Sejarah PBB
PBB adalah suatu sebutan yang diciptakan oleh mendiang Presiden Franklin
D.Resolvelt. Sebutan pertama kali digunakan dalam pernyataan PBB pada tanggal 1
Januari 1942, yakni ketika wakil-wakil dari dua puluh enam bangsa-bangsa
mengemukakan jaminan pemerintah-pemerintah mereka untuk meneruskan
peperangan bersama melawan Poros.
Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut
dipuji. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan
Keamanan, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan
Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah
kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi
forum seluruh anggota PBB justeru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding
dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat
keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes
dari banyak negara anggotanya.
Piagam PBB adalah konstitusi PBB. Ia ditanda tangani di San Francisco pada
tanggal 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku
pada 24 Oktober 1945 setelah ditandatangani oleh lima anggota pendirinya-
Republik China (Taiwan), Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat -dan
mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah
perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain
itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB
mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh AS pada
8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung
dengan PBB. Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara
yang bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan
kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional,
kecuali Vatikan.
B. Tujuan dan Asas PBB
Tujuan PBB :
• Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
• Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas
persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan
dalam negeri negara lain.
• Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah
ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
• Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya
peperangan.
• Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan
fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
• Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang
harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
Asas PBB :
• Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
• Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
• Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
• Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan
Piagam PBB.
• PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
1. Pendapat Friedman
Pendapat pertama adalah pendapat yang dikemukakan oleh golongan sarjana
hukum internasional Amerika Serikat dengan pemukanya Professor Wolfgang
Friedmann. Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian
tersebut, namun pembedaannya dapat tampak pada konsepsi sengketanya.
Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut.
a) Sengketa hukum adalah perselisihan-perselisihan antara negara yang mampu
diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum
yang ada atau yang sudah pasti;
b) Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang sifatnya mempengaruhi
kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau
kepentingan-kepentingan penting lainnya dari suatu negara;
c) Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hokum internasional yang ada
cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antara
negara dengan perkembangan progresif hubungan-hubungan internasional;
d) Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang berkaitan dengan persengketaan
hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu
perubahan atas suatu hukum yang telah ada.
2. Pendapat Waldock
Pendapat kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional
dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian
sengketa tahun 1963. Kelompok studi ini yang diketuai oleh Sir Humprey Waldock
menerbitkan laporannya yang
sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang
penyelesaian sengketa internasional.
Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu
sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang
bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum,
maka sengketa tersebut adalah
sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak
membutuhkan patokan-patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum
internasional, misalnya soal perlucutan senjata, maka sengketa tersebut adalah
sengketa politik.
Cara – cara penyelesaian diatas dapat dikelompokkan lagi kedalam dua bagian,
yaitu :
· Pengadilan Internasional
Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara
tersebut di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh
apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen
dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan
internasional permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of
Justice).
Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan
pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama
dalam kerangka suatu organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini
berfungsi cukup penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari
perjanjian-perjanjian ekonomi internasional.
· Pencarian Fakta
Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen
untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan utamanya
adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang
ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian, diharapkan proses
penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat segera diselesaikan.
Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya ini adalah
untuk :
1. Untuk membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara;
2. Untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional; dan
3. Untuk memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional
(Pasal 34 Piagam PBB).12 Misalnya saja pembentukan UNSCOM (United Nations
Special Commission) yang dikirim ke wilayah Irak untuk memeriksa ada tidaknya
senjata pemusnah massal.
· Jasa Baik
Secara singkat, jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian dengan keikutsertaan
dan jasa pihak ke-3 dalam suatu sengketa. Tujuan jasa baik ini adalah agar tetap
terjamin adanya kontak langsung di antara para pihak. Tugas yang diembannya
adalah mempertemukan para pihak yang berseng keta agar mereka mau berunding.
Cara ini biasanya bermanfaat manakala para pihak tidak mempunyai hubungan
diplomatik atau hubungan diplomatik mereka telah berakhir. Pihak ketiga ini bisa
negara, orang perorangan, seperti mantan kepala negara, atau suatu organisasi,
lembaga atau badan, misalnya Dewan Keamanan PBB.
· Mediasi
Sama halnya dengan jasa-jasa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan
pihak ketiga yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya adalah
untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para
pihak. Mediator bisa negara, individu, organisasi internasional, dll. Para mediator
ini dapat bertindak alas inisiatifnya sendiri untuk menawarkan jasanya sebagai
mediator. Atau, mediator dapat menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya
atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam
hal ini, kesepakatan atau konsensus dari para pihak untuk dapat berfungsinya
mediator merupakan prasyarat utama.Dalam menjalankan fungsinya, mediator
tidak tunduk kepada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan
bagaimana proses penyelesaian sengketanya berlangsung.
· Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak
ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi
tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk
menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak.
Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak.
1. Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu
sengketa di antara para pihak, mencegah meluaskan suatu sengketa atau
membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB,
Dewan Keamanan, Majelis Umum atau oleh organisasi-organisasi regional dengan
bekerja sama dengan PBB. Misalnya adalah upaya yang dilakukan Sekjen PBB Kofi
Anan dalam upayanya mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa
terbuka mengenai keengganan Irak untuk mengijinkan UNSCOM memeriksa dugaan
adanya senjata biologi atau pemusnah massal yang disembunyikan di wilayah Irak.
2. Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa
untuk sepakat, khususnya melalui cara-cara damai. Tujuan PBB dalam hal ini
berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Diantara dua
tugas ini terdapat kewajiban untuk mencoba membawa para pihak yang
bersengketa agar tercapai kesepakatan dengan cara-cara damai.
3. Peace Keeping
Peace Keeping adalah mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan
perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Bisanya PBB
mengirimkan personil militer, polisi PBB dan juga personal sipil. Meskipun sifatnya
militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan bersenjata (angkatan
perang). Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik
maupun untuk menciptakan perdamaian. Peace Keeping merupakan “penemuan”
PBB. Sejak pertama kali dibentuk, peace keeping telah menciptakan stabilitas yang
berarti di berbagai wilayah konflik.Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk
26 kali operasi Peace Keeping. Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar
528.000 personil militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya di
bawah bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43 negara
telah tewas dalam tugasnya.
4. Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung
struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu
konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Peace Building
lahir setelah berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek-proyek kerja
sama yang konkrit yang menghubungkan dua atau lebih negara yang
menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tidak saja menyumbang
pembangunan, ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang
merupakan syarat fundamental bagi perdamaian.
5. Peace Enforcement
Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Maksud istilah ini adalah
wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu
tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu
tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, dengan mendasarkan pada pasal 41
Piagam (Bab VII), Dewan berwenang untuk memutuskan penerapan sanksi ekonomi,
politik atau militer. Bab VII yang membawahi pasal 41 Piagam ini dikenal pula
sebagai "gigi-nya PBB" ("the teeth of the United Nations"). Contoh penerapan
sanksi ini misalnya saja putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977.
Putusan ini mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab
VII Piagam sehubungan dengan kebijakan negara tersebut yang menduduki Namibia
Organ-organ utama PBB berdasarkan Bab III (Pasal 7 ayat 1) Piagam PBB yakni
Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat, Mahkamah Internasional,
ECOSOC, dan Dewan Perwalian (Saat Ini Tidak Akfif). Organ-organ ini berperan
penting dalam melaksanakan tujuan dan prinsip-prinsip PBB, terutama dalam
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk tujuan tersebut,
organ-organ tersebut berperan dalam mengupayakan penyelesaian sengketa
internasional secara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hokum
internasional. Berikut adalah organ-organ PBB yang berperan agak lebih menonjol
(aktif) dalam penyelesaian sengketa tersebut. Organ-organ yang akan diuraikan
adalah Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat (i.e., Sekretaris-Jenderal),
dan Mahkamah Internasional.
· Dewan Keamanan
Dewan Keamanan (‘Dewan’) adalah salah satu dari enam organ utama PBB.
Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada
Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan
tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB (Pasal 24 Piagam).
Pasal 38 Piagam memberikan wewenang kepada Dewan dalam hal menangani
sengketa. Berdasarkan pasal ini, jika semua pihak yang bersengketa
menghendakinya, Dewan dapat membuat rekomendasi atau anjuran kepada para
pihak dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai.
a. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Secara Negosiasi.
(1) Sengketa Iran – Uni Sovyet (1946).
Pada bulan Januari 1946, Iran mengadukan kepada Dewan bahwa kehadiran
tentara Uni Sovyet di wilayahnya telah mengancam perdamaian. Dalam sengketa in
Dewan berhasil membujuk kedua pihak untuk berunding dan meminta para pihak
untuk melaporkan hasil
perundingan mereka kepada Dewan. Bulan Mei 1946, Iran melapor Dewan
Keamanan bahwa Uni Sovyet telah menarik pasukannya dari Iran.
· Majelis Umum
Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan sarandan
rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam (Pasal 9 - 14 Piagam).
