Anda di halaman 1dari 37

SKENARIO

Gondok

Nn. B, 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher sebelah kanan yang semakin membesar sejak
6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara ataupun gangguan
pernafasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar, banyak berkeringat dan perubahan berat
badan. Pada leher sisi sebelah kanan teraba nodul berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri
tekan dan turut bergerak saat menelan, Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan pemeriksaan aspirasi
jarum halus.

Hasil sitology yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas, sehingga pasien
diberikan terapi hormone tiroksin sambil dimonitor fungsi tiroidnya. Pasien juga diingatkan bahwa
bila nodul membesar maka perlu dilakukan iperasi tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter,
pasien yang merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan
dilakukannya tindakan operasi.

1
Kata Sulit
1 Pemeriksaan aspirasi jarum halus Pemeriksaan dengan aspirasi sel dan
cairan tumor/massa yang terdapat pada
tempat yang mudah dipalpasi
2 Sitologi Ilmu yang mempelajari tentang sel
3 Sidik tiroid Alat seperti scanning yang menggunakan
zat iodium radioaktif
4 USG tiroid Metode yang digunakan untuk memeriksa
ukuran, bentuk, posisi kelenjar tiroid
5 Tiroidektomi Operasi pengangkatan
sebagian/seluruhnya dari kelenjar tiroid
6 Tiroksin Hotmon utama yang dihasilkan dan
dikeluarkan oleh kelenjar tiroid

Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan nodul bisa membesar?
2. Apa indikasi tiroidektomi?
3. Mengapa tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara, gangguan pernafasan, dan
banyak keringat?
4. Mengapa nodul bergerak saat menelan?
5. Mengapa diberi hormone tiroksin? Bagaimana pengaruhnya?
6. Jika terdapat sel ganas, bagaimana terapinya?
7. Apakah gondok dapat menyebabkan nyeri menelan, perubahan suara, dan pernafasan?
Bagaimana itu terjadi?
Jawaban
1. Bisa disebabkan karena tumor, keganasan, dan rangsangan TSH. Jika terjadi kekurangan
iodium maka hormone T3 dan T4 tidak akan terbentuk.. jika hormone ini berkurang, maka
TSH akan terus merangsang tiroid sehingga terjadi pembesaran.
2. Keganasan, kosmetik, penekanan.
3. Karena pembesaran kelenjar tiroid belum menekan saluran pernafan. Dan tidak
berkeringan karena kekurangan hormon tiroid sehingga metabolism melambat.
4. Karena tiroid menggantung pada fascia trachea dan menggantung pada capsula fibrosa.
5. Karena tiroksin berfungsi untuk menghambat TSH, dank arena kekurangan tiroksin.
6. Tiroidektomi.
7. Ya karena pembesaran kelenjar tiroid dapat menyebabkan penekanan pada saluran
pernafasan.

2
Hipotesa

Benjolan di leher
sebelah kanan

Penurunan T3 dan T4
dan peningkatan TSH

Pemeriksaan Tidak ada keluhan (Karena nodul kelenjar


Anamnesis
tiroid belum menekan sistem pernafasan)

Ada keluhan (Nyeri menelan, perubahan


suara, gangguan pernafasan)

Pemeriksaan fisik Nodul saat menelan

Pemeriksaan Fungsi tiroid, USG,


penunjang sidik tiroid

Sitologi

Ganas Tidak ganas

Tiroidektomi Pemberian hormon


tiroksin

3
Sasaran Belajar
LI. I Memahami dan menjelaskan anatomi kelenjar tiroid
I.1 Makroskopik
I.2 Mikroskopik
LI. II Memahami dan menjelaskan fisiologi kelenjar tiroid
LI. III Memahami dan menjelaskan kelainan kelenjar tiroid
III.1 Definisi
III.2 Klasifikasi
III.3 Patofisiologi dan pathogenesis
III.4 Manifestasi klinis
III.5 Diagnosis dan diagnosis banding
III.6 Penatalaksanaan
III.7 Prognosis
III.8 Komplikasi
III.9 Pencegahan
III.10 Epidemiologi
LI. IV Memahami dan menjelaskan peranan bedah pada nodul tiroid
LI.V Memahami dan menjelaskan mengatasi kecemasan menurut pandangan Islam

4
LI. I Memahami dan menjelaskan anatomi kelanjar tiroid
I.1 Makroskopik

Kelenjar thyroid terletak di region colli dan menempel pada trachea. Berbentuk seperti
buah alpukat yang puncaknya samapi ke linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya setinggi
cincin trachea ke 4 atau ke 5. Kelenjar thyroid terdiri dari 2 lobus dextra dan sinistra yang
dihubungkan oleh isthmus. Isthmus meluas lebih dari garis tengah didepan cincin trachea ke 2-4.
Dibungkus oleh selubung dari lamina pretrachealis yang melekatkan kelenjar dengan larynx dan
trachea.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah :

1. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah
farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut
pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen
ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
2. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui
saluran yang disebut ductus thyroglossus.
3. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus
akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan
7.

