Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN ANEMIA APLASTIK DI RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

Fajrin Nurrahmi, S. Kep


NIM 082311101012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN ANEMIA APLASTIK
Oleh Fajrin Nurrahmi, S. Kep.

A. Teori tentang Penyakit


a. Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) di bawah normal. Anemia
menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh
(Baughman & Hackley, 2000).
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya
sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit
sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum
tulang (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005).
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekursor sel-sel dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan
lemak. Anemia ini dapat kongenital atau didapat. Dapat juga idiopati
(akibat dari infeksi tertentu) atau disebabkan oleh obat-obatan, zat kimia,
atau kerusakan akibat radiasi (Baughman & Hackley, 2000).
Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang
untuk memproduksi komponen sel-sel darah (Alkhouri, 2000). Anemia
aplastik adalah Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi
yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan
sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai
oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala
manifestasinya (Bakta, 2006).
b. Anatomi dan Fisiologi Sel Darah Merah
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf,
cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping nampak seperti
dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap
milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Jika dilihat satu
persatu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan
merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas
pembungkus luar atau stroma, berisi masa hemoglobin.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk
dari asam amino dan emerlukan zat besi. Sel darah merah dibentuk di
dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak
beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum
dalam batang iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai
tahap : mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin,
kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan
baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel
menjadi usang dan dihancurkan dalam sistem retikulo-endotelial,
terutama dalam limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi
asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan
dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan
dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang
berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu
membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui
fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap
100 ml darah, dan jumlah ini biasanya disebut ”100%”. Dalam berbagai
bentuk anemi jumlah hemoglobin dalam darah berkurang. Dalam
beberapa bentuk anemi parah, kadar itu bisa dibawah 30% atau 5 gr setiap
100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi yang diperlukan untuk
bergabung dengan oksigen, maka pasien dengan enemia akan
memperlihatkan gejala kekurangan oksigen seperti napas pendek. Ini
sering merupakan salah satu gejala pertama anemia kekurangan zat besi
(Pearce, 2000).

Anatomi sel darah merah

c. Etiologi
1. Primer (kongenital)
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya
anemia Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal
resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai
pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali,
retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.2
Disebabkan karena pansitopenia konstitusional fanconi, defisiensi
pankreas pada anak, gangguan herediter pemasukan asam folat ke
dalam sel.
2. Sekunder
a) Karena bahan kimia dan fisik
1) hidrokarbon siklik :benzena dan trinitrotoluena
2) insektisida : chlordane atau DDT
3) arsen anorganik
4) obat-obat yang Dose dependen
a. obat sitostatika
b. preparat emas
5) obat yang dose independent
a. khloramfenikol : 1/60.000-1/20.000 pemakaian
b. frekuensi relatif obat penyebab anemia aplastik terdiri
dari:
- khloramfenikol : 61%
- fenibutasol: 19%
- antikonvulsan: 4%
- Sulfonamid: 3%
b) Anemia aplastik/hipoplastik karena sebab-sebab lain : infeksi
virus (dengue, hepatitis), infeksi mikobakterial, kehamilan,
penyakit simmond, skerosis tiroid.
c) Idiopatik
Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak
diketahui atau bersifat idiopatik disebabkan karena proses
penyakit yang berlangsung perlahan-lahan (Bakta, 2006).

d. Patofisiologi
Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal
yaitu kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di
sumsum tulang dan karena kerusakan pada microenvironment. Gangguan
pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia
aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal
membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya
hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena
fungsinya yang menurun. Penanganan yang tepat untuk individu anemia
aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah terapi
transplantasi sumsum tulang.
Kerusakan pada microenvironment, ditemukan gangguan pada
mikrovaskuler, faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun bahan
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan
sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment
berupa kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga
menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi
menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik
ditemukan sel inhibitor atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-
sel sumsum tulang (Segel, 2006).

e. Tanda dan gejala


Gejala klinis anemia aplastik timbul akibat adanya anemia,
leukospenia dan trombositopenia. Gejala ini dapat berupa :
1. sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai
berat
2. paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petechie
dan echymosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena dan
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih
jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat
fatal.
3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok
selulitis leher, febris dan sepsis atau syok septik
4. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati
tidak dijumpai.
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai pada anemia aplastik
adalah :
1. anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia
2. anemia sering berat dengan kadar Hb <7 g/dl
3. leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi.
4. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
5. Sumsum tulang dengan hipoplasia sampai aplasia
6. Besi serum normal ataumeningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan
gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia
eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala
anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi,
pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan
granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat
mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik
yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam
atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan

f. Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi dari anemia aplastik ini
adalah perdarahan dan rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kadar trombosit dan kurangnya kadar leukosit.

g. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


1. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes.
Antara lain :
a) Pemeriksaan darah lengkap :
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah
masing-masing sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit.
Apakah mengalami penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan
anemia aplastik mempunyai bermacam-macam derajat
pansitopenia. Tetapi biasanya pada stadium awal penyakit,
pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan
indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan
kemungkinan nol walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah
retikulosit absolut kurang dari 40.000/μL (40x109/L). Jumlah
monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil absolut kurangdari
500/μL (0,5x109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari
30.000/μL(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat
dan jumlah netrofil dibawah 200/μL (0,2x109/L) menunjukkan
derajat penyakit yang sangat berat. Jenis anemia aplastik adalah
anemia normokrom normositer. Adanya eritrosit muda atau
leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Ini
dapat dibedakan dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel
eritrosit muda yang ukurannya lebih besar dari yang tua dan
persentase retikulosit yang meningkat
b) Pemeriksaan sumsum tulang
Pada anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya kelainan
kromosom. Pada sumsum tulang yang normal, 40- 60% dari ruang
sumsum secara khas diisi dengan sel-sel hematopoetik (tergantung
umur dari pasien). Pada pasien anemia aplastik secara khas akan
terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi
oleh sel-sel stroma dan lemak.
c) Tes Fungsi Hati dan Virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi
pada pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis
kebanyakan sering negative untuk semua jenis virus hepatitis yang
telah diketahui. Onset dari anemia aplastik terjadi 2-3 bulan setelah
episode akut hepatitis dan kebanyakan sering pada anak laki-laki.
d) Level Vitamin B 12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan
anemia megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat
menyebabkan pansitopenia.
2. Pemeriksaan Radiologi
a) Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa
kromosom darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis darinemia
fanconi
b) USG abdominal untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau
pembesaran kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan
adanya penyakit keganasan hematologi sebagai penyebab dari
pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah
atau abnormal merupakan penampakan dari anemia Fanconi.
c) Nuclear Magnetic Resonance imaging merupakan cara
pemeriksaan yang terbaik untuk mengetahui luas perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
d) Radionucleide Bone Marrow Imaging (Bone marrow Scanning).
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning
tubuh setelah disuntikkan dengan koloid radioaktif technetium
sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodine
chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan
sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk
memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sek
induk.
h. Penatalaksanaan
1. Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang
diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
2. Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan.
3. Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai
yang dibutuhkan.
4. Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
5. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila
organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang
menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh
bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit
dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
6. Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan
yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif
(ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi
siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi
imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia
pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-
faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat
terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih
muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik dan
sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien yang
lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi
imunosupresif.
C. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
a) Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
b) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
c) Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
d) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya
e) Ataksia, tubuh tidak tegak
f) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda
lain yang menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
a) Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
b) Palpitasi (takikardia kompensasi)
c) Hipotensi postural
d) Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T
e) Bunyi jantung murmur sistolik
f) Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
g) Sclera biru atau putih seperti mutiara
h) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonsriksi kompensasi)
i) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
j) Rambut kering, mudah putus, menipis
3. Integritas Ego
a) Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis
transfusi darah
b) Depresi
4. Eliminasi
a) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
b) Flatulen, sindrom malabsorpsi
c) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
d) Diare atau konstipasi
e) Penurunan haluaran urine
f) Distensi abdomen
5. Makanan / cairan
a) Penurunan masukan diet
b) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
c) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
d) Adanya penurunan berat badan
e) Membrane mukusa kering,pucat
f) Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis
g) Stomatitis
h) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
6. Neurosensori
a) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi
b) Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
c) Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
d) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
e) Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
f) Hemoragis retina
g) Epistaksis
h) Gangguan koordinasi, ataksia
7. Nyeri/kenyamanan
a) Nyeri abdomen samar, sakit kepala
8. Pernapasan
a) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
b) Takipnea, ortopnea dan dispnea
9. Keamanan
a) Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,
fenilbutazon, naftalen
b) Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
c) Transfusi darah sebelumnya
d) Gangguan penglihatan
e) Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
f) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
g) Limfadenopati umum
h) Petekie dan ekimosis

