Dosen Pengampu:
Di Susun Oleh :
Kelompok 7
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA BARAT
2022/2023
PEMBAHASAN
A. Sengketa Internasional
Kata dispute mengandung pengertian pertikaian atau sengketa.
John G. Merrills memahami suatu persengketaan sebagai terjadinya
perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh
pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lainnya. Oleh karena
itu, sengketa internasional adalah perselisihan, yang tidak secara eksklusif
melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup internasional.
Persoalan yang timbul adalah apa yang bisa dijadikan sebagai subjek
persengketaan. Menurut John G. Merrills subyek dari persengketaan dapat
bermacam-macam, mulai dari sengketa mengenai kebijakan suatu negara
sampai persoalan perbatasan John G. Merrills (2003: 529).1
Sedangkan Menurut Mahkamah Internasional, sengketa
internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai
pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya
kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.6 Sengketa
internasional terjadi apabila perselisihan tersebut melibatkan pemerintah,
lembaga juristic person (badan hukum) atau individu dalam bagian dunia
yang berlainan terjadi karena kesalahpahaman tentang suatu hal, salah satu
pihak sengaja melanggar hak atau kepentingan negara lain, dua negara
berselisih pendirian tentang suatu hal, dan pelanggaran hukum atau
perjanjian internasional. 2
Sengketa internasional yang dikenal dalam studi hukum
internasional ada dua macam, yaitu:
1. Sengketa politik
Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan
tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar
politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum
ini penyelesaiannya dilakukan secara politik. Keputusan yang diambil
dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak
mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan
kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada
ketentuan hukum yang diambil
2. Sengketa hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara
mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang
1
Ridwan, 2012, Pemaparan Sengketa Internsional, Jakarta, Vol. 17 No. 3, h. 6
2
Boer Mauna, 2005, Pengertian, Peranan dan Fungsi Hukum Internasional Dalam Era Dinamika
Global, Bandung, Alumni, hlm. 193.
terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum
internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa
secara hukum punya sifat yang memaksa terhadap kedaulatan negara
yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya
berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional. 3
Meskipun sulit untuk membuat perbedaan tegas antara istilah
sengketa hukum dan sengketa politik, namun para ahli memberikan
penjelasan mengenai cara membedakan antara sengketa hukum dan
sengketa politik. Menurut Friedmann, meskipun sulit untuk
membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya terlihat
pada konsepsi sengketanya. Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal
berikut:
a. Sengketa hukum adalah perselisihan antar negara yang mampu
diselesaikan pengadilan dengan menerapkan hukum yang telah
ada dan pasti.
b. Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya mempengaruhi
kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah, dan
kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.
c. Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerepan hukum
internasional yang ada cukup untuk menghasilkan keputusan
yang sesuai dengan keadilan antar negara dan perkembangan
progresif hubungan internasional.
d. Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan
persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan
yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang
telah ada.4
Menurut Sir Humprey Waldock, penentuan suatu sengketa sebagai
suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para
pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya
sebagai sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum.
Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan
patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional, misalnya soal
pelucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik5
Dari pendapat pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pembedaan jenis sengketa hukum dan politik internasional dapat dilakukan
dengan melihat sumber sengketa dan bagaimana cara sengketa tersebut
3
Ibid, 2005, Memorial Institute Of Intenational Studies, h. 188-189.
4
Huala Adolf, op. cit., hlm. 4, dikutip dari Wolfgang Friedmann et. al., 1969, International Law:
Cases and Materials, St. Paul Minn, West Publishing, hlm. 243.
5
Ibid., hlm. 5, dikutip dari David Davies, 1966, “Report of A Study Group on The Peaceful
Settlement of International Disputes”, Memorial Institute of International Studies, hlm. 5.
diselesaikan, apabila sengketa terjadi karena pelanggaran terhadap hukum
internasional maka sengketa tersebut menjadi sengketa hukum, selain
pelanggaran terhadap hukum internasional sengketa dapat terjadi akibat
adanya benturan kepentingan yang melibatkan lebih dari satu negara,
sengketa yang melibatkan kepentingan inilah yang dimaksud sengketa
politik
6
Huala Adolf, op. cit., hlm. 1, dikutip dari Ion Diaconu, Peaceful Settlement of Disputes Between
States: History and Prospects, dalam Macdonald R. St. J. et. al., 1986, The Structure and Process
of International Law: Essayss in Legal Philosophy Doctrine and Theory, Martinus Nijhoff, hlm.
