Anda di halaman 1dari 3

1.

Hubungan Morfologi dengan Semantik

1.1.Semantik dalam Morfologi


Para linguis dari zaman kuno hingga para linguis moderen dalam penelitiannya
mengenai bahasa selalu bertolak ukur pada bentuk dan makna suatu bahasa, baik itu kata
ataupun frase. Bentuk suatu bahasa tidak akan bisa lepas dari makna yang melekat
padanya. Ketika hubungan morfologi dengan sintaksis dapat dilihat secara jelas dalam
proses infleksi, hubungan morfologi dengan semantik justru akan terlihat jelas jika
ditinjau dari proses derivasi. Haspelmath (2002:166) mengutarakan sebuah contoh kata
yaitu undoable. Undoable merupakan derivasi dari kata do yang mendapat penambahan
prefiks –un dan sufiks –able. Secara sintakmatik kata undoable dapat memiliki dua
struktur pembentukan kata:

Undoable Undoable

A A

A V

Pref V suf Pref V suf

Un do able Un do able

Which cannot be done (undoable 1) Which can be undone (undoable 2)

Dilihat dari contoh di atas, terdapat dua cara pembentukan kata secara
sintakmatik yang kemudian menghasilkan lebih dari satu arti atau makna. Secara
sintakmatik Undoable 1 memiliki kata dasar doable, ditinjau dari segi semantik memiliki
arti yang sama seperti kata unhappy, uninteresting, unequal dan memiliki segmentasi un
+ doable. Segmentasi ini menderivasi sebuah makna memiliki atau tidak memiliki
kualitas (having quality – not having quality) ditinjau dari penambahan prefiks -un.
Undoable 2 berbeda dengan yang pertama. Pada kata undoable 2 secara sintakmatik
yang menjadi kata dasarnya adalah undo yang artinya berkorelasi dengan readable,
washable, approachable, believable dan memiliki segmentasi undo + able. Tentunya

1
segmentasi ini berkorelasi dengan arti atau makna sufiks –able dalam menyatakan
kemampuan dalam menyelesaikan sesuatu (capable of being done). Terakhir, hubungan
undo dan do dapat juga dilihat pada kata uncover, unfold, untie yang memiliki arti atau
makna memutarbalikkan efek suatu pekerjaan (reserve the effect of doing).
Dari uraian di atas, sangat jelas tergambarkan bahwa morfologi, sintaksis dan
semantik sangart berkorelasi satu sama lain. Semantik itu sendiri merupakan studi
mengenai makna. Makna di dalam semantik dapat berupa makna kata secara khusus
ataupun makna holistik kata di dalam sebuah kalimat dan wacana.

1.2. Permasalahan Polisemi


Arronof dan Fudeman (2005:129) mengungkapkan permasalahan utama pada
sematik leksikal adalah arti kata masing-masing leksem memiliki arti satu sama lain yang
jauh berbeda. Ini lah yang dinamakan permasalahan polisemi. Kridalaksana (2009)
dalam kamus linguistik, mendefinisikan polisemi sebagai pemakaian bentuk bahasa
seperti kata, frase, dsb dengan makna yang berbeda-beda. Beliau juga memaparkan
beberapa contoh polisemi dalam bahasa Indonesia, yaitu “sumber” yang bisa saja
diartikan sebagai “sumur” atau “asal”; kemudian “kambing hitam” yang bisa saja
diartikan sebagai “kambing yang berwarna hitam” atau “orang yang dipersalahkan”.
Chaer (2002) di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indoesia juga
mendefinisikan hal serupa, bahwa polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata dan frase)
yang memiliki pemaknaan lebih dari satu. Contoh yang beliau kemukakan ada kata
“kepala” yang memiliki makna bagian tubuh, bagian yang terletak di sebelah atas, depan
atau merupakan hal penting.
Jika polisemi ini terdapat pada kalimat, maka contoh dalam bahasa Inggris
berikut akan lebih bisa menggambarkan hubungan polisemi (semantik) di dalam proses
morfologi:
I don’t like melon I sold three melons
Kalimat pertama secara literal memiliki arti bahwa “saya tidak menyukai
melon” atau dikatakan mass karena kalimat tersebut berfokus pada kata melon sebagai
objek. Sedangkan pada kalimat kedua secara literal memiliki arti bahwa “saya sudah
menjual tiga melon” atau dikatakan count (jumlah) karena yang menjadi fokuss kalimat
tersebut adalah kategori morfologi angka yaitu three (tiga). Ketiga struktur letak kategori
morfologi ditempatkan dalam posisi yang berbeda walaupun argumen, agen, tema nya
sama, maka tetap saja hal itu akan membuat perbedaan makna.

2
1.3.Makna Gramatikal dan Hubungannya dengan Nomina dan Frase Nomina
Pastinya tipe makna sangat terbawa oleh tipe elemen gramatikalnya, seperti
infleksi, klitiks dan pemarkah - hal ini tentunya juga berasosiasi dengan kata benda dan
frase kata. Yang paling prioritas dari hal ini antara lain: definitness (kepastian), number
(jumlah), animacy (gambaran), gender (gender), dan functional roles (fungsi) (Cruse,
2004:278). Number dalam kaitannya terhadap makna gramatikal pada nomina (nouns)
dan frase nomina (noun phrases) menjadi sebuah aspek bahasa yang menarik untuk
dibahas dikalangan linguis.
Dalam Bahasa Inggris terbagi menjadi dua kelas kata nomina, yaitu count
nouns dan mass nouns. Kedua kelas ini memiliki keterkaitan dengan kategori morfologi
(number). Cruse (2004) memaparkan kriteria dan contoh dari kedua kelas nomina ini
sebagai berikut:
 Coun Nouns
a. Tidak dapat muncul dalam bentuk singular/ tunggal tanpa kehadiran determiner
This cup/*Cup is clean
b. Umumnya muncul dalam bentuk plural/jamak
c. Umumnya ditandai dengan kata a few, many, dan numerals.
A few/many cups; (*much cup), twenty cups
 Mass Nouns
a. Dapat muncul dalam bentuk singular/tunggal tanpa kehadiran nomina
Butter is good for you
b. Jarang sekali ditemukan dalam bentuk plural/jamak
Butters, Milks
c. Umumnya ditandai dengan kata a little, much
A little/much milk/water/syrup: (*many milk) (* : salah)

Dapat disimpulkan secara simgkat bahwa count nouns merupakan nomina


yang dapat dihitung sedangkan mass nouns merupakan nomina yang tidak dapat dihitung.

Sumber Referensi
Arronoff, Mark and Fudeman. 2005. What is Morphology?. Australia: Blackwell Publishing.
Booij, Geert. 2005. The Grammar of Words. Oxford: University Press.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language. Oxford: University Press.
Haspelmath, Martin. 2002. Understanding Morphology?. Oxford: University Press.
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai