Anda di halaman 1dari 49

A.

Sejarah PBB
PBB adalah suatu sebutan yang diciptakan oleh mendiang Presiden Franklin
D.Resolvelt. Sebutan pertama kali digunakan dalam pernyataan PBB pada tanggal 1
Januari 1942, yakni ketika wakil-wakil dari dua puluh enam bangsa-bangsa
mengemukakan jaminan pemerintah-pemerintah mereka untuk meneruskan
peperangan bersama melawan Poros.

Persatuan Bangsa-bangsa menurut catatan sejarah secara resmi didirikan


sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Oktober 1945. Para wakil
dari negara-negara Sekutu pada Perang Dunia Kedua, yaitu AS, Soviet, Inggris, dan
Perancis, dalam perundingan-perundingan selama perang tersebut telah memulai
persiapan pendirian PBB ini. Akhirnya, dalam konferensi di San Fransisko, Amerika,
para wakil dari 50 negara-negara dunia menandatangani piagam pembentukan PBB.
Tujuan utama didirikannya PBB, seperti yang disinggung dalam piagam PBB, adalah
untuk menjaga perdamaian di dunia, mengembangkan hubungan persahabatan
antar bangsa, memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai
masalah ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas
Hak Asasi Manusia dan kebebasan.

Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut
dipuji. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan
Keamanan, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan
Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah
kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi
forum seluruh anggota PBB justeru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding
dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat
keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes
dari banyak negara anggotanya.

Piagam PBB adalah konstitusi PBB. Ia ditanda tangani di San Francisco pada
tanggal 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku
pada 24 Oktober 1945 setelah ditandatangani oleh lima anggota pendirinya-
Republik China (Taiwan), Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat -dan
mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah
perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain
itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB
mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh AS pada
8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung
dengan PBB. Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara
yang bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan
kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional,
kecuali Vatikan.
B. Tujuan dan Asas PBB
Tujuan PBB :
• Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
• Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas
persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan
dalam negeri negara lain.
• Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah
ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
• Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya
peperangan.
• Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan
fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
• Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang
harmonis untuk mencapai tujuan PBB.

Asas PBB :
• Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
• Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
• Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
• Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan
Piagam PBB.
• PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.

C. Sengketa Hukum dan Sengketa Politik


Dalam studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa
internasional, yaitu sengketa hukum dan sengketa politik. Sebetulnya tidak ada
kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai pengertian kedua istilah
tersebut. Namun ada tiga doktrin penting yang berkembang dalam hukum
internasional.

1. Pendapat Friedman
Pendapat pertama adalah pendapat yang dikemukakan oleh golongan sarjana
hukum internasional Amerika Serikat dengan pemukanya Professor Wolfgang
Friedmann. Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian
tersebut, namun pembedaannya dapat tampak pada konsepsi sengketanya.
Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut.
a) Sengketa hukum adalah perselisihan-perselisihan antara negara yang mampu
diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum
yang ada atau yang sudah pasti;
b) Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang sifatnya mempengaruhi
kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau
kepentingan-kepentingan penting lainnya dari suatu negara;
c) Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hokum internasional yang ada
cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antara
negara dengan perkembangan progresif hubungan-hubungan internasional;
d) Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang berkaitan dengan persengketaan
hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu
perubahan atas suatu hukum yang telah ada.

2. Pendapat Waldock
Pendapat kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional
dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian
sengketa tahun 1963. Kelompok studi ini yang diketuai oleh Sir Humprey Waldock
menerbitkan laporannya yang
sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang
penyelesaian sengketa internasional.
Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu
sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang
bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum,
maka sengketa tersebut adalah
sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak
membutuhkan patokan-patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum
internasional, misalnya soal perlucutan senjata, maka sengketa tersebut adalah
sengketa politik.

3. Pendapat Jalan Tengah ( Oppeinheim-Kelsen)


Pendapat ketiga adalah golongan yang penulis sebut sebagai pendapat jalan
tengah. Mereka adalah sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana
Eropa (seperti de Visscher, Geamanu, Oppenheim) dan Amerika Serikat (seperti
Hans Kelsen).
Menurut Oppenheim dan Kelsen, pembedaan antara sengketa politis dan
hukum tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria obyektif yang
mendasarinya. Menurut mereka setiap sengketa memiliki aspek-aspek politis dan
hukumnya. Sengketa-sengketa tersebut biasanya terkait antar negara yang
berdaulat. Sengketa-sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum mungkin saja
tersangkut di dalamnya kepentingan poliitis yang tinggi dari negara-negara yang
bersangkutan. Begitu pula sebaliknya. Sengketa-sengketa yang dianggap memiliki
sifat politis, mungkin saja di dalamnya sebenarnya penerapan prinsip-prinsip atau
aturan-aturan hukum internasional dimungkinkan.

D. Penyelesaian Sengketa Internasional


Seperti termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama PBB adalah
menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. PBB juga mendorong agar
sengketa-sengketa diselesaikan melalui cara-cara penyelesaian secara damai.

Cara – Cara damai tersebut adalah :


· Negosiasi
· Pencarian Fakta
· Jasa - jasa Baik
· Mediasi
· Konsiliasi
· Arbitrase
· Pengadilan Internasional

Cara – cara penyelesaian diatas dapat dikelompokkan lagi kedalam dua bagian,
yaitu :

1. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Hukum


· Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan
arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam
menyelesaikan sengketasengketa internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan
pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa
yang telah lahir; atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu
perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire). Orang yang dipilih
melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter (Indonesia).
Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak.
Biasanya arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok
sengketa serta disyaratkan netral. Ia tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia
menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur, pimpinan perusahaan (manajer),
ahli asuransi, ahli perbankan, dll.
Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of
reference atau 'aturan permainan' (hukum acara) yang menjadi patokan kerja
mereka. Biasanya dokumen ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan,
kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan (acara) sidang arbitrase sudah
tentu muatan terms of reference tersebut harus disepakati oleh para pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat.
Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun
penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague
Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1989 dan
1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent
Court of Arbitration.

· Pengadilan Internasional
Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara
tersebut di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh
apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen
dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan
internasional permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of
Justice).
Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan
pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama
dalam kerangka suatu organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini
berfungsi cukup penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari
perjanjian-perjanjian ekonomi internasional.

2. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik


· Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling
penting dan banyak ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa
internasional.2 Praktek negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih
cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk
menyelesaikan sengketanya.
Segi positif dari negosiasi ini adalah:
1. Para pihak sendiri yang melakukan perundingan (negosiasi) secara langsung
dengan pihak lainnya;
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara
negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan-tekanan politik di dalam
negeri;
5. Dalam negosiasi para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima
dan memuaskan para pihak sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi
diupayakan kedua belah pihak menang.
6. Negosiasi dimungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahp penyelesaian sengketa
dalam setiap bentuknya, apakah negosiasi secara tertulis, lisan, bilateral,
multilateral, dan lain – lain.

· Pencarian Fakta
Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen
untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan utamanya
adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang
ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian, diharapkan proses
penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat segera diselesaikan.
Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya ini adalah
untuk :
1. Untuk membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara;
2. Untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional; dan
3. Untuk memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional
(Pasal 34 Piagam PBB).12 Misalnya saja pembentukan UNSCOM (United Nations
Special Commission) yang dikirim ke wilayah Irak untuk memeriksa ada tidaknya
senjata pemusnah massal.

· Jasa Baik
Secara singkat, jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian dengan keikutsertaan
dan jasa pihak ke-3 dalam suatu sengketa. Tujuan jasa baik ini adalah agar tetap
terjamin adanya kontak langsung di antara para pihak. Tugas yang diembannya
adalah mempertemukan para pihak yang berseng keta agar mereka mau berunding.
Cara ini biasanya bermanfaat manakala para pihak tidak mempunyai hubungan
diplomatik atau hubungan diplomatik mereka telah berakhir. Pihak ketiga ini bisa
negara, orang perorangan, seperti mantan kepala negara, atau suatu organisasi,
lembaga atau badan, misalnya Dewan Keamanan PBB.

· Mediasi
Sama halnya dengan jasa-jasa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan
pihak ketiga yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya adalah
untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para
pihak. Mediator bisa negara, individu, organisasi internasional, dll. Para mediator
ini dapat bertindak alas inisiatifnya sendiri untuk menawarkan jasanya sebagai
mediator. Atau, mediator dapat menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya
atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam
hal ini, kesepakatan atau konsensus dari para pihak untuk dapat berfungsinya
mediator merupakan prasyarat utama.Dalam menjalankan fungsinya, mediator
tidak tunduk kepada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan
bagaimana proses penyelesaian sengketanya berlangsung.

· Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak
ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi
tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk
menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak.
Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak.

E. Peran PBB dalam Penyelesaian Sengketa Internasional


Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, PBB
memiliki empat kelompok tindakan. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu
sengketa di antara para pihak, mencegah meluaskan suatu sengketa atau
membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB,
Dewan Keamanan, Majelis Umum atau oleh organisasi-organisasi regional dengan
bekerja sama dengan PBB. Misalnya adalah upaya yang dilakukan Sekjen PBB Kofi
Anan dalam upayanya mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa
terbuka mengenai keengganan Irak untuk mengijinkan UNSCOM memeriksa dugaan
adanya senjata biologi atau pemusnah massal yang disembunyikan di wilayah Irak.

2. Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa
untuk sepakat, khususnya melalui cara-cara damai. Tujuan PBB dalam hal ini
berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Diantara dua
tugas ini terdapat kewajiban untuk mencoba membawa para pihak yang
bersengketa agar tercapai kesepakatan dengan cara-cara damai.

3. Peace Keeping
Peace Keeping adalah mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan
perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Bisanya PBB
mengirimkan personil militer, polisi PBB dan juga personal sipil. Meskipun sifatnya
militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan bersenjata (angkatan
perang). Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik
maupun untuk menciptakan perdamaian. Peace Keeping merupakan “penemuan”
PBB. Sejak pertama kali dibentuk, peace keeping telah menciptakan stabilitas yang
berarti di berbagai wilayah konflik.Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk
26 kali operasi Peace Keeping. Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar
528.000 personil militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya di
bawah bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43 negara
telah tewas dalam tugasnya.

4. Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung
struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu
konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Peace Building
lahir setelah berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek-proyek kerja
sama yang konkrit yang menghubungkan dua atau lebih negara yang
menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tidak saja menyumbang
pembangunan, ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang
merupakan syarat fundamental bagi perdamaian.

5. Peace Enforcement
Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Maksud istilah ini adalah
wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu
tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu
tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, dengan mendasarkan pada pasal 41
Piagam (Bab VII), Dewan berwenang untuk memutuskan penerapan sanksi ekonomi,
politik atau militer. Bab VII yang membawahi pasal 41 Piagam ini dikenal pula
sebagai "gigi-nya PBB" ("the teeth of the United Nations"). Contoh penerapan
sanksi ini misalnya saja putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977.
Putusan ini mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab
VII Piagam sehubungan dengan kebijakan negara tersebut yang menduduki Namibia

Organ-organ utama PBB berdasarkan Bab III (Pasal 7 ayat 1) Piagam PBB yakni
Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat, Mahkamah Internasional,
ECOSOC, dan Dewan Perwalian (Saat Ini Tidak Akfif). Organ-organ ini berperan
penting dalam melaksanakan tujuan dan prinsip-prinsip PBB, terutama dalam
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk tujuan tersebut,
organ-organ tersebut berperan dalam mengupayakan penyelesaian sengketa
internasional secara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hokum
internasional. Berikut adalah organ-organ PBB yang berperan agak lebih menonjol
(aktif) dalam penyelesaian sengketa tersebut. Organ-organ yang akan diuraikan
adalah Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat (i.e., Sekretaris-Jenderal),
dan Mahkamah Internasional.

· Dewan Keamanan
Dewan Keamanan (‘Dewan’) adalah salah satu dari enam organ utama PBB.
Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada
Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan
tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB (Pasal 24 Piagam).
Pasal 38 Piagam memberikan wewenang kepada Dewan dalam hal menangani
sengketa. Berdasarkan pasal ini, jika semua pihak yang bersengketa
menghendakinya, Dewan dapat membuat rekomendasi atau anjuran kepada para
pihak dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai.
a. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Secara Negosiasi.
(1) Sengketa Iran – Uni Sovyet (1946).
Pada bulan Januari 1946, Iran mengadukan kepada Dewan bahwa kehadiran
tentara Uni Sovyet di wilayahnya telah mengancam perdamaian. Dalam sengketa in
Dewan berhasil membujuk kedua pihak untuk berunding dan meminta para pihak
untuk melaporkan hasil
perundingan mereka kepada Dewan. Bulan Mei 1946, Iran melapor Dewan
Keamanan bahwa Uni Sovyet telah menarik pasukannya dari Iran.

(2) Sengketa Yunani – Turki (1976).


Sengketa kedua negara menyangkut status laut Aegea. Dewan dalam
menanganinya mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No 395 (1976). Resolusi ini
menyerukan kedua pihak untuk bernegosiasi ('to resume direct negotiations over
their difference'). Dewan menyerukan pula mereka untuk berusaha sebisa mungkin
untuk mencapai penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
('to do everything within their power to ensure that this result in mutually
acceptable solutions.').

(3) Sengketa Lainnya


Contoh lain di mana Dewan Keamanan meminta para pihak untuk
menyelesaikan secara negosiasi tampak pada sengketa perbatasan antara Yaman
dan the Federation of South Africa (1966), situasi Sahara Barat (1975), sengketa
penyanderaan warga Amerika Serikat
di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands (Malvinas) 1982, Sengketa Iran-Irak
(1987), dll.

b. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Melalui Mediasi


(1) Sengketa Timur Tengah (1967)
Sengketa Timur Tengah tahun 1967 merupakan contoh peran Dewan Keamanan
dalam menghadapi sengketa atau situasi yang dapat mengakibatkan friksi-friksi
internasional. Perannya di sini adalah pelaksanaan dari Bab VI Piagam. Dalam
menghadapi sengketa Timur Tengah ini, Dewan mengeluarkan Resolusi No 242
(1967) yang berisi:
a.kerangka usulan penyelesaian; dan
b. meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk seorang perwakilan khusus
(Special Representatives).

Perwakilan ini ditugaskan ke Timur Tengah guna menciptakan dan memelihara


hubungan (kontak) dengan negara-negara yang bersengketa. Tujuan dari
permintaan Dewan Keamanan ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan
membantu upaya-upaya pencapaian penyelesaian yang damai dan dapat diterima
para pihak atas dasar prinsip-prinsip yang tertuang dalam resolusi.
c. Dewan Keamanan Mengusulkan Penyelesaian Melalui Jasa-jasa Baik
(1). Sengketa Republik Indonesia - Belanda (1947)
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu badan yaitu Committee
of Good Offices yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Badan ini
bertugas mengembalikan upaya negosiasi mengenai kemerdekaan RI dan
mengawasi pelaksanaan penghentian pertikaian senjata antara kedua negara.
Beberapa sengketa berikut adalah contoh-contoh upaya Dewan Keamanan lainnya
yang meminta Sekjen PBB untuk menggunakan jasa baiknya guna mencapai
penyelesaian sengketa secara damai: Sengketa
perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Arabia (1966), sengketa
India Pakistan (1971), sengketa di Siprus (1975), penyanderaan warga AS di Iran
(1979), sengketa kepulauan Falklands (Malvinas) (1982). Dalam sengketa
perbatasan Iran-Irak (1974), Dewan Keamanan mendukung usaha dan tawaran jasa
baik Sekretaris Jenderal. Dewan juga menganjurkan Irak-Iran untuk bekerjasama
dengan Sekjen sampai mencapai penyelesaian komprehensif, adil dan terhormat,
serta dapat diterima oleh kedua belah pihak sesuai dengan prinsip-prinsip
Piagam PBB

d. Dewan Keamanan Mengusulkan Pencarian Fakta/Penyelidikan


Dewan Keamanan telah pula menempuh upaya pencarian fakta dalam
upayanya menyelesaikan sengketa (Pasal 43 Piagam) melalui suatu badan khusus.
Biasanya tujuan pembentukan badan khusus ini adalah untuk menyelidiki bukti-
bukti di tempat kejadian mengenai insiden atau sengketa yang ditangani Dewan.
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu Consular Commission dan
kemudian membentuk suatu Committee of Good Offices. Komisi ini bertugas
menyelidiki sengketa antara Indonesia dan Belanda. Dalam sengketa India -
Pakistan mengenai Kashmir, Dewan membentuk Komisi PBB yang terdiri dari 5
orang untuk menyelidiki sengketa tersebut dan kemudian menunjuk seorang
perwakilan PBB (United Nations Representative) untuk membantu kedua belah
pihak untuk mencapai kesepakatan.
Ketika Lebanon mengadukan campur tangan United Arab Republic dalam
masalah dalam negerinya pada tahun 1958, Dewan mengirim peninjau ke Lebanon
dan melaporkan hasilnya kepada Dewan. Pada tahun 1959 Dewan membentuk suatu
sub-committee untuk menyelidiki tuduhan oleh Laos mengenai intervensi
pemerintah Vietnam Utara dan bantuannya kepada kaum pemberontak di Laos.26
Pada tahun 1947 Dewan membentuk the Commission of Investigation untuk
mencari fakta dan menyelidiki sengketa perbatasan Yunani - Turki (1947).
Di samping upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, Dewan Keamanan
berperan pula dalam menghentikan suatu pertikaian. Dalam menghadapi
peperangan, biasanya Dewan Keamanan akan bersidang, membuat keputusan dan
menyerukan penghentian perang dengan segera. Dewan telah mengeluarkan
seruan-seruan seperti ini antara lain dalam perang di Timur Tengah (1948, 1956,
1967, 1968, 1969, 1970.,1973, 1978, 1981, 1982, 1983), perang Pakistan - India
(1948, 1971), perang di Siprus (1964, 1974), perang Inggris – Argentina mengenai
kepulauan Falkland (1982), perang Iran-Irak (1980, 1982,
1983, 1986, dan 1987), dll.
e. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah
Internasional
Dewan Keamanan dalam melaksanakan fungsinya berdasarkan pasal 33 ayat
(2) berwenang mengusulkan para pihak untuk menyerahkan penyelesaian
sengketanya kepada Mahkamah Internasional. Namun dalam prakteknya, upaya ini
sangat jarang dilakukan. Selama ini baru dua kali saja Dewan mengusulkan cara
ini, yaitu pada sengketa Inggris - Albania mengenai insiden Selat Corfu dan
sengketa Laut.
Pada tahun 1947, Inggris menyerahkan sengketanya dengan Albania kepada
Dewan Keamanan. Sengketa ini berkaitan dengan rusaknya kapal-kapal perang
Inggris berikut terlukanya beberapa awak kapal Inggris oleh ranjau-ranjau laut di
terusan Corfu (the Corfu Channel) di bulan Oktober 1946. Inggris mengklaim bahwa
Albania bertanggung jawab atas insiden tersebut. Albania menolak keras tuduhan
dan sebaliknya menuduh Inggris telah melanggar perairan teritorialnya. Atas
rekomendasi Dewan Keamanan, para pihak membawa sengketanya kepada
Mahkamah Internasional.

f. Dewan Keamanan Membentuk Pasukan Perdamaian PBB


Dalam upayanya memastikan agar penghentian peperangan tersebut tidak
kembali pecah, Dewan Keamanan membentuk misi peninjau atau pengamat
(observer mission) dan tentara pemeliharaan perdamaian PBB (peace keeping
forces). Tugas mereka didasarkan pada perintah dan tugas Dewan. Mereka
bertugas mengamati dan melaporkan adanya pelanggaran terhadap kesepakatan
penghentian peperangan. Mereka biasanya membangun suatu buffer zone (zona
penyangga).
Contoh seperti ini misalnya adalah pembentukan the United Nations Truce
Supervision Organziation (UNTSO) di Palestina (1948) dan the United Nations
Military Observer Group in India and Pakistan (UNMOGIP) (1949).
UNTSO bertugas mengawasi perbatasan Arab-Israel dan berupaya menyelesaikan
insiden-insiden yang terjadi di sekitar perbatasan. Badan ini berupaya pula
mengakhiri sengketa melalui seruan kepada kedua pihak untuk bernegosiasi.
Pada tanggal 4 Maret 1964, Dewan Keamanan memutuskan untuk
membentuk the United Nations Force in Cyprus (UNFICYP) sebagai jawaban atas
permintaan pemerintah Siprus mengenai semakin intensifnya sengketa di pulau
tersebut. Tugas UNFICYP adalah mencegah peperangan dan berupaya memelihara
ketertiban dan hukum.
Badan lainnya yang dibentuk Dewan Keamanan misalnya adalah the United
Nations Emergency Force untuk sengketa di Timur Tengah (1973), the United
Nations Disengagement Observer Force (UNDOF) untuk sengketa antara Israel dan
Syria (1974) dengan 1.300 personil tentara dari 4 negara; the United Nations
Interim Force in Lebanon (UNIFIL) pada tanggal 19 Maret 1978 terdiri dari 7,000
personal dari 10 negara, dll.
Operasi pemeliharaan perdamaian PBB ini (the United Nations Peace-
Keeping Operations) telah terbukti berhasil dalam memelihara perdamaian setelah
berlangsungnya konfrontasi bersenjata antara negara atau sengketa di dalam
negara. keberhasilan keikutsertaan PBB dalam suatu sengketa mendorong cukup
banyak negara untuk meminta PBB untuk mengirimkan pengamat dan pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB dalam berbagai sengketa.
g. Dewan Keamanan Mengusulkan Upaya atau Prosedur Damai
Dewan Keamanan dapat pula menyelidiki setiap sengketa yang dapat
menimbulkan friksi-friksi internasional. Berdasarkan pasal 36, Dewan Keamanan
dapat mengajukan upaya-upaya atau prosedur-prosedur yang diperlukan untuk
penyelesaian demikian itu.

h. Dewan Keamanan Menjatuhkan Sanksi


Pasal 37 mensyaratkan para pihak yang bersengketa untuk menyerahkan
sengketanya kepada Dewan Keamanan manakala penyelesaian melalui cara-cara
yang terdapat dalam pasal 33 ternyata tidak mungkin terwujud.
Dewan dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu Negara dengan tujuan
agar Negara tersebut menghentikan perbuatannya (yang diduga keras melanggar
hukum internasional). Salah satu contoh adalah invasi Irak atas Kuwait pada tahun
1990. Pada tanggal 2 Agustus 1990, Irak menginvasi dan menjadikan Kuwait sebagai
propinsinya yang ke 17. Dewan Keamanan segera mengecam aksi tersebut sebagai
suatu tindakan pelanggaran perdamaian dan keamanan internasional.
Dewan Keamanan mensyaratkan Irak untuk menarik diri sesegera mungkin dan
tanpa syarat dari wilayah Kuwait. Irak tidak mau menaati persyaratan tersebut.
Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan lebih dari 30 resolusi. Salah satunya
adalah Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi berupa embargo perdagangan dan
senjata atas Irak. Untuk itu Dewan membentuk suatu komisi guna mengawasi
pelaksanaan sanksi.

· Majelis Umum
Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan sarandan
rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam (Pasal 9 - 14 Piagam).
Pasal terpenting adalah pasal 10. Pasal ini menyatakan bahwa Majelis dapat
membicarakan segala persoalan yang termasuk ke dalam ruang lingkup Piagam
atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi sesuatu badan seperti yang
terdapat dalam Piagam. Dan dengan tunduk pada pasal 12, Majelis dapat
mengajukan rekomendasi kepada anggota PBB atau Dewan Keamanan atau kepada
kedua badan tersebut mengenai masalah atau persoalan.
Termasuk di dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan
sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri
suatu negara (Pasal 2 ayat 7).
.
Kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup:
1. Membahas setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam
atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang terdapat
dalam Piagam, termasuk masalahmasalah yang terkait dengan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke hadapannya oleh Negara
anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat rekomendasi mengenai
masalah atau urusan tersebut (Pasal 10, pasal 11 ayat 2);
2. Mengangkat sesuatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional ke hadapan Dewan Keamanan (Pasal 11 ayat 3);
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan membuat rekomendasi
guna mendorong perkembangan progresif hokum internasional dan
pengkodifikasiannya (Pasal 13);
4. Memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa
setiap situasi yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau
hubungan-hubungan bersahabat antar negara (Pasal 14).

· Sekretaris Jenderal
Upaya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dalam penyelesaian sengketa termuat
dalam dua pasal penting, yaitu pasal 98 dan 99 Piagam PBB. Pasal 98 merupakan
fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), dan
Dewan Perwalian yang didelegasikan kepada Sekjen.
Pemberian wewenang ini merupakan praktek umum. Tidak jarang pula Sekjen
mendapat tugas politik tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Misalnya
pada tanggal 26 Mei 1982, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 505 yang
meminta Sekjen PBB, pada waktu itu Javier Perez de Cuéllar, untuk menggunakan
jasa baiknya untuk menyelesaikan sengketa kepulauan Falklands
(Argentina/Inggris).
Contoh lainnya adalah pada tahun 1954 ketika Majelis Umum menugaskan
Sekjen PBB, pada waktu itu Dag Hammersjold, untuk membebaskan 11 sandera
(penerbang) dan beberapa anggota PBB yang ditahan oleh pemerintah Cina. Atas
upaya baik dan kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal yang melaksanakan fungsi
dan tujuan PBB, akhirnya pemerintah Cina membebaskan sandera tersebut.
Dalam prakteknya, fungsi jasa baik ini semakin meningkat. Fungsi ini
dilakukan baik atas undangan para pihak, bekerja sama dengan badan atau
organisasi lain, atau kadang kala Sekjen menunjuk seorang wakil khusus Sekjen
(Special Representative) untuk membantu mencari penyelesaian sengketa atas
masalahtertentu.
Pasal 99 Piagam memberi kekuasaan kepada Sekjen untuk membawa kepada
Dewan Keamanan sengketa-sengketa yang menurut pendapatnya dapat mengancam
perdamaian dan keamanan interansional. Sekjen telah memainkan peran cukup
penting dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional. Peran yang
menonjol adalah fungsinya sebagai jasa baik terhadap para pihak yang
bersengketa.

Uraian berikut adalah beberapa contoh peran Sekjen dalam melaksanankan jasa
baik tersebut:
a. Sengketa Cyprus (1980)
Pada tahun 1980 dalam sengketa Cyprus ini Sekjen telah berhasil mencegah
pertumpahan darah berkelanjutan dari perang yang telah berlangsung lebih dari 20
tahun antara etnis Turki dan Yunani di Siprus. Sekjen telah mengupayakan agar
para pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi secara langsung untuk
penyelesaian sengketa mereka dengan cara membentuk suatu struktur
pemerintahan konfederasi yang diterima para pihak.

b. Sengketa Afganistan (1980-an)


Sengketa ini melibatkan tiga negara yaitu Afganistan, Uni Sovyet dan Pakistan.
Dalam upaya penyelesaian sengketa ini Sekjen menunjuk dan mengutus wakilnya
Jenderal Diego Cordovex. Cordovez berupaya mengadakan negosiasi di antara para
pihak yang bersengketa. Negosiasi yang dinilai berhasil ini telah memulangkan
tentara-tentara Uni Sovyet dari Afganistan. Dalam kasus Afganistan ini,
sebagaimana juga dalam kasus Siprus, jasa-jasa baik yang dilaksanakan oleh Sekjen
PBB tidak hanya mengupayakan dialog di antara para pihak, tetapi juga
memberikan usulan-usulan untuk mencapai kesepakatan.

c. Sengketa Irak - Amerika Serikat (1998)


Sengketa kedua negara disebabkan kekeras-hatian pemerintah Irak untuk
melarang peninjau PBB (UNSCOM) memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah
massal dan bilogi di wilayah Irak. Ancaman militer AS telah sempat
mengkhawatirkan negara-negara di dunia
tentang kemungkinan pecahnya perang terbuka di Timur Tengah. Namun berkat
inisiatif dan jasa baik Sekjen PBB Kofi Anan akhirnya tercapai kesepakatan baru
yaitu kesediaan membuka dan mengijinkan wilayah-wilayahnya dikunjungi dan
diperiksa oleh tim pengawas PBB. Dalam upayanya menyelesaikan sengketa ini,
Kofi Anan menunjukkan bahwa masyarakat internasioal nyaris selalu bias berhasil
apabila seluruh dunia bekerja sama untuk
menyelesaikannya. Sekjen memberi contoh sumbangan dan kerja sama yang
diberikan berbagai negara sehingga upaya diplomatiknya membawa sukses besar
dalam menyelesaikan sengketa Irak - UNSCOM.

Beberapa negara yang dimaksud misalnya adalah:


1) Amerika Serikat dan Inggris. Kedua negara menunjukkan keteguhannya dan
mempersiapkan kekuatan militer;
2) Presiden Uni Sovyet Boris Yeltsin dan Menteri Luar Negeri Yevgeny Primakov
yang telah mengirim utusannya selama satu bulan di Baghdad untuk mencari
penyelesaian politik.
3) Presiden Perancis Chirac mengirim seorang utusan untuk bertemu dan bekerja
sama dengan pemimpin Irak guna mencari penyelesaian diplomatik. Presiden
Chirac telah pula meminjamkan pesawatnya kepada Kofi Anan untuk
mempermudah transportasi;
4) Negara-negara lain seperti Qatar dan Kanada juga menawarkan transportasi
kepada Sekjen untuk mempermudah misinya. Presiden Mesir Mubarak, Raja Husein
dari Jordania dan lain-lain, termasuk Paus Johannes Paulus II dari Vatican juga
mendukung upaya
diplomatik Kofi Annan.

· Mahkamah Internasional
Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif
artinya hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak
berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah
Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu
perkara.
Dalam mengajukan perkara terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima
perkara yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan
menerima perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara
yang diajukan oleh negara-negara (contensious case).
Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada
Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi
internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah
internasional.
Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah
merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara
dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain
seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan
secara damai. Dengan demikian penyelesaian perkara yang diajukan ke Mahkamah
Internasional bersifat pilihan dan atas dasar sukarela bagi pihak-pihak yang
bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 (1) Piagam PBB.
Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota
PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam
kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada
badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan
perkaranya melalaui Mahkamah Internasional.
Sebagai contoh dalam perkara Kepulauan Malvinas tahun 1955 dimana Inggris
menggugat Argentina dan Chili ke Mahkamah Internasional namun Chili dan
Argentina menolak kewenangan Mahkamah Internasional untuk memeriksa perkara
ini.
Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak
mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang
bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki
moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-
negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.

Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional dapat menggunakan 2 cara yaitu


:
1. Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special
agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui
panitera Mahkamah.
2. Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya
perjanjian/persetujuan tertulis).

Peran PBB dalam penyelesaian Konflik antar negara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PBB didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks
di Washington, DC Amerika Serikat. Tujuan utama PBB didirikan adalah untuk menjaga
perdamaian dan keamanan dunia. Maka, untuk mewujudkan misi tersebut PBB kemuadian
membentu enam badan inti dalam PBB yaitu: Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan
Ekonomi dan Sosial, Sekretariat, Mahkamah Internasional, dan Dewan Perwalian.[1] Dalam
makalah ini akan dibahas secara mendalam mengenai peran UNSC (Dewan Keamanan PBB)
dalam menjalankan tugas-tugasnya.

United Nations Security Council atau yang lebih dikenal dengan nama Dewan Keamanan
PBB merupakan salah satu International Governmental Organization yang berdiri dibawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab untuk menjaga dan
menciptakan perdamaian di dunia internasional. Sebagai Badan yang ditugaskan untuk
menyelesaikan konflik-konflik internasional, Dewan Keamanan PBB memiliki power terkuat
di antara badan PBB yang lain dimana badan PBB yang lain hanya dapat memberikan
rekomendasi kepada para anggota PBB, sedangkan Dewan Keamanan PBB mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan yang harus dilaksanakan oleh seluruh anggota
dibawah Piagam PBB yang biasanya disebut dengan nama Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Resolusi Dewan Keamanan PBB mempunyai kekuatan mutlak untuk dilaksanakan seluruh
anggota PBB dengan penetapan resolusi yang dilaksanakan lewat pemungutan suara oleh
lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak tetap dari dewan keamanan PBB dengan fokus
utama memelihara perdamaian dan keamanan Internasional yang diatur dalam piagam
PBB.[2]
Menurut pasal 23 dari piagam PBB yang telah diamandemen pada 31 Agustus 1965 Dewan
Keamanan PBB terdiri dari 5 anggota tetap serta sepuluh anggota tidak tetap dimana sepuluh
anggota tidak tetap tersebut dipilih oleh Majelis umum lewat sidang umum PBB dengan
masa bakti selama 2 tahun yang dimulai pada 1 januari dan lima dari mereka diganti setiap
tahunnya. Pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai formulasi
alokasi kursi untuk tiap-tiap kawasan negara, diantaranya : 5 kursi untuk negara Afrika-Asia,
1 kursi untuk negara-negara Eropa Timur, 2 Kursi untuk negara-negara Amerika latin dan
Karibia, dan 2 Kursi untuk negara-negara Eropa Barat den negara-negara lainnya. Pengaturan
tentang skema formulasi ini diatur dalam General Assembly resolution 1991 (XVIII) A
menyempurnakan gentlemant’s agreement tahun 1946.[3]
Untuk dapat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB diberlakukan kualifikasi
khusus yang dijadikan parameter pemilihan anggota dalam sidang umum PBB, kualifikasi
tersebut diantaranya[4] :
Kontribusi yang diberikan negara calon dalam memelihara perdamaian dan keamanan
internasional.
Menyesuaikan pembagian secara Geografis (Pasal 23 Ayat 1 Piagam PBB).
Adapun anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut :
-Republik Rakyat China
-Rusia
-Prancis
-Britania Raya
-Amerika Serikat
Dan anggota Dewan Keamanan tidak tetap yang terpilih antara tahun 2011-2012 adalah[5] :
Bosnia dan Herzegovina (2011), Brazil (2011), Kolombia (2012), Gabon (2011), Jerman
(2012), India (2012), Lebanon (2011), Nigeria (2011), Portugal(2012), Afrika Selatan (2012).
Kelima negara anggota tetap tersebut adalah negara-negara yang mempunyai hak-hak
istimewa yaitu diberi legalitas untuk mengelola senjata nuklir yang telah disepakati dibawah
perjanjian non-proliferasi Nuklir pada 1 Juli 1968 yang diusulkan oleh Irlandia dan lima
anggota tetap tersebut memegang kuasa penuh atas Hak Veto terhadap resolusi substantif.
Pemberian hak-hak istimewa terhadap para anggota tetap tersebut adalah karena kelima
negara tersebut dianggap sebagai negara yang mempunyai kekuatan besar (Great Power) dan
kelima negara ini dianggap memiliki kapabilitas untuk mengendalikan situasi keamanan
Dunia.
Di bawah piagam PBB, semua negara anggota PBB setuju untuk menerima dan
melaksanakan kebijakan Dewan Keamanan PBB, hal itu dijelaskan dalam pasal 25 piagam
PBB. Sementara badan-badan lain dari PBB dapat membuat sebuah rekomendasi kepada
Pemerintah untuk dunia Internasional, dan Dewan Keamanan PBB memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan yang wajib dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB
berdasarkan piagam PBB.[6]
Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan dua cara dalam menjalankan tugas dan fungsi
utamanya yakni melalui Pacific Settlement of Disputes yang sudah diatur dalam bab ke 6 dari
pasal 33-38 Piagam PBB, ataupun melalui metode penggunaan kekuatan baik yang
menyertakan kekuatan angkatan bersenjata baik darat, laut, maupun udara (pasal 42) maupun
tanpa angkatan bersenjata (pasal 41) seperti yang telah dijelaskan dalam bab 7 dari pasal 39-
51 piagam PBB .[7]
Pemberian sanksi, embargo maupun pembekuan aset-aset milik negara yang dinilai telah
melakukan sebuah tindakan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia adalah contoh
beberapa tindakan yang dapat diambil Dewan Keamanan PBB dalam memberikan hukuman
terhadap negara-negara yang dianggap dapat menjadi pemicu rusaknya keamanan dan
perdamaian Internasional. Seperti yang telah dialami oleh Yugoslavia yang dikenai sanksi
embargo saat terjadi konflik Serbia dan Kroasia (Resolusi nomor 713), kemudian embargo
senjata dan produk-produk minyak terhadap Haiti tahun 1993 (Resolusi nomor 841), yang
setahun setelah embargo tersebut berubah menjadi embargo ekonomi secara penuh terhadap
Haiti (Resolusi nomor 917), dll. Dewan keamanan PBB juga pernah memberikan tindakan
yang melibatkan kekuatan militer untuk menertibkan suatu kawasan diantaranya penggunaan
kekuatan militer terhadap Somalia pada tahun 1992 (Resolusi nomor 794), penggunaan
kekuatan militer terhadap Somalia pada tahun 1994 (Resolusi nomor 940), kemudian
penggunaan kekuatan militer terhadap Libya yang ditindaklanjuti oleh NATO pada 2010.[8]
Dalam mengerjakan tugas dan wewenangnya, Dewan Keamanan PBB tidak sendirian
melainkan dibantu oleh Komisi Staf Militer yang dijelaskan dalam pasal 26 dan 45 piagam
PBB serta organ-organ subsider yang didirikan berdasar pasal 29 piagam PBB. Organ-organ
subsider Dewan Keamanan PBB tersebut dibentuk untuk mengatur permasalahan khusus
yang menyangkut keamanan dunia Internasional, organ-organ subsider tersebut antara lain[9]
: United Nations Peacebuilding Commission (UNPC), United Nations Security Council
Sanctions Committee (UNSCSC), United Nations Security Council Counter Terroris
Committee (UNSCCTC), United Nations Security Council 1540 Committee, United Nations
Compensation Commission (UNCC), International Criminal Tribunal for Yugoslavia,
International Criminal Tribunal for Rwanda. Pada umumnya, organ-organ subsider yang
dibentuk Dewan Keamanan PBB tersebut akan dibubarkan setelah misi atau tugasnya selesai
dijalankan. Berdasarkan penjelasan singkat diatas maka penulis tertarik untuk
menganalisisnya pada makalah yang berjudul: “Peran Dewan Keamanan PBB (UNSC) dalam
Menjaga Perdamaian dan Keamanan Dunia: Studi Kasus Resolusi Konflik di Libya”

1.2 Rumusan Masalah

Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita
terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambigu), adanya halangan dan
rintangan, adanya celah (gap) baik antar kegiatan maupun antar fenomena, baik yang telah
ada maupun yang akan ada.[10]
Dari uraian singkat sebelumnya, maka penulis merumuskan bahwa masalah pokok yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah: Bagaimana peran UNSC (Dewan Keamanan PBB) dalam
menjaga perdamaian dan keamanan dunia?

BAB II ISI
2.1 Pembahasan

Kerangka konseptual adalah suatu pedoman yang dapat digunakan oleh penulis untuk
menguji sebuah data. Kerangka konseptual juga sangat penting agar penulis dapat
menganalisa suatu permasalahan yang ada atau yang akan ada sehingga dapat menjelaskan
secara mendalam berdasarkan kerangka konseptual yang digunakan. Untuk menganalisa
peran UNSC atau Dewan Keamanan PBB maka penulis menggunakan kerangka konseptual
yang dikemukakan pada UNSC Summit tahun 1992, oleh Sekretaris Jenderal PBB Boutros
Boutros Ghali sebagai pondasi konseptual untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia
yang disebut “An Agenda for Peace”.[11] Agenda untuk perdamaian ini berisi lima konsep
yaitu: preventive diplomacy, peace enforment, peace making, peace keeping, postconflict
peacebuilding.[12]
Preventive diplomacy adalah langkah yang dilakukan untuk mencegah perselisihan atau
permusuhan yang timbul diantara negara-negara anggota PBB agar tidak berubah menjadi
sebuah konflik terbuka, dalam preventive diplomacy juga dilakukan cara-cara untuk
mencegah terjadinya konflik akibat dari perselisihan atau permusuhan tersebut serta
mengupayakan agar konflik tidak semakin meluas.[13] Preventive diplomacy dilakukan
dengan melibatkan upaya confidence-building measures, fact finding, peringatan dini dan
memungkinkan PBB untuk mengirimkan pasukan perdamaian.[14] Preventive diplomacy ini
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dan mengupayakan
penyelesaian konflik atau masalah secara damai tanpa adanya tindakan militer. Dalam
preventive diplomacy dapat digunakan cara-cara seperti dalam konsep multi track diplomasi,
baik diplomasi secara terbuka maupun secret diplomacy.
Peace Enforcement adalah tindakan yang dilakukan oleh pasukan perdamaian dibawah
mandat dari UNSC untuk menghentikan gencatan senjata baik dengan maupun tanpa
persetujuan dari para pihak yang bermusuhan. Pasukan perdamaian yang dikirimkan oleh
UNSC ini adalah pasukan yang berasal dari tentara nasional negara anggota PBB. Pasukan
Perdamaian PBB yang dikirim melalui misi peace enforcement ini telah dipersenjatai dengan
senjata atau peralatan militer yang berat dengan tujuan untuk menghentikan gencatan senjata
antara para pihak yang berkonflik. Pasukan perdamaian ini bekerja dengan perintah langsung
dari Sekretaris Jenderal PBB.
Peace Making adalah upaya yang dilakukan dengan membawa para pihak untuk melalukan
perjanjian perdamaian dengan bantuan dari pihak ketiga sebagai penegah atau mediator.
Konsep dari perjanjian perdamaian ini seperti yang ada dalam BAB VI Piagam PBB. Upaya
peace making dapat dilakukan melalui penyelesaian secara hukum, mediasi, kompromi atau
upaya-upaya negosiasi yang lain. Tetapi, peran UNSC dalam melakukan upaya perdamaian
melalui mekanisme perjanjian perdamaian antar para pihak memiliki porsi yang berbeda.
UNSC memiliki pertimbangan dalam memilih pihak ketiga atau mediator. Pihak-pihak yang
dapat menjadi mediator selain PBB sebagai organisasi internasional, negara-negara anggota
PBB juga dapat menjadi mediator. Pada umumnya, negara yang ditunjuk menjadi mediator
adalah negara yang memilki hubungan baik dengan kedua belah pihak yang bersengketa
sehingga diharapkan mampu membantu untuk menyelesaikan konflik atau masalah yang
terjadi antara para pihak tersebut melalui jalan damai.
Peace keeping adalah tindakan lebih lanjut apabila upaya peace making gagal dilakukan.
UNSC kemudian akan mengirimkan pasukan perdamaian seperti dalam upaya peace
enforcement tetapi bedanya adalah pasukan perdamaian ini dikirim hanya untuk menjaga
warga sipil serta memonitor genjatan senjata antara para pihak yang sedang bermusuhan atau
berperang. Namun disisi lain, UNSC melalui para diplomat tetap mengupayakan negosiasi
untuk menciptakan perdamaian. Pasukan perdamaian yang dikirim dalam misi peace keeping
ini juga dapat melakukan tindakan meliter terukur. Tindakan militer terukur ini bukan
merupakan bentuk peace enforcement tetapi pasukan militer ini dapat melakukan tindakan
militer hanya untuk melindungi warga sipil apabila pertikaian yang terjadi antar kedua belah
pihak telah melanggar prinsip-prinsip kemanusian. Maka, pasukan perdamaian dalam misi
peace keeping tersebut diperbolehkan untuk melakukan tindakan militer terukur dibawah
mandat PBB.
Postconflict peacebuilding adalah tindakan yang dilakukan UNSC dalam upaya untuk
membantu proses pemulihan atau perkembangan suatu negara yang baru terjadi konflik.
Akibat dari konflik atau perang yang menghancurkan suprastuktur dan infrastruktur yang ada
di suatu negara, maka peran UNSC dalam tahap ini adalah membantu negara tersebut untuk
membangun kembali sosial, ekonomi, dan politiknya. UNSC juga dapat membentuk badan
subsider yang bertugas untuk membentuk pemerintahan baru atau membantu membentuk
pemerintahan baru pada negara yang tadinya telah hancur akibat konflik yang terjadi.
Postconflict peacebuilding adalah tahap yang membutuhkan perhatian yang lebih khusus
karena UNSC harus memastikan bahwa tidak akan ada lagi perang atau konflik di negara
tersebut pada masa yang akan datang. Sehingga, UNSC biasanya membuat dasar atau
landasan hukum untuk upaya tercapainya perdamaian yang sesungguhnya yaitu perdamaian
yang panjang (lasting peace). Pada dasarnya, Postconflict peacebuilding dilakukan untuk
mencapai perdamaian abadi (lasting peace). Wujud yang lebih konkret dari perdamian abadi
adalah terwujudnya konsep perdamaian dengan jalur peacebuilding process untuk
mewujudkan perdamaian positif (positive peace). Pada tahap ini situasi tidak saja
didefinisikan sebagai keadaan tanpa konflik kekerasan atau perang tetapi juga keadaan yang
ditandai dengan adanya berbagai bentuk mekanisme penyelesaian konflik, adanya keadilan,
kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi,
sehingga kerjasama yang baik dapat tercipta demi masa depan yang lebih damai.[15]
Sehingga, setelah para pihak berhenti bermusuhan maka upaya Postconflict peacebuilding
harus segara dilaksanakan baik dengan cara-cara formal maupun informal sebagai landasan
dasar untuk menciptakan perdamaian.[16]
Lima konsep perdamaian tersebut adalah landasan utama yang digunakan oleh UNSC sebagai
badan yang bertanggungjawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. UNSC selalu
mendasari semua tindakannya dengan kelima konsep perdamaian tersebut. Namun, dalam
prakteknya tidak semua konsep perdamaian tersebut dapat diimplementasikan atau
dilaksanakan. Perbedaan situasi, masalah, serta variabel-variabel lain yang berbeda dalam
setiap konflik juga mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan oleh UNSC sebagai Dewan
Keamanan. Tetapi pada umumnya UNSC selalu melandaskan semua tindakan perdamaian
yang dilakukannya berdasarkan kelima konsep perdamaian tersebut. Lima konsep
perdamaian yang berisi langkah-langkah untuk menciptakan perdamaian serta menjaga
keamanan dunia secara konsisten terus dilakukan oleh UNSC sampai sekarang.
Tetapi, UNSC juga memiliki alternatif lain yang dapat digunakan untuk menjaga perdamaian
dan keamanan dunia yang disebut fourth generation peace keeping. Alternatif ini lebih
menekankan pada peran organisasi regional yang berbasis pada hubungan multilateral untuk
dapat membantu dalam menyelesaikan konflik maupun dalam mengupayakan negosiasi
untuk dapat menyelesaikan konflik secara damai. UNSC dalam alternatif ini merekrut negara-
negara untuk menjadi koalisinya yang biasa disebut sebagai Friends coalition. Friends
coalition ini diharapkan dapat membantu dan memonitor konflik. Koalisi ini juga dibutuhkan
untuk membantu kedua belah pihak yang bertikai untuk dapat bernegosiasi, mendanai, dan
menjaga perdamaian berdasarkan pada hubungan multilateral.
Alternatif lain yang dapat digunakan seperti yang tercantum dalam Supplement to An Agenda
for Peace yang direkomendasikan oleh Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 1995 adalah
kesanggupan dari perdamaian regional yang juga didasarkan pada hubungan multilateral
untuk dapat menyelesaikan konflik politik dengan menggunakan pendekatan lokal yang lebih
sensitif.[17] Tetapi, ketika tidak ada negara, kelompok negara atau organisasi regional dari
negara, atau organisasi volunteers yang dapat menjadi penengah suatu konflik maka yang
dapat dilakukan oleh UNSC adalah menciptakan humanitarian corridors.[18] Ketika kedua
belah pihak yang bertikai sudah benar-benar berada pada penderitaan akibat perang atau
konflik yang terjadi. Maka, UNSC bersama-sama dengan NGO akan memberikan bantuan
kemanusiaan dengan tujuan humanitarian corridors tersebut. Dan pada akhirnya UN melalui
UNSC akan tetap melakukan koalisi dengan negara-negara untuk tetap menjaga perdamaian
dan keamanan dunia. UNSC atau Dewan Keamanan PBB baik dengan menggunakan Konsep
Perdamaian maupun dengan alternatif-alternatif lain yang dimiliki akan tetap menjaga
perdamaian dan keamanan dunia.