5
4. Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal
lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.

Struktur disekitar lobus :


 Anterolateral : M. sternothyroideus, venter superior m. omohyoideus, m. sternohyoideus,
dan tepi anterior m. sternocleidomastoideus
 Posterolateral : Vagina carotica dengan a. carotis communis, v. jugularis interna, dan n.
vagus
 Medial : Larynx, trachea, m. constrictor pharynges inferior, dan oesophagus
 Posterior : Glandula parathyroidea inferior, glandula paratgyroidea superior
Perdarahan :
 A. thyroidea superior : cabang a. carotis externa
 A. thyroidea inferior : cabang truncus thyrocervicalis
 A. thyroidea media : cabang a. brachiocephalica / arcus aorta
 V. thyroidea superior dan v. thyroidea media mencurahkan isinya ke v. jugularis interna
 V. thyroidea inferior menampung cabang-cabang dari isthmus dan polus bawah kelenjar,
kedua sisi akan beranastomose saat berrjalan turun didepan trachea, dan bermuara ke v.
brachiocephalica sinistra
Pembuluh lymph
 Cairan lymph dicurahkan ke nl. cervicales profundi
 Beberapa pembuluh lymph ke nl. Paratrachealesng
Persarafan
 Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
 Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (stridor/serak).

6
I.2 Mikroskopik

Terdiri dari ribuan folikel-folikel dengan diameter bervariasi, yang lumennya mengandung
substansi gelatinosa yang disebut koloid. Koloid segar homogen, jernih, dan kental (viscous). Pada
kelenjar yang aktif koloid berwarna basofil, pada folikel yang inaktif koloid berwarna basofil
lemah atau asidofil.
1. Sel follicular
 Bentuknya beragam, tapi umumnya kuboid. Pada sel follicular yang hipoaktif
bentuknya rendah (gepeng), dan pada sel yang hiperaktif bentuknya tinggi
(silindris)
 Berdiri di atas membrane basalis
 Inti besar, vesicular, ditengah atau ke arah basal
 Sitoplasma bergranul halus, basofil, banyak mitokondria
 Fungsinya untuk mensintesis, iodinasi, absorbsi, dan digesti tiroglobulin

2. Sel parafollicular / sel C


 Terletak diantara sel follicular (masih didalam membrane basalis)
7
 Inti eksentris
 Sitoplasma banyak mengandung granula padat (terbungkus selaput)
 Fungsinya untuk mensekresi kalsitonin

LI. II Memahami dan menjelaskan fisiologi kelenjar tiroid
Sintesis hormon tiroid

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, dimana keduanya harus
diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai
oleh tubuh sehingga bukan suatu zat essensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang
dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari makanan. Pembentukan,
penyimpanan, dan sekresi hormone tiroid melibatkan langkah-langkah berikut :
1. Semua tahap pembentukan hormon tiroid berlangsung dimolekul tiroglobulin didalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiridiproduksi oleh kompleks golgi/reticulum endoplasma sel
folikel kelenjar tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin yang jauh
lebih besar sewaktu yang terakhir ini sedang diproduksi. Setelah terbentuk, tiroglobulin
yang sudah mengandung tirosin di ekspor dari sel folikel kedalam koloid melalui proses
eksositosis
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui pompa
iodium protein-protein pengangkut yang kuat dan memerlukan energy di membran luar sel
folikel. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan menlawan gradient konsentrasi untuk
disimpan di tiroid untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain
ditubuh