Pasal terpenting adalah pasal 10. Pasal ini menyatakan bahwa Majelis dapat
membicarakan segala persoalan yang termasuk ke dalam ruang lingkup Piagam
atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi sesuatu badan seperti yang
terdapat dalam Piagam. Dan dengan tunduk pada pasal 12, Majelis dapat
mengajukan rekomendasi kepada anggota PBB atau Dewan Keamanan atau kepada
kedua badan tersebut mengenai masalah atau persoalan.
Termasuk di dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan
sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri
suatu negara (Pasal 2 ayat 7).
.
Kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup:
1. Membahas setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam
atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang terdapat
dalam Piagam, termasuk masalahmasalah yang terkait dengan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke hadapannya oleh Negara
anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat rekomendasi mengenai
masalah atau urusan tersebut (Pasal 10, pasal 11 ayat 2);
2. Mengangkat sesuatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional ke hadapan Dewan Keamanan (Pasal 11 ayat 3);
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan membuat rekomendasi
guna mendorong perkembangan progresif hokum internasional dan
pengkodifikasiannya (Pasal 13);
4. Memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa
setiap situasi yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau
hubungan-hubungan bersahabat antar negara (Pasal 14).
· Sekretaris Jenderal
Upaya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dalam penyelesaian sengketa termuat
dalam dua pasal penting, yaitu pasal 98 dan 99 Piagam PBB. Pasal 98 merupakan
fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), dan
Dewan Perwalian yang didelegasikan kepada Sekjen.
Pemberian wewenang ini merupakan praktek umum. Tidak jarang pula Sekjen
mendapat tugas politik tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Misalnya
pada tanggal 26 Mei 1982, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 505 yang
meminta Sekjen PBB, pada waktu itu Javier Perez de Cuéllar, untuk menggunakan
jasa baiknya untuk menyelesaikan sengketa kepulauan Falklands
(Argentina/Inggris).
Contoh lainnya adalah pada tahun 1954 ketika Majelis Umum menugaskan
Sekjen PBB, pada waktu itu Dag Hammersjold, untuk membebaskan 11 sandera
(penerbang) dan beberapa anggota PBB yang ditahan oleh pemerintah Cina. Atas
upaya baik dan kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal yang melaksanakan fungsi
dan tujuan PBB, akhirnya pemerintah Cina membebaskan sandera tersebut.
Dalam prakteknya, fungsi jasa baik ini semakin meningkat. Fungsi ini
dilakukan baik atas undangan para pihak, bekerja sama dengan badan atau
organisasi lain, atau kadang kala Sekjen menunjuk seorang wakil khusus Sekjen
(Special Representative) untuk membantu mencari penyelesaian sengketa atas
masalahtertentu.
Pasal 99 Piagam memberi kekuasaan kepada Sekjen untuk membawa kepada
Dewan Keamanan sengketa-sengketa yang menurut pendapatnya dapat mengancam
perdamaian dan keamanan interansional. Sekjen telah memainkan peran cukup
penting dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional. Peran yang
menonjol adalah fungsinya sebagai jasa baik terhadap para pihak yang
bersengketa.
Uraian berikut adalah beberapa contoh peran Sekjen dalam melaksanankan jasa
baik tersebut:
a. Sengketa Cyprus (1980)
Pada tahun 1980 dalam sengketa Cyprus ini Sekjen telah berhasil mencegah
pertumpahan darah berkelanjutan dari perang yang telah berlangsung lebih dari 20
tahun antara etnis Turki dan Yunani di Siprus. Sekjen telah mengupayakan agar
para pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi secara langsung untuk
penyelesaian sengketa mereka dengan cara membentuk suatu struktur
pemerintahan konfederasi yang diterima para pihak.
· Mahkamah Internasional
Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif
artinya hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak
berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah
Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu
perkara.
Dalam mengajukan perkara terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima
perkara yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan
menerima perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara
yang diajukan oleh negara-negara (contensious case).
Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada
Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi
internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah
internasional.
Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah
merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara
dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain
seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan
secara damai. Dengan demikian penyelesaian perkara yang diajukan ke Mahkamah
Internasional bersifat pilihan dan atas dasar sukarela bagi pihak-pihak yang
bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 (1) Piagam PBB.
Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota
PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam
kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada
badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan
perkaranya melalaui Mahkamah Internasional.
Sebagai contoh dalam perkara Kepulauan Malvinas tahun 1955 dimana Inggris
menggugat Argentina dan Chili ke Mahkamah Internasional namun Chili dan
Argentina menolak kewenangan Mahkamah Internasional untuk memeriksa perkara
ini.
Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak
mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang
bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki
moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-
negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.
BAB I PENDAHULUAN
PBB didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks
di Washington, DC Amerika Serikat. Tujuan utama PBB didirikan adalah untuk menjaga
perdamaian dan keamanan dunia. Maka, untuk mewujudkan misi tersebut PBB kemuadian
membentu enam badan inti dalam PBB yaitu: Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan
Ekonomi dan Sosial, Sekretariat, Mahkamah Internasional, dan Dewan Perwalian.[1] Dalam
makalah ini akan dibahas secara mendalam mengenai peran UNSC (Dewan Keamanan PBB)
dalam menjalankan tugas-tugasnya.
United Nations Security Council atau yang lebih dikenal dengan nama Dewan Keamanan
PBB merupakan salah satu International Governmental Organization yang berdiri dibawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab untuk menjaga dan
menciptakan perdamaian di dunia internasional. Sebagai Badan yang ditugaskan untuk
menyelesaikan konflik-konflik internasional, Dewan Keamanan PBB memiliki power terkuat
di antara badan PBB yang lain dimana badan PBB yang lain hanya dapat memberikan
rekomendasi kepada para anggota PBB, sedangkan Dewan Keamanan PBB mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan yang harus dilaksanakan oleh seluruh anggota
dibawah Piagam PBB yang biasanya disebut dengan nama Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Resolusi Dewan Keamanan PBB mempunyai kekuatan mutlak untuk dilaksanakan seluruh
anggota PBB dengan penetapan resolusi yang dilaksanakan lewat pemungutan suara oleh
lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak tetap dari dewan keamanan PBB dengan fokus
utama memelihara perdamaian dan keamanan Internasional yang diatur dalam piagam
PBB.[2]
Menurut pasal 23 dari piagam PBB yang telah diamandemen pada 31 Agustus 1965 Dewan
Keamanan PBB terdiri dari 5 anggota tetap serta sepuluh anggota tidak tetap dimana sepuluh
anggota tidak tetap tersebut dipilih oleh Majelis umum lewat sidang umum PBB dengan
masa bakti selama 2 tahun yang dimulai pada 1 januari dan lima dari mereka diganti setiap
tahunnya. Pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai formulasi
alokasi kursi untuk tiap-tiap kawasan negara, diantaranya : 5 kursi untuk negara Afrika-Asia,
1 kursi untuk negara-negara Eropa Timur, 2 Kursi untuk negara-negara Amerika latin dan
Karibia, dan 2 Kursi untuk negara-negara Eropa Barat den negara-negara lainnya. Pengaturan
tentang skema formulasi ini diatur dalam General Assembly resolution 1991 (XVIII) A
menyempurnakan gentlemant’s agreement tahun 1946.[3]
Untuk dapat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB diberlakukan kualifikasi
khusus yang dijadikan parameter pemilihan anggota dalam sidang umum PBB, kualifikasi
tersebut diantaranya[4] :
Kontribusi yang diberikan negara calon dalam memelihara perdamaian dan keamanan
internasional.
Menyesuaikan pembagian secara Geografis (Pasal 23 Ayat 1 Piagam PBB).
Adapun anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut :
-Republik Rakyat China
-Rusia
-Prancis
-Britania Raya
-Amerika Serikat
Dan anggota Dewan Keamanan tidak tetap yang terpilih antara tahun 2011-2012 adalah[5] :
Bosnia dan Herzegovina (2011), Brazil (2011), Kolombia (2012), Gabon (2011), Jerman
(2012), India (2012), Lebanon (2011), Nigeria (2011), Portugal(2012), Afrika Selatan (2012).
Kelima negara anggota tetap tersebut adalah negara-negara yang mempunyai hak-hak
istimewa yaitu diberi legalitas untuk mengelola senjata nuklir yang telah disepakati dibawah
perjanjian non-proliferasi Nuklir pada 1 Juli 1968 yang diusulkan oleh Irlandia dan lima
anggota tetap tersebut memegang kuasa penuh atas Hak Veto terhadap resolusi substantif.
Pemberian hak-hak istimewa terhadap para anggota tetap tersebut adalah karena kelima
negara tersebut dianggap sebagai negara yang mempunyai kekuatan besar (Great Power) dan
kelima negara ini dianggap memiliki kapabilitas untuk mengendalikan situasi keamanan
Dunia.
