Anda di halaman 1dari 9

SENGKETA PILKADA

KELOMPOK 1
ANANTA ISYAHLAN ABDILLAH (2102010095)
META PUPU SASTIDITYA (2102010010)
MARCHELLA DHEA MANDALA (2102010005)
NINDYA KARTIKA (2102010038)
JIHAN SAJIDAH (2102010063)
Get Started HUKUM
POLITIK
PILKADA

Pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh


penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat.
Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan
wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
dimaksud mencakup:

Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi


Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
Wali kota dan wakil wali kota untuk kota
UU Nomor 1 Tahun 2015 UU Nomor 8 Tahun 2015

UNDANG -
UU Nomor 12 Tahun 2008 UNDANG YANG UU Nomor 10 Tahun 2016

MENGATUR

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah


pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini
menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan
beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004.
SENGKETA PILKADA

Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)


merujuk pada perselisihan atau konflik yang
muncul dalam konteks pemilihan kepala daerah
di suatu wilayah, seperti gubernur, bupati, atau
walikota. Pilkada adalah proses demokratis
yang memungkinkan warga suatu wilayah
untuk memilih pemimpin mereka melalui
pemilihan umum.
FAKTOR – FAKTOR SENGKETA PILKADA

1. Ketidakpuasan Hasil Pemilihan: 3. Ketidaksesuaian dengan Prosedur


Salah satu faktor utama dalam sengketa Hukum: Pihak yang terlibat dalam
Pilkada adalah ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada mungkin tidak mematuhi
pemilihan. Calon yang kalah atau semua prosedur hukum yang berlaku,
pendukungnya mungkin merasa bahwa seperti pengajuan dokumen atau
pemilihan tidak adil atau terjadi kecurangan. pelaporan keuangan kampanye.

2. Keputusan KPU atau Penyelenggara 4. Isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Pemilu: Keputusan Komisi Pemilihan Antargolongan): Isu-isu yang berkaitan
Umum (KPU) atau penyelenggara pemilu dengan suku, agama, ras, dan
lainnya yang dianggap tidak adil atau antargolongan sering kali dimanfaatkan
tidak transparan dapat memicu sengketa. dalam kampanye pemilihan. Hal ini dapat
Hal ini termasuk masalah terkait dengan menciptakan ketegangan dan
daftar pemilih, perhitungan suara, atau menyebabkan konflik antara kelompok-
pelaksanaan pemilihan. kelompok yang berbeda.
Jenis-Jenis Sengketa Pilkada

Terdapat 2 Jenis sengketa dalam Pemilihan,


seperti disebutkan dalam Pasal 142 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016, yakni meliputi
sengketa antar peserta Pemilihan dan sengketa
antara peserta Pemilihan dengan penyelenggara
Pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
Dampak sengketa pilkada pada masyarakat :

dampak ini memiliki dua dampak positif dan negatif yaitu


1. Dampak positif nya :
▪ hak konstitusional peserta pilkada dan masyarakat tetap terpenuhi.
▪ Kewenangan yang dimiliki oleh pejabat sementara sanagat terbatas.
▪ Mencegah meningkatnya anggaran.

2. Dampak negatif nya :

Sedikitnya ada tiga dampak besar pemilihan kepala daerah secara langsung yang membuat banyak pihak prihatin. Ketiganya adalah penggunaan
uang yang semakin marak dari waktu ke waktu untuk membeli suara konstituen, tidak adanya jaminan pasangan calon terbaik akan menang dan
akibat biaya kampanye yang besar maka hasil pilkada sulit dipisahkan dari perilaku koruptif kepala daerah terpilih. Menurut Guru Besar Institut
Ilmu Pemerintahan yang juga mantan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, tiga dampak besar pilkada langsung itu secara
kumulatif akan secara otomatis mematikan ekspektasi publik akn hadirnya pemerintahan yang baik di Indonesia.
PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA

Tahapan permohonan sengketa: Pada tahap ini, pihak yang Mekanisme Penyelesaian Sengketa PemiluMekanisme penyelesaian
merasa dirugikan dalam pilkada dapat mengajukan sengketa dilakukan melalui mediasi dan ajudikasi, dengan jangka waktu
permohonan penyelesaian sengketa ke lembaga yang penyelesaian sengketa selama 12 hari. Permohonan pengajuan sengketa,
berwenang, seperti Mahkamah Konstitusi atau Bawaslu (Badan
paling lambat tiga hari sejak dikeluarkannya berita acara maupun SK
Pengawas Pemilu).
oleh KPU.Mekanisme Penyelesaian Sengketa PemiluMekanisme
penyelesaian sengketa dilakukan melalui mediasi dan ajudikasi, dengan
jangka waktu penyelesaian sengketa selama 12 hari. Permohonan
pengajuan sengketa, paling lambat tiga hari sejak dikeluarkannya berita
Tahapan pemeriksaan awal: Setelah permohonan diajukan, lembaga acara maupun SK oleh KPU
yang berwenang akan melakukan pemeriksaan awal terhadap
permohonan tersebut. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan
apakah permohonan tersebut memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke
tahap berikutnya. sebagaimana diatur dalam
Pasal 236C yang menyatakan bahwa “Penanganan sengketa hasil
penghitungan
suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah
Tahapan persidangan: Jika permohonan dinyatakan memenuhi syarat, maka Agung
tahap selanjutnya adalah persidangan. Persidangan ini biasanya melibatkan dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan
pihak-pihak yang terkait dalam pilkada, seperti kandidat, partai politik, atau sejak Undang-Undang ini diundangkan.”
saksi-saksi. Selama persidangan, bukti-bukti akan diajukan dan
dipertimbangkan untuk mengambil keputusan. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Perubahan menegaskan bahwa “Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
Tahapan putusan: Setelah persidangan selesai, lembaga yang berwenang
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
akan mengeluarkan putusan terkait sengketa pilkada tersebut. Putusan
umum”.
ini dapat berupa dinyatakan sahnya hasil pilkada, pencoretan suara, atau
bahkan pengulangan pilkada.
Contoh Kasus Pilkada
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Serang, Banten pada tahun 2018. Pada saat
itu, terdapat sengketa antara pasangan calon Bupati yang kalah dengan pasangan calon yang
menang dalam pilkada tersebut.Pihak yang merasa dirugikan dalam pilkada tersebut
mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Bawaslu Kabupaten Serang. Setelah
permohonan tersebut diajukan, Bawaslu akan melakukan pemeriksaan awal terhadap
permohonan tersebut untuk menentukan apakah permohonan tersebut memenuhi syarat. Jika
memenuhi syarat, maka proses persidangan akan dilakukan.Dalam proses persidangan, pihak-
pihak yang terkait dalam pilkada, seperti pasangan calon yang bersengketa, partai politik
pendukung, serta saksi-saksi, akan dihadirkan. Pihak-pihak tersebut akan memaparkan
argumen dan bukti-bukti yang mendukung posisi mereka.Setelah persidangan selesai,
Bawaslu Kabupaten Serang akan mengeluarkan putusan terkait sengketa pilkada tersebut.
Dalam kasus Pilkada Kabupaten Serang tahun 2018, Bawaslu memutuskan untuk mencoret
sejumlah suara yang dianggap tidak sah, sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan selama
persidangan.Pilkada Kabupaten Serang tahun 2018 merupakan salah satu contoh kasus dalam
penyelesaian sengketa pilkada di Indonesia, di mana lembaga yang berwenang melakukan
tahapan-tahapan yang telah ditetapkan dalam undang-undang untuk mencapai putusan yang
adil dan mengikat.

Anda mungkin juga menyukai