8
3. Didalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin.
Perlekatan suatu iodium ke tirosin akan menghasilkan monoiodotironin (MIT). Perlekatan
dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT)
4. Kemudian terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang telah
beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium)
dengan DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T 3 (dengan tiga
iodium). Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua ato iodium)
menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat
iodium. Antara dua MIT tidak terjadi penggabungan
Semua produk tetap melekat ke tiroglobulin. Hormon tiroid tetap tersimpan dalam bentuk ini
di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid yang tersimpan normalnya dapat
memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Sekresi hormon tiroid
Pelepasan hormone tiroid ke dalam sirkulasi sistemik adalah suatu proses yang agak rumit
karena dua alasan. Pertama, sebelum pembebasannya, T3 dan T4 masih terikat di dalam molekul
tiroglobulin. Kedua, kedua hormone tersimpan di tempat ekstrasel, lumen folikel, sehingga harus
diangkut menembus sel folikel untuk mencapai kapiler yang berjalan di ruang interstitium di antara
folikel-folikel.
Pada sekresi hormone tiroid, sel folikel “menggigit putus” sepotong koloid, menguraikan
molekul tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya, dan “meludahkan” T3 dan T4 yang telah
dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang sesuai untuk sekresi hormone tiroid, sel-sel folikel
menginternalisasi sebagian kompleks tiroglobulin-hormon dengan memfagosit sepotong koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-
enzimnya memisahkan hormone-hormon tiroid, yang aktif secara biologis, T3 dan T4, serta
iodotirosin yang inaktif, MIT dan DIT. Hormone tiroid karena sangat lipofilik, mudah melewati
membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin.
Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang secara cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan
DIT sehingga iodium yang telah bebas ini dapat didaur ulang untuk membentuk lebih banyak
hormone. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT,
bukan dari T3 atau T4. Setelah dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekil hormone tiroid yang
sangat lipofilik (dan karenanya tidak larut air) berikatan dengan beberapa protein plasma. Sebagian
besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine binding globulin (TBG), suatu protein plasma yang secara
selektif berikatan hanya dengan hormon tiroid. Selain thyroxine binding globuline (TBG) terdapat
protein plasma lain yang dapat mengangkut T3 dan T4, yaitu albumin dan thyroxine binding
prealbumin (TBPA). Kurang dari 1 % T3 dan kurang dari 1% T4 tetap berada dalam bentuk bentuk
bebas (tak terikat). Hal ini luar biasa mengingat hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormone
tiroid, yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.
Sekitar 90% dari produk sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah dalam
bentuk T4 namun T3 memiliki aktivitas biologis empat kali lebih kuat. Meskipun demikian,
sebagian besar dari T4 yang disekresikan diubah menjadi T3, atau diantifkan, ditanggalakan satu

9
iodiumnya di luar kelenjar tiroid, terutama di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 berasal dari T4 yang
telah mengalami proses “penanggalan” di perifer. Karena itu, T3 adalah bentuk hormon tiroid
utama yang aktif secara biologis di tingkat sel, meskipun kelenjar tiroid terutama menghasilkan
T4.
Efek hormon tiroid
Dibandingkan dengan hormone lain, kerja hormone tiroid relatif “lamban”. Respons
terhadap peningkatan hormon tiroid baru terdeteksi setelah beberapa jam, dan respons maksimal
belum terlihat dalam beberapa hari. Durasi respons juga cukup lama, sebagian karena hormone
tiroid tidak cepat terurai tetapi juga karena respons terhadap peningkatan sekresi terus terjadi
selama beberapa hari atau bahkan minggu setelah konsentrasi hormon tiroid plasma kembali ke
normal.
Hampir semua jaringan di tubuh terpengaruh langsung atau tak langsung oleh hormone tiroid.
Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yang saling timpah-tindih.
1. Efek pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolism basal keseluruhan tubuh, atau “laju
langsam”. Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi
tubuh pada keadaan istirahat.
Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat dengan efek kalorinergik (penghasil panas).
Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan peningkatan produksi panas.

2. Efek pada metabolisme antara


Selain meningkatkan laju metabolic secara keseluruhan, hormone tiroid juga memodulasi
kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan dalam metabolisme bahan bakar. Efek
hormone tiroid pada bahan bakar metabolik memiliki banyak aspek ; hormone ini tidak
saja dapat mempengaruhi pembentukan dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein
tetapi hormone dalam jumlah sedikit atau banyak dapat menimbulkan efek yang
sebaliknya. Sebagai contoh menjadi glikogen, bentuk simpanan glukosa, dipermudah oleh
hormon tiroid dalam jumlah kecil, tetapi kebalikannya pemecahan glikogen menjadi
glukosa terjadi pada jumlah hormone yang tinggi. Demikian juga, hormon tiroid dalam
jumlah adekuat penting untuk sintesis protein yang dibutuhkan bagi pertumbuhan normal
tubuh namun pada dosis tinggi, misalnya pada hipersekresi tiroid, hormone tiroid
cenderung menyebabkan penguraian protein.

