Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemiskinan dan penyakit terjadi saling kait-mengkait, dengan
hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali dilakukan intervensi
pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau
penyakitnya.
Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan
penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/
1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga
dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya,
dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat
bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia,
masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan
AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup
70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih
rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan
kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya
kesehatan memang mahal. Untuk menjamin akses penduduk miskin
terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi
hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini
diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada

1
PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004,
tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program
pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini dalam
perjalanannya terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahan-
perubahan sampai dengan penyelenggaraan program tahun 2008. Untuk
menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat
miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin,
program ini berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN
MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak
ada perubahan jumlah sasaran.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Jamkesda/jampersal?


2. Lembaga atau instansi apa saja yang terkait dan saling berkomunikasi
dan berkoordinasi dalam pelaksanaan Jamkesda/jampersal?
3. Bagaimana syarat atau ketentuan rujukan pasien Jamkesda/jamperal?
4. Bagaimana syarat menjadi peserta Jamkesda/jampersal?
5. Jaminan pembiayaan apa saja yang ditanggung dalam
Jamkesda/jampersal?
6. Apa saja jenis-jenis pelayanan yang dianggung dan tidak ditanggung
dalam Jamkesda/jampersal?
7. Bagaimana tata laksana kepesertaan Jamkesda/jampersal?
8. Bagaimana prosedur pelayanan Jamkesda/jampersal?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Jamkesda/jampersal
2. Mengetahui Lembaga atau instansi apa saja yang terkait dan saling
berkomunikasi dan berkoordinasi dalam pelaksanaan
Jamkesda/jampersal.

2
3. Mengetahui bagaimana syarat atau ketentuan rujukan pasien
Jamkesda/jamperal.
4. Mengetahui bagaimana syarat menjadi peserta Jamkesda/jampersal.
5. Mengetahui Jaminan pembiayaan apa saja yang ditanggung dalam
Jamkesda/jampersal.
6. Mengetahui apa saja jenis-jenis pelayanan yang dianggung dan tidak
ditanggung dalam Jamkesda/jampersal.
7. Mengetahui bgaimana tata laksana kepesertaan Jamkesda/jampersal.
8. Mengetahui bagaimana prosedur pelayanan Jamkesda/jampersal.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Jaminan Persalinan

A. Pengertian Jaminan Persalinan

Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang


meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas
termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dan
dasar hukum dari jaminan persalinan yaitu Permenkes RI NO 2562/ MENKES
/ PER / XII / 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

B. Tujuan Jaminan Pesalinan

Tujuan umum

Jaminan Persalinan mempunyai tujuan untuk menjamin akses pelayanan


persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan
AKI dan AKB.

Tujuan khusus

a) Meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan


pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan.
b) Meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
c) Meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan.
d) Meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas,
dan bayi baru lahir.
e) Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel.

4
C. Sasaran Jaminan Persalinan

a) Sasaran yang dijamin Jampersal :


b) Ibu hamil.
c) Ibu bersalin.
d) Ibu nifas (pasca melahirkan – 42 hari).
e) Bayi baru lahir (0-28 hari).

D. Kebijakan Operasional Jampersal

a) Pengelolaan Jaminan Persalinan di setiap jenjang pemerintahan (pusat,


provinsi, dan kabupaten/ kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
Jamkesmas dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
b) Pengelolaan kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan
kepesertaan dari program Jamkesmas yang mengikuti tata kelola
kepesertaan dan manajemen Jamkesmas, namun dengan kekhususan dalam
hal penetapan pesertanya.
c) Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum
memiliki jaminan persalinan.
d) Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh
jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan
(Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS)
dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
e) Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
f) Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip
Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan.
g) Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan
pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) didanai berdasarkan usulan POA
Puskesmas.

5
h) Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan
swasta dibayarkan dengan mekanisme klaim. Klaim persalinan didasarkan
atas tempat (lokasi wilayah) pelayanan persalinan dilakukan.

E. Ruang Lingkup Jaminan Persalinan

Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan


rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:

1. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh


tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk
KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan
persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan,
nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama.
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED
( Adalah Puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan
pelayanan obstetri (kebidanan) dan neonatus emergensi dasar) serta
jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta
yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola
Kabupaten/Kota.

Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

 Pemeriksaan kehamilan
 Pertolongan persalinan normal
 Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
 Pelayanan bayi baru lahir
 Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi
baru lahir

6
2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan


oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan
neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi
dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat
ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan
berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan.

Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di


Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama
(PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:

 Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit.


 Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak
mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
 Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah
Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.

F. Manfaat Jaminan Persalinan

Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi:

 Pemeriksaan kehamilan (ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tata laksana pelayanan mengacu


pada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang-kurangnya ibu
hamildiperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai
berikut:

7
1 kali pada triwulan pertama

1 kali pada triwulan kedua.

2 kali pada triwulan ketiga

 Persalinan normal

Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan

Pelayanan bayi baru lahir normal

Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi

Pelayanan pasca keguguran

Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar

Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar

Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar

Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi

Penanganan rujukan pasca keguguran

Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET)

Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif

Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif

Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif

Pelayanan KB pasca persalinan.

8
 Tata laksana PNC

Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA.Ketentuan


pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali.

Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling


untukmemastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi
akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap
(MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan
penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis
kontrasepsi oleh BKKBN.

Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dilakukan koordinasi yang


sebaik-baiknya antara tenaga di fasilitas kesehatan/pemberi layanan dan
Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD yang menangani
masalah keluarga berencana serta BKKBN atau (BPMP KB) Propinsi.

G. Pendanaan Jaminan Persalinan

1. Ketentuan Umum Pendanaan

Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan


merupakan belanja bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang
dimaksudkan untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs pada tahun
2015, sekaligus peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk
persalinan oleh tenaga kesehatan difaslitas kesehatan, sehingga
pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak
langsung menjadi pendapatan daerah.

2. Sumber dan Alokasi Dana

a) Sumber dana

Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian


Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

9
(DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya KesehatanKementerian
Kesehatan.

b) Alokasi dana

Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan


berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan
persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelayanan
persalinan tingkat pertama

c) Penyaluran dana

Dana untuk pelayanan Jamkesmas termasuk Jampersal merupakan satu


kesatuan (secara terintegrasi) disalurkan langsung dari Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V ke:

Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai


penanggung jawab Pengelolaan Jamkesmas di wilayahnya.

Rekening Rumah Sakit untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan


(pemerintah dan swasta).

3. Pengelolaan Dana

Agar penyelenggaraan Jamkesmas termasuk Jaminan Persalinan terlaksana


secara baik, lancar, transparan dan akuntabel, pengelolaan dana tetap
memperhatikan dan merujuk pada ketentuan pengelolaan keuangan yang
berlaku.

a) Pengelolaan dana jamkesmas dan jaminan persalinan di pelayanan dasar

Pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Pengelola


Jamkesmas tingkat Kabupaten/Kota. Tim ini berfungsi dan bertanggung
dalam pelaksanaan penyelenggaraan Jamkesmas di wilayahnya. Salah satu
tugas dari Tim Pengelola Jamkesmas adalah melaksanakan pengelolaan
keuangan Jamkesmas yang meliputi penerimaan dana dari Pusat, verifikasi

10
atas klaim, pembayaran, dan pertanggungjawaban klaim dari fasilitas
kesehatan Puskesmas dan lainnya.

b) Pengelolaan dana pada fasilitas kesehatan lanjutan

Pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan


mulai dari persiapan pencairan dana, pencairan dana, penerimaan dana,
dan pertanggungjawaban dana. Adapun pengelolaan dana pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan adalah sebagai berikut :