b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi
ke sel.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/ absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
(SDM) normal.
3. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;
perubahan proses pencernaan.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
sekunder leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
c. Perencanaan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Perubahan perfusi Tujuan : setelah dilakukan 1. Ukur tanda-tanda vital, observasi
1. Memberikan informasi
jaringan berhubungan tindakan keperawatan pengisian kapiler, warna tentang keadekuatan
dengan penurunan selama 3 x 24 jam pasien kulit/membrane mukosa, dasar perfusi jaringan dan
komponen seluler yang menunjukkan perfusi yang kuku. membantu kebutuhan
diperlukan untuk adekuat intervensi.
pengiriman oksigen / Kriteria Hasil : 2. Auskultasi bunyi napas 2. Dispnea, gemericik
nutrisi ke sel. a. Tanda-tanda vital stabil menunjukkan CHF
b. Membran mukosa karena regangan jantung
berwarna merah muda lama/peningkatan
c. Pengisian kapiler kompensasi curah
d. Haluaran urine adekuat jantung.
3. Observasi keluhan nyeri dada, 3. Iskemia seluler
palpitasi. mempengaruhi jaringan
miokardial/potensial
resiko infark.
4. Evaluasi respon verbal melambat, 4. Dapat mengindikasikan
agitasi, gangguan memori, gangguan perfusi
bingung. serebral karena hipoksia
5. Evaluasi keluhan dingin, 5. Vasokonstriksi (ke organ
pertahankan suhu lingkungan dan vital) menurunkan
tubuh supaya tetap hangat. sirkulasi perifer.

Kolaborasi
6. Observasi hasil pemeriksaan 6. Mengidentifikasi
laboratorium darah lengkap. defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respons
terhadap terapi
7. Berikan transfusi darah 7. Meningkatkan jumlah sel
lengkap/packed sesuai indikasi pembawa oksigen,
memperbaiki defisiensi
untuk mengurangi resiko
perdarahan.
8. Berikan oksigen sesuai indikasi 8. Memaksimalkan
transpor oksigen ke
jaringan.
9. Siapkan intervensi pembedahan 9. Transplantasi sumsum
sesuai indikasi. tulang dilakukan pada
kegagalan sumsum
tulang/ anemia aplastik.
2. Perubahan nutrisi Tujuan : setelah dilakukan 1. Observasi dan catat masukan 1. Mengawasi masukan
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan 3 x makanan. kalori atau kualitas
tubuh berhubungan 24 jam pasien mampu kekurangan konsumsi
dengan kegagalan untuk mempertahankan berat makanan.
mencerna atau ketidak badan yang stabil 2. Berikan makanan sedikit dan 2. Makan sedikit dapat
mampuan mencerna Kriteria hasil : frekuensi sering menurunkan kelemahan
makanan / absorpsi a. Asupan nutrisi adekuat dan meningkatkan
nutrisi yang diperlukan b. Berat badan normal asupan nutrisi.
untuk pembentukan sel c. Nilai laboratorium dalam 3. Observasi mual / muntah, flatus. 3. Gejala GI menunjukkan
darah merah (SDM) batas normal : efek anemia (hipoksia)
normal. Albumin : 4 – 5,8 g/dL pada organ.
Hb : 11 – 16 g/dL 4. Bantu pasien melakukan oral 4. Meningkatkan napsu
Ht : 31 – 43 % hygiene. makan dan pemasukan
Trombosit : 150.000 – oral. Menurunkan
400.000 µL pertumbuhan bakteri,
Eritrosit : 3,8 – 5,5 x meminimalkan
1012 kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut
diperlukan bila jaringan
Kolaborasi rapuh/luak/perdarahan.
5. Observasi pemeriksaan 5. Mengetahui efektivitas
laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, program pengobatan,
Trombosit, Albumin. mengetahui sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
6. Berikan diet halus rendah serat, 6. Bila ada lesi oral, nyeri
hindari makanan pedas atau membatasi tipe makanan
terlalu asam sesuai indikasi. yang dapat ditoleransi
7. Berikan suplemen nutrisi mis : 7. Meningkatkan masukan
ensure, Isocal. protein dan kalori.

3. Konstipasi atau diare Tujuan : setelah dilakukan 1. Observasi warna feces, 1. Membantu
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 x konsistensi, frekuensi dan jumlah. mengidentifikasi
penurunan masukan 24 jam pasien menunjukan penyebab / factor
diet; perubahan proses perubahan pola defekasi pemberat dan intervensi
pencernaan. yang normal. yang tepat.
Kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi usus. 2. Bunyi usus secara umum
a. Frekuensi defekasi 1x meningkat pada diare
setiap hari dan menurun pada
b. Konsistensi feces konstipasi.
lembek, tidak ada lender 3. Hindari makanan yang 3. Menurunkan distensi
/ darah menghasilkan gas. abdomen.
c. Bising usus dalam batas
normal Kolaborasi
4. Berikan diet tinggi serat 4. Serat menahan enzim
pencernaan dan
mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang
traktus intestinal.
5. Berikan pelembek feces, 5. Mempermudah defekasi
stimulant ringan, laksatif sesuai bila konstipasi terjadi.
indikasi.
6. Berikan obat antidiare mis : 6. Menurunkan motilitas
difenoxilat hidroklorida dengan usus bila diare terjadi.
atropine (lomotil) dan obat
pengabsorpsi air mis Metamucil.

4. Intoleran aktivitas Tujuan : setelah dilakukan 1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 1. Manifestasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 x jam kardiopulmonal dari
ketidakseimbangan 24 jam pasien melaporkan upaya jantung dan paru
antara suplai oksigen peningkatan toleransi untuk membawa jumlah
(pengiriman) dan aktivitas. oksigen adekuat ke
kebutuhan. Kriteria hasil : jaringan.
a. Tanda – tanda vital 2. Observasi adanya tanda – tanda 2. Membantu menetukan
dalam batas normal keletihan ( takikardia, palpitasi, intervensi yang tepat
b. Pasien bermain dan dispnea, pusing, kunang –
istirahat dengan tenang kunang, lemas, postur loyo,
c. Pasien melakukan gerakan lambat dan tegang.
aktivitas sesuai dengan 3. Bantu pasien dalam aktivitas 3. Mencegah kelelahan.
kemampuan diluar batas toleransi pasien.
d. Pasien tidak
menunjukkan tanda – 4. Berikan aktivitas bermain 4. Meningkatkan istirahat,
tanda keletihan pengalihan sesuai toleransi mencegah kebosanan
pasien. dan menarik diri.

5. Resiko infeksi Tujuan: setelah dilakukan 1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 1. Demam
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 x jam. mengindikasikan
penurunan daya tahan 24 jam infeksi tidak terjadi. terjadinya infeksi.
tubuh sekunder Kriteria Hasil : 2. Tempatkan pasien di ruang isolasi 2. Mengurangi resiko
leucopenia, penurunan a. Tanda – tanda vital bila memungkinkan dan beri tahu penularan
granulosit (respons dalam batas normal keluarga supaya menggunakan mikroorganisme kepada
inflamasi tertekan). b. Leukosit dalam batas masker saat berkunjung. pasien.
normal 3. Pertahankan teknik aseptik pada 3. Mencegah infeksi
c. Keluarga menunjukkan setiap prosedur perawatan. nosokomial.
perilaku pencegahan Kolaborasi 4. Lekositosis
infeksi pada pasien 4. Observasi hasil pemeriksaan mengidentifikasikan
d. Mengalami peningkatan leukosit. terjadinya infeksi dan
toleransi aktivitas leukositopenia
e. Infeksi tidak terjadi mengidentifikasikan
penurunan daya tahan
tubuh dan beresiko untuk
terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:PT


Gramedia
Potter, A. Patricia & Perry G. Anne. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik edisi 4. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Purnomo, BB. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Sagung Seto. Jakarta: 2003.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta :2005
W.B, Saunders. Campbell’s Urology sixth edition. WB Saunders
Company.Philadelphia : 1992.
Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. 1999. Aplastic Anemia : Review of
Etiology and Treatment. Hospital Physician
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC
Segel, Goerge B and Marshall A. Lichtman. 2006. Aplastic Anemia : Acquired
and Inherited. http://www.mhprofessional.com/downloads/products/
0071621512/kaus_034-%280463-0484%29.fm.pdf [19 Juli 2014].

Anda mungkin juga menyukai