1095.
7
Saraswati, 2007, Hukum Internasional, Jakarta: Gerai Ilmu
8
(J.G. Starke, 2007, Penerapan Hukum Internasional, Jakarta: Gerai Ilmu, h. 646
c) U.N.G.A.Resolutions 2625 (XXV) On Declaration Of Priciples Of
International Law Concering Friendly Relation and Cooperation
States in Accordance with The Charter of The United Nations.
9
J.G. Starke, 2007, Penerapan Hukum Internasional, Jakarta: Gerai Ilmu, h. 646
perang Iran-Iraq (1980 an), DK PBBmengirim komisi penyelidik
(commision on Enquiry) yang dipimpin sekjen PBB kala itu1987
untuk menjajagi, konsultasi dengankedua negara. Tahun 1975 DK
PBB mengutus Mr. Gucciardisebagai wakil khusus untuk melakukan
penyelidikan di Timur Timur.
c. Penyelesaian Sengketa Melalui Jasa-Jasa Yang Baik ( Good Office )
Jasa-jasa baik (good offices) berarti intervensisuatu negara ketiga yang
merasa dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang
terjadi antara dua negara. Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta
olehs alah satu dari kedua negara yang bersengketa atau oleh kedua-
duannya. Secara prinsip, negara yang menawarkan jasa baiknya tidak
ikut secara langsung dalam perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang
bersengketa bertemu dan merundingkan sengketanya. Contohnya
peselisihan antara Indonesia-Portugal mengenais status wilayah
timtim.PBB menawarkan jasa-jasa baiknya dalampembicaraan segitiga
(Tripartite Talks) antaramenlu Indonesia dengan Menlu portugal
yangkemudian menghasilkan penyelesaian TIMTIMs ecara adil ,
menyeluruh dan diterimja secara internasional melalui persertujuan
New York Mei 1999.
d. Penyesaian Sengketa Melalui Mediasi (Mediation)
Penyelesaian melalui mediasi juga melibatkancampur tangan pihak
ketiga dengan tujuanuntuk mengadakan rujukan (rekonsiliasi) terhadap
tuntutan-tuntutan dari para pihaky ang bersengketa agar berkompromi.
Dalam hal mediasi, pihak ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan
agar negara-negara yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga
mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam
perundingan. Contohnya Mediasi Komisi Tiga Negara (Australia,
Belgiadan Amerika Serikat) yang dibentuk PBB pada Agustus 1947,
menyelesaikan sengketa Indonesia – belanda, dan bahkan juga ikut
membantu perumusan perjanjian Renville Mediasi Presiden Jimmy
Carter dalam upaya penyelesaian sengketa Arab-Israel. Ia berhasil
mempertemukan Presiden Anwar Sadat (Mesir) dan PM Israel
Menachim Begin untuk berunding di AS pada 5 September 1978 yang
dikenal dengan peristiwa Camp David Accords.10
e. Penyelesaian Sengketa Melalui Konsiliasi (Consiliation)
Cara ini merupakan kombinasi dari unsur-unsurenquiry dan mediasi.
Konsilisasi merupakan suatu proses dari usulanresmi yang dimajukan
mengenai penyelesaian setelah melalui suatu penyelidikan namun
10
Saraswati, 2010, Sengketa Internasional, Jakarta: Publisher h.23
parapihak dapat menerima atau menolak usulan rekomendasi yang
telah dirumuskan. Penyelidikan dilakukan oleh badan independen,
bukan pihak ketiga dan para pihak dapat menyetujui untuk
menyerahkan pertikaiannya untuk menyelidiki aspek-aspek
pertikaiannya.