 Dana pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan dipelayanan


kesehatan lanjutan disalurkan ke rekening Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan dalam satu kesatuan (terintegrasi).
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit/Balai Kesehatan)
membuat laporan pertanggungjawaban/klaim dengan menggunakan
INA-CBGs.
 Selanjutnya Laporan pertanggungan jawaban/klaim tersebut
sebagaimana dimaksud angka 3 (tiga) dilaksanakan sebagaimana
pertanggungjawaban yang selama ini telah berjalan di Rumah Sakit
(sesuai pengaturan sebelumnya).
 Sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara, Jasa
Giro/Bunga Bank harus disetorkan oleh Rumah Sakit ke KasNegara.
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan mengirimkan secara resmi
laporan pertanggungjawaban/klaim dana Jamkesmas dan Jaminan
Persalinan terintegrasi kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dan
tembusan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/kota dan
Provinsi sebagai bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
 Seluruh berkas dokumen pertanggungjawaban dana disimpan oleh
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan untuk bahan dokumen kesiapan audit
kemudian oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF)

11
4. Kelengkapan Pertanggungjawaban/Klaim

Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas


kesehatan tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/Kota dilengkapi:

a) Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang


diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk
pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak
terdapat buku KIA pada daerah setempat dapat digunakan bukti-bukti
yang syah yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang
menangani. Tim Pengelola Kabupaten/Kota menghubungi Pusat
(Direktorat Kesehatan Ibu) terkait ketersediaan buku KIA tersebut.
b) Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong
persalinan untuk Pertolongan persalinan.
c) Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra
rujukan yang telah dilakukan di tandatangani oleh ibu hamil/ibu
bersalin.
d) Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang
melahirkan.

5. Pemanfaatan dana di puskesmas, bidang praktek dan swasta lainya.

Dana jamkesmas dan dana persalinan terintegrasi dan merupakan dana


belanja bantuan sosial yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan
peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu
hamil/bersalin yang membutuhkan.

Setelah dana tersebut disalurkan pemerintah melalui SP2D ke rekening


Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab program, maka status
dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat ( sasaran ), yang ada di
rekening dinas kesehatan.

12
H. Pengorganisasian

Pengorganisasian kegiatan Jaminan Persalinan dimaksudkan agar


pelaksanaan manajemen kegiatan Jaminan Persalinan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Pengelolaan kegiatan Jaminan Persalinan dilaksanakan
secara bersama-sama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota. Dalam pengelolaan Jaminan Persalinan dibentuk Tim
Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota.
Pengelolaan kegiatan Jaminan Persalinan terintegrasi dengan kegiatan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan BOK.

Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari:

1. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor), sampai


tingkat kabupaten/kota.
2. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program),
sampaitingkat kabupaten/kota.
II. Jaminan Kesehatan Daerah
A. Pengertian
Jamkesda adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan
kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota kepada
masyarakat Kabupaten / Kota. Sasaran Program Jamkesda adalah seluruh
masyarakat Kabupaten / Kota yang belum memiliki jaminan kesehatan
berupa Jamkesmas, ASKES dan asuransi kesehatan lainnya

B. Lembaga yang terkait dalam program Jamkesda


1. Puskesmas
2. Rumah Sakit
3. Bidan di desa
4.
C. Syarat dan ketentuan program Jamkesda
1. Surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa setempat

13
2. Surat rujukan dari Puskesmas dan RSUD Balangan (asli)
3. Fotocopy KTP pasien yang dirujuk (5 lembar)
4. Fotocopy Kartu Keluarga pasien yang dirujuk (5 lembar)
5. Surat Jaminan yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
6. Kartu Jamkesda Pasien bersangkutan (asli dan fotocopy 5 lembar)

D. Syarat menjadi peserta Jamkesda


1. Datang ke Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu (KP2T) Kabupaten /
Kota
2. Bawa fotocopy KTP dan Kartu Keluarga (masing-masing 1 lembar)
3. Pas foto ukuran 2x3 1 lembar
4. Surat pernyataan tidak mempunyai jaminan asuransi kesehatan

E.Jaminan pembiayaan yang ditanggung dalam Jamkesda

 Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dilakukan pada


Puskesmas dan jaringannya.
 Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) pada RSUD Balangan.
 Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) dilaksanakan pada
Puskesmas rawat inap dan pelayanan rawat inap kelas III RSUD dan
Rumah Sakit luar daerah yang telah menjalin kerjasama dengan
Pemerintah Kabupaten / Kota

F. Jenis-jenis pelayanan yang ditanggung dan tidak ditanggung dalam


Jamkesda

1. Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, meliputi :

 Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)


 Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
 Pelayanan gawat darurat

2. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, meliputi :

14
 Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)
 Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
 Pelayanan gawat darurat
 Cuci darah ditanggung sebanyak 6 (enam) kali
 Kemotherapi

Pelayanan obat di Rumah Sakit dan Puskesmas beserta jaringannya


menggunakan obat generik. Apabila terjadi pemberian resep diluar obat
generik maka menjadi tanggung jawab Pemberi Pelayanan Kesehatan.
Penggunaan obat diluar jenis obat generik masih dapat dimungkinkan
sepanjang sesuai dengan indikasi medis berdasarkan protokol terapi yang
diusulkan ole Komite Medik dan disetujui Direktur Rumah Sakit atau
Pejabat lain yang berwenang.

Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung Program Jamkesda,


antara lain :

 Pembuatan kacamata
 Alat bantu dengar
 Alat bantu gerak (kursi roda, tongkat penyangga, korset)
 Pelayanan penunjang diagnostik canggih
 General check-up
 Sirkumsisi / sunatan
 Bahan, alat dan atau tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
 Prosthesis gigi tiruan
 Pengobatan alternatif (akupuntur, pengobatan tradisional)
 Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya
mendapatkan keturunan termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
 Cuci darah ke -7 dan seterusnya
 Pemasangan Pin
 Akibat kecelakaan lalulintas

15
 Akibat Napza/Narkoba
 Pelayanan yang tidak prosedural

G. Tata Laksana

A. Ketentuan Umum
1. Setiap peserta Jamkesda mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap,
serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL),
rawat inap tingkat lanjutan (RITL), pertolongan persalinan dan pelayanan
gawat darurat.
2. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang
berdasarkan rujukan.
3. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan
jaringannya, pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Rumah Sakit.
Demikian pula dengan rawat inap. Pelayanan rawat inap tingkat pertama
diberikan di Puskesmas Perawatan, pelayanan rawat inap lanjutan
diberikan di Rumah Sakit Umum Brigjen. H. Hasan Basry Kandangan,
RSU Kabupaten lain dan RSU/RSJ Propinsi. Dinas Kesehatan Kabupaten
HSS melalui UPTD BLU Jamkesda membuat ikatan kerja sama dengan
Rumah Sakit yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan meliputi
berbagai aspek pengaturan.
4. Rumah Sakit melaksanakan pelayanan kesehatan rujukan dan biayanya
dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) atau oleh
peserta yang bersangkutan ke UPTD BLU Jamkesda.
5. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di
Puskesmas dan jaringannya akan disediakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten melalui Gudang Farmasi Kabupaten.

16
b. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah sakit bertanggung jawab
menyediakan obat dan bahan habis pakai yang diperlukan.
c. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir
b di atas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut
melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
d. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir
b di atas maka peserta berkewajiban menanggung selisih harga
tersebut.
e. Verifikasi pelayanan di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan
di Rumah Sakit dilakukan oleh UPTD BLU Jamkesda.

H. Prosedur Pelayanan

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:


1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke
Puskesmas dan jaringannya.
2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan
kartu Jamkesda / JPK Mandiri.
3. Apabila peserta Jamkesda memerlukan pelayanan kesehatan rujukan,
maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
(Puskesmas Perawatan / RSU Brigjen. H. Hasan Basry) disertai surat
rujukan, KTP, KK dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal
sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus
emergency.
4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) di atas meliputi :
pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) dan pelayanan rawat inap
di Rumah Sakit, pelayanan obat-obatan serta pelayanan rujukan
specimen dan penunjang diagnostic.

