Gerd
Gerd
Etiologi
Penyakit gastroesofageal
refluks bersifat multifaktorial. Hal
ini dapat terjadi oleh karena
perubahan yang sifatnya
sementara ataupun permanen pada
barrier diantara esophagus dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena
sfingter esophagus bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus
bagian bawah yang bersifat sementara, terrganggunya ekspulsi dari refluks lambung
dari esophagus, ataupun hernia hiatus.
Patogenesis
Esofagus dan gaster
dipisahkan oleh suatu zona
tekanan tinggi yang dihasilkan
oleh kontraksi lower esophageal
sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan
dipertahankan kecuali pada saat
terjadinya aliran antegrad yang
terjadi pada saat menelan, atau
aliran retrograd yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran
balik dari gaster ke esophagus
melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat
rendah.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya.
Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya
pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya
rusak paling tinggi adalah asam.
Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara
infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian
esofagitis, Barrett’s esophagus dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi
H. pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori
sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak
mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis,
pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu
pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan
corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan
sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan
gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H.
pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung.
Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan
corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD
serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada
pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi.
Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD
sebelum pengobatan PPI jangka panjang.
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid
reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud
dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau
refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena
hipersensitivitas visceral.
Anamnesis
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan
sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau
demikian, derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan
temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip
dengan keluhan pada serangan angina pectoris. Disfagia yang timbul saat makan
makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari
Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika
sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.
Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk
timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal
high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES
(misalnya teofilin).
Pemeriksaan fisik
Pada kasus GERD pemeriksaan fisik tidak terlalu banyak membantu.
Pemeriksaan Penunjang
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :
kerusakan
Pemantauan pH 24 jam
Tes Bernstein
Diagnosis kerja
Berdasarkan gejala yang ada, seperti jika makan sedikit saja perut terasa
penuh, dadanya terasa panas, dan terasa asam di mulut. Batuk dan sesak serta
mempunyai riwayat astma. Pada penderita astma sekitar 40-70% mengalami
gastroesophageal refluks. Maka diagnosis kerjanya adalah GERD.
Diagnosis Banding
Achalasia
Akalasia (Kardiospasme, Esophageal aperistaltis, Megaesofagus)
adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan saraf, yang tidak diketahui
penyebabnya.
Gastritis (radang lapisan lambung)
Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung.
Kanker esophagus
Pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma dan
adenocarcinoma, yang terjadi di dalam sel yang melewati dinding pada
kerongkongan. Kanker ini bisa terjadi dimana saja di dalam kerongkongan dan
bisa terlihat sebagai penyempitan pada kerongkongan (penyempitan), sebuah
pembengkakan, daerah flat yang tidak normal (plaque), atau jaringan yang
tidak normal (fistula).
Ulkus Peptikum
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi
karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan
oleh asam lambung dan getah pencernaan. Ulkus yang dangkal disebut erosi.
Esophagitis
Pengobatan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup,
terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi
endoskopik.Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup,
dan mencegah timbulnya komplikasi.
Non Medikamentosa
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang
dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan
untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta
menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan
untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur
serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esophagus. Makan makanan
terakhir 3-4 jam sebelum tidur.
Medikamentosa
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step
down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong
kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan
prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat
dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada
pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD
tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl,
obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan
obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan
diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid
yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
Antagonis reseptor H2
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya,
pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
Metoklopramid
Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping
yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah
otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi
esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
Cisapride
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-
demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
Pencegahan
Beberapa peralatan kemungkinan digunakan untuk meringankan
gastroesophageal reflux. Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci
mencegah asam mengalir dari kerongkongan sebagaimana seseorang tidur. Makanan
dan obat-obatan yang menjadi penyebab harus dihindari, sama seperti merokok.
Pemberian obat bethanechol atau metoclopramide juga biasa digunakan untuk
membuat sphincter bagian bawah lebih ketat. Makanan dan minuman yang secara
kuat merangsang perut untuk menghasilkan asam atau yang menghambat
pengosongan perut harus dihindari sebaiknya.
Prognosis
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan
diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan
terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-
demand therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua
minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.