Abstrak
Prevalensi eksaserbasi asma alergi semakin mengalami peningkatan. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat
menurunkannya, antara lain dengan latihan pernapasan diafragma dan incentive spirometry, namun, perbandingan
efektivitas kedua latihan masih belum jelas. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas
kedua latihan tersebut. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin dan Rumah Sakit Paru Dr. H. A.
Rotinsulu Bandung (September−Desember 2012). Sejumlah 20 orang perempuan, berusia 26−40 tahun, penderita
asma bronkial alergi terkontrol sebagian yang mengikuti penelitian, dibagi ke dalam 2 kelompok. Tiap kelompok
diberi latihan incentive spirometry dan pernapasan diafragma selama 8 minggu. Sebelum dan sesudah perlakuan,
dilakukan pengukuran fungsi paru dengan forced expiratory volume in 1 second (FEV1), kapasitas fungsional
dengan jarak tempuh (uji jalan 6 menit), dan kualitas hidup dengan St George’s Respiratory Questionnaire
(SGRQ). Karakteristik penderita menunjukkan distribusi normal dan homogen. Uji-t independen menunjukkan
bahwa latihan incentive spirometry lebih efektif dibandingkan dengan pernapasan diafragma dalam meningkatkan
FEV1 (6,19±2,63 vs 0,40±0,33 % prediksi), jarak tempuh (229,07±21,84 vs 140,69±16,91 m) dan memperbaiki
SGRQ (nilai total 1.036,51±341,14 vs 360,09±182,10). Simpulan, latihan incentive spirometry lebih efektif dalam
meningkatkan fungsi paru, kapasitas fungsional, dan kualitas hidup dibandingkan dengan pernapasan diafragma
pada penderita asma bronkial alergi. [MKB. 2014;46(1):39–47]
Kata kunci: FEV1, Incentive spirometry, jarak tempuh, latihan pernapasan diafragma, SGRQ
Key words: Diaphragm breathing exercise, FEV1, incentive spirometry, SGRQ, walking distance
Korespondensi: Sitti Nurun Nikmah, dr., Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, mobile 085355370642, e-mail nikmahadil@gmail.com
bentuk latihan ini terhadap perbaikan penyakit dengan alat volumetric incentive spirometry dan
asma bronkial, yang sudah memberikan hasil latihan pernapasan diafragma, pelaksanaannya
yang bermakna pada penderita PPOK.7-9 Tujuan dilakukan di rumah subjek penelitian selama
penelitian ini untuk mengetahui perbandingan 8 minggu, sebanyak 5 kali setiap hari, setiap
efektivitas latihan incentive spirometry dengan latihan dilakukan 10 set dan diantara set istirahat
latihan pernapasan diafragma terhadap FEV1, 15 detik. Alat volumetric incentive spirometry ini
jarak tempuh uji jalan 6 (enam) menit, dan SGRQ tidak perlu ditera karena alat ini merupakan alat
penderita asma bronkial alergi. untuk latihan otot pernapasan bukan merupakan
alat pemeriksaan.
