Anda di halaman 1dari 10

ETIKA BAHASA JURNALISTIK

Disusun Oleh :

Muhammad Badruzzaman 11150510000041

Muhammad Aulia Ilsya 11150510000019

Rezka Dwi Fitriansyah 11150510000050

Danang Nurihidayana 11150510000081

Farhan Fauzan 11150510000075

Rayhan Ramadhan 11150510000032

Mata kuliah : Bahasa Jurnalistik

Dosen : Drs, Helmi Hidayat, M.A.

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Bahasa Jurnalistik dengan judul Etika Bahasa Jurnalistik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa
Jurnalistik. Dalam makalah ini mengulas tentang arti, definisi dan juga pedoman
dalam etika bahasa jurnalistik. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat
dalam rangka menambah pengetahuan dan juga wawasan pembaca.

Kamipun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Tangerang Selatan, 12 Juni 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah pembuat nilai etika. Beberapa filosof, membedakan antara


etika dan moral sebagai konsep. Etika dinyatakan sebagai kajian umum dan
sistematik tentang apa yang seharusnya menjadi prinsip dan salah dari perilaku
manusia. Sementara moral atau moralitas adalah standar benar dan salah yang
praktis, spesifik, disepakati bersama, dan dialihkan secara kultural. Tetapi filosof
lain menggunakan terma-terma etika dan moral dalam pengertian yang bisa saling
dipertukarkan.

Dengan demikian, etika suatu masyarakat tentang suatu hal, misalnya


tentang komunikasi manusia, bersifat relatif. Artinya hanya berlaku untuk
masyarakat tersebut dan tidak mengikat masyarakat-masyarakat lainnya. Bahkan
sebagian orang percaya, etika komunikasi bersifat individual, personal, dan
subyektif.

Begitu juga dengan etika bahasa jurnalistik. Setiap negara memiliki sistem
ideologi dan sistem politiknya masing-masing. Sistem ideologi dan politik inilah
yang kemudian juga melekat dalam sistem pers atau sistem media massa suatu
negara yang di dalamnya bersemi etika.

Dalam etika bahasa jurnalistik, komitmen, kapasitas, kualitas, dan


kredibilitas suatu media, benar-benar dipertaruhkan. Seorang jurnalis kurang
bermoral dari media yang tidak profesional, akan memandang etika bahasa
jurnalistik sebagai suatu kemustahilan. Sebalikya seorang jurnalis bermoral dari
media profesional, akan melihat etika bahasa jurnalistik sebagai suatu keharusan.
Dengan etika, fungsi media tercerahkan dan termuliakan. Tanpa etika, kehadiran
suatu media awal dari kehancuran.Berdasarkan hal tersebut maka dalam etika
bahasa jurnalistik memiliki pedoman-pedoman yang harus ditaati oleh setiap
oraganisasi kejurnalistikan agar untuk tidak keluar dari koridor yuridis, sosiologis,
dan koridor etis.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yakni
sebagai berikut :

1. Apa arti dan definisi etika?


2. Apa arti dan definisi moral?
3. Apa definisi etika bahasa jurnalistik?
4. Apa pedoman etika bahasa jurnalistik?
5. Apa pedoman pemakaian bahasa dalam pers yang dikeluarkan oleh
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui arti dan definisi etika.


2. Mengetahui pengertian etika bahasa jurnalistik.
3. Memahami definisi dan pedoman etika bahasa jurnalistik.
4. Mengetahui dan memahami sepuluh pedoman bahasa jurnalistik

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang etika


bahasa jurnalistik.
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang etika
bahasa jurnalistik.
3. Penulis dan pembaca dapat memperoleh pengetahuan serta pemahaman
tentang pedoman etika bahasa jurnalistik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Arti dan Definisi Etika

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.


Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.

Secara etimologis, berdasarkan yang diungkapkan Bertens etika berasal dari


bahasa Yunani Kuno, ethikos, yang berarti timbul dari kebiasaan. Ada juga yang
mengkategorikan berasal dari kata ethos yang berarti adat atau kebiasaan atau
bentuk jamaknya la etha atau ta ethe yang artinya samaadat kebiasaan. Etika dan
moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan. Moral atau moralitas untuk perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Menurut Ki Hajar Dewantara, etika adalah ilmu yang mempelajari segala


soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang
mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.

Menurut K. Bertens, etika dapat dibedakan dalam tiga arti. Pertama, kata
etika bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Kedua, etika berarti juga kumpulan asas atau niali moral. Maksudnya adalah kode
etik. Ketiga, etika adalah ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
Dalam hukum dan masyarakat terdapat etika. Jika hukum berbicara tentang
peraturan tertulis dan bersifat memaksa, maka etika lebih banyak menyentuh
peraturan tidak tertulis sebagai hasil kesepakatan-kesepakatan dalam masyarakat
yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam etika tak ada
kekuatan yang sifatnya memaksa. Etika berpulang pada hati nurani setiap individu.

2.2 Arti dan Definisi Moral

Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak


orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus
mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-
absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral
diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

Pengertian moral dalam kamus psikologi dituliskan bahwa moral mengacu


pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Jadi moral merupakan kondisi pikiran,
perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan
buruk. Moral yang bahasa latinnya Moralitas, merupakan istilah manusia menyebut
ke manusia lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang
tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki
nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia.