3. Efek simpatomimetik
Setiap efek yang serupa degan yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis dikenal sebagai
efek simpatomimetik (menyerupai simpatis). Hormone tiroid meningkatkan responsivitas
sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), pembawa pesan kimiawi
yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medulla adrenal. Hormone tiroid
melaksanakan efek permisif ini dengan menyebabkan proloferasi reseptor sel sasaran
spesifik katekolamin. Karena pengaruh ini, banyak dari efek yang diamati ketika sekresi

10
hormon tiroid meningkat adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf
simpatis.

4. Efek pada sistem kardiovaskular


Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin dalam darah, hormon
tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi sehingga curah jantung
meningkat. Selain itu, sebagai respons terhadap beban panas yang dihasilkan oleh efek
kalorinergik hormon tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk membawa kelebihan panas ke
permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan.

5. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf


Hormone tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena efeknya pada hormone
pertumbuhan (GH) dan IGF-1. Hormone tiroid tidak saha merangsang sekresi GH dan
meningkatkan produksi IGF-1 oleh hat teapi juga mendorong efek GH dan IGF-1 pada
sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan tulang. Anak dengan defisiensi tiroid
mengalami hambatan pertumbuhan yang dapat dipulihkan dengan terapi sulih tiroid.
Namun, tidak seperti kelebihan GH, kelebihan hormone tiroid tidak menyebabkan
pertumbuhan yang berlebihan.
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP,
suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak lahir. Hormon tiroid
juga esensial untuk aktivitas normal pada orang dewasa.
Efek hormon tiroid

Jaringan EFEK MEKANISME


Sasaran
Jantung Fk Kronotopik Meningkatkan jumlah afinitas reseptor adregenik beta

Inotropik Memperkuat respons thd katekolamin darah

Meningkatkanproporsi rantai berat myosin alfa


Jaringan lemak Katabolic Merangsang lipolysis
Otot Katabolic Meningkatkan penguraian protein
Tulang Perkembangan Mendorong pertumbuhan normal dan perkembangan
tulang
System saraf Perkembangan Mendorong perkembangan otak normal
Saluran cerna Metabolic Meningkatkan laju penyerapan karbohidrat
Lipoprotein Metabolic Merangsang pembentukan resptor LDL
Lain-lain Kalorigenik Merangsang konsumsi oksigen oleh jaringan yang aktif scr
metabolic (kecuali testis, uterus, kel. Lemfe, limpa,
hipofisis anterior)

Meningkatkan kecepatan metabolisme.

11
Hormon tiroid diatur hipotalamus dan hipofisis

Thyroid stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior, adalah
regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid. Hampir setiap tahap dalam sintesis dan
pelepasan hormone tiroid dirangsang oleh TSH.
Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan integritas
structural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi (ukurannya berkurang) dan
mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami
hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hyperplasia (peningkatan jumlah sel folikel)
sebagai respons terhadap TSH yang berlebih.
Thyrotropin releasing hormone (TRH) hipotalamus, melalui efek tropiknya, “menyalakan”
sekresi TSH oleh hipofisis anterior, sementara hormon tiroid, melalui mekanisme umpan ballik
negatif, “memadamkan” sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior. Seperti lengkung
umpan balik lainnya, mekanisme antara hormone tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan
kestabilan sekresi hormon tiroid.
Umpan balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi kadar
hormon tiroid bebas sehari-hari, sementara hipotalamus mementarai penyesuaian jangka panjang.
Tidak seperti kebanyakan sistem hormon lainnya, hormon-hormon di aksis tiroid pada orang
dewasa tidak mengalami perubahan sekresi yang mendadak dan lebar. Sekresi hormon tiroid yang
relatif tetap sesuai dengan respons lambat dan berkepanjangan yang diinduksi oleh hormon ini;
peningkatan atau penurunan mendadak kadar hormon tiroid tidak memiliki manfaar adaptif.

12
Satu-satunys, factor yang diketahui meningkat sekresi TRH (dan, karena, sekresi TSH dan
hormon tiroid) adalah pajanan ke cuaca dingin pada bayi baru lahir, suatu mekanisme yang sangat
adaptif. Para ilmuwan berpikir bahwa peningkatan drastis sekresi hormon tiroid yang
menghasilkan panas membantu mempertahankan suhu tubuh sewaktu penurunan mendadak suhu
lingkungan saat lahir ketika bayi keluar dari tubuh ibunya yang hangat ke udara lingkungan yang
lebih dingin. Respons TSH serupa terhadap pajanan dingin tidak terjadi pada orang dewasa,
meskipun secara fisiologis masuk akal dan memang terjadi pada beberapa jenis hewan percobaan.
Berbagai jenis stress menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid, mungkin melalui
pengaruh saraf pada hipotalamus, meskipun makna adaptif inhibisi ini masih belum jelas.

