membagikan informasi
satu sama lain ataupun dengan mediator
dalam sidang bersama
2. Membagikan informasi dalam sidang pribadi
atau rapat-rapat terpisah; para pihak
membagikan informasi dengan mediator
dalam sidang terpisah
3. Mediator Meminta masing-masing pihak
untuk mengemukakan fakta dan posisinya
dalam sengketa menurut versi masing-
masing
4. Mediator Mengajukan pertanyaan pada
masing-masing pihak untuk
mengembangkan informasi lebih lanjut
Dalam hal ini Mediator menggunakan tehnik
pendengar aktif untuk memperoleh pemahaman
yang jelas dari perpspektif dan posisi para pihak.

5. Menyampaikan ikhtisar presentasi masing-


masing pihak untuk memastikan bahwa dia
telah mendengar dan memahami para pihak,
tentang fakta dan posisi mereka dalam
sengketa menurut versi masing-masing.
6. Perumusan ulang sengketa yang dapat
diterima oleh semua pihak.
Moderator dapat mengajak para pihak untuk
saling tawar menawar untuk memperluas
atau mempersempit sengketa.

3 Pemecahan masalah Dilakukan dalam sidang bersama atau pertemuan


pribadi terpisah, untuk hal sbb;

1. mediator membantu menjelaskan isu-isu atau


persoalan-persoalan yang terkait dengan sengketa
2.menyusun agenda untuk meng-identifikasi
masalah serta memikirkan pemecahannya dan
evaluasinya yang mencakup;
-membuat alternatif-alternatif atau pilihan
penyelesaian
-menilai masing pilihan tersebut
-Membantu para pihak menaksir, menilai, dan
memprioritaskan kepentingan mereka dalam
kaitannya dengan pilihan penyelesaian tersebut.

4 Pengambilan Dilakukan dalam rapat-rapat dan sidang bersama


Keputusan untuk hal sbb.
Tugas mediator pada tahap ini adalah; membantu
para pihak memilih penyelesaian yang sama-
sama disetujui teradap masalah-masalah yang
diidentifikasi.
-Setelah mengidentifikasi penyelesaian yang
memungkinkan, para pihak mengevaluasinya
kemudian memilih pilihan atau kombinasi
pilihan.
Tugas mediator untuk membantu para pihak
mengevaluasi pilihan atau membantu
menyesuaikan ataupun mengkombinasikan
pilihan-pilihan tersebut.
-Para pihak dalam proses pembuatan keputusan,
harus menyebarkan atau membagi diantara
mereka bagian-bagian yang mereka ciptakan atau
dapatkan secara bersama.
-Mediator membantu para pihak dalam
pembagian ini secara adil dan memuaskan kedua
pihak dan sekaligus meyakinkan mereka bahwa
pembagian itu akan menjadi kesepakatan terbaik.

Taktik-Taktik Mediator23

1. Taktik menyusun kerangka keputusan (decision-framing)


2. Taktik-taktik untuk memperoleh wewenang dan kerjasama
23
Gary Goodpaster, hal. 203-215
3. Taktik mengendalikan emosi dan menciptakan suasana yang bersahabat
4. Taktik-taktik yang bersifat informatif dan pemecahan masalah
5. Taktik-taktik menjaga nama baik
6. Taktik-taktik penekanan

Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Konsiliasi

Konsiliasi pada dasarnya juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang


melibatkan pihak ketiga untuk membantu para pihak memperoleh kesepakatan dalam
penyelesaian sengketanya.
Jadi, ciri-ciri utamanya adalah sbb;
- Adanya pihak ketiga yang bertindak sebagai konsilator
- Pihak ketiga harus bersikap netral dan independence
- Keterlibatannya sebagai pihak ketiga diminta oleh para pihak.24

Menurut pasal 1the regulations on the Procedure of International Conciliation tahun


