1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
B. Ruang Lingkup …………………………………………………………………2
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 10
B. Saran …………………………………………………………………………... 10
C. Daptar Pustaka ………………………………………………………………… 12
2
BAB I
P E N D A H U L U AN
A. Latar Belakang
3
Di negara yang menganut paham kebebasan beragama seperti Indonesia sendiri, telah
terjadi beberapa contoh konflik semacam ini. Contoh konflik antar agama tersebut telah
dijelaskan sebagaimana berikut.
4
3. Konflik Tolikora (Islam vs Nasrani)
Konflik di Tolikora Papua terjadi pada tanggal 17 Juli 2015 lalu. Konflik ini dimulai
dengan adanya insiden pembakaran masjid oleh para jemaat Gereja Injil di Indonesia,
saat masyarakat muslim hendak mengadakan ibadah sholat Idul Fitri. Karena konflik
ini, 2 orang korban tewas dan sedikitnya 96 rumah warga muslim dibakar. Beruntung
upaya rekonsiliasi dapat segera dilakukan sehingga jumlah korban tidak bertambah
lagi.
B. Ruang Lingkup
Kita tidak dapat memisahkan ekstermisme agama dengan budaya di mana ia muncul. Kita
tidak dapat menghapus ekstremisme tanpa mengubah budaya tersebut. Mari kita lihat
beberapa faktor yang menyebabkan orang untuk mengembangkan pendekatan
yang ekstremis terhadap agama:
4. Berpikir Hitam-putih
Banyak orang beragama percaya bahwa agama harus didefinisikan dalam bentuk
hitam dan putih. Agama mereka adalah kebenaran yang lengkap, sementara semua
agama lain yang bertentangan adalah sama sekali salah. Mereka percaya tidak ada
kemungkinan untuk kompromi, karena Anda percaya jika Anda memberikan Iblis
satu jari, ia akan mengambil seluruh tangan Anda. Mereka tidak terbuka untuk
gagasan bahwa mungkin ada suatu pendekatan terhadap agama yang tidak
berdasarkan pendekatan berpikir hitam dan putih.
6
5. Hanya ada satu kemungkinan interpretasi
Banyak orang beragama percaya bahwa hanya ada satu cara untuk menafsirkan kitab
suci agama mereka. Jelas, itu adalah interpretasi yang dipilih oleh para pemimpin
Agama mereka. Mereka percaya semua penafsiran lainnya adalah salah dan berasal
dari Iblis. Oleh karena itu, tugas mereka adalah untuk memberantas interpretasi palsu
tersebut, dan bahkan mungkin memberantas orang-orang yang mempromosikan
interpretasi mereka.
7. Pertempuran epik
Banyak orang beragama percaya bahwa dunia adalah medan pertempuran antara yang
baik (Tuhan) dan kekuatan jahat. Jelas, akan naif untuk mengabaikan bahwa
sepertinya ada kekuatan jahat yang bekerja di dunia. Namun banyak umat
beragama yang mendefinisikan baik dan jahat dengan mengatakan bahwa agama
mereka merupakan yang baik sementara semua yang lain atau beberapa
yang lain adalah yang jahat. Definisi baik dan jahat hanya akan menambah konflik
dan ekstremisme.
8. Kambing hitam
Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk menghindari tanggung jawab pribadi
untuk situasi mereka. Salah satu contoh adalah keyakinan bahwa masalah anda
adalah disebabkan oleh orang lain. Di bidang agama, mereka mengarahkan pada
keyakinan bahwa semua masalah di dunia disebabkan oleh orang-orang yang
menganut agama-agama palsu. Orang kafir kemudian menjadi kambing
hitam. Dengan kata lain, siapa pun yang tidak setuju dengan atau menentang
keyakinan Anda adalah ditipu oleh Iblis atau bekerja sama dengan Iblis.
7
Banyak orang beragama percaya bahwa agama mereka mewakili penyebab
utama/Tuhan. Mereka berjuang untuk itu, didukung oleh otoritas tertinggi, yaitu Tuhan.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang mereka percaya atau lakukan adalah benar dalam arti
hakiki. Hal ini kemudian memungkinkan orang-orang untuk membenarkan hampir
apapun yang dianggap diperlukan untuk mencapai kemenangan akhir.
Beberapa orang percaya bahwa karena mereka bekerja untuk tujuan Tuhan, adalah
dapat diterima untuk melanggar hukum Tuhan yang ditetapkan oleh agama mereka.
Dengan kata lain, menjadi dapat diterima untuk membunuh orang lain dalam nama Tuhan
walaupun hampir setiap agama mendefinisikan pembunuhan sebagai salah.
C. Tujuan Penulisan
Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman dalam hal suku bangsa, ras /
etnis, adat-istiadat , bahasa hingga agama memang sangat rawan terhadap konflik.
Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara dan Pancasila yang menjadi
ideologi negara seolah-olah hanya sebagai sekedar semboyan dan simbol saja. Di era
globalisasi saat ini nilai-nilai yang dianut oleh bangsa kita telah mulai memudar tergerus
oleh perkembangan zaman dan ideologi yang lain. Konflik antar umat beragama terutama
yang sering terjadi saat ini. Konflik destruktif yang berujung pada tindakan anarkis yang
merugikan banyak pihak. Toleransi beragama dianggap sebagai suatu solusi atas konflik
antar umat beragama yang sering terjadi saat ini. Sikap saling menghormati dan saling
menghargai memang sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Diperlukan
rasa saling pengertian antar sesama agar tercipta komunikasi yang baik. Karena pada
dasarnya agama itu mengajarkan kasih sayang dan bisa membangkitkan solidaritas dan
kohesifitas sosial yang kuat.
Pada akhirnya penulis mengaharapkan bahwa akan terciptanya kedamaian hidup
secara menyeluruh. Ketika kita memang sudah memahami tentang agama yang kita anut
itu sendiri dan penulis juga berharap ada pemahaman bahwa setiap orang mempunyai
sipat dam pandangan yang berbeda, namun perbedaan itu dijadikan untuk memperkuat
dan memperkaya wawasan dalam kehidupan sosial.
8
BAB II
PEMBAH A SA N
A. Kerangka Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "Agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "tradisi". Kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa
Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-
dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" ( kemudian
selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ). Max Müller menandai
banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian
yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang
disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi
mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak
memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata
Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di
seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan
dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki
9
serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini
kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan. Tidak ada setara yang tepat dari
"agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara,
identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha" ,
kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu praktik keagamaan dan
keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga
didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.
Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan meliputi. Definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada
agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama
merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk
itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya
dan titik perbedaannya.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan
cara menghambakan diri, yaitu:
menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari
Tuhan, dan
menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan.
10
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup. Yakni bahwa seluruh
aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita
makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan
oleh aturan/tata cara agama.
Dalam penerapannya kerukunan antar umat beragama memiliki kendala atau faktor
penghambat. Faktor – faktor penghambat tersebut yang mempengaruhi penerapan
kerukunan antar umat beragama menjadi hal yang sulit dilakukan.
Beberapa faktor yang bisa menjadi penghambat atau kendala dalam kerukunan antar umat
beragama antara lain
11
1. Sikap toleransi yang kurang. Salah satu penghambat penerapan kerukunan antar
umat beragama yaitu sikap toleransi antar pemeluk agama yang kurang.
2. Adanya campur kepentingan politik. Kepentingan politik yang bergejolak atau
usaha usaha tertentu bisa mempengaruhi hubungan antar umat Bergama. Kekacauan
politik yang bisa mempengaruhi kerukunan beragama biasanya bersifat SARA dan
cenderung dibesar-besarkan, sehingga membuat agama yang tercatut menjadi gejolak.
3. Sikap fanatisme, sikap ini merupakan sikap yang harus dihindari jika ingin
menerapkan kerukunan antar umat beragama. Sikap ini cenderung menilai agama
yang dipeluknya yang paling benar.
4. Fanatisme dangkal, sikap kurang bersahabat, cara-cara agresif dalam dakwah agama
yang ditujukan kepada orang yang telah beragama, - pendirian tempat ibadah tanpa
mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara suatu agama dengan agama lain
6. Munculnya berbagai sekte dan faham keagamaan kurangnya memahami ajaran
agama dan peraturan Pemerintah dalam hal kehidupan beragama
C. Solusi
Berikut ada beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas pemasalahan tersebut:
1. Dialog Antar Agama
Seperti yang disebutkan dalam artikel diatas untuk mengatasi hubungan yang tidak
harmonis antar umat beragama ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan
masalahnya, maka H.A. Mukti Ali, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Agama,
pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama. Dalam
dialog kita tidak hanya saling beradu argumen dan mempertahankan pendapat kita
masing-masing yang dianggap benar. Karena pada dasarnya dialog agama ini adalah
12
suatu percakapan bebas,terus terang dan bertanggung jawab yang didasari rasa saling
pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa baik berupa materil
maupun spiritual. Diharapkan dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi
kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Didalam artikel
tersebut juga dikatakan bahwa dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah
satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat
Protestan
2. Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat
beragama sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai
Negara yang memiliki keanekaragaman kita harus saling menghormati dan
menghargai antar sesama. Apalagi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman
dalam hal adat-istiadat, suku, ras/etnis, bahasa dan agama. Perbedaan yang ada
tersebut jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun sebaliknya perbedaan
yang ada tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri khas bangsa
kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri
generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami dan
akhirnya dapat saling menghargai setiap perbedaan yang ada.
3. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi
perbedaan dalam agama.
4. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
5. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang
memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah.