Cara latihan dengan alat volumetric incentive
Metode spirometry yaitu subjek penelitian agar duduk
dalam posisi tegak, alat volumetric incentive
Studi intervensional dengan rancangan kuantitatif spirometry dipegang dengan salah satu tangan
memakai metode kuasi eksperimental dengan pada posisi berdiri tegak, letakkan mouthpiece
pengamatan sebelum dan sesudah perlakuan (pre ke dalam mulut di antara gigi dengan bibir
dan post test design). Pada penelitian ini terdapat terkatup rapat-rapat mengelilingi mouthpiece,
dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I adalah lakukan napas biasa 3 kali, tarik napas sekuatnya
kelompok subjek penelitian yang diberi latihan dengan bibir terkatup rapat-rapat mengelilingi
incentive spirometry dan kelompok II adalah mouthpiece dan ditahan selama 3–5 detik, sesuai
kelompok subjek penelitian yang diberi latihan toleransi penderita. Usahakan indikator piston
pernapasan diafragma. Subjek penelitian adalah bergerak setinggi-tingginya semampu penderita
penderita asma bronkial alergi yang berobat ke (menunjukkan jumlah volume inspirasi yang
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin dan Rumah dapat dicapai), bagian atas dari indikator kuning
Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung periode (bola kuning) harus berada pada posisi kotak
September−Desember 2012. tersenyum, setelah itu lakukan buang napas
Populasi terjangkau penelitian ini memenuhi (ekspirasi) perlahan-lahan, lepaskan mouthpiece
kriteria inklusi yaitu penderita asma bronkial dari mulut dan dianjurkan untuk batuk setelah
alergi (tes IgE >100 IU/mL), terkontrol sebagian, menyelesaikan latihan. Latihan dapat dihentikan
berjenis kelamin perempuan berusia 26–40 tahun jika terasa pusing dan sesak. Latihan dilakukan
dengan reversibilitas tes bronkodilator >12%, setiap hari di rumah 5x/hari, dengan 10 set, di
tidak merokok, tidak dalam serangan, belum antaranya istirahat selama 15 detik. Catat waktu
pernah mengikuti latihan asma, dengan saturasi dan jumlah volume maksimal serta ditandatangani
oksigen sebelum uji jalan 6 menit ≥ 95%, serta penderita dan saksi setiap kali melakukan latihan
mempergunakan obat inhalasi yang diresepkan pada buku monitoring harian.
oleh dokter, tidak sedang mempergunakan obat Cara melakukan latihan pernapasan diafragma
oral atau intravena. Kriteria eksklusi yaitu subjek yaitu subjek penelitian duduk dalam posisi tegak,
penelitian mempunyai penyakit kardiovaskular, posisi kepala agak menunduk, letakkan tangan
diabetes melitus atau penyakit paru lain, dan bila kanan pada perut di atas perut (abdomen)/pusat
tidak mengikuti latihan 2 kali berturut-turut dalam (umbilikus) dan tangan kiri pada dada (toraks)
satu hari. Jumlah subjek penelitian berdasarkan untuk panduan mengenali gerakan pada iga yang
perhitungan ukuran sampel minimal dan dipilih membatasi pernapasan diafragma, tarik napas
secara acak. sekuat-kuatnya melalui hidung, lalu tahan selama
Dilakukan anamnesis terhadap setiap subjek 3–5 detik, sesuai toleransi penderita, selanjutnya
yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian, lalu keluarkan napas perlahan dengan menghembus
subjek diberi penjelasan mengenai maksud dan melalui mulut yang akan mendorong perut ke
tujuan penelitian tersebut dan cara melakukan dalam dan ke atas, gerakan tangan menunjukkan
latihan di rumah sampai subjek paham dan dapat penderita telah melakukan latihan dengan benar
melakukannya, Semua subjek menandatangani atau tidak yaitu apabila tangan di atas perut
formulir persetujuan, lalu dilakukan pemeriksaan (abdomen) bergerak selama inspirasi, penderita
nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, dan juga sudah bekerja dengan benar, dan apabila tangan
pemeriksaan fisis lainnya untuk mendapatkan pada dada (toraks) bergerak, berarti penderita
data dasar, kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan otot-otot dada (toraks), selanjutnya
asma alergi yaitu IgE yang diambil dari vena dilatih untuk melakukan ekspirasi panjang tanpa