17
5. Setiap rujukan ke luar Kabupaten Hulu Sungai Selatan (RSU
Kabupaten lain atau RSU/RSJ Propinsi) harus disertai dengan Surat
Jaminan Pembiayaan (SJP) dari UPTD BLU Jamkesda.
6. Untuk mendapatkan jaminan pengobatan pada kasus kecelakaan lalu
lintas peserta harus membuat surat pernyataan bahwa kecelakaan yang
dialami bukan kecelakaan/tabrakan dengan kendaraan bermotor dan
menunjukkan surat keterangan tidak mendapatkan jaminan asuransi
kecelakaan dari PT Jasa Raharja
7. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan dan rawat inap di Rumah
Sakit peserta harus melapor ke loket UPTD BLU Jamkesda.
Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas dan
bila sudah lengkap peserta selanjutnya memperoleh pelayanan
kesehatan.
8. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di UGD termasuk kasus gawat
darurat serta pelayanan rawat inap, peserta diberi waktu maksimal 3 x
24 jam harus melapor ke UPTD BLU Jamkesda. Bagi peserta yang
tidak melapor, UPTD BLU Jamkesda tidak berkewajiban untuk
membayar klaim.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Tinjauan Kasus

Implementasi Jamkesda di daerah-daerah kapasitas fiskal rendah dan


kapasitas fiskal sedang non terpencil, perbatasan, dan kepulauan Secara umum,
daerah-daerah kapasitas fiskal rendah dan kapasitas fiskal sedang non terpencil,
non perbatasan, dan non kepulauan tidak menghadapi masalah transportasi
rujukan seberat daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan yang memiliki
kapasitas fiskal rendah. Kendati demikian, masih ditemukan puskesmas yang sulit
diakses dari ibukota kabupaten sehingga memerlukan waktu tempuh yang lama
dan biaya transportasi yang besar. Daerah-daerah ini juga masih menghadapi
berbagai masalah dalam hal ketenagaan kesehatan, meliputi ketersediaan,
kecukupan, maldistribusi dan kapasitas sumber daya manusia. Selain itu, terdapat
pula masalah dalam sarana dan prasarana kesehatan, bahkan di beberapa
puskesmas ketersediaan listrik dan air bersih juga masih menjadi kendala.
Terdapat perbedaan dalam pemberian manfaat Jamkesda. Paket manfaat jaminan
kesehatan daerah yang diberikan selama ini umumnya masih di bawah paket
manfaat jaminan kesehatan masyarakat. Contoh dari daerah dengan karakteristik
kapasitas fiskal sedang non terpencil, perbatasan, dan kepulauan, adalah Provinsi
Maluku Utara. Pelaksanaan Jamkesda di kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara
bervariasi. Manfaat yang dijamin berbeda, ada kabupaten yang memberikan
manfaat Jamkesda sama dengan Jamkesmas namun tidak berlaku rujukan ke luar
daerah (Kota Ternate), dan ada pula yang memberikan manfaat sama dengan yang
diatur oleh peraturan bupati (Kabupaten Morotai). Jamkesda Morotai hanya
melayani pelayanan kesehatan di wilayah Morotai. Tidak ada pembagian (sharing)
biaya antara provinsi dengan kabupaten/kota, seluruh biaya Jamkesda di
kabupaten/kota di Maluku Utara ditanggung sepenuhnya oleh kabupaten/kota
masingmasing. Terdapat kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula yang tidak
memiliki puskesmas, yakni Kecamatan Mangoli Utara Timur. Terdapat beberapa