2.2 Studi Kasus

Studi Kasus Resolusi Konflik di Libya menggunakan Teori Perdamaian

Studi kasus makalah ini adalah mengenai peran UNSC ( United Nation Security Council )
berdasarkan Agenda Perdamaian dalam menyelesaikan konflik Libya. Dalam studi kasus ini
juga akan dibahas secara mendalam mengenai peran UNSC secara langsung maupun tidak
langsung. Studi kasus ini juga akan memperjelas signifikansi peran UNSC sebagai Organisasi
internasional sekaligus membuka fikiran kita untuk dapat melihat contoh nyata dari upaya
UNSC dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
Krisis yang terjadi di Libya dimulai pada 15 Februari di Benghazi dan menyebar ke Ibukota
Libya, Tripoli. Protes ini dipicu desakan untuk lengsernya Khadafi yang sudah berkuasa
selama empat dekade di Libya.[19] UNSC telah mengupayakan pemerintah Libya untuk
dapat bernegosiasi dengan para pemberontak. Hal ini merupakan sebuah upaya preventive
diplomacy. Preventive diplomacy merupakan langkah pertama untuk menyelesaikan konflik
secara damai dengan cara bernegosiasi agar konflik tidak semakin menyebar luas. Namun
pemimpin Libya Muammar Khadafi menolak untuk melakukan pembicaraan dengan
kelompok pemberontak yang menuntut pengunduran dirinya.[20] Penolakan yang dilakukan
oleh Khadafi tersebut menyebabkan upaya preventive diplomacy tidak dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik Libya. Sikap Khadafi yang tidak mau melakukan negosiasi serta
penderitaan yang diderita oleh warga sipil akibat genjatan senjata yang terus terjadi membuat
UNSC untuk segera bertindak karena Khadafi telah melanggar prinsip-prinsip kemanusian
dengan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1970.
UNSC kemudian melakukan upaya yang kedua sebagai bentuk tindak lanjut karena upaya
preventive diplomacy yang telah gagal. Peace enforcement merupakan pengiriman pasukan
perdamaian yang telah dipersenjatai dengan senjata-senjata berat untuk memukul mendur
kedua belah pihak yang bertikai. Pengiriman pasukan perdamaian dengan misi peace
enforcement dengan berdasar pada Resolusi 1970. UNSC meminta pemerintahan Khadafi
untuk menghentikan pertikaian yang telah membuat rakyatnya menderita. UNSC juga
meminta agar pemerintah Libya melindungi hak-hak warga sipil. Namun pemerintah Libya
tidak mengindahkan perintah dari Dewan Keamanan tersebut. Hal ini kemudian membuat
UNSC melakukan upaya peace making untuk mengajak kembali Khadafi dan pimpinan
pemberontak melakukan negosiasi. UNSC berusaha membawa kedua belah kubu yang
bertikai untuk menandatangi sebuah perjanjian perdamaian sekaligus mengirimkan pasukan
perdamaian untuk mengawasi pertikaian yang terjadi. Bentuk penyelesaian seperti ini
mencakup penyerahan persetujuan dan itikad untuk menyelesaikan masalah berdasarkan
berbagai kriteria keadilan.[21]
Namun UNSC gagal dalam menekan dua kubu yang bertikai tersebut untuk bernegosiasi. Hal
ini menyebabkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi besar yang kedua yang
disetujui pada tanggal 17 Maret 2011 yaitu dengan keluarnya Resolusi 1973. Hal ini adalah
suatu upaya peace keeping yaitu tindakan lebih lanjut apabila langkah sebelumnya gagal
dilakukan. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan cara mengirimkan pasukan perdamaian
untuk mengawasi jalannya gencatan senjata antara kedua kubu yang bertikai. Selain itu
fungsi pasukan perdamaian ini untuk melindungi warga sipil. Resolusi itu mendesak
diberlakukannya zona larangan terbang dan menerapkan tindakan terukur untuk melindungi
rakyat Libya, termasuk serangan udara. Resolusi tersebut didukung oleh Amerika Serikat
(AS), Inggris dan Prancis.[22]
Setelah akhir dari lengsernya Khadafi kemudian UNSC melakukan misi selanjutnya yaitu
Postconflict peace building dengan mengeluarkan Resolusi 2009. Resolusi ini mengusulkan
pembentukan satu misi PBB untuk membantu pemerintah sementara Libya dalam
menyelenggarakan pemilu dan menyusun satu konstitusi pasca jatuhnya Muammar Khadafi.
Setelah perundingan di antara 15 anggota Dewan Keamanan, ketentuan-ketentuan
ditambahkan pada rancangan resolusi semula. Resolusi lebih menempatkan tekanan pada hak
asasi manusia, perlunya melibatkan wanita dalam membuat keputusan dan melindungi para
migran Afrika yang diserang.
Resolusi 2009 ini juga akan mencabut pembekuan asset dan tindakan-tindakan lainnya
terhadap perusahaan National Oil Corporation and Zueitina Oil Company, dan memperlunak
sanksi-sanksi terhadap Bank Sentral, Libyan Arab Foreign Bank, Libyan Investment
Authority dan Libyan African Africa Investment Portofolio. Tetapi resolusi 2009 ini akan
mengizinkan pasokan-pasokan senjata dan bantuan teknik kepada pemerintah peralihan Libya
untuk keamanan para pejabat pemerintah dan perlindungan personil PBB, para pekerja media
dan bantuan di negara itu. Misi Dukungan PBB di Libya, UNSMIL akan dibentuk untuk tiga
bulan awal guna membantu apa yag ditekankan para diplomat dalam menjalankan operasi
politik. Hal ini merupakan Postconflict Buiding yang dilakukan oleh UNSC dalam
mendukung kemerdekaan Libya pasca jatuhnya Muamar Khadafi. UNSMIL yang dibentuk
oleh UNSC untuk melaksanakan pemerintahan sementara di Libya ini merupakan upaya
postconflict building yang dilakukan. UNSMIL juga mempunyai misi untuk membangun
kembali infrastruktur di Libya akibat perang terjadi antara kedua belah kubu yang bertikai.
UNSMIL juga mempunyai tugas untuk membangun kembali perokonomian, perpolitikan,
dan kehidupan sosial masyarakat Libya yang telah hancur. Tugas utama UNSMIL sebelum
menyerahkan pemerintahan Libya kepada pemerintahan baru yang dipilih melalui pemilu
adalah menciptakan UU atau landasan hukum untuk menciptakan perdamaian dan keamanan
di Libya.
Dari studi kasus diatas, penulis berusaha menjelaskan peran UNSC sebagai penjaga
perdamaian dan keamanan dunia secara nyata. Contoh kasus di Libya tersebut merupakan
penerapan dari An Agenda for Peace dengan menerapkan mekanisme-mekanisme
perdamaiannya.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dewan Keamanan PBB (UNSC) mempunyai peran yang sangat signifikan dalam menjaga
perdamaian dan keamanan dunia seperti yang telah dimandatkan oleh PBB. Peran UNSC
dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia dengan banyak mekanisme perdamaian
yang kompleks dijalankan secara konsisten hingga saat ini. UNSC melalui negara-negara
anggota PBB atau melalui misi-misi perdamaiannya terus mengupayakan penyelesaian suatu
konflik atau masalah secara damai. UNSC juga dapat mengeluarkan resolusi untuk dapat
mencapai sebuah perdamaian dunia. Dewasa ini, juga muncul alternatif baru dalam dunia
internasional untuk menangani konflik yang terjadi dan mengupayakan penyelesaian konflik
secara damai. Alternatif-alternatif baru yang muncul ini juga memiliki fungsi yang sama
dengan agenda perdamaian yang digunakan UNSC.
Pada akhirnya, UNSC sebagai Organisasi Internasional yang bertanggung jawab terhadap
perdamaian dan keamanan dunia akan menggunakan segala bentuk mekanisme perdamaian
yang ada untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Kemudian, menciptakan perdamaian
dunia dengan menekankan pada hubungan multilateral lintas negara di dunia untuk
mendukung upaya menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

3.2 Saran

Penanganan konflik yang dilakukan oleh UNSC pada dasarnya sangat bagus dalam tataran
ideologis yaitu berlandaskan pada Piagam PBB serta An Agenda for Peace. Namun, pada
prakteknya kewenangan Dewan Keamanan PBB (UNSC) ini sering digunakan oleh negara-
negara super power untuk mencapai tujuan negaranya sendiri. Kontrol masyarakat
internasional maupun dunia internasional dalam menyingkapi hal ini sangat terbatas. Untuk
itu penulis mempunyai saran agar PBB juga mempunyai mekanisme yang dapat digunakan
oleh masyarakat internasional untuk ikut mengontrol peran negara-negara super power dalam
mengambil keputusannya. Sehingga penyimpangan-penyimpangan kekuasaan oleh negara-
negara super power tersebut tidak akan terjadi.
Ketika mekanisme ini telah ada, maka dunia ini akan berjalan selaras karena baik masyarakat
internasional maupun PBB serta negara-negara di dunia memiliki fungsi kontrol yang saling
berkaitan satu sama lain. Sehingga cita-cita PBB untuk menjaga perdamaian dan keamanan
dunia dapat benar-benar tercapai tanpa adanya manipulasi kepentingan pada setiap kebijakan
atau keputusan dalam tubuh PBB.

http://djangka.com/2013/01/16/peran-dewan-keamanan-pbb-united-nations-security-council-
studi-kasus-resolusi-konflik-libya/

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam pergaulan internasional yang menyangkut hubungan antarnegara,banyak
sekali organisasi yang diadakan (dibentuk) oleh beberapa negara. Menurut
perkembangannya,organisasi internasional timbul pada tahun 1815 dan menjadi lembaga
hukum internasional sejak kongres wina. Organisasi internasional dibentuk dengan tujuan
agar terjadinya interaksi antarnegara. Salah satu dari bentuk organisasi internasional yang
paling berpengaruh dan paling besar adalah perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
PBB merupakan organisasi internasional yang memiliki tujuan utama
menciptakan dan memilihara perdamaian dunia. PBB adalah salah satunya lembaga dunia
yang memiliki peran komprehensif dalam menangani berbagai permasalahan dunia. PBB
menjadi ajang perjuangan negara-negara berkembang dalam membangun hubungan yang
lebih seimbang dengan negara-negara maju. Dapat dikatakan bahwa diplomasi tingkat tinggi
untuk menentukan masa depan dunia berlangsung di PBB.
PBB sebagai organisasi internasional memiliki peranan penting dalam mengatasi
masalah-masalah dunia,seperti konflik-konflik yang menimbulkan kerusuhan dan peperangan
antar anggota-anggota PBB. Sejak tahun 1992,PBB telah mengkompilasi mekanisme
penyelesaian sengketa secara damai sebagai upaya meningkatkan kepatuhan (compliance)
terhadap upaya internasional.
Dalam kondisi yang sedang bergejolak seperti saat ini,tampaknya fungsi dan
peranan PBB sangatlah dibutuhkan. PBB seharusnya dapat menjadi penyeimbang dan polisi
dunia untuk penyelesaian berbagai konflik didunia,namun peranan PBB saat ini dalam
mengatasi masalah sangat berlarut-larut,seperti penyelesaian persoalan israel-
palestina,membuat fungsi dan peranan PBB dipertanyakan. Hal inilah yang akan menjadi
pembahasan kelompok kami dalam menyusun makalah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.Bagaimana peranan PBB dalam mengatasi konflik israel-palestina