Peranan Iodium
Iodium adalah bahan mentah yang penting untuk sintesis hormone tiroid. Iodium yang
terdapat dalam makanan diubah menjadi iodide dan diabsorpsi. Asupan iodium harian minuman
untuk mempertahankan fungsi tiroid normal adalah 150µg pada orang dewasa. Kadar I plasma
normal adalah sekitar 0,3µg/dL, dan I disebarkan dalam suatu “ruang” sekitar 25L (35% berat
badan). Organ utama yang mengambil I adalah tiroid, yang menggunakannya untuk membuat
hormone tiroid. Dan ginjal yang mengekskresikannya ke dalam urin. Sekitar 120µg/h masuk ke
dalam tiroid pada tingkat sintesis dan sekresi hormone tiroid yang normal. Tiroid menyekresi
80µg/h Iodium dalam bentuk T3 dan T4. 40µg/h berdifusi dalam CES. T3 dan T4 yang
disekresikan dimetabolisme dalam hati dan jaringan lain, yang akan melepaskan 60µg I per hari
ke dalam CES. Beberapa turunan hormone tiroid diekskresikan melalu empedu, dan sebagian
iodium di dalamnya diserap ulang (sirkulasi enterohepatik), tetapi berat bersih kehilangan I dalam
tinja sekitar 20µg/h. jadi jumlah total I yang masuk ke dalam CES adalah 500+40+60, atau
600µg/h; 20% dari I ini masuk ke dalam kelenjar tiroid, sementara 80% dieksresikan melalui urin.
(Ganong, 2005)

13
LI. III Memahami dan menjelaskan kelainan kelenjar tiroid

III.1 Definisi
Hipotiroid
Hipotirodisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang
kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak
berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang
parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan
perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular,
terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala
hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.

Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif
menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam
darah. Tirotoksikosis adalah keadaaan hipermetabolik yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
T3 dan T4 bebas, terutama disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid .
III.2 Klasifikasi
Hipotiroid
Berdasarkan lokasi tumbulnya masalah, penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Primer
Bila timbul akibat proses patologis yang merusak kelenjar tiroid
2. Sekunder
Akibat defisiensi sekresi TSH hipofisis
Berdasarkan usia awitan hipotiroidisme, penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Hipotiroidisme dewasa / miksedema
2. Hipotiroidisme juvenilis
Timbulnya sesudah usia 1 sampai 2 tahun
3. Hipotiroidisme kongenital / kretinisme
Disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid sebelum atau segera sesudah lahir

Hipotiroidisme dibedakan atas :


1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena ada kegagalan hipofisis, maka disebut
hipotiroidisme sekunder (HS), sedangkan apabila kegagalan terletak di hipotalamus
disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak
hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi

14
hormon yang berlebih ( ACTH → penyakit cushing, hormon pertumbuhan → akromegali,
prolactin → galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon
akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah : gonadotrophin, ACTH, hormon
hipofisis lain, dan TSH.
2. Hipotiroidisme primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.
Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di
negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining masal.
Kerusakan kelenjar tiroid terjadi karena :

a. Pascaoperasi
Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total.
Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme.
Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40%
mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat
proses autoimun yang mendasarinya.
b. Pascaradiasi
Pemberian RAI (radiactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-
50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus
toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesai <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi
eksternal di usia <20 tahun ; 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
c. Tiroiditis autoimun
Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, dimana berperan antibody antitiroid,
yaitu Ab terhadap fraksi tiroglobulin (antibody – antimikrosomal AM – Ab).
Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Factor predisposisi meliputi
; toksin, iodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi
kortikosteroid), stress mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada
kasus tiroiditis atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat
tiroiditis Hashimoto tidak permanen. Dengan obat T4 selama setahun, 20% kasus
membuk, 40% kasis tetap, da nada perbaikan pada 19% sedangkan 11,4% kasus
sembuh.
d. Tiroiditis pascapartum
Merupakan peristiwa autoimun yang terjadi pada wanita postpartum, dengan silih
berganti antara hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Dapat sebagai penyakit sendiri atau
eksaserbasi Graves. Ada fase toksis dan fase tiroidisme dengan depresi. Apabila
ditemukan antibody tiroid di trimester pertama kehamilan, maka peluang menderita
tiroiditis di fase postpartum sebesar 33-50%. Monitoring jangka panjang penting sebab
23% akan menjadi hipotiroidisme menetap dan selebihnya eutiroid dalam tempo
setahun. Antibody-anti TPO dan antibody-anti Tg merupakan penanda untuk AIT pada
kehamilan. Prevalensi PATD (Postpartum autoimmune thyroid disease) didapa 5,5%.
e. Tiroiditis subakut (De Quervain)