19
puskesmas terjauh dari ibukota kabupaten/kota di Kabupaten Morotai, Kota
Ternate, dan Kabupaten Halmahera Tengah yang dijangkau dengan menggunakan
sarana transportasi air (kapal kayu, speed boat, perahu). Waktu tempuh dari
ibukota kabupaten/kota ke puskesmas terjauh di Provinsi Maluku Utara dapat
mencapai 780 menit (Kabupaten Halmahera Tengah). Biaya transport yang
dikeluarkan dari ibukota kabupaten/ kota Halmahera Tengah ke puskesmas
terjauh di wilayahnya mencapai Rp. 3.000.000,-. Wilayah Maluku Utara yang
berupa pulau-pulau membuat sebagian masyarakat mengalami kesulitan ketika
harus mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya ketika harus menjalani
rujukan. “peserta sangat sulit menjangkau fasyankes yang lebih tinggi jenjangnya
bila ada indikasi rujukan” (Informan Kabupaten Pulau Morotai) Terdapat
beberapa puskesmas di beberapa kabupaten di Maluku Utara yang tidak memiliki
dokter, seperti Puskesmas Buya, Puskesmas Pohen, Samuya, Fuata, dan Kabau
(Kabupaten), Puskesmas Benemo dan Peniti (Kabupaten Bolaang Mongondauw).
“masih ada fasilitas kesehatan lainnya yang belum ada dokter” (Informan
Kabupaten Halmahera Selatan) Beberapa puskesmas di beberapa kabupaten/kota
dinilai belum dilengkapi dengan kecukupan sarana pendukung pelayanan
kesehatan, alat kesehatan modern, sarana, prasarana, dan fasilitas kesehatan yang
memadai. Beberapa puskesmas di Kabupaten Kepulauan Sula, Morotai, Kota
Ternate, dan Halmahera Tengah tidak dilengkapi dengan puskesmas keliling/
ambulans, namun beberapa puskesmas di Kabupaten Kepulauan Sula, Morotai,
dan Kota Ternate telah dilengkapi dengan puskesmas air. “fasilitas kesehatan
belum merata” (Informan Kabupaten Halmahera Selatan) 333 Studi Kasus
Implementasi Paket Manfaat Jaminan Kesehatan Daerah (Supriyantoro, dkk.)
“kurang sarana pendukung pelayanan kesehatan (Informan Kabupaten Pulau
Morotai).

20
3.2 Pembahasan Kasus

Pada tahun 2005, World Health Assembly ke 58 menyerukan agar sistem


kesehatan diarahkan menuju universal coverage, di mana seluruh individu
memiliki akses pada upaya pelayanan kesehatan yang komprehensif dengan biaya
yang terjangkau (Chuma, J, and Okungu, V, 2011). Sistem kesehatan hendaknya
dirancang agar semua orang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Universal
health coverage harus menjamin manfaat pelayanan kesehatan didistribusikan
berdasarkan kebutuhan akan pelayanan bukan berdasarkan kemampuan membayar
(Chuma, J, et al., 2012). Pencapaian universal health coverage terkendala oleh
beberapa hal di dalam dan di luar sektor kesehatan. Dalam pandangan ekonomi,
selalu terdapat keterbatasan sumber daya. Pemerintah berkewajiban menjamin
seluruh penyedia pelayanan, baik pemerintah maupun swasta, beroperasi secara
sewajarnya dan memenuhi biaya secara efektif dan efisien. Pelayanan kesehatan
di dalam universal health coverage harus mampu mengakomodir kebutuhan
masyarakat rentan. Kerentanan dalam kesehatan masyarakat dideskripsikan
sebagai ketidakmampuan secara substansial melindungi diri dari potensi yang
membahayakan dan kerentanan akan hal-hal yang membahayakan yang
diakibatkan dari interaksi faktor risiko dan ketersediaan sumber daya dan
dukungan individu serta kelompok (Allotey, P, et al., 2011). Berbagai studi
menunjukkan bahwa secara umum universal health coverage memberikan banyak
manfaat untuk peserta. Kepuasan pasien merupakan indikator tidak langsung dari
penerimaan pasien terhadap manajemen kesehatan yang disediakan oleh penyedia
pelayanan. Reformasi pelayanan kesehatan dalam berbagai tingkatan
membutuhkan umpan balik dari klien eksternalnya melalui kepuasan pelayanan
kesehatan. Suatu studi mengenai tingkat kepuasan pasien terhadap Asuransi
Kesehatan di Turki dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jadoo, et al., 2012)
menunjukkan sebagian besar responden puas dengan asuransi kesehatan.
Kepuasan pasien yang tinggi berhubungan dengan peningkatan akses terhadap
pelayanan kesehatan dan kesinambungan pelayanan. Berdasarkan pengalaman
Thailand yang telah mencapai universal health coverage sejak tahun 2002 melalui