Di bawah piagam PBB, semua negara anggota PBB setuju untuk menerima dan
melaksanakan kebijakan Dewan Keamanan PBB, hal itu dijelaskan dalam pasal 25 piagam
PBB. Sementara badan-badan lain dari PBB dapat membuat sebuah rekomendasi kepada
Pemerintah untuk dunia Internasional, dan Dewan Keamanan PBB memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan yang wajib dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB
berdasarkan piagam PBB.[6]
Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan dua cara dalam menjalankan tugas dan fungsi
utamanya yakni melalui Pacific Settlement of Disputes yang sudah diatur dalam bab ke 6 dari
pasal 33-38 Piagam PBB, ataupun melalui metode penggunaan kekuatan baik yang
menyertakan kekuatan angkatan bersenjata baik darat, laut, maupun udara (pasal 42) maupun
tanpa angkatan bersenjata (pasal 41) seperti yang telah dijelaskan dalam bab 7 dari pasal 39-
51 piagam PBB .[7]
Pemberian sanksi, embargo maupun pembekuan aset-aset milik negara yang dinilai telah
melakukan sebuah tindakan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia adalah contoh
beberapa tindakan yang dapat diambil Dewan Keamanan PBB dalam memberikan hukuman
terhadap negara-negara yang dianggap dapat menjadi pemicu rusaknya keamanan dan
perdamaian Internasional. Seperti yang telah dialami oleh Yugoslavia yang dikenai sanksi
embargo saat terjadi konflik Serbia dan Kroasia (Resolusi nomor 713), kemudian embargo
senjata dan produk-produk minyak terhadap Haiti tahun 1993 (Resolusi nomor 841), yang
setahun setelah embargo tersebut berubah menjadi embargo ekonomi secara penuh terhadap
Haiti (Resolusi nomor 917), dll. Dewan keamanan PBB juga pernah memberikan tindakan
yang melibatkan kekuatan militer untuk menertibkan suatu kawasan diantaranya penggunaan
kekuatan militer terhadap Somalia pada tahun 1992 (Resolusi nomor 794), penggunaan
kekuatan militer terhadap Somalia pada tahun 1994 (Resolusi nomor 940), kemudian
penggunaan kekuatan militer terhadap Libya yang ditindaklanjuti oleh NATO pada 2010.[8]
Dalam mengerjakan tugas dan wewenangnya, Dewan Keamanan PBB tidak sendirian
melainkan dibantu oleh Komisi Staf Militer yang dijelaskan dalam pasal 26 dan 45 piagam
PBB serta organ-organ subsider yang didirikan berdasar pasal 29 piagam PBB. Organ-organ
subsider Dewan Keamanan PBB tersebut dibentuk untuk mengatur permasalahan khusus
yang menyangkut keamanan dunia Internasional, organ-organ subsider tersebut antara lain[9]
: United Nations Peacebuilding Commission (UNPC), United Nations Security Council
Sanctions Committee (UNSCSC), United Nations Security Council Counter Terroris
Committee (UNSCCTC), United Nations Security Council 1540 Committee, United Nations
Compensation Commission (UNCC), International Criminal Tribunal for Yugoslavia,
International Criminal Tribunal for Rwanda. Pada umumnya, organ-organ subsider yang
dibentuk Dewan Keamanan PBB tersebut akan dibubarkan setelah misi atau tugasnya selesai
dijalankan. Berdasarkan penjelasan singkat diatas maka penulis tertarik untuk
menganalisisnya pada makalah yang berjudul: “Peran Dewan Keamanan PBB (UNSC) dalam
Menjaga Perdamaian dan Keamanan Dunia: Studi Kasus Resolusi Konflik di Libya”
Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita
terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambigu), adanya halangan dan
rintangan, adanya celah (gap) baik antar kegiatan maupun antar fenomena, baik yang telah
ada maupun yang akan ada.[10]
Dari uraian singkat sebelumnya, maka penulis merumuskan bahwa masalah pokok yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah: Bagaimana peran UNSC (Dewan Keamanan PBB) dalam
menjaga perdamaian dan keamanan dunia?
BAB II ISI
2.1 Pembahasan
Kerangka konseptual adalah suatu pedoman yang dapat digunakan oleh penulis untuk
menguji sebuah data. Kerangka konseptual juga sangat penting agar penulis dapat
menganalisa suatu permasalahan yang ada atau yang akan ada sehingga dapat menjelaskan
secara mendalam berdasarkan kerangka konseptual yang digunakan. Untuk menganalisa
peran UNSC atau Dewan Keamanan PBB maka penulis menggunakan kerangka konseptual
yang dikemukakan pada UNSC Summit tahun 1992, oleh Sekretaris Jenderal PBB Boutros
Boutros Ghali sebagai pondasi konseptual untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia
yang disebut “An Agenda for Peace”.[11] Agenda untuk perdamaian ini berisi lima konsep
yaitu: preventive diplomacy, peace enforment, peace making, peace keeping, postconflict
peacebuilding.[12]
Preventive diplomacy adalah langkah yang dilakukan untuk mencegah perselisihan atau
permusuhan yang timbul diantara negara-negara anggota PBB agar tidak berubah menjadi
sebuah konflik terbuka, dalam preventive diplomacy juga dilakukan cara-cara untuk
mencegah terjadinya konflik akibat dari perselisihan atau permusuhan tersebut serta
mengupayakan agar konflik tidak semakin meluas.[13] Preventive diplomacy dilakukan
dengan melibatkan upaya confidence-building measures, fact finding, peringatan dini dan
memungkinkan PBB untuk mengirimkan pasukan perdamaian.[14] Preventive diplomacy ini
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dan mengupayakan
penyelesaian konflik atau masalah secara damai tanpa adanya tindakan militer. Dalam
preventive diplomacy dapat digunakan cara-cara seperti dalam konsep multi track diplomasi,
baik diplomasi secara terbuka maupun secret diplomacy.
Peace Enforcement adalah tindakan yang dilakukan oleh pasukan perdamaian dibawah
mandat dari UNSC untuk menghentikan gencatan senjata baik dengan maupun tanpa
persetujuan dari para pihak yang bermusuhan. Pasukan perdamaian yang dikirimkan oleh
UNSC ini adalah pasukan yang berasal dari tentara nasional negara anggota PBB. Pasukan
Perdamaian PBB yang dikirim melalui misi peace enforcement ini telah dipersenjatai dengan
senjata atau peralatan militer yang berat dengan tujuan untuk menghentikan gencatan senjata
antara para pihak yang berkonflik. Pasukan perdamaian ini bekerja dengan perintah langsung
dari Sekretaris Jenderal PBB.
Peace Making adalah upaya yang dilakukan dengan membawa para pihak untuk melalukan
perjanjian perdamaian dengan bantuan dari pihak ketiga sebagai penegah atau mediator.
Konsep dari perjanjian perdamaian ini seperti yang ada dalam BAB VI Piagam PBB. Upaya
peace making dapat dilakukan melalui penyelesaian secara hukum, mediasi, kompromi atau
upaya-upaya negosiasi yang lain. Tetapi, peran UNSC dalam melakukan upaya perdamaian
melalui mekanisme perjanjian perdamaian antar para pihak memiliki porsi yang berbeda.
UNSC memiliki pertimbangan dalam memilih pihak ketiga atau mediator. Pihak-pihak yang
dapat menjadi mediator selain PBB sebagai organisasi internasional, negara-negara anggota
PBB juga dapat menjadi mediator. Pada umumnya, negara yang ditunjuk menjadi mediator
adalah negara yang memilki hubungan baik dengan kedua belah pihak yang bersengketa
sehingga diharapkan mampu membantu untuk menyelesaikan konflik atau masalah yang
terjadi antara para pihak tersebut melalui jalan damai.
Peace keeping adalah tindakan lebih lanjut apabila upaya peace making gagal dilakukan.
UNSC kemudian akan mengirimkan pasukan perdamaian seperti dalam upaya peace
enforcement tetapi bedanya adalah pasukan perdamaian ini dikirim hanya untuk menjaga
warga sipil serta memonitor genjatan senjata antara para pihak yang sedang bermusuhan atau
berperang. Namun disisi lain, UNSC melalui para diplomat tetap mengupayakan negosiasi
untuk menciptakan perdamaian. Pasukan perdamaian yang dikirim dalam misi peace keeping
ini juga dapat melakukan tindakan meliter terukur. Tindakan militer terukur ini bukan
merupakan bentuk peace enforcement tetapi pasukan militer ini dapat melakukan tindakan
militer hanya untuk melindungi warga sipil apabila pertikaian yang terjadi antar kedua belah
pihak telah melanggar prinsip-prinsip kemanusian. Maka, pasukan perdamaian dalam misi
peace keeping tersebut diperbolehkan untuk melakukan tindakan militer terukur dibawah
mandat PBB.
Postconflict peacebuilding adalah tindakan yang dilakukan UNSC dalam upaya untuk
membantu proses pemulihan atau perkembangan suatu negara yang baru terjadi konflik.
Akibat dari konflik atau perang yang menghancurkan suprastuktur dan infrastruktur yang ada
di suatu negara, maka peran UNSC dalam tahap ini adalah membantu negara tersebut untuk
membangun kembali sosial, ekonomi, dan politiknya. UNSC juga dapat membentuk badan
subsider yang bertugas untuk membentuk pemerintahan baru atau membantu membentuk
pemerintahan baru pada negara yang tadinya telah hancur akibat konflik yang terjadi.