15
Nyeri dikelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologinya virus. Akibat nekrosis
jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan
hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
f. Dishormongenesis
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormonogenesis.
Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat
ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan baru pada
usia lebih lanjut. Defective organification adalah salah satu sebab hipotiroidisme
kongenital. Meskipun terdeteksi mutasi titik tunggal dari GαC pada 1265 pasang basa
gen TPO, tetapi ekspresi asam aminonya tidak berubah. Diduga ada perubhan struktur
tersier molekul TPO. Satu kasus usia 16 tahun dengan dishormonogenesis dari RS. Dr.
Kariadi telah dilaporkan di Medika tahun 2001.
g. Karsinoma
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer/sekunder, amat jarang.
h. Hipotiroidisme sepintas
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat
menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pascapengobatan RAI,
pascatiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40%
kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun
banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa memberi substitusi. Pada
neonates di daerah dengan defisiensi iodium keadaan ini banyak ditemukan, dan
mereka berisiko mengalami gangguan perkembangan saraf.

Penyebab Hipotiroidisme Primer (HP) dan Hipotiroidisme Sentral (HS)


Penyebab Hipotiroidisme Penyebab Hipotiroidisme Hipotiroidisme Sepintas
Sentral Primer (‘transient’)
Lokalisasi hipofisis atau Hipo- atau agenesis kelenjar Tiroiditis de Quervain
hipotalamus tiroid
Tumor, infiltrasi tumor Destruksi kelenjar tiroid Silent thyroiditis
a. Pascaradiasi
b. Tiroiditis autoimun,
hashimoto
c. Tiroiditis de Quervain
d. Postpartum tiroiditis
Nekrosis iskemik (sindrom Atrofi(berdasarkan autoimun) Tiroiditis postpartum
Sheehan pada hipofisis
Latrogen (radiasi, operasi) Dishormonogensis sintesis Hipotiroidisme neonatal
hormone sepintas
Infeksi (sarcoidosis, histiosis) Hipotiroidisme transien
(sepintas)

16
Hipertiroid
Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai :
1. Grave
Penyakit graves, lazim juga disebut penyakit Basedow (jika dijumpai trias basedow, yaitu
adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme, dan eksoftalmus), adanya hipertiroidisme yang
sering dijumpai. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang muda dengan gejala seperti
keringat berlebihan, tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, berat badan
menurun, emosi tidak stabil, mengalami gangguan menstruasi berupa amenorea, dan sering
buang air besar. Walaupun etiologi penyakit graves tidak diketahui, tampaknya ada
peranan suatu antibody yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan
stimulus terhadap peningkatan produksi hormone tiroid.
2. Goiter nodular toksis

III.3 Patofisiologi dan patogenesis


Hipotiroid
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut:
Hypothalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormon (TRH) yang merangsang hipofise
anterior. Hipofise anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormon/TSH) yang
merangsang kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin/T3 dan
Tetraiodothyronin/T4) yang merangsang metabolism jaringan yang meliputi, konsumsi oksigen,
produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolism protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin
serta kerja hormon-hormon lain.

17
Hipotiroidisme juga dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan
tirotoksikosis dengan RAI.juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid
yang bersifat idiopatik.

Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk
meningkatkan sekresinya sebagai respon terhadap rangsangan hormon TSH.

Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan
mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain:

1. Penurunan produksi asam lambung ( aclorhidria)


2. Penurunan motilitas usus
3. Penurunan detak jantung
4. Gangguan fungsi neurologik
5. Penurunan produksi panas

Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis.
Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, kardiak abdominal
sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari
menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemia.

18
Hipertiroid
 Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma  TSI diarahkan epitop dari reseptor thyroid-
stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH  TSI mengikat
reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis hormon (T3
dan T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi)  feedback mechanism 
penurunan TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.
 Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar,
penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang berlebihan
dibandingkan dengan tiroid sehat.
 Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan (GAG)
di otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan aktivasi sel-
T. Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi sel T. Merokok
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy, meningkatkan
kemungkinan itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan yodium radioaktif lebih
mungkin untuk mengalami memburuknya ophthalmopathy mereka daripada pasien yang
diobati dengan obat antitiroid atau operasi.