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.mengetahui penyebab terjadinya konflik israel-palestina
2.mengetahui bagaimana peranan PBB dalam mengatasi konflik israel-palestina

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH PBB
Berkecamuknya perang dunia II menunjukkan bahwa dunia sangat membutuhkan
suatu organisasi yang mampu mewujudkan perdamaian dunia dan juga diharapkan dapat
mengatasi terjadinya perang yang melanda dunia. Presiden AS franklin delano roosevelt dan
P.M inggris winston churchill memprakarsai pertemuan yang menghasilkan piagam atlantik
(atlantic charter) yang isinya :
a. Tidak melakukan perluasan wilayah diantara sesamanya
b. Menghormati hak setiap bangsa untuk memilih bentuk pemerintahan dan menentukan nasib
sendiri
c. Mengetahui hak semua negara untuk turut serta dalam perdagangan dunia
d. Mengusahakan terbentuknya perdamaian dunia dimana setiap bangsa berhak mendapatkan
kesempatan untuk hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan
e. Mengusahakan penyelesaian sengketa secara damai

Pokok-pokok piagam atlantik tersebut secara damai menjadi konferensi internasional


dalam rangka penyelesaian perang dunia ke II pada 14 agustus 1941. Konferensi ini menjadi
jalan bagi pembentukan organisasi baru PBB.
a. 30 oktober 1943 di Moskow dilahirkan deklarasi Moskow tentang keamanan umum yang
ditandatangani oleh Inggris,USA,Rusia,dan China yang mengakui pentingnya organisasi
internasional untuk perdamaian dunia.
b. 21 agustus 1944 di Washington DC,dilangsungkan konferensi dumbarton oaks yang diikuti
oleh 39 negara yang membahas tentang rencana mendirikan PBB.
c. 21 agustus-7 oktober 1945 pada pertemuan di Dumbarton Oaks ,dipersiapkan piagam PBB.
d. 26 juni 1945 di San Francisco,piagam PBB ditandatangani 51 negara dan mulai berlaku 24
oktober 1945 (dianggap sebagai hari lahirnya PBB).

2.2 TUJUAN PBB


Sebagaimana yang tercantum pada pasal 1 piagam PBB,tujuan PBB adalah :

a. Menciptakan perdamaian dan keamanan internasional serta berusaha mencegah timbulnya


bahaya yang mengancam perdamaian dan keamanan itu.

b. Mengembangkan persahabatan antarbangsa atas dasar persaman dan hak menentukan nasib
sendiri dalam rangka memperkuat perdamaian dunia.
c. Mengembangkan kerjasama internasional dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan
ekonomi,sosial budaya,kemanusiaan,serta menghormati hak-hak asasi manusia tanpa
membede-bedakan suku,jenis kelamin,bahasa dan agama.
d. Menjadikan PBB sebagai pusat penyelesaian perselisihan-perselisihan internasional.

2.3 ASAS PBB


Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan asas-asas sebagai berikut :

a. PBB mendasarkan diri pada prinsip persamaan kedaulatan bagi semua anggota.
b. Semua anggota PBB hendaknya menghormati perjanjian-perjanjian internasional.
c. Semua anggota PBB hendaknya dapat memecahkan perselisihan dengan cara damai agar
perdamaian,keamanan dan keadilan internasional tidak terancam.
d. Semua anggota PBB hendaknya menghormati integritas,wilayah,kemerdekaan politik,dan
sebagainya.
e. Semua anggota PBB memberikan bantuan kepada PBB bilamana PBB memerlukannya.
f. PBB mendesak negara-negara yang bukan anggota agar menghormati prinsip-prinsip dalam
piagam itu dalam rangka menegakkan perdamaian dan keamanan internasional.
g. PBB tidak mencampuri masalah-masalah dalam negeri suatu negara dan menghormati
keutuhan wilayah negara itu.
2.4 ALAT KELENGKAPAN PBB
Alat kelengkapan atau organ-organ utama PBB terdiri dari :
a. Majelis Umum (General Assembly)
Tugas dan kekuasaan majelis umum sangat luas,yaitu sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan perdamaian dan keamana internasional.
2. Berhubungan dengan kerjasama ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, dan
perikemanusiaan.
3. Berhubungan dengan perwakilan internasional termasuk daerah byang belum memliki
pemerintahan sendiri yang bukan daerah srtategis.
4. Berhubungan dengan keuangan.
5. Mengadakan perubahan piagam.
6. Memlih anggota tidak tetap dewan keamanan,ekonomi,dan sosial,dewan perwakilan,hakim
mahkama internasional,dan sebagainya.

b.Dewan Keamanan (security council)


Tugas utama dewan keamana adalah :
1. Menyelesaikan perselisihan-perselisihan internasional secara damai.
2. Mengambil tindakan terhadap ancaman perdamaian dan perbuatan yang berarti penyerangan.
Fungsi dewan keamanan.antara lain :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
2. Menyelidiki tiap-tiap sengketa antar negara.
3. Menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian.
c.dewan ekonomi dan sosial (economic and sosial council)
Tugas dewan ekonomi dan sosial adalah :
1. Mengamati,membuat laporan dan memberikan saran kepada majelis umum tentang persoalan
ekonomi,sosial budaya,pendidikan,dan hak asasi manusia.
2. Memberikan saran untuk meningkatkan perhormatan terhadap hak asasi manusia.
3. Mempersiapkan rencana perjanjian untuk diajukan kepada majelis umum dan
penyelenggaraan pertemuan internasional mengenai persoalan yang termasuk lingkup
kekuasaannya
Organisasi-organisasi dibawah wewenang dewan ekonomi dan sosial:
1. WHO(world health organization),organisasi kesehatan dunia
2. FAO(food agriculture organization),organisasi pangan sedunia
3. UNESCO(united nations educational scientific and cultural organization),organisasi
pendidikan,ilmu pengetahuan dan kebudayaan seduni IMFIBRD,world bank,UNICEF,danh
lain-lain
4. ILO,IMF,IBRD,WORLD BANK,UNICEF,dan lain-lain
d.dewan perwakilan(trusteeship council)
Tugas dan fungsi dewan perwakilan :
1. Mempertimbangkan laporan dari penguasaan pemerintahan dan menerima petisi atau usul
dari daerah perwalian
2. Mengusahakan kemajuan penduduk daerah perwalian untuk mencapai kemerdakaan sendiri
3. Memberi dorongan untuk menghormati HAM
4. Mengambil tindakan yang sesuai dengan syarat dalam persetujuan perwalian

e.mahkamah internasional(international court of justice)


tugas mahkamah internasional:
1. Memriksa dan mengkaji semua perkara internasional yang diajukan
2. Memberikan saran dan pendapat dalam masalah hukum kepada dewan keamanan dan majelis
umum bila diminta.

f.sekretariat
tugas sekretaris jenderal adalah :
1. Menguru seluruh administrasi PBB
2. Mengagenda semua sidang PBB
3. Meminta dewan keamanan untuk mengambil tindakan bila terjadi peristiwa yang
mengancam
4. Menyampaikan laporan tahunan kepada majelis umum
5. Sekretaris jenderal pembantu(under secretary)

2.5 PERANAN PBB


Peran yang dimainkan oleh PBB,sejak berdirinya sampai sekaran,dapat dilihat pada
bidang-bidang yang dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut :
a.bidang kemanan,perdamaian,dan kemerdekaan
1. Telah berhasil menyelesaikan sengketa antara indonesia dan belanda(masalah irian barat)
2. Membantu meredakan krisis di lebanon
3. Membantu proses kemerdekaan timor timur
4. Penyelesaian konflik timur tengah mengenai terusan suez,dan lain-lain
b.bidang ekonami,sosial,dan budaya
1. Penghapusan dalam segala bentuk dominasi rasial
2. Penanggulangan berjangkitnya penyakit cacar melalui program WHO
3. Penghapusan diskriminasi terhadap wanita yang mencakup hak politik.ekonomi,sosial
budaya,dan kewarganegaraan.

BAB III
PEMBAHASAN
Ketka kita berbicar tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar negeri yang
menghebohkan dunia,pasti pikiran kita langsung mengarah ke konflik ISRAEL-
PALESTINA. Bicara tentang konflik israel palestina langsung muncul reaksi yang
ditimbulkan orang-orang. Ada yang bersikap apatis atau tidak perduli terhadap masalah
kedua negara tersebut,tetapi mungkin ada juga yang menanggapinya dengan rasa perhatian
atau kasihan terhadapa warga di kedua negara tersebut. Mereka harus menjadi korban dari
peristiwa yang terjadi di negaranya.

3.1 LATAR BELAKANG KONFLIK ISRAEL – PALESTINA


Konflik Israel-Palestina bermula dari resolusi PBB yang membagi wilayah
Palestina.Wilayah dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah Arab-Palestina, wilayah Israel,
dan Yerussalem yang dikelola dunia internasional. Pembagian tersebut tidak disetujui oleh
mayoritas penduduk Palestina karena wilayah Israel pembagiannya lebih luas dibandingkan
wilayah Palestina.Israel mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara pada 14 Mei 1948
setelah resolusi PBB, rakyat Palestina tidak menyetujuinya dan terjadilah konflik yang
berkepanjangan diantara keduanya. Konflik ini pun melibatkan negara Arab lainnya karena
penduduk Palestina merupakan suku yang berasal dari Arab.Perhatian dunia internasional
tertuju pada konflik kedua negara ini, hal tersebut disebabkan karena banyaknya korban yang
berjatuhan dari konflik Israel-Palestina. Nuansa politik dan agama pun dominan diperlihatkan
dalam konflik ini.Konflik Israel- Palestina adalah konflik yang menjadi isu internasional, ada
beberapa faktor yang menyebabkan konflik ini terjadi baik secara politis dan teologis.
Yerussalem misalnya, kota tiga iman ini menjadi salah satu wilayah yang vital baik bagi
Israel yang beragama Yahudi, Palestina yang mayoritas beragama Islam dan bagi pemeluk
Kristiani.Harapan kedamaian bagi kedua negara ini tampaknya masih jauh dalam
pandangan, betapa tidak setelah enam puluhan tahun lebih konflik, titik terang perdamaian
masih jauh.Bahkan beberapa saat yang lalu, pemberitaan Agresi Militer Israel ke Jalur Gaza
sangat mengiris hati karena banyaknya jumlah korban, hingga ribuan penduduk Palestina.

Ada beberapa faktor yang menguatkan Israel mengklaim wilayah yang semula wilayah
Palestina, yaitu sebagai berikut :
1.Kitab Perjanjian Lama Bab Genesis 15:18 yang mengatakan: Pada hari ini Tuhan
membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, „Untuk keturunanmu Aku berikantanah
ini, dari Sungai Mesir hingga Sungai Besar Eufrat‟
2.Deklarasi Balfour pada bulan November 1917 M oleh Arthur James Balfour
yangsebelumnya atas kesepakata Sykes Picot
dan pembagian daerah kekuasaan di Timur Tengah dengan Prancis. Dalam deklarasi tersebut
dikatakan :
“ Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi
di Palestina, dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuanini,
setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-
hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak
dan status politik yang dinikmati oleh setiap bangsa Yahudi dinegara lain
3.Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947 M yang membagi Palestina menjaditiga
wilayah. Wilayah Palestina, Wilayah Israel dan Jerussalem sebagai zonainternasional.Hingga
sekarang ini, konflik masih terus berlanjut. Berikut adalah KronologiKonflik Israel-Palestina

3.2 KONFLIK JALUR GAZA


Jalur Gaza adalah sebuah kawasan yang terletak di pantai timur laut tengah, berbatasan
dengan Mesir di sebelah barat daya, dan Israel di sebelah timur. Mayoritas penduduknya
besar dan lahir di Jalur Gaza, selebihnya merupakan pengungsi palestina yang melarikan diri
ke Gaza setelahmeletusnya perang Arab-Israel tahun 1948. Pada awalnya Jalur Gaza secara
resmi dikelola oleh Pemerintah Palestina yang didirikan oleh Liga Arab pada bulan
September 1948, sejak pembubaran pemerintahan Palestina pada tahun 1959 hingga1967
Jalur Gaza secara langsung dikelola oleh seorang gubernur militer Mesir. Israelmerebut dan
menduduki Jalur Gaza dalam perang enam hari pada tahun 1967.
Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza dalam perang enam hari pada tahun
1967.Berdasarkan persetujuan damai Oslo yang disahkan pada tahun 1993 otoritas Palestina
ditetapkan sebagai badan admistratif yang mengelola pusat kependudukan Palestina. Sejak
Israe lmemenangkan perang dan menguasai wilayah yang lebih luas, rakyat Palestina berada
di bawah pengawasan militer Israel. Israel mulai menghancurkan rumah-rumah
penduduk Palestina, gencar membangun pemukiman bagi orang-orang Yahudi, membangun
pos-pos pemeriksaan, dan menjaga ketat pintu-pintu gerbang di Jalur Gaza.