perifer, tes reversibilitas bronkodilator, pengisian kehilangan kontrol agar inspirasi yang berikutnya
kuisioner SGRQ, pemeriksaan jarak tempuh tanpa terengah-engah (gasping)/gerakan dada
uji jalan 6 menit dan FEV1 pada setiap subjek atas. Latihan dapat dihentikan jika terasa pusing
penelitian. Subjek penelitian dibagi 2 kelompok dan sesak. Latihan dilakukan setiap hari di rumah
yaitu kelompok yang diberikan perlakuan latihan 5x/hari, sebanyak 10 set, di antaranya istirahat
Untuk mengetahui efektivitas antara latihan uji-t independen p=0,000 (p<0,05). Hasilnya
incentive spirometry dan pernapasan diafragma menunjukkan bahwa latihan incentive spirometry
terhadap FEV1 pada penderita asma bronkial alergi lebih efektif meningkatkan jarak tempuh uji
dilakukan uji-t independen (p=0,000) hasilnya jalan 6 menit dibandingkan dengan pernapasan
menunjukkan bahwa latihan incentive spirometry diafragma (Tabel 3). Untuk dapat mengetahui
lebih efektif meningkatkan FEV1 dibandingkan perbandingan efektivitas antara latihan incentive
dengan pernapasan diafragma (Tabel 3). Untuk spirometry dan pernapasan diafragma terhadap St
dapat mengetahui perbandingan efektivitas antara George’s Respiratory Questionnaire/SGRQ pada
incentive spirometry dan pernapasan diafragma penderita asma bronkial alergi dipergunakan
terhadap jarak tempuh uji jalan 6 menit pada uji-t independen (p=0,000; p<0,05). Hasilnya
penderita asma bronkial alergi dipergunakan menunjukkan latihan incentive spirometry lebih
Tabel 2 Uji Normalitas dan Homogenitas Penderita Asma Bronkial Alergi setelah Diberi
Latihan Incentive Spirometry dan Pernapasan Diafragma
Uji Normalitas Data
Latihan Incentive Latihan Pernapasan Uji Homogenitas
Variabel Spirometry (n=10) Diafragma (n=10)
p Distribusi p Distribusi p Homegenitas
Perubahan FEV1 0,349*) Normal 0,001*) Normal 0,990 **) Homogen
Perubahan jarak tempuh 0,058*) Normal 0,120*) Normal 0,064 **) Homogen
uji jalan 6 menit
Perubahan SGRQ 0,238*) Normal 0,346*) Normal 0,519 **) Homogen
Keterangan: *) Pengujian menggunakan Uji Shapiro Wilks, **) Pengujian menggunakan Uji Levene
efektif memperbaiki SGRQ bila dibandingkan meningkatkan FEV1 bila dibandingkan dengan
dengan pernapasan diafragma (Tabel 3). pernapasan diafragma dengan uji-t independen
p=0,000 (6,19±2,63 vs 0,40±0,33% prediksi)
berdasarkan hasil penelitian ini, karena latihan
Pembahasan incentive spirometry meningkatkan kemampuan
inspirasi yang maksimal. Peningkatan kemampuan
Latihan incentive spirometry lebih efektif untuk inspirasi terjadi oleh karena pada saat inspirasi
panjang, dalam, dan perlahan disertai dengan bibir Penelitian pada penderita asma bronkial memakai
terkatup rapat mengelilingi mouthpiece sambil alat yang sama dengan peneliti menggunakan
ditahan 3 sampai 5 detik. Peningkatan kemampuan parameter fungsi paru (FEV1) belum ditemukan.
inspirasi maksimal terjadi pula karena latihan Latihan incentive spirometry lebih efektif
ini mempergunakan beban, sehingga pada saat meningkatkan jarak tempuh uji jalan 6 (enam)
inspirasi penderita dipaksa untuk meningkatkan menit apabila dibandingkan dengan pernapasan
kekuatan otot inspirasi secara maksimal dengan diafragma, dengan uji-t independen p=0,000
mengusahakan agar indikator piston bergerak (229,07±21,84 vs 140,69±16,91 m), oleh karena
setinggi-tingginya dan semampu penderita. Pada latihan incentive spirometry dapat meningkatkan
keadaan tersebut akan tercapai volume inspirasi kekuatan otot inspirasi dan juga volume paru
maksimal. Indikator bola kuning harus berada setelah inspirasi maksimal. Keadaan ini akan
terhadap posisi indikator tertentu dan penderita berpengaruh pada elastisitas rekoil paru sehingga
mempertahankan volume inspirasi semaksimal- dapat memperbaiki efisiensi napas sehingga
maksimalnya. Kekuatan otot-otot inspirasi yang menurunkan derajat sesak yang kemudian dapat
meningkat tersebut berpengaruh pada elastisitas meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari.