19
III.4 Manifestasi klinis
Hipotiroid
Pada pasien dengan hipotiroid dapat dijumpai :
1. Penurunan laju metabolic basal
2. Penurunan toleransi terhadap dingin
3. Peningkatan berat badan
4. Mudah lelah
5. Nadi lambat dan lemah
6. Perlambatan reflex
7. Berkurangnya kesigapan
8. Bicara perlahan
9. Penurunan daya ingat

Table 341-5 Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of


Frequency)

Symptoms Signs

Tiredness, weakness Dry coarse skin; cool peripheral


extremities
Dry skin
Puffy face, hands, and feet (myxedema)
Feeling cold
Diffuse alopecia
Hair loss
Bradycardia
Difficulty concentrating and poor memory
Peripheral edema
Constipation
Delayed tendon reflex relaxation
Weight gain with poor appetite
Carpal tunnel syndrome
Dyspnea
Serous cavity effusions
Hoarse voice

Menorrhagia (later oligomenorrhea or


amenorrhea)

Paresthesia

Impaired hearing

20
Hipertiroid
Pada pasien dengan hipertiroid dapat dijumpai :
1. Keringat berlebihan, intoleransi panas
2. Penurunan berat badan
3. Tubuh lemas karena berkurangnya protein otot
4. Palpitasi
5. Pasien mudah tersinggung, tegang, cemas, emosional

Table 341-7 Signs and Symptoms of Thyrotoxicosis (Descending Order of


Frequency)
Symptoms Signsa

Hyperactivity, irritability, dysphoria Tachycardia; atrial fibrillation in the elderly

Heat intolerance and sweating Tremor

Palpitations Goiter

Fatigue and weakness Warm, moist skin

Weight loss with increased appetite Muscle weakness, proximal myopathy

Diarrhea Lid retraction or lag

Polyuria Gynecomastia

Oligomenorrhea, loss of libido

III.5 Diagnosis dan diagnosis banding


1. Anamnesis
Ditanyakan apakah ada manifestasi klinis dari yang tertera diatas, obat atau terapi apa yang
sudah pernah dilakukan. Dan apakah pernah terjadi penyakit yang sama pada keluarga
Indeks Wayne :
No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1. Sesak saat kerja +1
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
4. Suka udara panas -5
5. Suka udara dingin +5
6. Keringat berlebihan +3
7. Gugup +2
8. Nafsu makan naik +3
9. Nafsu makan turun -3
10. Berat badan naik -3
11. Berat badan turun +3

21
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika
terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher
dalam posisi fleksi.Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

No Tanda Ada Tidak


1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan Basah +1 -1
9 Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi Teratur
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -

Interpretasi hasil :
 Hipertiroid : ≥ 20
 Eutiroid: 11 – 18
 Hipotiroid : <11

22
3. Pemeriksaan Laboratorium
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi
hormone tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit
tiroid:

a. Kadar Tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan radioligand assay.


Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas.Kadar normal
tiroksin adalah 4 sampai 11 mg/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar dari 80
sampai 160 mg/ dl. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi
yang secara metabolik aktif.
b. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal
dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 mU/ml. Kadar TSH
plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar
yang tinggi pada pasien dengan hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki
kadar tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis.
Sebaliknya, kadar akan berada di bawah normal pada pasien dengan peningkatan
autonom pada fungsi tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada
pasien yang menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya assay
radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
c. Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik terhadap kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini tidak digunakan secara rutin dalam
menilai fungsi tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme basal
(BMR) yang mengukur jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat; kadar
kolesterol serum; dan tanda respons refleks tendon Achilles. Pada pasien dengan
hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar kolesterol serumnya tinggi.Refleks
tendon Achilles memperlihatkan relaksasi yang lambat. Keadaan sebaliknya
ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.
d. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien menerima dosis
RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam.
Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung.
Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga,35% dari
dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya tinggi dan akan rendah bila kelenjar
tiroid ditekan.

23
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hipotiroid
 T3 dan T4 serum rendah
 TSH meningkat pada hipotiroid primer
 TSH rendah pada hipotiroid sekunder
- Kegagalan hipofisis : respon TSH terhadap TRH mendatar
- Penyakit hipotalamus : TSH dan TRH meningkat
 Titer autoantibody tiroid tinggi pada > 80% kasus
 Peningkatan kolesterol
 Pembesaran jantung pada sinar X dada
 EKG menunjukkan sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS& gelombang T datar
atau inversi

Hipertiroid
• TSH serum menurun
• Tiroksin bebas, T4 dan T3 serum, T3 resin atau T4 uptake, free thyroxine index semua
meningkat
• Ambilan Yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid meningkat
• Basal metabolic rate (BMR) meningkat
• Kadar kolesterol serum menurun