Postconflict peacebuilding adalah tahap yang membutuhkan perhatian yang lebih khusus
karena UNSC harus memastikan bahwa tidak akan ada lagi perang atau konflik di negara
tersebut pada masa yang akan datang. Sehingga, UNSC biasanya membuat dasar atau
landasan hukum untuk upaya tercapainya perdamaian yang sesungguhnya yaitu perdamaian
yang panjang (lasting peace). Pada dasarnya, Postconflict peacebuilding dilakukan untuk
mencapai perdamaian abadi (lasting peace). Wujud yang lebih konkret dari perdamian abadi
adalah terwujudnya konsep perdamaian dengan jalur peacebuilding process untuk
mewujudkan perdamaian positif (positive peace). Pada tahap ini situasi tidak saja
didefinisikan sebagai keadaan tanpa konflik kekerasan atau perang tetapi juga keadaan yang
ditandai dengan adanya berbagai bentuk mekanisme penyelesaian konflik, adanya keadilan,
kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi,
sehingga kerjasama yang baik dapat tercipta demi masa depan yang lebih damai.[15]
Sehingga, setelah para pihak berhenti bermusuhan maka upaya Postconflict peacebuilding
harus segara dilaksanakan baik dengan cara-cara formal maupun informal sebagai landasan
dasar untuk menciptakan perdamaian.[16]
Lima konsep perdamaian tersebut adalah landasan utama yang digunakan oleh UNSC sebagai
badan yang bertanggungjawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. UNSC selalu
mendasari semua tindakannya dengan kelima konsep perdamaian tersebut. Namun, dalam
prakteknya tidak semua konsep perdamaian tersebut dapat diimplementasikan atau
dilaksanakan. Perbedaan situasi, masalah, serta variabel-variabel lain yang berbeda dalam
setiap konflik juga mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan oleh UNSC sebagai Dewan
Keamanan. Tetapi pada umumnya UNSC selalu melandaskan semua tindakan perdamaian
yang dilakukannya berdasarkan kelima konsep perdamaian tersebut. Lima konsep
perdamaian yang berisi langkah-langkah untuk menciptakan perdamaian serta menjaga
keamanan dunia secara konsisten terus dilakukan oleh UNSC sampai sekarang.
Tetapi, UNSC juga memiliki alternatif lain yang dapat digunakan untuk menjaga perdamaian
dan keamanan dunia yang disebut fourth generation peace keeping. Alternatif ini lebih
menekankan pada peran organisasi regional yang berbasis pada hubungan multilateral untuk
dapat membantu dalam menyelesaikan konflik maupun dalam mengupayakan negosiasi
untuk dapat menyelesaikan konflik secara damai. UNSC dalam alternatif ini merekrut negara-
negara untuk menjadi koalisinya yang biasa disebut sebagai Friends coalition. Friends
coalition ini diharapkan dapat membantu dan memonitor konflik. Koalisi ini juga dibutuhkan
untuk membantu kedua belah pihak yang bertikai untuk dapat bernegosiasi, mendanai, dan
menjaga perdamaian berdasarkan pada hubungan multilateral.
Alternatif lain yang dapat digunakan seperti yang tercantum dalam Supplement to An Agenda
for Peace yang direkomendasikan oleh Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 1995 adalah
kesanggupan dari perdamaian regional yang juga didasarkan pada hubungan multilateral
untuk dapat menyelesaikan konflik politik dengan menggunakan pendekatan lokal yang lebih
sensitif.[17] Tetapi, ketika tidak ada negara, kelompok negara atau organisasi regional dari
negara, atau organisasi volunteers yang dapat menjadi penengah suatu konflik maka yang
dapat dilakukan oleh UNSC adalah menciptakan humanitarian corridors.[18] Ketika kedua
belah pihak yang bertikai sudah benar-benar berada pada penderitaan akibat perang atau
konflik yang terjadi. Maka, UNSC bersama-sama dengan NGO akan memberikan bantuan
kemanusiaan dengan tujuan humanitarian corridors tersebut. Dan pada akhirnya UN melalui
UNSC akan tetap melakukan koalisi dengan negara-negara untuk tetap menjaga perdamaian
dan keamanan dunia. UNSC atau Dewan Keamanan PBB baik dengan menggunakan Konsep
Perdamaian maupun dengan alternatif-alternatif lain yang dimiliki akan tetap menjaga
perdamaian dan keamanan dunia.
Studi kasus makalah ini adalah mengenai peran UNSC ( United Nation Security Council )
berdasarkan Agenda Perdamaian dalam menyelesaikan konflik Libya. Dalam studi kasus ini
juga akan dibahas secara mendalam mengenai peran UNSC secara langsung maupun tidak
langsung. Studi kasus ini juga akan memperjelas signifikansi peran UNSC sebagai Organisasi
internasional sekaligus membuka fikiran kita untuk dapat melihat contoh nyata dari upaya
UNSC dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
Krisis yang terjadi di Libya dimulai pada 15 Februari di Benghazi dan menyebar ke Ibukota
Libya, Tripoli. Protes ini dipicu desakan untuk lengsernya Khadafi yang sudah berkuasa
selama empat dekade di Libya.[19] UNSC telah mengupayakan pemerintah Libya untuk
dapat bernegosiasi dengan para pemberontak. Hal ini merupakan sebuah upaya preventive
diplomacy. Preventive diplomacy merupakan langkah pertama untuk menyelesaikan konflik
secara damai dengan cara bernegosiasi agar konflik tidak semakin menyebar luas. Namun
pemimpin Libya Muammar Khadafi menolak untuk melakukan pembicaraan dengan
kelompok pemberontak yang menuntut pengunduran dirinya.[20] Penolakan yang dilakukan
oleh Khadafi tersebut menyebabkan upaya preventive diplomacy tidak dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik Libya. Sikap Khadafi yang tidak mau melakukan negosiasi serta
penderitaan yang diderita oleh warga sipil akibat genjatan senjata yang terus terjadi membuat
UNSC untuk segera bertindak karena Khadafi telah melanggar prinsip-prinsip kemanusian
dengan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1970.
UNSC kemudian melakukan upaya yang kedua sebagai bentuk tindak lanjut karena upaya
preventive diplomacy yang telah gagal. Peace enforcement merupakan pengiriman pasukan
perdamaian yang telah dipersenjatai dengan senjata-senjata berat untuk memukul mendur
kedua belah pihak yang bertikai. Pengiriman pasukan perdamaian dengan misi peace
enforcement dengan berdasar pada Resolusi 1970. UNSC meminta pemerintahan Khadafi
untuk menghentikan pertikaian yang telah membuat rakyatnya menderita. UNSC juga
meminta agar pemerintah Libya melindungi hak-hak warga sipil. Namun pemerintah Libya
tidak mengindahkan perintah dari Dewan Keamanan tersebut. Hal ini kemudian membuat
UNSC melakukan upaya peace making untuk mengajak kembali Khadafi dan pimpinan
pemberontak melakukan negosiasi. UNSC berusaha membawa kedua belah kubu yang
bertikai untuk menandatangi sebuah perjanjian perdamaian sekaligus mengirimkan pasukan
perdamaian untuk mengawasi pertikaian yang terjadi. Bentuk penyelesaian seperti ini
mencakup penyerahan persetujuan dan itikad untuk menyelesaikan masalah berdasarkan
berbagai kriteria keadilan.[21]
Namun UNSC gagal dalam menekan dua kubu yang bertikai tersebut untuk bernegosiasi. Hal
ini menyebabkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi besar yang kedua yang
disetujui pada tanggal 17 Maret 2011 yaitu dengan keluarnya Resolusi 1973. Hal ini adalah
suatu upaya peace keeping yaitu tindakan lebih lanjut apabila langkah sebelumnya gagal
dilakukan. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan cara mengirimkan pasukan perdamaian
untuk mengawasi jalannya gencatan senjata antara kedua kubu yang bertikai. Selain itu
fungsi pasukan perdamaian ini untuk melindungi warga sipil. Resolusi itu mendesak
diberlakukannya zona larangan terbang dan menerapkan tindakan terukur untuk melindungi
rakyat Libya, termasuk serangan udara. Resolusi tersebut didukung oleh Amerika Serikat
(AS), Inggris dan Prancis.[22]
Setelah akhir dari lengsernya Khadafi kemudian UNSC melakukan misi selanjutnya yaitu
Postconflict peace building dengan mengeluarkan Resolusi 2009. Resolusi ini mengusulkan
pembentukan satu misi PBB untuk membantu pemerintah sementara Libya dalam
menyelenggarakan pemilu dan menyusun satu konstitusi pasca jatuhnya Muammar Khadafi.
Setelah perundingan di antara 15 anggota Dewan Keamanan, ketentuan-ketentuan
ditambahkan pada rancangan resolusi semula. Resolusi lebih menempatkan tekanan pada hak
asasi manusia, perlunya melibatkan wanita dalam membuat keputusan dan melindungi para
migran Afrika yang diserang.