Contoh : dalam penyelesaian krisis di Somalia,DK PBB pernah
meminta Sekjen PBB untuk mengupayakan konsiliasi atau perujukan
diantara golongan-gologan yang bersengketa (Resolusi DK-PBB 794
1992). Maka Sekjen PBB bekerjasama denganorganisasi-organisasi
regional seperti Liga Arab, Organisasi Persatuan Afrika dan Organisasi
Konferensi Islam untuk prosesrekonsiliasi ini.
f. Penyesaian Sengketa Melalui Arbitasi (Arbitation)
Arbitasi merupakan penyelesaian sengketa yang dbentuk atas
kesepakatan bersama pihak bersengketa dengan menunjuk abritator
yang dipilihs endiri. Proses Arbitasi ini menghasilkan keputusan yang
mengikat dibandingkan cara-cara yang sebelumnya hanya
rekomendatif. Arbitrasi tetap menggunakan pihak ketigayang ditunjuk
sebagai arbitrator tunggal atauwasit untuk membentuk pengadilan
arbitrasi yang biasanya 3 – 5 arbitrator (selalu ganjil). Contoh:
Konvensi Den Haag (1899 dan 1907) menyatakan bahwa Arbitrasi
internasional merupakan penyelesaian sengketa antara negara dengan
hakim-hakimnya yang dipilih oleh para pihak yang bersangkutan
g. Penyelesaian Sengketa Melalui Secara Hukum (International Court of
Justice)
udicial statement merupakan penyelesaiansengketa dengan cara hukum
dimana parapihak dapat mengajukan pertikaian mereka kepada
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yang
dibentuk PBB sejak 1946. Lembaga ini mengeluarkan putusan final
tidakdapat diajukkan “appeal” dan mengikat para pihak. Hal-hal yang
di tangani oleh ICJ : Masalah-masalah yang berkaitan dengan
kedaulatan terhadap wilayah-wilayah tertentu dan pertikaian mengenai
perbatasan. Masalah mengenai delimitasi maritim dan masalah
hukumlainnya yang berhubungan dengan perselisihan laut. Semua
permasalahan hukum yang berkaitan denganperlindungan diplomatik
bagi warga negara di luar negeri yang muncul. Masalah yang timbul
akibat terjadinya penggunaan kekerasan. Berbagai kasus lainnya yang
melibatkan pelaksanaan kontrak dan pelanggaran terhadap asas-asas
hukum kebiasan internasional.11
11
Rusma, 2012, Hukum Internasional, Jakarta: Gerai Ilmu
h. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengaturan atau Badan Regional
(Arrangement or Regional Agencies)
Upaya penyelesaian melalui cara ini akan melibatkan pengaturan atau
lembaga atauorganisasi regional yang ada baik sebelum maupun
sesudah PBB berdiri. Contoh melalui ASEAN, UNI EROPA, Liga
Arab dsb.12
c. Reprasial
14
Efendi,2011, Pengantar Hukum, Jakarta: Pustaka Merdeka
Reprasial adalah pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap tindakan yang melanggar hukum dari negara lawan dalam
suatu sengketa. Reprasial dapat dilakukan pada masa damai maupun di
antara pihak yang bersengketa. Reprasial pada masa damai antara lain
pemboikotan barang, embargo, dan unjuk kekuatan (show of force).
Reprisal juga diartikan sebagi upaya paksa untuk memperoleh jaminan
ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda.
Pembalasan merupakan upaya yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa
yang timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan tindakan
yang tidak dibenarkan.
Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah bahwa pembalasan
adalah mencakup tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan
sebagai tindakan ilegal, sedangkan retorsi meliputi tindakan balas
dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat
dilakukan dengan bentuk pemboikotan barang-barang terhadap suatu
negara tertentu, suatu embargo atau suatu penyanderaan terhadap
seseorang. Saat ini pada umumnya bahwa suatu pembalasan hanya
dibenarkan apabila negara yang menjadi tujuan tindakan ini bersalah
karena melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran
internasional. Reprisal dapat dilakukan dengan syarat sasaran reprisal
merupakan negara yang melakukan pelanggaran internasional, negara
yang bersangkutan telah terlebih dahulu diminta untuk mengganti
kerugian yang muncul akibat tindakannya, serta tindakan reprisal harus
dilakukan dengan proporsional dan tidak berlebihan.