2.3 Definisi Etika Bahasa Jurnalistik

Etika bahasa jurnalistik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan


proses perencanaan, aplikasi dan supervisi segala hal yang berhubungan dengan
aktivitas jurnalistik. Diawali dengan peliputan, penyajian, pemuatan, penyiaran
dan penayangannya di media.
Jika digambarkan, aktivitas seorang jurnalis ia harus turun langsung ke
lapangan. Setelah itu, ia harus menemui dan mewancarai narasumber sambil
mengamati situasi di sekitarnya. Saat terjadinya wawancara, maka jurnalis harus
merekam atau mencatat jalannya wawancara. Kemudia ia harus membuat hasil
wawancara tersebut. .

Dalam hitungan menit sebuah berita sudah terbit dan siap untuk dimuat.
Namun sebelum berita diterbitkan jurnalis harus mengirimkannya kepada redaktur
untuk diperiksa apakah sudah layak terbit dan memenuhi struktur bahasa jurnalistik
atau tidak. Di sinilah letaknya etika bahasa jurnalistik. Para redaktur menilai bahasa
jurnalistik yang diracik oleh para jurnalis. Karena ada kata-kata yang lunak agar
menarik perhatian pembaca hharus diubah menjadi menjadi kata-kata yang keras,
namun tetap saja harus sinkron dengan kode etik profesi.

Bahasa bagi seorang jurnalis diibartkan sebagai senjata dan kata-katanya di


ibaratkan sebaga peluru. Karena itu, seorang jurnalis tidak boleh sembarang untuk
mengubah hasil wawancaranya. Seorang jurnalis tidak boleh menggunakan
senjatanya untuk membunuh orang lain. Seorang jurnalis hanya boleh
menggunakan senjatanya hanya untuk mencerdaskan dan memuliakan masyarakat
serta membela dan menjunjung tinggi kehormatan bangsa. Karena itu, sungguh
tepat ungkapan yang menyatakan bahwa seorang jurnalis pada dasarnya ialah
seorang nasionalis.

2.4 Pedoman Etika Bahasa Jurnalistik

Sudah diatur dalam etika jurnalistik, bahwa jurnalis dan pengelola media
massa untuk tidak keluar dari koridor yuridis, sosiologis, dan koridor etis. Dalam
buku Hukum dan Etika Pers disebutkan bahwa koridor yuridis untuk pers sudah
diatur dalam UU Pokok Pers No. 40/1999. Sedangkan untuk media penyiaran radio
dan televisi sudah diatur dalam UU Pokok Penyiaran No. 32/2002.

Koridor sosiologis juga sudah dibakukan dalam enam landasan pers


nasional. Koridor etis untuk sebagian sudah dibakukan dalam pembagian ketentuan
dan panduan standar seperti kode etik jurnalistik dan kode etik praktik media massa.
Etika bahasa jurnalistik menjadi panduan setiap jurnalis untuk memperhatikan serta
tunduk pada kaidah bahasa media massa. Teori jurnalistik mengajarkan, bahwa
bahasa media massa ialah salah satu ragam bahasa yang khas.

Seorang jurnalis juga harus memperhatikan unsur-unsur sistematika dalam


penulisan berita. Seorang jurnalis ketika menulis harus memperhatikan dan
menghitung jumlah kata yang ditulis ketika membuat berita. Meski demikian, para
jurnalis tetap harus menjaga kualitas dan kuantitas bahasa. Melalui pengkajian
terhadap pendidikan jurnalistik ini, kita dapat memahami bahwa seorang jurnalis
harus terampil dalam berbahasa. Keterampilan dalam berbahasa harus memiliki
empat komponen. Yaitu, keterampilan menyimak, keterampilan berbicara,
keterampilan membaca dan keterampilan menulis.

2.5 Sepuluh Peomana Pemakaian Bahasa Dalam Pers

pada 10 November 1978 di Jakarta mengelurkan 10 pedoman pemakaian


bahasa dalam pers. Kesepuluh pedoman ini berbicara tentang pemakaian ejaan,
singktan, akronim, imbuhan, pemakaian kalimat pendek, ungkapan klise, kata
mubazir, kata asing, istilah teknis, dan tiga aspek bahasa jurnalistik.

Berikut ini kutipan lengkap kesepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam


pers :

1. Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan pedoman


Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD).
2. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.
3. Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal,
atau prefiks.
4. Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek.
Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata
pokok, sebutan dan kata tujuan subjek, predikat, objek.
5. Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau
stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata
sementara itu, dapat ditambahakan, perlu diketahui, dalam rangka.
6. Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir, seperti : adalah
kata kerja kopula, telah sebagai penunjuk masa lampau, untuk
sebagai terjemahan to dalam bahasa inggris, dari sebagai terjemahan
of dalam hubungan milik, bahwa sebagai kata sambung dan bentuk
jamak yang tidak perlu diulang.
7. Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan
campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif di dengan bentuk aktif
me.
8. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah
yang terlalu teknis ilmiah dalam berita.
9. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
10. Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang
komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai
dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika bahasa jurnalistik menjadi pedoman bagi setiap jurnalis atau para
pengelola media massa untuk memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa
media massa. Dalam etika bahasa jurnalistik, komitmen, kapasitas, kualitas, dan
kredibilitas suatu media, benar-benar dipertaruhkan. Seorang jurnalis kurang
bermoral dari media yang tidak profesional, akan memandang etika bahasa
jurnalistik sebagai suatu kemustahilan. Sebalikya seorang jurnalis bermoral dari
media profesional, akan melihat etika bahasa jurnalistik sebagai suatu keharusan.
Dengan etika, fungsi media tercerahkan dan termuliakan. Tanpa etika, kehadiran
suatu media awal dari kehancuran.
DAFTRA PUSTAKA

Johannesen, Richrad. L. 1996. Etika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sumadiria, AS Haris. 2005.BahasaJurnalistik. Bandung: Simbiosa.

Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta : ANDI.

Anda mungkin juga menyukai