Resolusi 2009 ini juga akan mencabut pembekuan asset dan tindakan-tindakan lainnya
terhadap perusahaan National Oil Corporation and Zueitina Oil Company, dan memperlunak
sanksi-sanksi terhadap Bank Sentral, Libyan Arab Foreign Bank, Libyan Investment
Authority dan Libyan African Africa Investment Portofolio. Tetapi resolusi 2009 ini akan
mengizinkan pasokan-pasokan senjata dan bantuan teknik kepada pemerintah peralihan Libya
untuk keamanan para pejabat pemerintah dan perlindungan personil PBB, para pekerja media
dan bantuan di negara itu. Misi Dukungan PBB di Libya, UNSMIL akan dibentuk untuk tiga
bulan awal guna membantu apa yag ditekankan para diplomat dalam menjalankan operasi
politik. Hal ini merupakan Postconflict Buiding yang dilakukan oleh UNSC dalam
mendukung kemerdekaan Libya pasca jatuhnya Muamar Khadafi. UNSMIL yang dibentuk
oleh UNSC untuk melaksanakan pemerintahan sementara di Libya ini merupakan upaya
postconflict building yang dilakukan. UNSMIL juga mempunyai misi untuk membangun
kembali infrastruktur di Libya akibat perang terjadi antara kedua belah kubu yang bertikai.
UNSMIL juga mempunyai tugas untuk membangun kembali perokonomian, perpolitikan,
dan kehidupan sosial masyarakat Libya yang telah hancur. Tugas utama UNSMIL sebelum
menyerahkan pemerintahan Libya kepada pemerintahan baru yang dipilih melalui pemilu
adalah menciptakan UU atau landasan hukum untuk menciptakan perdamaian dan keamanan
di Libya.
Dari studi kasus diatas, penulis berusaha menjelaskan peran UNSC sebagai penjaga
perdamaian dan keamanan dunia secara nyata. Contoh kasus di Libya tersebut merupakan
penerapan dari An Agenda for Peace dengan menerapkan mekanisme-mekanisme
perdamaiannya.
3.1 Kesimpulan
Dewan Keamanan PBB (UNSC) mempunyai peran yang sangat signifikan dalam menjaga
perdamaian dan keamanan dunia seperti yang telah dimandatkan oleh PBB. Peran UNSC
dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia dengan banyak mekanisme perdamaian
yang kompleks dijalankan secara konsisten hingga saat ini. UNSC melalui negara-negara
anggota PBB atau melalui misi-misi perdamaiannya terus mengupayakan penyelesaian suatu
konflik atau masalah secara damai. UNSC juga dapat mengeluarkan resolusi untuk dapat
mencapai sebuah perdamaian dunia. Dewasa ini, juga muncul alternatif baru dalam dunia
internasional untuk menangani konflik yang terjadi dan mengupayakan penyelesaian konflik
secara damai. Alternatif-alternatif baru yang muncul ini juga memiliki fungsi yang sama
dengan agenda perdamaian yang digunakan UNSC.
Pada akhirnya, UNSC sebagai Organisasi Internasional yang bertanggung jawab terhadap
perdamaian dan keamanan dunia akan menggunakan segala bentuk mekanisme perdamaian
yang ada untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Kemudian, menciptakan perdamaian
dunia dengan menekankan pada hubungan multilateral lintas negara di dunia untuk
mendukung upaya menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
3.2 Saran
Penanganan konflik yang dilakukan oleh UNSC pada dasarnya sangat bagus dalam tataran
ideologis yaitu berlandaskan pada Piagam PBB serta An Agenda for Peace. Namun, pada
prakteknya kewenangan Dewan Keamanan PBB (UNSC) ini sering digunakan oleh negara-
negara super power untuk mencapai tujuan negaranya sendiri. Kontrol masyarakat
internasional maupun dunia internasional dalam menyingkapi hal ini sangat terbatas. Untuk
itu penulis mempunyai saran agar PBB juga mempunyai mekanisme yang dapat digunakan
oleh masyarakat internasional untuk ikut mengontrol peran negara-negara super power dalam
mengambil keputusannya. Sehingga penyimpangan-penyimpangan kekuasaan oleh negara-
negara super power tersebut tidak akan terjadi.
Ketika mekanisme ini telah ada, maka dunia ini akan berjalan selaras karena baik masyarakat
internasional maupun PBB serta negara-negara di dunia memiliki fungsi kontrol yang saling
berkaitan satu sama lain. Sehingga cita-cita PBB untuk menjaga perdamaian dan keamanan
dunia dapat benar-benar tercapai tanpa adanya manipulasi kepentingan pada setiap kebijakan
atau keputusan dalam tubuh PBB.
http://djangka.com/2013/01/16/peran-dewan-keamanan-pbb-united-nations-security-council-
studi-kasus-resolusi-konflik-libya/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam pergaulan internasional yang menyangkut hubungan antarnegara,banyak
sekali organisasi yang diadakan (dibentuk) oleh beberapa negara. Menurut
perkembangannya,organisasi internasional timbul pada tahun 1815 dan menjadi lembaga
hukum internasional sejak kongres wina. Organisasi internasional dibentuk dengan tujuan
agar terjadinya interaksi antarnegara. Salah satu dari bentuk organisasi internasional yang
paling berpengaruh dan paling besar adalah perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
PBB merupakan organisasi internasional yang memiliki tujuan utama
menciptakan dan memilihara perdamaian dunia. PBB adalah salah satunya lembaga dunia
yang memiliki peran komprehensif dalam menangani berbagai permasalahan dunia. PBB
menjadi ajang perjuangan negara-negara berkembang dalam membangun hubungan yang
lebih seimbang dengan negara-negara maju. Dapat dikatakan bahwa diplomasi tingkat tinggi
untuk menentukan masa depan dunia berlangsung di PBB.
PBB sebagai organisasi internasional memiliki peranan penting dalam mengatasi
masalah-masalah dunia,seperti konflik-konflik yang menimbulkan kerusuhan dan peperangan
antar anggota-anggota PBB. Sejak tahun 1992,PBB telah mengkompilasi mekanisme
penyelesaian sengketa secara damai sebagai upaya meningkatkan kepatuhan (compliance)
terhadap upaya internasional.
Dalam kondisi yang sedang bergejolak seperti saat ini,tampaknya fungsi dan
peranan PBB sangatlah dibutuhkan. PBB seharusnya dapat menjadi penyeimbang dan polisi
dunia untuk penyelesaian berbagai konflik didunia,namun peranan PBB saat ini dalam
mengatasi masalah sangat berlarut-larut,seperti penyelesaian persoalan israel-
palestina,membuat fungsi dan peranan PBB dipertanyakan. Hal inilah yang akan menjadi
pembahasan kelompok kami dalam menyusun makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH PBB
Berkecamuknya perang dunia II menunjukkan bahwa dunia sangat membutuhkan
suatu organisasi yang mampu mewujudkan perdamaian dunia dan juga diharapkan dapat
mengatasi terjadinya perang yang melanda dunia. Presiden AS franklin delano roosevelt dan
P.M inggris winston churchill memprakarsai pertemuan yang menghasilkan piagam atlantik
(atlantic charter) yang isinya :
a. Tidak melakukan perluasan wilayah diantara sesamanya
b. Menghormati hak setiap bangsa untuk memilih bentuk pemerintahan dan menentukan nasib
sendiri
c. Mengetahui hak semua negara untuk turut serta dalam perdagangan dunia
d. Mengusahakan terbentuknya perdamaian dunia dimana setiap bangsa berhak mendapatkan
kesempatan untuk hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan
e. Mengusahakan penyelesaian sengketa secara damai
b. Mengembangkan persahabatan antarbangsa atas dasar persaman dan hak menentukan nasib
sendiri dalam rangka memperkuat perdamaian dunia.
c. Mengembangkan kerjasama internasional dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan
ekonomi,sosial budaya,kemanusiaan,serta menghormati hak-hak asasi manusia tanpa
membede-bedakan suku,jenis kelamin,bahasa dan agama.
d. Menjadikan PBB sebagai pusat penyelesaian perselisihan-perselisihan internasional.
a. PBB mendasarkan diri pada prinsip persamaan kedaulatan bagi semua anggota.
b. Semua anggota PBB hendaknya menghormati perjanjian-perjanjian internasional.
c. Semua anggota PBB hendaknya dapat memecahkan perselisihan dengan cara damai agar
perdamaian,keamanan dan keadilan internasional tidak terancam.
d. Semua anggota PBB hendaknya menghormati integritas,wilayah,kemerdekaan politik,dan
sebagainya.
e. Semua anggota PBB memberikan bantuan kepada PBB bilamana PBB memerlukannya.
f. PBB mendesak negara-negara yang bukan anggota agar menghormati prinsip-prinsip dalam
piagam itu dalam rangka menegakkan perdamaian dan keamanan internasional.
g. PBB tidak mencampuri masalah-masalah dalam negeri suatu negara dan menghormati
keutuhan wilayah negara itu.
2.4 ALAT KELENGKAPAN PBB
Alat kelengkapan atau organ-organ utama PBB terdiri dari :
a. Majelis Umum (General Assembly)
Tugas dan kekuasaan majelis umum sangat luas,yaitu sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan perdamaian dan keamana internasional.