3.3 PERANAN PBB DALAM MENGATASI KONFLI ISRAEL-PALESTINA


Perkembangan situasi dan kondisi di Jalur Gaza saat ini mungkin tidak jauh berbeda
dengan yang kemarin-kemarin, dan untuk solusinya sendiri hanya dengan perdamaian
dengan PBB dan dunia internasional sebagai mediatornya. Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa Bangsa (DK PBB) berdasarkan Piagam (Charter) diharapkan mampu menyelesaikan
konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina tersebut, akan tetapi peran DK PBB
ternyata masih bergantung dengan Amerika Serikat (AS). Dominansi Amerika Serikat
membuat efektifitas DK PBB tidak maksimal. Segala bentuk resolusi yang berkaitan tentang
Israel, AS lebih memilih abstain atau mem-veto hasil perundingan DK PBB dengan beberapa
anggota lainnya. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB tidak berarti bagi Israel, sehingga
perbuatan Israel yang membabi buta menghancurkan wilayah jalur Gaza, Palestina menjadi
tragedi paling menakutkan sepanjang sejarah konflik antara Israel dan Palestina. bahwa peran
Dewan Kemanan PBB sebagai pihak yang bertanggung jawab sekaligus mediator dalam
menangani konflik antara Israel-Palestina di jalur Gaza tahun 2007-2009 tidak efektif.
Stabilitas keamanan dan perdamaian internasional masih jauh dari cita-cita dan tujuan
didirikannya Perserikatan Bangsa angsa. Peran DK PBB dalam pangdangan politik islam-pun
tidak mampu menghentikan peperangan meskipun bersifatsementara (muwada'ah),
dibuktikan dengan Penolakan resolusi No 1860 tentang genjatan senjata oleh Israel dan
Palestina. Selama Israel masih melakukan agresi militer, pembangunan pemukiman di
wilayah Tepi Barat dan melakukan pemblokiran di jalur Gaza, penyelesaian konflik tersebut
tidak akan pernah berhenti.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut,presiden palestina telah melangkah ke PBB,akan
tetapi perdana menteri israel mengatakan bahwa jika palestina melangkah ke PBB berarti
palestina telah melanggar kesepakatan dengan israel.Begitu juga dengan Amerika Serikat
yang tidak setuju dengan keputusan PBB tersebut. Secretary of State (menteri luar negri
Amerika Serikat), Hillary Clinton mengatakan bahwa hasil keputusan PBB akan menyulitkan
tercapainya perdamaian pada kedua negara. Ada benarnya dari pendapat tersebut, konflik
kedua negara bergantung kepada negara-negara lain.
Negara lain tidak mengetahui kondisi apa yang sebenarnya terjadi dan mungkin akan
memberikan keputusan yang salah. Dengan demikian hal ini bisa memberikan kesulitan
dalam tercapainya perdamaian, karena salah satu negara yang berselisih akan beranggapan
bahwa keputusan ini tidak adil.
Di satu sisi, apakah karena Pemimpin Israel takut akan diseret sebagai penjahat perang?
Mungkin saja, karena melihat Palestina telah merupakan bagian dari PBB, Palestina memiliki
jalur menuju International Criminal Court (ICC), dan media-media memang memperlihatkan
bagaimana tindakan-tindakan Israel terhadap Palestina.

Namun sebagai masyarakat diluar negara tersebut, adakah yang bisa menjamin itu
sebuah realita? Atau itu hanya sebuah propaganda yang dilakukan oleh suatu pihak untuk
mendapatkan suatu keuntungan? Bisa saja, keuntungan berupa bantuan persenjataan dan
boikot terhadap negara merupakan sebagian dari keuntungan yang bisa didapatkan.
Berdasarkan sejarah, tanah Palestina merupakan tanah yang didiami oleh warga
asli lalu didatangi oleh imigran yang semakin lama jumlahnya bertambah sehingga
menghasilkan situasi yang sama dengan suku asli Amerika (indian). Tidak heran mengapa
Palestina sampai membawa masalah ini ke PBB, mereka hanya ingin mempertahankan
wilayah asli mereka. Meski ditentang oleh pemerintah Israel, mantan Perdana mentri Israel,
Ehud Olmert mendukung upaya Palestina, karena Olmert tidak melihat adanya alasan untuk
menentang tindakan tersebut. Setelah PBB membuat keputusan ini, Olmert berpendapat
bahwa Israel harus terlibat dalam mengadakan negosiasi yang serius mengenai perbatasan
tertentu dan menyelesaikan isu-isu lainnya.
Berbicara mengenai penyelesaian konflik israel-palestina,ada salah satu penghambat
peran PBB dalam penyelesaian masalah tersebut,yakni terlalu besarnya dominasi amerika
serikat dalam masalah tersebut,bisa dilihat di media massa atau social media,amerika
membantu israel dalam konflik tersebut.
Alasan utama sangat jelas, karena Palestina adalah negara Islam dan Israel adalah negara
Yahudi. Sedangkan kebanyakan juga tahu bahwa petinggi-petinggi di Amerika adalah
Yahudi. Belum lagi para penyandang dana yang menyetir Amerika.PBB dalam hal ini hanya
berpangku tangan melihat kondisi ini karena besarnya pengaruh amerika sebagai negara
adiaya,selain itu ketika PBB mengeluarkan suatu peraturan atau keputusan maka amerika
selalu menolak keputusan tersebut sebagai negara yang memiliki hak veto di PBB.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Konflik Israel- Palestina merupakan konflik yang berlangsung begitu lama,
enam puluhan tahun konflik ini bergulir belum menemui titik terang. Kadangkala konflik
terjadi karena adanya ingatan kultural yaitu pemikiran yang diturunkan pada generasi ke
generasi dan terus menerus direproduksi disebabkan ketegangan di masa lampau yang
tidak terselesaikan.Bagi bangsa Yahudi, tanah merupakan hal yang cukup krusial.
Konflik Israel- Palestina seringkali digambarkan sebagai konflik Yahudi-Islam dan
bahkan salah satu Kota Suci Jerussalem pun di klaim oleh Yahudi sebagai wilayah yang
dijanjikan Tuhan pada mereka yang selama ini tertindas.israel menginginkan wilayah
palestina menjadi bagian dari negaranya. .Perkembangan situasi dan kondisi di kedua negara
saat ini mungkin tidak jauh berbeda dengan yang kemarin-kemarin, dan untuk solusinya
sendiri hanya dengan perdamaian dengan PBB dan dunia internasional sebagai mediatornya.
Peran PBB dalam mengatasi masalah tersebut kurang efektif karena berbagai alasan,salah
satunya peran PBB terutama dewan keamanan tergantung pada amerika serikat sebagai
negara adidaya.dan satuh yang lebih penting bahwa amerika yang diharapkan mampu
menyelesaikan masalah tersebut malah membantu israel dengan alasan yang mungkin bahwa
adanya kepedulian terhadap agama yang mereka anut.intinya bahwa PBB sebagai dewan
keamanan dunia hanya bisa berpangku tangan melihat masalah israel-palestina karena
diperalat ameika serikat.

4.2 SARAN
Untuk penyelesaian konflik israel-palestina maka saran dari kami :
1. Kedua negara harus mampu melakukan perdamaian dengan cara perundingan karena
sesungguhnya penyelesaian konflik bergantung pada pighak yang bertikai
2. Sebagai dewan keamanan,PBB harus mampu berbuat banyak untuk masalah tersebut,dengan
cara mengidentifikasi pokok permasalahan kedua negara sehingga tercapai perdamaian.
3. PBB harus memberikan sanksi kepada negara-negara tang ikut campur dalam masalah
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://ir.binus.ac.id/2012/12/28/palestina-dan-keputusan-pbb/
http://www.academia.edu/4607419/Konflik_Israel-Palestina_Jalur_Gaza_dalam_persengketaan
http://id.scribd.com/doc/26777566/PANDANGAN-AMERIKA-SERIKAT-TERHADAP-
KEDUDUKANNYA-DI-SECURITY-COUNCIL-DAN-REFORMASI-PBB

http://digilib.uin-suka.ac.id/4256/

http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2336676-alasan-amerika-membela-
israel/#ixzz2tdXGoyxv

Pengertian Sengketa Internasional dan Cara Penyelesaian Macam-


macam
01:35:00

Hukum Internasional

Pengertian Sengketa Internasional adalah Pertikaian atau sengketa, keduanya adalah yang
dipergunakan secara bergantian dan merupakan terjemahan dari “dispute”. John G. Merrils
memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau
obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Karena itu,
sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara eksklusif melibatkan negara, dan
memiliki konsekuensi pada lingkup internasional Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar.Hukum
Internasional Kontemporer.Bandung:PT.RefikaAditama.hlm:224

Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara
mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-
kewajiban yang terdapat dalam perjanjian Huala Adolf.Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional.Jakarta:Sinar Grafika.hlm:2 . Sengketa antar negara internasional dapat merupakan
sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan
sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.

Macam-macam sengketa internasional

Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya: Boer Mauna2003.Pengertian,Peranan dan Fungsi
Hukum Internasional dalam era Dinamika Global.Bandung:PT.Alumni.hlm:188-189

1) Sengketa politik

Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas
pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak
bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian
politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul
tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus
mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil.

2) Sengketa hukum

Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum
internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang
memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya
berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.

Mekanisme penyelesaian sengketa internasional

J.G Starke menggolongkan mekanisme penyelesaian sengketa ke dalam dua kategori;


1. Cara-cara penyelesaian damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk
menemukan suatu solusi yang bersahabat.
2. Cara-cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan, yaitu apabila solusi yang
dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan J.G Starke,2001.Pengantar Hukum
Internasional 2,terjemahaan dari Bambang Iriana Djajaatmadja dari Inroduction to International
Law(1989).Jakarta:Sinar Grafika.hlm:646

Adapun di bawah ini akan dibahas mesing-masing golongan tersebut diatas:

1) Cara-cara penyelesaian secara damai:

Pada Piagam PBB Pasal 3 (1) mengatakan bahwa:

“Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu sengketa yang terus menerus yang mungkin
membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus
mencari penyelesaian melalui negosiasi, penyidikan, dengan peraturan, konsiliasi, arbitrasi,
penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau perjanjian setempat, atau dengan cara
damai lain yang dipilih sendiri.”

Berdasarkan Piagam PBB tersebut diatas, maka penyelesaian sengketa secara damai dapat dibagi
menjadi 3:

i. Melalui jalur diplomatik (non yurisdiksional)

a) Negosiasi

Menurut Huala Adolf, negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para
pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.
Dialog tersebut biasanya lebih banyak diwarnai pertimbangan politis atau argumen hukum. Namun
demikian, dalam proses negosiasi atau dialog tersebut, adakalanya argumen-argumen hukum cukup
banyak berfungsi memperkuat kedudukan para pihak. Manakala proses ini berhasil, hasilnya
biasanya dituangkan dalam suatu dokumen yang memberinya kekuatan hukum. Misalnya hasil
kesepakatan negosiasi yang dituangkan dalam bentuk suatu dokumen perjanjian perdamaian. Huala
Adolf,Op.Cit.hlm:26-27

b.Konsiliasi

Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of
International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu
metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-
pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian
pertikaian. Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar.Op.Cit.hlm:229

c. Mediasi

Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara
sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan
proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada
pihak lainJ.GMerrills.Penyelesaian Sengketa Internasional.Terjemahan Achmad Fauzan(Internasional Dispute
Settlement).Bandung:Trasito.hlm:21.

d. Organisasi internasional (PBB)

Menurut Huala Adolf, S.H ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan
keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Preventive Diplomacy
Adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak,
mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini
dapat dilakukan oleh sekjen PBB, DK, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi
internasional bekerja sama dengan PBB.
2. Peace Making
Adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat,
khususnya melalui cara-cara damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB
dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian.
3. Peace Keeping
Adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian
dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan
personel militer, polisi PBB, dan personel sipil.
4. Peace Building
Adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna
memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah
kembali menjadi konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerja sama konkret yang
menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka.
Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang
dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya
suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam
menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik,
atau militer.

Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan
PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi
penengah Loekito Santoso.1986.Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang (Penjelajah
Polemologik).Jakarta:UI Pres.hlm:29

ii. Melalui jalur litigasi (yurisdiksional)

a) Arbitrase internasional

Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Pengaturan
arbitrase baru mulai pada tahun 1794, yakni ketika ditetapkan Perjanjian (internasional) Jay antara
Amerika Serikat dan Inggris. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara
mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak
yyang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebutF.S ugeng Istanto.Hukum
Internasional.Yogyakarta:Universitas Atmadjaya Yogyakarta.hlm:92.

Arbitrase bisa mendasarkan keputusannya pada ketentuan hukum atau juga mendasarkan pada
kepantasan dan kebaikan. Pihak yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan ini disebut
arbitator, yang bisa dibentuk berdasarkan persetujuan khusus dari pihak-pihak yang bersengketa
atau melalui perjanjian arbitrase yang ada. Kesepakatan arbitrase lazim disebut
compromis. Soemaryo Suryokusumo.OpCit.hlm :10

b) Pengadilan internasional

Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh
badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat
dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang
dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan
oleh badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.

Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat
dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan
memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang
susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah
menerima yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan Rebecca M.M.Wallace.Hukum
Internasional,terjemahan Bambang Arumnadi (International Law).Semarang:IKIP Semarang.hlm:281

iii. Melalui Organisasi internasional regional

Organisasi-organisasi atau Badan-Badan regional yang berfungsi memelihara perdamaian dan


keamanan di wilayah tertentu umumnya memiliki mekanisme tersendiri dalam menyelesaikan
sengketa internasional di antara para anggotanya.

2) Cara-cara penyelesaian secara kekerasan

Prinsip-prinsip cara penyelesaian melalui kekerasan menurut JG. Starke adalah:

 Perang dan tindakan bersenjata non perang


Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
 Retorsi
Retorsi adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina; misalnya merenggangnya hubungan diplomatik,
pencabutan privilege- privilege diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan
bea.
 Tindakan pembalasan
Pembalasan adalah metode-metode yang dipakai oleh negara- negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara lain dengan melakukan tindakan-
tindakan yang sifatnya pembalasan.
 Blokade damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-
kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk
memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade J.G Starke.Op.Cit,hlm:679-683
 Intervensi
Menurut piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak boleh berkembang menjadi ancaman
atau penggunaan kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan politik negara-
negara manapun Ibid.hlm:137
 SENGKETA INTERNASIONAL
 PENGERTIAN
 Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum
internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan
satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
 PENYEBAB
 1. Kesalahpahaman tentang suatu hal.
2. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
3. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
4. Pelanggaran hukum / Perjanjian Internasional.
 CARA PENYELESAIAN
 1. Secara damai :
Arbitrase: menyerahkannya kepada orang tertentu atau arbitrator, yang dipilih secara
bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan
kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
 2. Penyelesaian secara paksa, kekerasan atau perang :
Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan negara
lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada negara lawan.
 3. Mekanisme normal :
1. Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan
 sengketa.
2. Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru,
 penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
3. Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak
 sengketa.
4. Keputusan bersifat menyetujui / sepakat dan penolakan. Kasus internasional
 dianggap selesai apabila, para pihak mencapai kesepakatan atau para pihak menarik
 diri dari prose persidangan mahkamah internasional. Mahkamah internasional telah
 memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses
 hukum internasional yang berlaku.
 4. Mekanisme khusus :
1. Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karen mahkamah
 internasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus
 tersebut.
2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh negara
 tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
 3. Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan,
 supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas
 persidangan Mahkamah Internasional.

4. Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama
 karena materi sama terhadap lawan yang sama.
5. Intervensi, Mahkamah Internasional memberikan hak kepada negara lain yang tidak
 terlibat dalam sengketa untuk melakukan intervensi atas sengketa yang sedang
 disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah Internasional ada kemungkinan
 negara tersebut dirugikan.
 CONTOH KASUS SENGKETA INTERNASIONAL
 1. Indonesia dengan Malaysia
 Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika
dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara
ternyata memasukkan pulau sipadan dan pulau ligitan ke dalam batas-batas
wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar sipadan dan ligitan dinyatakan dalam
keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia
membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena
Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak indonesia mengartikan bahwa dalam status ini
berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas
kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak malaysia secara sepihak
memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
 Keputusan mahkamah internasional pada tahun 1998 masalah sengketa sipadan dan
ligitan dibawa ke icj, kemudian pada hari selasa 17 desember 2002 icj mengeluarkan
keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan pulau sipadan-ligatan antara indonesia
dengan malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, malaysia dimenangkan oleh
16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada indonesia. Dari 17 hakim
itu, 15 merupakan hakim tetap dari mi, sementara satu hakim merupakan pilihan
malaysia dan satu lagi dipilih oleh indonesia. Kemenangan malaysia, oleh karena
berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari
perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah inggris (penjajah
malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur
penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
 2. Irak dengan Kuwait
 Invasi irak ke kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi irak setelah perang
delapan tahun dengan iran dalam perang iran-irak. Irak sangat membutuhkan petro
dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat
kelebihan produksi minyak oleh kuwait serta uni emirat arab yang dianggap saddam
hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas ladang minyak rumeyla
sekalipun pada pasca-perang melawan iran, kuwait membantu irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, irak mengangkat masalah
perselisihan perbatasan akibat warisan inggris dalam pembagian kekuasaan setelah
jatuhnya pemerintahan usmaniyah turki.
 Dewan keamanan pbb mengambil hak veto. Israel diminta amerika serikat untuk tidak
mengambil serangan balasan atas irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan
militer negara negara arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
Pada tanggal 27 februari 1991 pasukan koalisi berhasil membebaskan kuwait dan
presiden bush menyatakan perang selesai.
 3. Indonesia dan Timor Leste.
 Klaim wilayah indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh malaysia, tetapi juga
oleh timor leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari negara kesatuan republik
indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah indonesia ini dilakukan oleh sebagian
warga timor leste tepatnya di perbatasan wilayah timor leste dengan wilayah
indonesia, yaitu perbatasan antara kabupaten timor tengah utara (ri) dengan timor
leste. Permasalahan perbatasan antara ri dan timor leste itu kini sedang dalam rencana
untuk dikoordinasikan antara pemerintah ri dengan pemerintah timor leste dan
kemungkinan akan dibawa ke perserikatan bangsa-bangsa (pbb) untuk mendapatkan
penyelesaian.masalah perbatasan antara indonesia dan timor leste, khususnya di lima
titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB).
 Lima titik tersebut adalah imbate, sumkaem, haumeniana, nimlat, dan tubu banat,
yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga timor leste. Tiga
titik diantaranya terdapat di perbatasan kabupaten belu dan dua di perbatasan timor
leste dengan kabupaten timor tengah utara (ttu).berlarutnya penyelesaian lima titik di
perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa
dilakukan.
 Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara:
1. Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian
tanah. Semula, pemerintah indonesia dan timor leste sepakat batas kedua negara
adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu
berubah-ubahselain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai
yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam,
warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga.
 2. Negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka,
karena menyangkut persoalan batas Negara.
 4. Jepang dan Korea
 Perebutan kepemilikan pulau daioyu/senkaku antara china-jepang telah berlangsung
sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ecafe menyatakan bahwa diperairan
sekitar pulau daioyu/senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian
pada tahun 1970, jepang dan amerika serikat menandatangani perjanjian
pengembalian okinawa, termasuk pulau daioyu/senkaku kepada jepang. Hal inilah
yang kemudian diprotes china, karena china merasa bahwa pulau tersebut adalah
miliknya.sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika jepang
membangun mercusuar di pulau daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika jepang mengusir kapal taiwan dari perairan daioyu.
Meskipun protes yang terus menerus dari china maupun taiwan, namun tahun 1990an
jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan
jepang di daiyou. Secara resmi.
 China memprotes tindakan jepang atas pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah
mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun
dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena
kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari
negara mereka, akibat overlapping antara zee jepang dan landas kontinen china. Hal
inilah yang belum terjawab oleh hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang
menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang
saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua
negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui
pengelolaan bersama (jda, joint development agreement). Sebenarnya dengan
pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua
negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan china-
jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus
selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak china, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat
digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama jepang.melihat sulitnya
dicapai kesepakatan china-jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh
adalah melalui mahkamah internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup
beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
 5. Kamboja dengan Thailand
 Sengketa perbatasan sekitar Candi Preah Vihear antara Kamboja dan Thailand jadi pusat
perhatian media internasional pada saat KTT ASEAN, Mei, di Jakarta. Diharapkan mediasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN merukunkan Perdana Menteri
Kamboja Hun Sen dan Perdana Menteri Thailand (waktu itu) Abhisit Vejjajiva dalam
masalah Candi Preah Vihear membuahkan hasil. Itu karena konsep Masyarakat Politik dan
Keamanan ASEAN yang dicanangkan para kepala negara dan pemerintahan ASEAN
menggambarkan mekanisme penyelesaian sengketa antarnegara ASEAN. Di samping itu,
Dewan Keamanan PBB telah memberikan amanah kepada ASEAN untuk menyelesaikan
masalah tersebut secara damai.
 6. Asean dan laut China Selatan
 Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, minggu lalu, berakhir dengan
menyisakan satu persoalan rumit. Negara-negara ASEAN belum berhasil menyatukan sikap
mengenai bagaimana mengelola sengketa di Laut China Selatan yang belakangan ini kian
panas. Proses pengelolaan sengketa yang melibatkan China dan empat negara ASEAN
(Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei) itu kini memasuki tahapan penting dengan adanya
rencana menyusun Code of Conduct (CoC) yang nantinya akan disepakati oleh semua negara
anggota ASEAN dan China.
 7. Jepang dengan China
 Memperebutkan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku. Sengketa kedua negara besar
tersebut telah berlangsung lama yaitu sejak tahun 1969. Awal mula sengketa ini
adalah dari pernyataan ECAFE tentang hidrokarbon dalam jumlah besar yang
menurutnya terkandung di sekitar Pulau Daioyu/Senkaku. Kemudian pada tahun
1970, Amerika Serikat dan Jepang sepakat untuk menandatangani perjanjian
pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Dengan
perjanjian tersebut, kemudian China memprotesnya, karena menurut China
keberadaan pulau tersebut adalah hak miliknya. Sengketa tersebut semakin
berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu
untuk melegitimasi pulau tersebut. Dan ketegangan tersebut semakin memuncak pada
saat Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Walaupun China dan
Taiwan terus melakukan protes, tetapi pada tahun 1990an Jepang kembali
memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou.
Penyelesaian sengketa internasional Penyelesaian dari kasus tersebut sangatlah rumit,
karena dari masing-masing negara bersikukuh dengan hak mereka masing-masing.
 Ada beberapa alternatif yang ditawarkan untuk menyelesaikan sengketa tersebut
misalnya dengan jalan pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement).
Namun cara penyelesaian tersebut masih tetap susah untuk dilakukan karena kasus
tersebut lama-kelamaan menjadi bermuatan politik. Dengan semakin sulitnya dicapai
antara kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus dilakukan
adalah melalui Mahkamah Internasional. Walaupun penyelesaian tersebut cukup
beresiko, namun jalan itulah yang paling efektif untuk dilakukan.
 8. Indonesia dengan Filipina
 Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas
(Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut
(Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping
itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P.
Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag
tahun 1928. Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan
titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan Filipina. Dalam adat Nanusa,
Miangas disebut Tinonda. Konon, pulau ini sering menjadi sasaran bajak laut. Selain
merebut harta benda, perompak ini membawa warga Miangas untuk dijadikan budak
di Filipina. Di masa Filipina dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenal dengan
sebutan Poilaten yang memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena di Miangas banyak
ditumbuhi palm mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulau ini disebut Miangas.
Miangas bukan hanya menjadi sasaran perompakan. Pulau ini memiliki sejarah
panjang karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika mengklaim
Miangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki Filipina digeser
Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus klaim
Pulau Miangas ini diusung ke Mahkamah Internasional.
 9. Abkhazia dan Ossetia Selatan
 Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah dua negara republik pecahan Georgia di
Kaukasus. Keduanya telah berupaya melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920-
an. Setelah Revolusi Rusia tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan ditetapkan
sebagai dua republik otonom yang merupakan bagian dari Georgia dan termasuk di
dalam wilayah Uni Soviet. Namun setelah perang tahun 1920-an, Abkhazia dan
Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan 1922. Masalah
kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan Georgia
mendeklarasikan independensinya yang akhirnya berujung pada perang di tahun 1992
dan 2008. Rusia pada akhirnya mengakui kedua republik tersebut sebagai negara yang
terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni Eropa dan NATO menolak mengakui
kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
 10. Inggris dan Argentina
 Kepulauan Falkland pada awalnya diperebutkan Inggris dan Spanyol selama
bertahun-tahun. Sampai pada 1816, terjadi perkembangan baru di Amerika Selatan.
Argentina menyatakan merdeka dari jajahan Spanyol, dan membuat batas wilayah
negaranya sampai ke Kepulauan Falkland. Jadilah kini, Inggris yang berseteru dengan
Argentina memperebutkan kepulauan di Amerika Selatan itu.
 Perebutan itu terus berlangsung selama bertahun-tahun. Bahkan Argentina berhasil
memasukkan masalah klaim kepulauan itu ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pada 1965, PBB mengeluarkan Resolusi 2065 yang menyebutkan perlunya
penyelesaian masalah itu, dengan memperhatikan kepentingan penduduk yang ada di
kawasan tersebut. Negosiasi antara Inggris dan Argentina secara baik baik. Menurut
survey masyarakat kedua belah negara menginginkan adanya kompromi mengenai
masalah Malvinas. Momen ini dapat dimanfaatkan sehingga terjadi kesepakatan
mengenai pulau tersebut.Penyelidikan. Dalam hal ini harus ada penyelidik independen
untuk mencari fakta-fakta dalam sengketa yang pada akhirnya akan menjadi
pertimbangan untuk keputusan dalam penyelesaian sengketa. Menteri Luar Negeri
Hillary Clinton menyatakan Amerika Serikat siap membantu Argentina dan Inggris
untuk menyelesaikan sengketa Kepulauan Falkland.”Posisi kami adalah bahwa ini
merupakan masalah yang harus diselesaikan antara Inggris dan Argentina. Apabila
kami bisa membantu memfasilitasi upaya semacam itu, kami siap melakukan itu,”
ujar Hillary di Montevideo, ibu kota Uruguay. Sedangkan esensi terbesar jika
dimasukkan ke Mahkamah Internasional adalah mengenai efektifitas putusan
mahkamah itu sendiri. Hingga sekarang belum terdengar jika pihak atau salah satu
pihak sampai menggugat putusan Mahkmah atau secara terbuka memprotes keras
putusan Mahkamah. Hal ini menunjukkan bahwa putusan dan wibawa Mahkamah
masih dihormati dengan baik. Sehingga diharapkan sengketa Malvinas akan selesai
dan tidak berlarut larut.

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI


By M. Lutfi Chakim 21.15.00 International Law
Penyelesaian sengketa internasional secara damai bertujuan untuk mencegah dan
mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal
33 ayat 1 Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)


Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat
menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.

4. Mediation (mediasi)
Pihak ketiga campur tangn untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang
bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif.

5. Consiliation (Konsiliasi)
Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi.

6. Arbitration (arbitrasi)
Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan
penyelesain sengketa melalui pengadilan.

7. Penyelesain sengketa menurut hukum


Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah
Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutan yang diajukan
dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional
merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

8. Badan-badan regional
Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri.

9. Cara-cara damai lainnya

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PBB

Tujuan PBB sebagaimana diatur dalam pasal 1 Piagam PBB adalah memelihara perdamaian
dan keamanan dunia, mengembangkan hubungan persahabatan di antara negara-negara,
mewujudkan kerjasama internasional dalam mencegahkan masalah ekonomi, social, budaya atau
yang bersifat kemanusiaan dan meningkatkan penghargaan pada hak asasi manusia dan menjadi
pusat penyelarasan tindakan negara-negara dalam mencapai tujuan ini.
Dewan keamanan, majelis umum dan sekretariat PBB adalah organ PBB yang berperan
penting dalam menyelesaikan masalah persengketaaan internasional secara damai.
Wewenang Dewan Keamanan salah satunya adalah mempertimbangkan suatu masalah atas
permintaan Majelis umum, suatu negara anggota atau sekretaris jenderal. Dewan Keamanan juga
mempunyai wewenang untuk memungut suara terbanyak untuk memutuskan apakah untuk
menempatkan masalah tertentu pada agendanya, dan juga berwenang untuk mempertimbangkan
suatu sengketa.

Majelis Umum berwenang untuk membicarakan dan merekomendasi hal yang luas,
kemudian membicarakan meliputi segala soal atau hal yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam.
Dewan keamanan dan majelis umum menjalankan kewenangan yang ekstensif untuk membuat
rekomendasi mengenai penyelesaian masalah yang terjadi diantara para pihak yang bersengketa.
Aktivitas lain yang melibatka Dewan Keamanan dan Majelis Umum secara ekstensif ialah penemuan
fakta dan dalam berbagai kesempatan kedua badan tersebut telah menjalankan wewenangnya
untuk membentuk organ tambahan untuk tujuan ini.

Tugas Sekretaris Jenderal adalah untuk menyelidiki kemungkinan penyelesaian yang


diberikan oleh Majelis Umum. Tugas lainnya yang merupakan tugas yang paling penting yaitu
organisasi dan administrasi operasi pemeliharaan perdamaian PBB.

Penyelesaian sengketa melalui PBB dapat dilakukan dengan cara penyelidikan, dimana
Dewan Keamanan PBB membentuk tim pencari fakta untuk melakukan penyelidikan, misalnya dalam
perang Iraq-Iran. Dalam perang tersebut Dewan Keamanan PBB mengirim komisi penyelidik yang
dipimpin oleh Sekjen PBB dalam tahun 1987. PBB juga dapat membantu para pihak yang
bersengketa dengan cara negosiasi, misalnya dalam kasus Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan
Malaysia.

13 Contoh Sengketa Internasional


Cintya Fahyuliani Putri

6:20 PM

Tugas

Selamat malam readers!!! Kali ini Sang Cacing akan berbagi contoh-contoh sengketa internasional.
Ini sebenarnya tugas waktu kelas 2 semester 2. Nah aku share ke blog kali aja ada yang
membutuhkan.Semua contoh-contoh ini aku rangkumkan dari google. Maaf jika kurang lengkap yaaa.
^_^
1. Sengketa Internasional antara Jepang Dan Korea

Penyebab :

Perebutan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung sejak


tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar Pulau
Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang
dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau
Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa
bahwa pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika
Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.

Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu.
Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang
kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara
resmi

Penyelesaian :

China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut. Sampai saat ini permasalahan ini
belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan
menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada
penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari
negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang
belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan
median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat
menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi
equidistance line.

Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan
bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya
akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan
memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua
negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk
membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-
Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional.
Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.

2. Sengketa Internasional antar Irak dan Kuwait

Penyebab :

Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan
Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan
ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait
serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas
Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan
perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan
Usmaniyah Turki.

Penyelesaian:

Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak
mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara
Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari
1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.

3. Sengketa Internasional antara Indonesia dan Timor Leste

Penyebab :

Klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh
Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara KesatuanRepublik Indonesia pada
tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di
perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor
Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste.

Penyelesaian :

Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk
dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa
ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara
Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa
ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang
memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya
terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor
Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan
penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang
belum disepakati warga dari kedua negara yakni:

Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai
terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubahSelain itu, ternak milik
warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.

Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena
melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah
ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.

4. Sengketa Internasional antara Thailand dan Kamboja


Penyebab :

Sengketa Sengketa Kuil Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik berdarah antara
Thailand dan Kamboja. Konflik akibat sengketa kuil tersebut kembali pecah pada 22 April lalu.
Pemerintah Kamboja dan Thailand mengklaim bahwa kuil tersebut milik kedua negara. Pada tahun
1962, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu milik
Kamboja. Namun gerbang utama candi tersebut berada di wilayah Thailand. Hingga kini, masih tetap
terjadi baku tembak di perbatasan dekat candi antara kedua belah pihak, sampa saat ini 18 Prajurit
kedua belah pihak dinyatakan tewas dan memicu lebih dari 50 ribu warga dievakuasi ke pusat-pusat
pengungsian.

Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali menarik pelatuk
senjata. Menurut Pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika pasukan Kamboja menembaki pihak
Thailand. Sedangkan menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan
menyerang pos militer kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang
berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua candi yang diklaim
milik Kamboja.

Penyelesaian :

Pemerintah Kamboja memilih jalan meminta bantuan pengadilan tertinggi Perserikatan


Bangsa-Bangsa (PBB). Negara itu meminta pengadilan internasional memerintahkan Thailand
menarik tentaranya dan menghentikan aktivitas militer mereka di sekitar kuil yang menjadi lokasi
sengketa. Thailand dan Kamboja selanjutnya meminta kesediaan Indonesia berperan sebagai
penengah konflik yang terjadi di antara keduanya. Permintaan ini disambut baik Pemerintah Indonesia
dan diwujudkan dengan cara membentuk tim peninjau. Komposisi tim peninjau terdiri dari unsur sipil
dan militer, yakni dari staf Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan staf dari Kementerian
Pertahanan serta perwira militer TNI.

Indonesia sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut andil dalam
upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh Kamboja yang
menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari Indonesia untuk mengawasi gencatan senjata.
Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang mengatakan bahwa permasalahan perbatasan
seharusnya adalah masalah bilateral dan tidak melibatkan pihak ketiga.

Konflik Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan KTT ASEAN ke-
18 di Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan
apapun. Hal ini dikarenakan Thailand menolak tiga permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi
perbatasan.

Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah diadakannya kembali pertemuan
pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border Commission (JBC) di Indonesia. Indonesia
dipilih sebagai tempat pertemuan JBC karena Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat
oleh Dewan Keamanan PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak
hal ini. Mereka menginginkan JBC hanya dilakukan oleh kedua negara (Kamboja dan Thailand),
tanpa peran Indonesia.

Tuntutan lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23 titik
perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan dilakukannya foto pemetaan wilayah untuk
mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka
harus terlebih dahulu mengajukan hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand
berprinsip, tuntutan baru dapat dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain, Kamboja
menilai permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan bertele-
tele. Menurut Kamboja, itulah sebabnya hingga kini perundingan perbatasan antarkedua negara tidak
pernah rampung. Kamboja pun menuduh Thailand tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam
berunding.

5. Sengketa Internasional antara Israel dan Palestina

Penyebab :

Dimulai setelah perang dunia kedua. ketika masyarakat israel (yahudi) berpikir untuk
memiliki negara sendiri. (menurut sejarah mereka keluar dari tanah israel setelah perang salib karena
dituduh pro-kristen oleh tentara islam, yang kemudian ditinggali oleh orang-orang filistin atau
palestine).Pikiran berbentuk zionisme yang didorong oleh genosida oleh NAZI pada perang dunia
kedua. pilihan letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada saat itu merupakan
tanah jajahan inggris. karena secara leluhur mereka memilikinya tapi juga secara religius beberapa
tempat keagamaan Yahudi ada disana.Meskipun tidak secara terbuka, negara-negara barat setuju dan
mendukung(alasannya karena sebelum orang palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik israel).
sebaliknya negara-negara arab berargumen bahwa adalah karena jerman yang melakukan genosida
maka tanah jermanlah yang harus disisihkan untuk dijadikan negara yahudi. Dibalik semua intrik
politik dan keuntungan dan kerugian politik, strategis , dll. inggris secara sukarela mundur dari negara
dan memberikan siapa saja untuk mengklaimnya. berhubung israel lebih siap maka mereka lebih
dahulu memproklamasikan negara.

Sebaliknya orang-orang palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima mejadi
bagian negara Yahudi (dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang Muslim),
sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang palestina sebagai ancaman dalam negeri, begitu juga
dengan bangsa palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru. Hasilnya perang dan konflik
yang telah berbelit-belit. yang sebenarnya adalah urusan antara dua negara/bangsa menjadi konflik
antara agama (Yahudi vs. Islam) belum lagi stabilitas kawasan timur tengah dan ikut campur Amerika
dengan kebijakan MINYAK mereka. Sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.

6. Sengketa Internasional antara Georgia , Republik Abkhazia dan Republik Ossetia Selatan

Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah dua negara republik pecahan Georgia di Kaukasus.
Keduanya telah berupaya melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920-an. Setelah Revolusi Rusia
tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan ditetapkan sebagai dua republik otonom yang merupakan
bagian dari Georgia dan termasuk di dalam wilayah Uni Soviet. Namun setelah perang tahun 1920-an,
Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan 1922. Masalah
kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan Georgia mendeklarasikan
independensinya yang akhirnya berujung pada perang di tahun 1992 dan 2008. Rusia pada akhirnya
mengakui kedua republik tersebut sebagai negara yang terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni
Eropa dan NATO menolak mengakui kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
7. Sengketa Internasional antara Republik Serbia dan Republik Kosovo

Keruntuhan negara sosialis di tahun 1990-an juga berpengaruh pada Yugoslavia. Pada masa
keruntuhan Yugoslavia, terbentuk lima negara baru; Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia,
Slovenia, dan Republik Federasi Yugoslavia yang menaungi daerah otonomi Kosovo. Pada tahun
1998-1999 pecah perang ketika "Kosovo Liberation Army" menuntut kemerdekaan dari RF
Yugoslavia. Setelah perang berakhir, RF Yugoslavia melepas semua klaimnya atas Kosovo dan
menerimanya sebagai wilayah yang diawasi PBB. Pada tahun 2006, RF Yugoslavia pecah menjadi
Serbia dan Montenegro, sementara Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 17
Februari 2008 dengan memilih Pristina sebagai ibukota. Kosovo diakui secara resmi sebagai sebuah
negara oleh 80 negara anggota PBB plus Taiwan. Meski telah menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,
status Kosovo sampai saat ini masih belum diakui sebagai negara berdaulat secara sepenuhnya.

8. Sengketa Internasional antara Maroko dan Republik Demokratik Arab Sahrawi

Sahara Barat berada di wilayah Afrika yang dikelilingi Maroko, Algeria, dan Mauritania.
Wilayahnya sebagian besar terdiri atas padang pasir sehingga populasinya pun hanya sekitar 500 ribu
penduduk yang sebagian besar tinggal di kota. Pada awalnya, Sahara Barat berada di bawah
kekuasaan Imperium Spanyol. Namun setelah Kesepakatan Madrid pada tahun 1975, ketika Spanyol
sepakat untuk mengakhiri keberadaannya di wilayah itu, Sahara Barat diklaim oleh Maroko dan
Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Sebanyak 20-25% wilayah Sahara Barat berada di
bawah kekuasaan RDAS sementara Maroko mengontrol selebihnya. Kekuasaan RDAS diakui oleh 58
provinsi sedangkan 22 provinsi lain menarik dukungan meerka dan 12 lainnya baru akan menentukan
sikap setelah referendum PBB. Namun hingga saat ini, PBB tidak mengakui Sahara Barat sebagai
negara berdaulat di bawah pemerintahan RDAS.

9. Sengketa Internasional antara Spanyol dan Inggris

Wilayah Gibraltar telah jadi sengketa sejak bertahun-tahun lalu. Posisinya yang strategis di
Selat Gibraltar memungkinkan akses ke Laut Tengah dan Suez, yang merupakan jalur penting
pelayaran dan perdagangan internasional. Saat ini, kendali militer selat itu dipegang oleh Inggris dan
Maroko meskipun Spanyol memiliki pangkalan militer yang cukup besar di area yang sama. Awalnya,
Gibraltar dikuasai oleh kekuatan Anglo-Belanda pada tahun 1704. Kemudian pada tahun 1713
Spanyol menyerahkannya pada Inggris melalui Perjanjian Utrecht. Sejak itu, Spanyol tiga kali
berusaha mengambil alih kembali Gibraltar namun tidak berhasil. Referendum yang diadakan pada
1967 dan 2002 yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah itu ke Spanyol, justru menghasilkan
sebaliknya, 99% penduduk memilih untuk tetap berada di bawah kekuasaan Inggris. Memang tidak
ada ketegangan berarti antara Spanyol dan Inggris terkait klaim wilayah ini, namun Spanyol tetap
tidak mau melepaskan kekuasaan politiknya atas Gibraltar.

10. Sengketa Internasional antara Argentina dan Inggris Raya

Kepulauan ini terkait erat dengan Kepualaun Falkland yang juga menjadi sumber keretakan
hubungan Argentina dan Inggris. Sejak James Cook mendarat di Georgia Selatan pada tahun 1775 dan
Kepulauan Sandwich pada tahun 1908, Inggris menganeksasi keduanya pada 1908. Sedangkan
Argentina mengklaim kekuasaannya berdasarkan keberadaan perusahaan penangkapan paus yang
mulai beroperasi tahun 1908 di Georgia Selatan, namun telah menandatangani perjanjian sewa kepada
pemerintah Kepulauan Falkland sejak tahun 1906. Pada tahun 1985, Georgia Selatan dan Kepualauan
Sandwich Selatan resmi menjadi wilayah luar negeri Inggris. Namun Argentina tetap melanjutkan
klaim kedaulatannya atas kedua wilayah kepualauan itu. Perkembangan terbaru pada tahun 2010,
Presiden Venezuela, Hugo Chavez, menelpon Ratu Elizabeth II untuk menyerahkan Georgia Selatan
dan Kepulauan Falkland kepada Argentina.

11. Sengketa Internasional antara Pemerintah Adminsitrasi Tibet dan Republik Rakyat China

Sejarah kedaulatan Tibet terentang panjang sejak abad 13. Secara hukum, pemerintah
Republik Rakyat China (RRC) melihat Tibet sebagai bagian tak terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Fakta
ini didukung peta kuno dan negara-negara lain sehingga menjadikan Tibet sebagai wilayah otonom
China. Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Perancis serta banyak negara lain mengakui Tibet
sebagai bagian dari China. Akar konflik yang terus berlanjut hingga saat ini terjadi saat Invasi China
ke Tibet pada tahun 1950, ketika pemerintahan baru komunis memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah
China" sehingga menimbulkan pecahnya perang. Setalah perang berakhir, Pemerintah Administrasi
Tibet (PAT), yang diwakili Dalai Lama, menyerahkan Tibet kepada China dengan 17 poin
kesepakatan. Namun, delegasi Tibet dipaksa menandatangani kesepakatan tersebut. Hingga saat ini
PAT berada di pengasingan di India dan tidak ada tanda-tanda Tibet akan memperoleh
kemerdekaannya.

12. Sengketa Internasional antara Republik Siprus dan Republik Turki Siprus Utara

Siprus merupakan kelanjutan konflik Yunani dan Turki di era modern. Konflik kedua negara
sendiri telah berlangsung selama berabad-abad. "Kepemilikan" Siprus selalu berpindah tangan antara
Turki dan Inggris sepanjang sejarah sejak pertama kali dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman. Diantara
penguasaan kedua negara tersebut, muncul pula beberapa kali pemberontakan yang mendukung
kedaulatan penuh dari salah satu negara. Salah satunya dilakukan kelompok perlawanan Siprus Turki
EOKA yang menginginkan penyatuan Siprus dengan Turki. Dari sekian lama pergolakan yang masih
terjadi hingga sekarang, Turki menguasai 37% bagian utara pulau tersebut dan mengklaim secara de
facto berdirinya Republik Turki Siprus Utara. Meski begitu, pertempuran antara Yunani dan Siprus
Turki masih jadi pemandangan harian hingga saat ini. Inggris, Yunani, dan Turki pun harus meminta
NATO untuk turut menjaga perdamaian. Sementara di sisi lain, hanya Turki yang mengakui Republik
Turki Siprus Utara sebagai sebuah negara dan sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pulau tersebut
akan bersatu dalam sebuah negara utuh.

13. Sengketa Internasional antara Republik Rakyat China dan Republik China (Taiwan)

Republik China (Taiwan) memperoleh dukungan internasional atas keputusannya


memisahkan diri dari Republik Rakyat China (RRC). Beberapa negara bahkan menyarankan untuk
menanggalkan nama China dan menggantinya menjadi Republik Taiwan untuk melepaskan hubungan
dari negara komunis itu. Sebelum Perang Dunia (PD) 2, Taiwan dimiliki oleh Jepang sedangkan nama
Republik China mengacu pada negeri China daratan. Setelah PD 2, Jepang menyerahkan Taiwan
kepada Republik China. Namun karena perang saudara yang terjadi antara RRC dan Republik China,
kepemilikan Taiwan pun jadi tidak jelas sehingga pada akhirnya mendeklarasikan diri sebagai sebuah
negara berdaulat yang terlepas dari RRC yang menguasai China daratan. RRC menolak mengakui
Taiwan sebagai sebuah negara dan tidak menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang
mengakui Taiwan. Sampai sekarang, Taiwan belum memperoleh pengakuan penuh sebagai sebuah
negara. Hanya 23 negara yang menjalin hubungan diplomatik resmi dengan negara pulau itu
sementara negara lainnya, meskipun mengakui Taiwan sebagai sebuah negara, memilih untuk
menjalin hubungan diplomatik tidak resmi.

Anda mungkin juga menyukai