1961, konsiliasi dikatakan sebagai;
A method for the settlement of international disputes of any nature according to
which a commission set up by the parties, either on a permanent basis or on
an ad hoc basis to deal with a dispute, proceeds to the impartial examination of
the dispute and attemps to define the terms of a settlement susceptible of
(dapat) being accepted by them or of affording (pemberian) the parties, with a
view to its settlement, such aid as they may have requested.25

Definisi ini jelas mencantumkan beberapa ciri konsiliasi yakni sbb;


1. Dia merupakan suatu komisi
2. Komisi ini dibentuk oleh para pihak
3. Komisi ini bisa bersifat permanen (terlembaga) atau sementara (ad-hoc)
4. Komisi ini, dalam menjalankan perannya, tidak bersifat memihak
5. Tugas komisi adalah berusaha untuk mendefinisikan batasan-batasan
(term) penyelesaian yang dapat diterima oleh para pihak.

Menurut Martin Dixon;


Conciliation denotes (merupakan) reference (perujukan penyelesaian) of a
dispute to a third party, usually a commission or committee, whose task is to
produce a report recommending proposals for settlement.26

Definisi ini menyebutkan beberapa ciri konsiliasi yakni sbb;


1. Keterlibatan pihak III
2. Pihak III tersebu berupa a commission or committee
3. Tugasnya membuat suatu laporan yang merekomendasikan usulan-usulan
penyelesaian sengketa. Namun, secara umum, laporan ini tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak.27 Walaupun begitu, laporan ini
tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pihak.28

24
Huala Adolf, hal 35
25
Dikutip dalam Huala Adolf, hal 36
26
Martin Dixon, Textbook on International Law, Fourth Edition, Blackstone, 2000, hal. 267
27
Ibid
28
Ibid
Contoh konsiliasi yang diberikan Dixon adalah;
-Komisi Konsiliasi yang didirikan oleh Hague Convention for the Pacific Settlement
of Dispute and by the General Act for the Pacific Settlement of Disputes 1928.
-Jan Meyen Conciliation Commission (Icelands v. Norway, 1981) mengenai
Maritime Delimitation.
-Komisi konsiliasi yang digunakan sebagai salah satu prosedur penyelesaian sengketa
yang didirikan oleh UNCLOS 1982.

Di dalam perjanjian antara Perancis dan Swiss tahun 1925 yang berisi
penetapan fungsi suatu badan atau komisi konsiliasi, dikatakan sbb;

The task of the permanent conciliation shall be to elucidate (menjelaskan)


the question in dispute; to collect with that object all useful information by
means of inquiry or otherwise, and to endeavour to bring the parties to an
agreement. It may, after examining the case, inform the parties the terms of
settlement which seem to it suitable, and lay down a time-limit within which
they are to reach their decision. At the close of its proceedings, the
commission shall draw up a report stating, as the case may be, either that the
parties have come to an agreemenet and, if need arises, the terms of the
agrreement, or that it has proved impossible to effect a settlement.

Selanjutnya dikatakan;
The commissions proceedings must, unless the parties otherwise agree, be
concluded within six months of the day on which the dispute was laid before
the commission.

Isi perjanjian ini menunjukkan bahwa konsiliasi yang dimaksudkan di sini adalah the
permanent conciliation. Tugas konsiliasi ini menurut perjanjian ini adalah sbb;
1. To collect all useful information by means of inquiry or otherwise
2. To endeavour (berusaha) to bring the parties to an agreement
- examining (memeriksa) the case
- informing the parties the terms of settlement which seem to it suitable
- laying down a time-limit within which they are to reach their decision
3. To draw up a report stating either that the parties have come to an agreemenet or
that it has proved impossible to effect a settlement.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa, secara umum konsiliasi