d. Blokade Damai
Blokade adalah suatu pengepungan wilayah, misalnya
pengepungan suatu kota atau pelabuhan dengan tujuan untuk
memutuskan hubungan wilayah itu dengan pihak luar. Ada dua macam
blokade, yaitu blokade pada masa perang dan damai.15 Blokade secara
damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui
untuk memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara tegas
tindakan blokade disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu
tindakan yang boleh diprakasai oleh Dewan Keamanan demi untuk
memelihara kedamaian dunia.
e. Intervensi
Internvensi merupakan cara untuk menyelesaikan sengketa
internasional dengan melakukan tindakan campur tangan terhadap
kemerdekaan politik negara tertentu. Hukum internasional pada
15
Winarti, 2017, Hukum Internasional 1, Yogyakarta: Pustaka Jaya
prinsipnya menegaskan bahwa suatu negara dilarang untuk turut
campur dalam urusan negara lain. Hal ini ditekankan dengan jelas
dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (7) Piagam PBB, yang mana melarang
negara anggota untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri negara
lain dalam bentuk apapun. Pengecualian terhadap hal ini diberikan
kepada Dewan Keamanan PBB yang mana berhubungan dengan
pelaksanaan Bab VII Piagam PBB. Suatu negara dapat melakukan
tindakan intervensi dengan beberapa alasan, J.G Starke beranggapan
bahwa tindakan intervensi negara atas kedaulatan negara lain belum
tentu erupakan suatu tindakan yang melanggar hukum. Ia berpendapat
bahwa terdapat kasus-kasus tertentu dimana tindakan intervensi dapat
dibenarkan menurut hukum internasional. Tindakan tersebut adalah
apabila
1) Intervensi kolektif yang ditentukan dalam Piagam PBB;
2) Untuk melindungi hak dan kepentingan serta keselamatan
warga negaranya di negara lain
3) Jika negara yang diintervensi dianggap telah melakukan
pelanggaran berat atas hukum internasional.
Suatu tindakan intervensi harus dilakukan dengan mendapatkan
izin terlebih dahulu melalui Dewan Keamanan PBB. Izin ini berbentuk
rekomendasi yang berisikan pertimbangan-pertimbangan terhadap
keadaan yang menjadi alasan tindakan intervensi dan apakah tindakan
intervensi diperlukan dalam keadaan tersebut.16
Contoh Kasus
24
Surya, 2014, Analisis Hukum Hak Paten Teknologi, Vol.1, No. 2, h. 26
aktor sentral dalam membawa kasus ini secara internasional. Artinya
kedua belah pihak harus duduk bersama-sama untuk dapat menyelesaikan
kasus pertikaian ini dibawa ke forum internasional, agar keputusan mampu
diterima secara adil dan bijak. Hal ini bermaksud agar dunia internasional
dapat menilai mana yang baik dan mana yang tidak atas fenomena yang
terjadi di dunia teknologi saat ini.25
Atas kasus yang terjadi antara Apple dan Samsung, ada pelajaran yang
dapat dipetik dari kasus ini yaitu masyarakat internasional harus dapat
menghargai dan melindungi ketetapan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
yang telah mengikat dalam aturan hukum. Jika individu atau masyarakat
melakukan plagiat, atau juga menjiplak hasil tiruan dari sebuah produk
teknologi, maka sanksi hukum akan segera menjerat subjek yang
melakukan pelanggaran tersebut. Setiap individu ataupun masyarakat
menemukan atau menciptakan suatu invensi, membuat merek, sebaiknya
didaftarkan agar diperoleh hak eksklusif dari negara untuk dapat
dimanfaatkan jika terjadi sengketa atau pelanggaran atas hak tersebut di
kemudian hari.
25
Surya, 2014, Analisis Hukum Hak Paten Teknologi, Vol 1, No. 2, h. 26
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
JURNAL
Effendi, Analisis Hukum Perdata, Semarang, vol. 2, No.2 h. 19
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/33326
Ridwan, 2012, Pemaparan Sengketa Internsional, Jakarta, Vol. 17 No. 3,
h. 6
https://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/104.
Surya, 2014, Analisis Hukum Hak Paten Teknologi, Vol.1, No. 2, h. 22
https://mail.online-journal.unja.ac.id/Utipossidetis/article/view/12334.