Solusi tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sikap toleransi yang harus
dimiliki agar tidak lagi terjadi konflik antar umat beragama di Indonesia.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman dalam hal suku bangsa, ras /
etnis, adat-istiadat , bahasa hingga agama memang sangat rawan terhadap konflik.
Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara dan Pancasila yang menjadi
ideologi negara seolah-olah hanya sebagai sekedar semboyan dan simbol saja. Di era
globalisasi saat ini nilai-nilai yang dianut oleh bangsa kita telah mulai memudar
tergerus oleh perkembangan zaman dan ideologi yang lain. Konflik antar umat
beragama terutama yang sering terjadi saat ini. Konflik destruktif yang berujung pada
tindakan anarkis yang merugikan banyak pihak. Toleransi beragama dianggap sebagai
suatu solusi atas konflik antar umat beragama yang sering terjadi saat ini. Sikap saling
menghormati dan saling menghargai memang sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Diperlukan rasa saling pengertian antar sesama agar tercipta
komunikasi yang baik. Karena pada dasarnya agama itu mengajarkan kasih sayang
dan bisa membangkitkan solidaritas dan kohesifitas sosial yang kuat.
B. Saran
14
Berusaha memaksa atau membujuk semua orang untuk mendukung agama anda tidak
akan mengurangi konflik agama. Jadi kita harus menemukan pendekatan yang
berbeda, dan tidak sulit untuk melihat solusi yang mungkin. Jika kita menemukan
pendekatan yang lebih baik terhadap masalah konflik agama, kita harus melakukan
sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kita harus mulai dengan
menciptakan pemahaman baru, kesadaran baru tentang agama. Dengan melihat pada
sejarah, mudah untuk melihat bahwa umat manusia telah terlibat dalam suatu proses
yang bergerak dalam arah yang jelas. Jelas, teknologi kita menjadi semakin
maju. Masa hidup kita meningkat dan di banyak negara standar hidup, kesehatan dan
kekayaan secara terus menerus meningkat. Namun kita juga melihat gerakan maju
tentang aspek-aspek tak berwujud dari kehidupan. Selama ribuan tahun,
perbudakan diterima sebagai bagian integral dari budaya. Namun hari ini sebagian
besar negara secara sukarela melarang perbudakan. Bagaimana ini bisa terjadi? Hal
itu terjadi karena kita secara bertahap telah meningkatkan pemahaman kita tentang
aspek-aspek tertentu dari kehidupan. Hal ini telah menimbulkan
peningkatan kesadaran akan nilai-nilai kehidupan manusia, dan penghapusan
perbudakan hanyalah hasil alami dari kesadaran kita yang meningkat. Kita juga telah
melihat kesadaran baru terhadap banyak aspek lain dari kehidupan, seperti hak asasi
manusia, kebebasan individu, kesempatan ekonomi dan masalah lingkungan. Jika kita
ingin mengatasi konflik agama, kita harus menemukan cara untuk menetralkan
elemen-elemen budaya yang mau tidak mau menimbulkan konflik. Hal ini dapat
dilakukan hanya dengan meningkatkan pemahaman orang-orang terhadap sisi
spiritual kehidupan. Kita harus mengembangkan dan mempromosikan tingkat
kesadaran baru yang membuat orang di mana pun menyadari bahwa sudah waktunya
untuk bergerak melampaui konflik agama. Kita telah menghapuskan keyakinan bahwa
satu orang dapat memiliki orang lain dan memperlakukan orang itu sebagai bagian
dari miliknya. Ini adalah waktu untuk meniadakan keyakinan bahwa Anda bisa
meperlakukan manusia sebagai bukan-manusia karena mereka milik agama lain selain
Agama Anda sendiri. Ini adalah waktu untuk meniadakan keyakinan bahwa
Anda dapat melakukan pekerjaan Tuhan dengan melanggar hukum-hukum Tuhan itu
sendiri. Ini adalah waktu untuk meniadakan ide bahwa membunuh orang-orang dalam
nama Tuhan adalah dapat diterima .
C. Daftar Pustaka
1. Ajat Sudrajat dkk, Din Al Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum.Yogyakarta:UNY Press,2008,hal 141.
2. Dadang Kahmad. Sosiologi Agama. Bandung : ROSDA, hal. 63
3. Ibid, hlm.63.
4. Betty.R.Scharf. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta: PT. TIARA WACANA
YOGYA, hal.69
5. Ajat Sudrajat dkk, Din Al Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum.Yogyakarta: UNY Press,2008,hal 151.
6. Dadang Kahmad. Sosiologi Agama. Bandung: ROSDA, hal.152.
7. http://www.ipsmudah.com/2017/03/contoh -konflik-antar-agama.html
8. https://henkykuntarto.wordpress.com/2011/01/16/mengapa-terjadi-konflik-
keagamaan/
9. http://gurupintar.com/threads/apa-saja-faktor-penghambat-penerapan-kerukunan-
antar-umat-beragama-beragama.8535/
10. https://brainly.co.id/tugas/8473443#readmore
17