memiliki ciri-ciri sbb;
- Konsiliator merupakan pihak ketiga dalam suatu sengketa
- Dalam menjalankan perannya komisi ini harus bersikap netral dan
independence
- Keterlibatannya sebagai pihak ketiga diminta oleh para pihak.29
- Dia merupakan suatu komisi
- Karena Keterlibatannya sebagai pihak ketiga diminta oleh para pihak, otomatis
komisi ini dibentuk oleh para pihak
- Komisi ini bisa bersifat permanen (terlembaga) atau sementara (ad-hoc)
- Tugas komisi adalah berusaha untuk membantu para pihak mencarikan
batasan-batasan (term) penyelesaian yang dapat diterima oleh para pihak.
Dalam kaitannya dengan tugas ini, komisi ini akan memainkan peranan sbb;
29
Huala Adolf, hal 35
1. Mengumpulkan semua informasi yang berguna dengan cara penyelidikan
(inquiry) atau cara lainnya.
2. Berusaha untuk mengajak para pihak untuk mencapai suatu persetujuan
penyelesaian, dengan cara;
2.1. Memeriksa perkara
2.2. Menginformasikan para pihak batasan-batasan penyelesaian yang
kelihatannya cocok bagi mereka
2.3. Menentukan batasan waktu dalam mencapai keputusan
3. Membuat laporan yang mencatat bahwa para pihak telah mencapai suatu
persetujuan atau sebaliknya menyatakan bahwa para pihak tidak mungkin
mencapai suatu penyelesaian.

- Pada Konsiliasi hukum acara yang digunakan lebih formal dibandingkan


mediasi.30 Hukum acara tersebut lazimnya ditetapkan lebih dahulu dalam suatu
perjanjian.

- Jumlah konsiliator, lazimnya ganjil dan para pihak memilih masing-masing


dalam jumlah yang sama, dan konsilitor yang terpilih kemudian akan
menunjuk konsiliator ketiga untuk memimpin komisi konsiliasi.31

Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Inquiry/Fact Finding

Fact Finding pada dasarnya juga merupakan cara penyelesaian sengketa


yang melibatkan pihak ketiga untuk membantu para pihak. Namun tugasnya
hanyalah menyelidiki dan menentukan fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa
dan kemudian memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang
ditelitinya. Tujuan akhirnya adalah dengan terungkapnya fakta ini dalam laporan
yang dibuat tersebut, diharapkan para pihak dapat menyelesaikan sengketanya.

Secara umum, menurut Huala Adolf, fact finding ditujukan untuk mencari
fakta, yang sebenarnya, untuk tiga hal yakni;32
1. Menjadikannya sebagai dasar untuk penyelesaian sengketa antara negara;
Tujuan ini jelas berkenaan dengan penyelesaian sengketa internasional

2. Menjadikannya sebagai alat untuk meredakan situasi yang mengarah kepada


kegagalan penyelesaian sengketa secara damai lainnya yang sedang
berlangsung, sampai pada jangka waktu tertentu hingga para pihak dapat memiliki
kekuatan dari hasil fact finding ini untuk melanjutkan usaha penyelesaian
sengketa.33

3. Sebagai pengawasan pelaksanaan suatu perjanjian internasional; Tujuannya untuk


mencari kepastian berkenaan dengan adanya persoalan apakah suatu
perjanjian telah dilaksanakan dengan baik.

30
Huala Adolf, hal. 37
31
Ibid, hal. 37-38
32
Ibid, hal. 29
33
Ibid., hal 30
4. Sebagai cara untuk mendapatkan informasi guna penentuan atau pembuatan
keputusan di tingkat internasional. (misalnya; pasal 34 piagam PBB
mengatakan;

The Security Council may investigate any dispute, or any situation which
might lead to international friction or give rise to a dispute, in order to
determine whether the continuance of the dispute or situation is likely to
endanger the maintenance of international peace and security.

Hukum internasional yang mengatur fact finding ini salah satunya adalah; the
Hague Convention on The Pacific Settlement of Disputes 1899-1907 yang
mengtakan sbb;

In disputes of an international nature involving neither honour nor vital


interests, and arising from a difference of opinion on points of facts, the
Contracting Powers deem it expedient (diperlukan) and desirable that the
parties who have not been able to come to an agreement by means of
diplomacy, should, as far as circumstances allow, institute an International
Commission of Inquiry, to facilitate a solution of these disputes by
elucidating (membentangkan/menjelaskan) the facts by means of an
impartial and conscientious investigation. (artikel 9)

Ada beberapa hal yang penting yang disebutkan dalam konvensi ini.
1. Waktu atau kapan Komisi penyelidikan internasional ini diadakan; yakni
ketika para pihak tidak mampu mencapai persetujuan dengan cara
diplomasi (the parties who have not been able to come to an agreement by
means of diplomacy) (artikel 9)
.
2. Tugas Komisi ini; to facilitate a solution of these disputes by elucidating
(membentangkan/menjelaskan) the facts by means of an impartial and
conscientious (berhati-hati/teliti) investigation. (artikel 9)

3. Cara pembentukan komisi penyelidik; International Commissions of Inquiry


dibentuk dengan special agreement between the parties in dispute (artikel
10 para 1)
The Inquiry convention (agreement) defines (membatasi) the facts to be
examined; it determines the mode and time in which the Commission is to
be formed and the extent of the powers of the Commissioners.

4. Tugas Komisi selanjutnya; After the parties have presented all the
explanations and evidence, and the witnesses have all been heard, the
President declares the inquiry terminated, and the Commission adjourns
(beristirahat menyelidiki) to deliberate (berunding) and to draw up its
Report.

The Report is signed by all the members of the Commission. If one of the
members refuses to sign, the fact is mentioned; but the validity of the Report
is not affected (artikel 33). The Report of the Commission is read at a public
sitting, the agents and counsel of the parties being present or duly (dengan
sepatutnya) summoned (dipanggil). A copy of the Report is given to each
party (artikel 34)

Isi laporan komisi; The Report of the Commission is limited to a statement


of facts, and has in no way the character of an award . It leaves to the parties
entire freedom as to the effect to be given to the statement. Ringkasnya,
laporan komisi ini bukan merupakan suatu keputusan, (artikel 35) atau
bukan berisikan argumen atau usulan penyelesaian sengketa dan
keterikatan peserta atas isi laporan itu juga diserahkan pada mereka.34

Cara penyelesaian sengketa ini juga oleh PBB melalui Resolusi MU PBB No.
2329 (XXII) tahun 1967 yang isinya mengajak anggota PBB untuk lebih banyak
menggunakan fact finding ini untuk menyelesaikan sengketa mereka.

Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Jasa-Jasa Baik (Good Offices)

Seperti halnya mediasi dan konsiliasi, jasa baik merupakan cara penyelesaian
sengketa yang juga menggunakan jasa pihak ketiga. Bindschedler misalnya
mengatakan good offices sebagai;
The involvement of one or more states or an international organization in
a dispute between states with the aim of setlling it or contributing to its
setlement.35

Selanjutnya Martin Dixon mengatakan;


Good offices are preliminary to direct negotiations between the parties. The
person offering his good offices usually a neutral trusted by both sides -
will attempt to persuade the parties to negotiate.36

Misalnya peran yang dimainkan oleh Alexander Haig, menlu AS dalam


sengketa antara Inggeris dan Argentina mengenai kepemilikan Falkland 37 dan
peran UN serta OAU dalam sengketa antara Congo dan Uganda.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa mediasi merupakan


kelanjutan dari jasa baik ini.

Contoh-Contoh selanjutnya dari good office ini bisa dilihat dalam buku
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika,
2008.

34
Walter Poeggel dalam Huala Adolf, ibid, hal 30.
35
Bindschedler, dalam Huala Adolf, hal 30.
36
Martin Dixon, Op. Cit. hal. 264
37
Ibid

Anda mungkin juga menyukai