rekoil paru yang akan merangsang fungsi paru Oleh karena latihan incentive spirometry dapat
kembali seperti semula dengan meningkatkan meningkatkan fungsi paru, maka asupan oksigen
tekanan transpulmonal dan volume paru pada pada saat inspirasi akan meningkat, perfusi
saat inspirasi. Proses ini mampu memperbaiki oksigen dari alveoli menuju hemoglobin dan
efisiensi napas yang akan menurunkan derajat daya tangkap hemoglobin juga meningkat oleh
sesak. Alat ini juga dapat memberikan efek umpan karena dengan latihan akan meningkatkan enzim
balik visual secara nyata yang akan mendorong oksidatif, dan daya tangkap mioglobin terhadap
penderita untuk meningkatkan volume inspirasi oksigen. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan
semaksimal-maksimalnya. 6,10 latihan incentive spirometry dapat meningkatkan
Volume paru-paru yang meningkat setelah kapasitas fungsional penderita asma bronkial
inspirasi maksimal akan mampu meningkatkan alergi. Terjadi peningkatan kapasitas fungsional
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara yang dapat diukur dengan jarak tempuh uji jalan
paksa di dalam detik pertama sesudah inspirasi 6 menit. Pada latihan pernapasan diafragma oleh
maksimal, sehingga nilai FEV1 meningkat. Nilai karena intensitas latihan tidak cukup kuat untuk
FEV1 dihitung dalam satuan L atau % prediksi merangsang fungsi paru, sehingga asupan oksigen
yang memperlihatkan persentase kapasitas vital. dan difusi oksigen relatif lebih rendah pada latihan
Nilai FEV1 ini merupakan pemeriksaan fungsi pernapasan diafragma bila dibandingkan dengan
paru yang objektif untuk menentukan derajat incentive spirometry. Dari uraian di atas dapat
obstruksi jalan napas.1,8 Proses yang terjadi saat menjelaskan latihan incentive spirometry lebih
melakukan latihan incentive spirometry yang efektif meningkatkan kapasitas fungsional (jarak
dapat meningkatkan fungsi paru (FEV1) tidak tempuh uji jalan 6 menit) dibandingkan dengan
ditemukan saat melakukan pernapasan diafragma. pernapasan diafragma. Untuk penelitian pada
Hasil yang ditemukan pada penelitian ini sesuai penderita asma bronkial dengan menggunakan
dengan penelitian yang dilakukan di Malaysia alat yang sama dengan peneliti dengan parameter
selama 4 minggu dengan menggunakan latihan kapasitas fungsional (jarak tempuh uji jalan 6
incentive spirometry yang meningkatkan FEV1 menit) belum ditemukan.
sebesar 2,38 L.4 Terdapat perbedaan alat incentive Latihan incentive spirometry lebih efektif
spirometry yang digunakan di Malaysia dengan untuk memperbaiki SGRQ dibandingkan dengan
yang dipergunakan peneliti, yaitu di Malaysia pernapasan diafragma dengan uji-t independen
mempergunakan alat incentive spirometry tipe p=0,000 (nilai total terhadap gejala, dampak, dan
flowmetry, sedangkan yang digunakan peneliti aktivitas (1.036,51±341,14 vs 360,09±182,10)
tipe volumetry.4 Pada penelitian di Malaysia oleh karena latihan incentive spirometry dapat
dengan alat incentive spirometry tipe flowmetry, meningkatkan kekuatan otot inspirasi dan volume
hasil pengukuran dikonversi dengan perhitungan paru, yang akan memperbaiki efisiensi napas
tertentu sehingga risiko nilai pengukuran volume dan menurunkan derajat sesak sehingga dapat
inspirasi maksimal kurang akurat. Pada penelitian memperbaiki aktivitas sehari-hari yang secara
ini dilakukan dengan menggunakan incentive keseluruhan memperbaiki kualitas hidup yang
spirometry tipe volumetry dan hasil pengukuran berhubungan dengan penyakit asma bronkial
volume inspirasi maksimal dapat dinilai langsung alergi. Peningkatan kualitas tersebut tercermin
sehingga lebih akurat. Dari uraian di atas dapat dari gejala sesak napas yang berkurang, batuk
menunjukkan latihan incentive spirometry lebih yang berkurang, dan juga serangan asma yang
efektif untuk meningkatkan fungsi paru (FEV1) menurun. Selain itu, terdapat perbaikan aktivitas
bila dibandingkan dengan pernapasan diafragma. sehari-hari yang meningkat dan dampak negatif
terhadap pekerjaan berkurang, gejala, obat-obatan dengan pernapasan diafragma dan bermanfaat
yang digunakan serta aktivitas dan kehidupan serta banyak digunakan pada penderita dengan
sehari-hari menjadi lebih baik.11,12 Dari hasil gangguan jalan napas kronik antara lain asma
penelitian ternyata jarak tempuh uji jalan 6 menit bronkial alergi.4,7-9,13,14
berkorelasi positif dengan kualitas hidup.11,12 Sebagai simpulan, latihan incentive spirometry
Dengan latihan incentive spirometry selain dapat lebih efektif meningkatkan fungsi paru (FEV1),
meningkatkan kekuatan otot inspirasi secara meningkatkan kapasitas fungsional (jarak tempuh
maksimal, juga mampu membantu pengeluaran uji jalan enam menit), dan memperbaiki kualitas
dahak, sehingga efisiensi napas dapat diperbaiki hidup (memperbaiki SGRQ) bila dibandingkan
dan juga mengurangi sesak yang berdampak dengan pernapasan diafragma pada penderita
pada perbaikan kualitas hidup. Perbaikan ini asma bronkial alergi.
akan meningkatkan asupan dan perfusi oksigen
ke dalam darah.
Kualitas hidup merupakan kebahagiaan dan Daftar Pustaka
kepuasan terpenting kehidupan manusia, serta
merupakan indikator objektif kesejahteraan materi 1. Bateman ED, Boulet LP, Cruz A, FitzGerald
dan sumber daya individu. Kualitas hidup seorang M, Haahtela, Levy M, dkk. Global initiative
yang sakit akan memengaruhi status kesehatan for asthma. Global strategy for asthma
dan berdampak pada status fungsional dalam management and prevention. Update 2011.
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada penderita South Africa: GINA. 2011.
asma bronkial alergi, kualitas hidup merupakan 2. Eizadi M, Shafiei M, Rohani AA, Jenabi
suatu ukuran penting, karena berhubungan erat A. Exercise as a none-pharmalogicel
dengan kondisi sesak yang sangat mengganggu intervention in maintain IgE in asthma
penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari patients. Indian J Fundamental Applied Life
(kapasitas fungsional) seperti berjalan, merawat Sci. 2011;1(4):371−5.
diri, berpakaian, makan, dan aktivitas rumah 3. Thomas M, McKinley RK, Mellor S, Watkin
tangga. Pengukuran kualitas hidup sangat penting G, Holloway E, Scullion J, dkk. Breathing
dalam menilai respons/efek terapi. Dalam jangka exercises for asthma: a randomized controlled
panjang efek terapi latihan bermanfaat terhadap trial. Thorax. 2009;64(1):55−61.