21
implementasi skema universal coverage untuk 47 juta penduduk dari total 65 juta
penduduknya, terdapat utilisasi yang lebih tinggi dan proteksi risiko keuangan
yang lebih baik bagi peserta universal health coverage yang berasal dari penduduk
miskin. Hal ini merupakan akibat dari keberadaan paket manfaat yang
komprehensif, di samping akibat cakupan pelayanan kesehatan yang ekstensif
khususnya pada tingkat distrik, pembiayaan yang adekuat, berfungsinya
pelayanan kesehatan primer, dan tidak adanya co-payment pada pelayanan yang
diberikan (Limwattananon, S, et al., 2012). Undang-undang No. 40 tahun 2004
mendorong terjadinya euforia desentralisasi; restrukturisasi otoritas dari hubungan
pusat-daerah kemudian membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk
menyusun skema layanan dan asuransi kesehatan 334 Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 17 No. 4 Oktober 2014: 327–336 yang sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing. Hal ini kemudian diwujudkan melalui munculnya Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Di beberapa daerah terjadi penggunaan Jamkesda
sebagai alat politik, khususnya di dalam kampanye-kampanye politik lokal.
Pertumbuhan berbagai skema Jamkesda di berbagai daerah pada akhirnya
menciptakan berbagai masalah bagi Pemerintah. Beberapa permasalahan tersebut
terkait dengan sistem untuk mengelola pelaksanaan berbagai skema asuransi
kesehatan yang belum terintegrasi, isu portabilitas, isu keberlanjutan,
diskriminasi, dan kapasitas pemerintah daerah untuk membiayai skema. Pada
awal pembentukannya, Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) merupakan
jaminan kesehatan yang bersifat komplementer terutama terhadap Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Paket manfaat yang ditawarkan oleh
Jamkesda umumnya memiliki kesamaan dengan paket manfaat yang ditawarkan
oleh Jamkesmas, dengan adanya penyesuaian dengan daerah masing-masing.
Paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesmas dijadikan acuan bagi paket
manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesda, sehingga seringkali Jamkesda tidak
berkembang menjadi sebuah jaminan kesehatan yang komprehensif dan lengkap
untuk daerah. Pola paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesmas dan Jamkesda
memiliki kesamaan terutama di layanan kesehatan dasar dan rujukan tingkat 2.
Adanya perbedaan dalam implementasi Jamkesda akan menjadi sebuah

22
permasalahan apabila Jamkesda disatukan ke dalam JKN. Perbedaan di layanan
rujukan tingkat 2 akan mempengaruhi kontinuitas sistem pelayanan kesehatan
berjenjang karena dengan adanya kekhasan daerah maka paket manfaat yang
ditawarkan akan berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Isu portabilitas
ini menyangkut bagaimana pelayanan diakses oleh warga yang bukan penduduk
resmi suatu daerah. Faktor kemampuan fiskal dan level pembangunan harus
menjadi perhatian. Sebagaimana diungkapkan Normand dan Weber (1994) bahwa
dalam menentukan essential benefit package dari sisi ekonomi salah satunya
tergantung pada level pembangunan negara tersebut. Potensi hambatan ini dapat
berdampak secara politis terhadap pemangku kebijakan. Kesulitan akibat
perbedaan kemampuan antar wilayah ini juga terjadi di Amerika Serikat dalam
menentukan essential benefit package terkait pelaksanaan The Affordable Act.
Amerika Serikat memberikan fleksibilitas bagi setiap negara bagian dalam
menentukan paket manfaat namun paket manfaat tersebut harus mencakup 10
essential benefits yang harus ada dalam seluruh skema pembiayaan tanpa batasan
waktu dan jumlah. Dalam hal ini jelas bahwa dalam mengintegrasikan Jamkesda,
Pemerintah Pusat harus menentukan layanan mendasar yang harus berlaku secara
nasional sehingga perbedaan manfaat yang selama ini terjadi dapat disetarakan. Di
sisi lain, peluang terjadinya dinamika karena terdapat manfaat JKN yang tidak
sebanding dengan Jamkesda sebelumnya dapat diminimalisir. Perbedaan lainnya
yang terjadi antar daerah dalam pemberian paket manfaat adalah keberadaan
pelayanan promotif dan preventif dalam paket manfaat Jamkesda. Di sebagian
daerah pelayanan promotif dan preventif kurang mendapat perhatian. Hal ini
terutama dapat dikaitkan dengan kurangnya kejelasan mengenai bentuk pelayanan
promotif dan preventif yang dimaksudkan. Penekanan layanan promotif preventif
melalui upaya kesehatan masyarakat ini diperlukan dalam paket manfaat untuk
menjamin kesehatan masyarakat sehingga tindakan kuratif dapat dikurangi dan
berdampak pada pembiayaan kesehatan yang lebih efisien. Hal ini sejalan dengan
uraian Gani, 2008, bahwa analisis biaya kesehatan (District Health Account) yang
telah dilakukan di banyak kabupaten/ kota menunjukkan bahwa pembiayaan
untuk program kesehatan masyarakat sangat tidak mencukupi (severely