2. Berhubungan dengan kerjasama ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, dan
perikemanusiaan.
3. Berhubungan dengan perwakilan internasional termasuk daerah byang belum memliki
pemerintahan sendiri yang bukan daerah srtategis.
4. Berhubungan dengan keuangan.
5. Mengadakan perubahan piagam.
6. Memlih anggota tidak tetap dewan keamanan,ekonomi,dan sosial,dewan perwakilan,hakim
mahkama internasional,dan sebagainya.
f.sekretariat
tugas sekretaris jenderal adalah :
1. Menguru seluruh administrasi PBB
2. Mengagenda semua sidang PBB
3. Meminta dewan keamanan untuk mengambil tindakan bila terjadi peristiwa yang
mengancam
4. Menyampaikan laporan tahunan kepada majelis umum
5. Sekretaris jenderal pembantu(under secretary)
BAB III
PEMBAHASAN
Ketka kita berbicar tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar negeri yang
menghebohkan dunia,pasti pikiran kita langsung mengarah ke konflik ISRAEL-
PALESTINA. Bicara tentang konflik israel palestina langsung muncul reaksi yang
ditimbulkan orang-orang. Ada yang bersikap apatis atau tidak perduli terhadap masalah
kedua negara tersebut,tetapi mungkin ada juga yang menanggapinya dengan rasa perhatian
atau kasihan terhadapa warga di kedua negara tersebut. Mereka harus menjadi korban dari
peristiwa yang terjadi di negaranya.
Ada beberapa faktor yang menguatkan Israel mengklaim wilayah yang semula wilayah
Palestina, yaitu sebagai berikut :
1.Kitab Perjanjian Lama Bab Genesis 15:18 yang mengatakan: Pada hari ini Tuhan
membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, „Untuk keturunanmu Aku berikantanah
ini, dari Sungai Mesir hingga Sungai Besar Eufrat‟
2.Deklarasi Balfour pada bulan November 1917 M oleh Arthur James Balfour
yangsebelumnya atas kesepakata Sykes Picot
dan pembagian daerah kekuasaan di Timur Tengah dengan Prancis. Dalam deklarasi tersebut
dikatakan :
“ Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi
di Palestina, dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuanini,
setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-
hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak
dan status politik yang dinikmati oleh setiap bangsa Yahudi dinegara lain
3.Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947 M yang membagi Palestina menjaditiga
wilayah. Wilayah Palestina, Wilayah Israel dan Jerussalem sebagai zonainternasional.Hingga
sekarang ini, konflik masih terus berlanjut. Berikut adalah KronologiKonflik Israel-Palestina
Namun sebagai masyarakat diluar negara tersebut, adakah yang bisa menjamin itu
sebuah realita? Atau itu hanya sebuah propaganda yang dilakukan oleh suatu pihak untuk
mendapatkan suatu keuntungan? Bisa saja, keuntungan berupa bantuan persenjataan dan
boikot terhadap negara merupakan sebagian dari keuntungan yang bisa didapatkan.
Berdasarkan sejarah, tanah Palestina merupakan tanah yang didiami oleh warga
asli lalu didatangi oleh imigran yang semakin lama jumlahnya bertambah sehingga
menghasilkan situasi yang sama dengan suku asli Amerika (indian). Tidak heran mengapa
Palestina sampai membawa masalah ini ke PBB, mereka hanya ingin mempertahankan
wilayah asli mereka. Meski ditentang oleh pemerintah Israel, mantan Perdana mentri Israel,
Ehud Olmert mendukung upaya Palestina, karena Olmert tidak melihat adanya alasan untuk
menentang tindakan tersebut. Setelah PBB membuat keputusan ini, Olmert berpendapat
bahwa Israel harus terlibat dalam mengadakan negosiasi yang serius mengenai perbatasan
tertentu dan menyelesaikan isu-isu lainnya.
Berbicara mengenai penyelesaian konflik israel-palestina,ada salah satu penghambat
peran PBB dalam penyelesaian masalah tersebut,yakni terlalu besarnya dominasi amerika
serikat dalam masalah tersebut,bisa dilihat di media massa atau social media,amerika
membantu israel dalam konflik tersebut.
Alasan utama sangat jelas, karena Palestina adalah negara Islam dan Israel adalah negara
Yahudi. Sedangkan kebanyakan juga tahu bahwa petinggi-petinggi di Amerika adalah
Yahudi. Belum lagi para penyandang dana yang menyetir Amerika.PBB dalam hal ini hanya
berpangku tangan melihat kondisi ini karena besarnya pengaruh amerika sebagai negara
adiaya,selain itu ketika PBB mengeluarkan suatu peraturan atau keputusan maka amerika
selalu menolak keputusan tersebut sebagai negara yang memiliki hak veto di PBB.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Konflik Israel- Palestina merupakan konflik yang berlangsung begitu lama,
enam puluhan tahun konflik ini bergulir belum menemui titik terang. Kadangkala konflik
terjadi karena adanya ingatan kultural yaitu pemikiran yang diturunkan pada generasi ke
generasi dan terus menerus direproduksi disebabkan ketegangan di masa lampau yang
tidak terselesaikan.Bagi bangsa Yahudi, tanah merupakan hal yang cukup krusial.
Konflik Israel- Palestina seringkali digambarkan sebagai konflik Yahudi-Islam dan
bahkan salah satu Kota Suci Jerussalem pun di klaim oleh Yahudi sebagai wilayah yang
dijanjikan Tuhan pada mereka yang selama ini tertindas.israel menginginkan wilayah
palestina menjadi bagian dari negaranya. .Perkembangan situasi dan kondisi di kedua negara
saat ini mungkin tidak jauh berbeda dengan yang kemarin-kemarin, dan untuk solusinya
sendiri hanya dengan perdamaian dengan PBB dan dunia internasional sebagai mediatornya.
Peran PBB dalam mengatasi masalah tersebut kurang efektif karena berbagai alasan,salah
satunya peran PBB terutama dewan keamanan tergantung pada amerika serikat sebagai
negara adidaya.dan satuh yang lebih penting bahwa amerika yang diharapkan mampu
menyelesaikan masalah tersebut malah membantu israel dengan alasan yang mungkin bahwa
adanya kepedulian terhadap agama yang mereka anut.intinya bahwa PBB sebagai dewan
keamanan dunia hanya bisa berpangku tangan melihat masalah israel-palestina karena
diperalat ameika serikat.
4.2 SARAN
Untuk penyelesaian konflik israel-palestina maka saran dari kami :
1. Kedua negara harus mampu melakukan perdamaian dengan cara perundingan karena
sesungguhnya penyelesaian konflik bergantung pada pighak yang bertikai
2. Sebagai dewan keamanan,PBB harus mampu berbuat banyak untuk masalah tersebut,dengan
cara mengidentifikasi pokok permasalahan kedua negara sehingga tercapai perdamaian.
3. PBB harus memberikan sanksi kepada negara-negara tang ikut campur dalam masalah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://ir.binus.ac.id/2012/12/28/palestina-dan-keputusan-pbb/
http://www.academia.edu/4607419/Konflik_Israel-Palestina_Jalur_Gaza_dalam_persengketaan
http://id.scribd.com/doc/26777566/PANDANGAN-AMERIKA-SERIKAT-TERHADAP-
KEDUDUKANNYA-DI-SECURITY-COUNCIL-DAN-REFORMASI-PBB
http://digilib.uin-suka.ac.id/4256/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2336676-alasan-amerika-membela-
israel/#ixzz2tdXGoyxv
Hukum Internasional
Pengertian Sengketa Internasional adalah Pertikaian atau sengketa, keduanya adalah yang
dipergunakan secara bergantian dan merupakan terjemahan dari “dispute”. John G. Merrils
memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau
obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Karena itu,
sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara eksklusif melibatkan negara, dan
memiliki konsekuensi pada lingkup internasional Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar.Hukum
Internasional Kontemporer.Bandung:PT.RefikaAditama.hlm:224
Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara
mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-
kewajiban yang terdapat dalam perjanjian Huala Adolf.Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional.Jakarta:Sinar Grafika.hlm:2 . Sengketa antar negara internasional dapat merupakan
sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan
sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.
Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya: Boer Mauna2003.Pengertian,Peranan dan Fungsi
Hukum Internasional dalam era Dinamika Global.Bandung:PT.Alumni.hlm:188-189
1) Sengketa politik
Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas
pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak
bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian
politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul
tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus
mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil.
2) Sengketa hukum
Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum
internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang
memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya
berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.
“Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu sengketa yang terus menerus yang mungkin
membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus
mencari penyelesaian melalui negosiasi, penyidikan, dengan peraturan, konsiliasi, arbitrasi,
penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau perjanjian setempat, atau dengan cara
damai lain yang dipilih sendiri.”
Berdasarkan Piagam PBB tersebut diatas, maka penyelesaian sengketa secara damai dapat dibagi
menjadi 3:
a) Negosiasi
Menurut Huala Adolf, negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para
pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.