penurunan gejala, peningkatan aktivitas sehari- 4. Loh LC, Puah SH, Ho CV, Chow CY,
hari, serta rasa percaya diri yang lebih besar. St Chua CY, Jayaram J, dkk. Disability and
George’s Respiratory Questionnaire merupakan breathlessness in asthmatic patients – a
kuisioner spesifik untuk mengukur kualitas scoring method by repetitive inspiratory
hidup pada penderita saluran napas kronik yaitu effort. Asthma. 2005;42(10):853−8.
asma bronkial dan PPOK. Kuesioner ini terdiri 5. Turner LA, Mickleborough TD, McConnel
atas tiga komponen utama yaitu gejala penyakit AK, Stager JM, Tecklenburg-Lund S, Lindley
(symptoms) yang berhubungan dengan gejala MR. Effect of inspiratory muscle training on
saluran napas, frekuensi dan hebatnya gejala exercise tolerance in asthmatic individuals.
tersebut, aktivitas (activity) yang berhubungan Med Sci Sports Exerc. 2011;43(11):2031−8.
dengan aktivitas yang menyebabkan sesak atau 6. Hill K, Cecins NM, Eastwood PR, Jenkins
dihambat oleh sesak, dan dampak (impacts) yang SC. Inspiratory muscle training for patients
meliputi serangkaian aspek yang berhubungan with chronic obstructive pulmonary disease:
dengan fungsi sosial dan gangguan psikologis a practical guide for clinicians. Arch Phys
oleh karena penyakit jalan napas. Setiap butir Med Rehabil. 2010;91(9):1466−70.
pertanyaan dalam kuesioner SGRQ mempunyai 7. Basoglu OK, Atasever A, Bacakoglu F. The
keterkaitan kuat dengan gejala dan keadaan sesak efficacy of incentive spirometry in patients
yang dialami penderita. with COPD. Respirology. 2005;10(3):
Oleh karena pola bentuk latihan incentive 349−53.
spirometry memberikan intensitas beban latihan 8. Gosselink R, De Vos J, van den Heuvel SP,
yang lebih besar dibandingkan dengan pernapasan Segers J, Decramer M, Kwakkel G. Impact
diafragma, sebagaimana diuraikan sebelumnya of inspiratory muscle training in patients with
memberikan pengaruh yang berbeda pada fungsi COPD: what is the evidence. Eur Respir J.
paru (FEV1) dan kapasitas fungsional. Ternyata 2011;37(2):416−25.
dari hasil penelitian perbedaan intensitas kedua 9. Tambunan TFU. Pengaruh latihan pernapasan
latihan ini memberikan pengaruh yang berbeda incentive spirometry terhadap kemampuan
pula pada kualitas hidup (SGRQ). inspirasi maksimal dan kualitas hidup pada
Uraian di atas dapat menjelaskan latihan penderita paru obstruksi kronik [tesis].
incentive spirometry lebih efektif dibandingkan Jakarta: Universitas Indonesia; 2006.
10. Restrepo RD, Wettstein R, Wittnebel L, Tracy 7 to 16 years. Am J Respir Crit Care Med.
M. Incentive spirometry: 2011. Respir Care. 2007:176(2):174−80.
2011;56(10):1600−4. 13. Hill K, Jenkins SC, Phillippe DL, Cecins N,
11. Li AM, Yin J, Yu CC, Tsang T, So HK, Wong Shepherd KL, Green DJ, dkk. High-intensity
E, dkk. The six-minute-walk test in healthy inspiratory muscle training in COPD. Eur
children: reliability and validity. Eur Respir Respir J. 2006;27(6):1119−28.
J. 2005;25(6):1057−60. 14. Padula CA, Yeaw E. Inspiratory muscle
12. Li AM, Yin J, Au JT, So HK, Tsang T, Wong training: integrative review. Res Theory Nurs
E, dkk. Standard reference for the six- Pract. 2006;20(4):291−304.
minute-walk test in healthy children aged