23
underfunded). Padahal program-program kesehatan masyarakat tersebut sangat
esensial untuk investasi SDM (KB, KIA, Gizi, Immunisasi, MTBS) dan untuk
meningkatkan produktivitas penduduk (malaria, Tb, HIV/AIDS dan penyakit
menular lain). Programprogram tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang
membantu mengurangi kemiskinan. Pelibatan masyarakat secara lebih dini
melalui upaya promotif preventif merupakan kunci keberhasilan reformasi suatu
kebijakan kesehatan, dalam hal ini JKN, ke arah yang lebih baik. Menurut
Casasnovas. et al (2009), dalam seluruh reformasi kebijakan, memastikan
keterlibatan dari seluruh stakeholders dari sejak dini dapat membantu
memfasilitasi perubahan dan menciptakan rasa memiliki terhadap perubahan 335
Studi Kasus Implementasi Paket Manfaat Jaminan Kesehatan Daerah
(Supriyantoro, dkk.) yang diajukan. Jika layanan promotif dan preventif
diterapkan secara tegas dalam paket manfaat dalam JKN, maka dapat menjadi
faktor yang akan mendorong JKN berjalan lebih baik. Atas dasar uraian analisis
diatas maka tergambar bahwa dalam menentukan pola paket manfaat khususnya
dalam menjembatani antar pola Jamkesda, terdapat beberapa determinan yang
harus dijadikan perhatian seluruh pemangku kepentingan di tingkat Pusat dan
harus mampu diterjemahkan dalam sistem yang baru antara lain: kemampuan pola
paket manfaat harus mampu menjembatani kesenjangan antar paket manfaat
Jamkesda yang selama ini berbeda; dan pola paket manfaat harus mengoptimalkan
porsi upaya promotif preventif untuk menciptakan pembiayaan kesehatan yang
lebih efisien.

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan
terkendali mutunya melalui penjaminan pelayanan kesehatan akan
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi percepatan pencapaian
indikator kesehatan yang lebih baik. Untuk itu pengelolaan dana pelayanan
kesehatan harus dikelola secara efektif dan efisien serta dilaksanakan secara
terkoordinasi dan terpadu dari berbagai pihak yang terkait untuk mewujudkan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dengan ditugaskannya tugas ini diharapkan pelayanan kesehatan Program
Jaminan Kesehatan Daerah akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
khususnya dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat.
B. Saran

Makalah yang kami buat belumlah sempurna maka kami mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan dari makalah ini terima kasih.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://mediabidan.com/ruang-lingkup-jaminan-persalinan/

http://dinkes.jatimprov.go.id/contentdetail/12/2/132/jaminan_persalinan_jamp
ersal.html

Adisasmita, Rahardjo.2006.Pembangunan Pendesaan dan Perkotaan.Yogyakarta:

Chayatin.2009.Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba


MedikaGadjah Mada University Press Hartomo & Aziz, Arnicun.2001.Ilmu Sosial

Dasar.Jakarta: Bumi Aksara Kertonegoro, Sentanoe. 1982. Jaminan Sosial,


Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: Mutiara Kinloch, Graham c.,
2005.Perkembangan dan Paradigma Utama, Teori Sosiologi. Bandung: CV
Pustaka Setia

26

Anda mungkin juga menyukai