Dialog tersebut biasanya lebih banyak diwarnai pertimbangan politis atau argumen hukum. Namun
demikian, dalam proses negosiasi atau dialog tersebut, adakalanya argumen-argumen hukum cukup
banyak berfungsi memperkuat kedudukan para pihak. Manakala proses ini berhasil, hasilnya
biasanya dituangkan dalam suatu dokumen yang memberinya kekuatan hukum. Misalnya hasil
kesepakatan negosiasi yang dituangkan dalam bentuk suatu dokumen perjanjian perdamaian. Huala
Adolf,Op.Cit.hlm:26-27
b.Konsiliasi
Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of
International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu
metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-
pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian
pertikaian. Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar.Op.Cit.hlm:229
c. Mediasi
Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara
sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan
proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada
pihak lainJ.GMerrills.Penyelesaian Sengketa Internasional.Terjemahan Achmad Fauzan(Internasional Dispute
Settlement).Bandung:Trasito.hlm:21.
Menurut Huala Adolf, S.H ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan
keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Preventive Diplomacy
Adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak,
mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini
dapat dilakukan oleh sekjen PBB, DK, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi
internasional bekerja sama dengan PBB.
2. Peace Making
Adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat,
khususnya melalui cara-cara damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB
dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian.
3. Peace Keeping
Adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian
dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan
personel militer, polisi PBB, dan personel sipil.
4. Peace Building
Adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna
memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah
kembali menjadi konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerja sama konkret yang
menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka.
Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang
dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya
suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam
menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik,
atau militer.
Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan
PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi
penengah Loekito Santoso.1986.Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang (Penjelajah
Polemologik).Jakarta:UI Pres.hlm:29
a) Arbitrase internasional
Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Pengaturan
arbitrase baru mulai pada tahun 1794, yakni ketika ditetapkan Perjanjian (internasional) Jay antara
Amerika Serikat dan Inggris. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara
mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak
yyang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebutF.S ugeng Istanto.Hukum
Internasional.Yogyakarta:Universitas Atmadjaya Yogyakarta.hlm:92.
Arbitrase bisa mendasarkan keputusannya pada ketentuan hukum atau juga mendasarkan pada
kepantasan dan kebaikan. Pihak yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan ini disebut
arbitator, yang bisa dibentuk berdasarkan persetujuan khusus dari pihak-pihak yang bersengketa
atau melalui perjanjian arbitrase yang ada. Kesepakatan arbitrase lazim disebut
compromis. Soemaryo Suryokusumo.OpCit.hlm :10
b) Pengadilan internasional
Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh
badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat
dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang
dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan
oleh badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.
Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat
dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan
memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang
susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah
menerima yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan Rebecca M.M.Wallace.Hukum
Internasional,terjemahan Bambang Arumnadi (International Law).Semarang:IKIP Semarang.hlm:281
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
4. Mediation (mediasi)
Pihak ketiga campur tangn untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang
bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif.
5. Consiliation (Konsiliasi)
Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi.
6. Arbitration (arbitrasi)
Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan
penyelesain sengketa melalui pengadilan.
8. Badan-badan regional
Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri.
Tujuan PBB sebagaimana diatur dalam pasal 1 Piagam PBB adalah memelihara perdamaian
dan keamanan dunia, mengembangkan hubungan persahabatan di antara negara-negara,
mewujudkan kerjasama internasional dalam mencegahkan masalah ekonomi, social, budaya atau
yang bersifat kemanusiaan dan meningkatkan penghargaan pada hak asasi manusia dan menjadi
pusat penyelarasan tindakan negara-negara dalam mencapai tujuan ini.
Dewan keamanan, majelis umum dan sekretariat PBB adalah organ PBB yang berperan
penting dalam menyelesaikan masalah persengketaaan internasional secara damai.
Wewenang Dewan Keamanan salah satunya adalah mempertimbangkan suatu masalah atas
permintaan Majelis umum, suatu negara anggota atau sekretaris jenderal. Dewan Keamanan juga
mempunyai wewenang untuk memungut suara terbanyak untuk memutuskan apakah untuk
menempatkan masalah tertentu pada agendanya, dan juga berwenang untuk mempertimbangkan
suatu sengketa.
Majelis Umum berwenang untuk membicarakan dan merekomendasi hal yang luas,
kemudian membicarakan meliputi segala soal atau hal yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam.
Dewan keamanan dan majelis umum menjalankan kewenangan yang ekstensif untuk membuat
rekomendasi mengenai penyelesaian masalah yang terjadi diantara para pihak yang bersengketa.
Aktivitas lain yang melibatka Dewan Keamanan dan Majelis Umum secara ekstensif ialah penemuan
fakta dan dalam berbagai kesempatan kedua badan tersebut telah menjalankan wewenangnya
untuk membentuk organ tambahan untuk tujuan ini.
Penyelesaian sengketa melalui PBB dapat dilakukan dengan cara penyelidikan, dimana
Dewan Keamanan PBB membentuk tim pencari fakta untuk melakukan penyelidikan, misalnya dalam
perang Iraq-Iran. Dalam perang tersebut Dewan Keamanan PBB mengirim komisi penyelidik yang
dipimpin oleh Sekjen PBB dalam tahun 1987. PBB juga dapat membantu para pihak yang
bersengketa dengan cara negosiasi, misalnya dalam kasus Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan
Malaysia.
6:20 PM
Tugas
Selamat malam readers!!! Kali ini Sang Cacing akan berbagi contoh-contoh sengketa internasional.
Ini sebenarnya tugas waktu kelas 2 semester 2. Nah aku share ke blog kali aja ada yang
membutuhkan.Semua contoh-contoh ini aku rangkumkan dari google. Maaf jika kurang lengkap yaaa.
^_^
1. Sengketa Internasional antara Jepang Dan Korea
Penyebab :
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu.
Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang
kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara
resmi
Penyelesaian :
China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut. Sampai saat ini permasalahan ini
belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan
menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada
penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari
negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang
belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan
median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat
menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi
equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan
bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya
akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan
memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua
negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk
membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-
Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional.
Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
Penyebab :
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan
Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan
ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait
serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas
Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan
perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan
Usmaniyah Turki.
Penyelesaian:
Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak
mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara
Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari
1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
Penyebab :
Klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh
Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara KesatuanRepublik Indonesia pada
tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di
perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor
Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste.
Penyelesaian :
Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk
dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa
ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara
Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa
ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang
memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya
terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor
Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan
penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang
belum disepakati warga dari kedua negara yakni:
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai
terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubahSelain itu, ternak milik
warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena
melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah
ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
Sengketa Sengketa Kuil Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik berdarah antara
Thailand dan Kamboja. Konflik akibat sengketa kuil tersebut kembali pecah pada 22 April lalu.
Pemerintah Kamboja dan Thailand mengklaim bahwa kuil tersebut milik kedua negara. Pada tahun
1962, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu milik
Kamboja. Namun gerbang utama candi tersebut berada di wilayah Thailand. Hingga kini, masih tetap
terjadi baku tembak di perbatasan dekat candi antara kedua belah pihak, sampa saat ini 18 Prajurit
kedua belah pihak dinyatakan tewas dan memicu lebih dari 50 ribu warga dievakuasi ke pusat-pusat
pengungsian.
Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali menarik pelatuk
senjata. Menurut Pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika pasukan Kamboja menembaki pihak
Thailand. Sedangkan menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan
menyerang pos militer kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang
berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua candi yang diklaim
milik Kamboja.
Penyelesaian :
Indonesia sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut andil dalam
upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh Kamboja yang
menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari Indonesia untuk mengawasi gencatan senjata.
Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang mengatakan bahwa permasalahan perbatasan
seharusnya adalah masalah bilateral dan tidak melibatkan pihak ketiga.
Konflik Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan KTT ASEAN ke-
18 di Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan
apapun. Hal ini dikarenakan Thailand menolak tiga permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi
perbatasan.
Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah diadakannya kembali pertemuan
pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border Commission (JBC) di Indonesia. Indonesia
dipilih sebagai tempat pertemuan JBC karena Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat
oleh Dewan Keamanan PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak
hal ini. Mereka menginginkan JBC hanya dilakukan oleh kedua negara (Kamboja dan Thailand),
tanpa peran Indonesia.
Tuntutan lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23 titik
perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan dilakukannya foto pemetaan wilayah untuk
mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka
harus terlebih dahulu mengajukan hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand
berprinsip, tuntutan baru dapat dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain, Kamboja
menilai permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan bertele-
tele. Menurut Kamboja, itulah sebabnya hingga kini perundingan perbatasan antarkedua negara tidak
pernah rampung. Kamboja pun menuduh Thailand tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam
berunding.
Penyebab :
Dimulai setelah perang dunia kedua. ketika masyarakat israel (yahudi) berpikir untuk
memiliki negara sendiri. (menurut sejarah mereka keluar dari tanah israel setelah perang salib karena
dituduh pro-kristen oleh tentara islam, yang kemudian ditinggali oleh orang-orang filistin atau
palestine).Pikiran berbentuk zionisme yang didorong oleh genosida oleh NAZI pada perang dunia
kedua. pilihan letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada saat itu merupakan
tanah jajahan inggris. karena secara leluhur mereka memilikinya tapi juga secara religius beberapa
tempat keagamaan Yahudi ada disana.Meskipun tidak secara terbuka, negara-negara barat setuju dan
mendukung(alasannya karena sebelum orang palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik israel).
sebaliknya negara-negara arab berargumen bahwa adalah karena jerman yang melakukan genosida
maka tanah jermanlah yang harus disisihkan untuk dijadikan negara yahudi. Dibalik semua intrik
politik dan keuntungan dan kerugian politik, strategis , dll. inggris secara sukarela mundur dari negara
dan memberikan siapa saja untuk mengklaimnya. berhubung israel lebih siap maka mereka lebih
dahulu memproklamasikan negara.
Sebaliknya orang-orang palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima mejadi
bagian negara Yahudi (dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang Muslim),
sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang palestina sebagai ancaman dalam negeri, begitu juga
dengan bangsa palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru. Hasilnya perang dan konflik
yang telah berbelit-belit. yang sebenarnya adalah urusan antara dua negara/bangsa menjadi konflik
antara agama (Yahudi vs. Islam) belum lagi stabilitas kawasan timur tengah dan ikut campur Amerika
dengan kebijakan MINYAK mereka. Sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.
6. Sengketa Internasional antara Georgia , Republik Abkhazia dan Republik Ossetia Selatan
Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah dua negara republik pecahan Georgia di Kaukasus.
Keduanya telah berupaya melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920-an. Setelah Revolusi Rusia
tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan ditetapkan sebagai dua republik otonom yang merupakan
bagian dari Georgia dan termasuk di dalam wilayah Uni Soviet. Namun setelah perang tahun 1920-an,
Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan 1922. Masalah
kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan Georgia mendeklarasikan
independensinya yang akhirnya berujung pada perang di tahun 1992 dan 2008. Rusia pada akhirnya
mengakui kedua republik tersebut sebagai negara yang terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni
Eropa dan NATO menolak mengakui kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
7. Sengketa Internasional antara Republik Serbia dan Republik Kosovo
Keruntuhan negara sosialis di tahun 1990-an juga berpengaruh pada Yugoslavia. Pada masa
keruntuhan Yugoslavia, terbentuk lima negara baru; Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia,
Slovenia, dan Republik Federasi Yugoslavia yang menaungi daerah otonomi Kosovo. Pada tahun
1998-1999 pecah perang ketika "Kosovo Liberation Army" menuntut kemerdekaan dari RF
Yugoslavia. Setelah perang berakhir, RF Yugoslavia melepas semua klaimnya atas Kosovo dan
menerimanya sebagai wilayah yang diawasi PBB. Pada tahun 2006, RF Yugoslavia pecah menjadi
Serbia dan Montenegro, sementara Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 17
Februari 2008 dengan memilih Pristina sebagai ibukota. Kosovo diakui secara resmi sebagai sebuah
negara oleh 80 negara anggota PBB plus Taiwan. Meski telah menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,
status Kosovo sampai saat ini masih belum diakui sebagai negara berdaulat secara sepenuhnya.
Sahara Barat berada di wilayah Afrika yang dikelilingi Maroko, Algeria, dan Mauritania.
Wilayahnya sebagian besar terdiri atas padang pasir sehingga populasinya pun hanya sekitar 500 ribu
penduduk yang sebagian besar tinggal di kota. Pada awalnya, Sahara Barat berada di bawah
kekuasaan Imperium Spanyol. Namun setelah Kesepakatan Madrid pada tahun 1975, ketika Spanyol
sepakat untuk mengakhiri keberadaannya di wilayah itu, Sahara Barat diklaim oleh Maroko dan
Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Sebanyak 20-25% wilayah Sahara Barat berada di
bawah kekuasaan RDAS sementara Maroko mengontrol selebihnya. Kekuasaan RDAS diakui oleh 58
provinsi sedangkan 22 provinsi lain menarik dukungan meerka dan 12 lainnya baru akan menentukan
sikap setelah referendum PBB. Namun hingga saat ini, PBB tidak mengakui Sahara Barat sebagai
negara berdaulat di bawah pemerintahan RDAS.
Wilayah Gibraltar telah jadi sengketa sejak bertahun-tahun lalu. Posisinya yang strategis di
Selat Gibraltar memungkinkan akses ke Laut Tengah dan Suez, yang merupakan jalur penting
pelayaran dan perdagangan internasional. Saat ini, kendali militer selat itu dipegang oleh Inggris dan
Maroko meskipun Spanyol memiliki pangkalan militer yang cukup besar di area yang sama. Awalnya,
Gibraltar dikuasai oleh kekuatan Anglo-Belanda pada tahun 1704. Kemudian pada tahun 1713
Spanyol menyerahkannya pada Inggris melalui Perjanjian Utrecht. Sejak itu, Spanyol tiga kali
berusaha mengambil alih kembali Gibraltar namun tidak berhasil. Referendum yang diadakan pada
1967 dan 2002 yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah itu ke Spanyol, justru menghasilkan
sebaliknya, 99% penduduk memilih untuk tetap berada di bawah kekuasaan Inggris. Memang tidak
ada ketegangan berarti antara Spanyol dan Inggris terkait klaim wilayah ini, namun Spanyol tetap
tidak mau melepaskan kekuasaan politiknya atas Gibraltar.
Kepulauan ini terkait erat dengan Kepualaun Falkland yang juga menjadi sumber keretakan
hubungan Argentina dan Inggris. Sejak James Cook mendarat di Georgia Selatan pada tahun 1775 dan
Kepulauan Sandwich pada tahun 1908, Inggris menganeksasi keduanya pada 1908. Sedangkan
Argentina mengklaim kekuasaannya berdasarkan keberadaan perusahaan penangkapan paus yang
mulai beroperasi tahun 1908 di Georgia Selatan, namun telah menandatangani perjanjian sewa kepada
pemerintah Kepulauan Falkland sejak tahun 1906. Pada tahun 1985, Georgia Selatan dan Kepualauan
Sandwich Selatan resmi menjadi wilayah luar negeri Inggris. Namun Argentina tetap melanjutkan
klaim kedaulatannya atas kedua wilayah kepualauan itu. Perkembangan terbaru pada tahun 2010,
Presiden Venezuela, Hugo Chavez, menelpon Ratu Elizabeth II untuk menyerahkan Georgia Selatan
dan Kepulauan Falkland kepada Argentina.
11. Sengketa Internasional antara Pemerintah Adminsitrasi Tibet dan Republik Rakyat China
Sejarah kedaulatan Tibet terentang panjang sejak abad 13. Secara hukum, pemerintah
Republik Rakyat China (RRC) melihat Tibet sebagai bagian tak terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Fakta
ini didukung peta kuno dan negara-negara lain sehingga menjadikan Tibet sebagai wilayah otonom
China. Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Perancis serta banyak negara lain mengakui Tibet
sebagai bagian dari China. Akar konflik yang terus berlanjut hingga saat ini terjadi saat Invasi China
ke Tibet pada tahun 1950, ketika pemerintahan baru komunis memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah
China" sehingga menimbulkan pecahnya perang. Setalah perang berakhir, Pemerintah Administrasi
Tibet (PAT), yang diwakili Dalai Lama, menyerahkan Tibet kepada China dengan 17 poin
kesepakatan. Namun, delegasi Tibet dipaksa menandatangani kesepakatan tersebut. Hingga saat ini
PAT berada di pengasingan di India dan tidak ada tanda-tanda Tibet akan memperoleh
kemerdekaannya.
12. Sengketa Internasional antara Republik Siprus dan Republik Turki Siprus Utara
Siprus merupakan kelanjutan konflik Yunani dan Turki di era modern. Konflik kedua negara
sendiri telah berlangsung selama berabad-abad. "Kepemilikan" Siprus selalu berpindah tangan antara
Turki dan Inggris sepanjang sejarah sejak pertama kali dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman. Diantara
penguasaan kedua negara tersebut, muncul pula beberapa kali pemberontakan yang mendukung
kedaulatan penuh dari salah satu negara. Salah satunya dilakukan kelompok perlawanan Siprus Turki
EOKA yang menginginkan penyatuan Siprus dengan Turki. Dari sekian lama pergolakan yang masih
terjadi hingga sekarang, Turki menguasai 37% bagian utara pulau tersebut dan mengklaim secara de
facto berdirinya Republik Turki Siprus Utara. Meski begitu, pertempuran antara Yunani dan Siprus
Turki masih jadi pemandangan harian hingga saat ini. Inggris, Yunani, dan Turki pun harus meminta
NATO untuk turut menjaga perdamaian. Sementara di sisi lain, hanya Turki yang mengakui Republik
Turki Siprus Utara sebagai sebuah negara dan sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pulau tersebut
akan bersatu dalam sebuah negara utuh.
13. Sengketa Internasional antara Republik Rakyat China dan Republik China (Taiwan)