Hormon Normal Hipotiroidisme Hipertiroidisme


Primer Sentral Subklinis Primer Sentral
T3 60-118 mg/dl ↓ ↑ N ↑ ↓
T4 4,5mg/dl ↓ ↑ N ↑ ↓
TSH 0,4- ↑ ↓ ↑ ↓ ↑
5,5 mIU/l

4. Pemeriksaan Penunjang
Gambar 3.2
a. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Sebagian besar ahli endokrin sepakat menggunakan biopsy aspirasi jarum halus
sebagai langkah diagnostik awal daalm pengelolaan nodul thyroid, dengan catatan
harus dilakukan oleh operator dan di nilai oleh ahli sitologi yang berpengalaman.
Ditangan ahli, ketetapan diagnosis BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil
negatif palsu keganasan antara 1-6% sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan
sepertiganya (3-6%) positif palsu, yang sering kali disebabkan tiroiditis Hashimoto.
Sebagian besar (80%) nodul demikian memberikan gambaran nodul dingin pada
sidik thyroid. Ketepatan diagnonostik BAJAH akan meningkat bila sebelum biopsy
dilakukan penyidikkan isotopic atau ultrasonografi. Sidik thyroid diperlukan untuk
menyingkirkan nodul thyroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik, sedangkan
ultrasonografi selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan menetukan
ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsy.
Teknik BAJAH aman, murah, dan dapat dipercaya, serta dapat dilakukan pada
pasien rawat jalan dengan resikoyang kecil. Dengan BAJAH, tindakan bedah dapat

24
di kurangi sampai 50% kasus nodul thyroid, dan pada waktu bersamaan
meningkakan ketepatan kasus kegansan pada tiroidektomi.

b. Ultrasonografi
Ultrasonografi memberikan informasi tentang morfologi kelenjar thyroid dan
merupakan modalitas yang andal dalam menentukan ukuran dan volume kelenjar
thyroid serta dapat membedakan apakah nodul tersebut bersifst kistik, pada, atau
campuran kistik-padat. ultrasonografi juga digunakan sebagai penuntun biopsy.
Sekitar 20-40% nodul yang secara klinis soliter, ternyata multiple pada gambaran
ultrasonogram. Gambaran ultrasonogram dengan karakteristik dan resiko
kemungkinan ganas adalah apabila ditemukan nodul yang hipoechogenik,
milerokalsifikasi, batas ireguler. Peningkatan aliran vascular pada nodul (melalui
pemeriksaan dengan teknik Doppler), serta bila ditemukan invasi atau
limfadenopati regional.

c. Sidik thyroid
Sidik thyroid (sintigrafi thyroid, thyroid scan) merupakan pencitraan isotopic yang
akan memberikan gambaran morfologi fungsional, yang berarti hasil pencitraan
merupakan refleksi dari fungsi jaringan thyroid. Radiofarmaka yang digunakan
adalah 1-131, Tc-99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, T1-201 atau F-18 FDG, 1-
131memiliki perilaku sama dengan iodium stabil yaitu ikut dalam proses trapping
dan organifikasi untuk membentuk hormone thyroid. Sedangkan Tc-99m hanya
ikut dalam proses trapping. Pencitraan dengan Tc-99m MIBI, T1-201 atau F-18
FDG digunakan untuk mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma thyroid pasca
tiroidekromi atau radiotiroablasi. Nodul thyroid autonom (autonomously
fuctioning thyroid nodul = AFTN) adalah nodul thyroid fungsional yang tampak
sebagai nodul panas dan menekan nodul jaringan thyroid normal sekitarnya.

d. CT scan atau MRI


Seperti halnya ultrasonografi, CT scan atau MRI merupakan pencitraan anatomi
dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul thyroid. Penggunaannya
lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dan nodul atau jaringan thyroid
terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan kompresi trathea
karena nodul

e. Studi in-vitro
Penentuan kadar hornon thyroid dan TsHs diperlukan untuk mengetahui fungsi
thyroid. Nodul yang fungsional (nodul autonom) dengan kadar TsHs tersupresi dan
hormone thyroid normal dapat menyingkirkan kegansan. Kadar kalsitoni perlu
diperiksa bila ada riwayat keluarga dengan thyroid medulase atau multiple
endocrine neopasia tipe 2.

Diagnosis banding hipotiroid


1. Mongolisme
2. Hipopituitarisme
3. Osteogenesis imperfekta

25
4. Akondroplasia
5. Amiotonia kongenital
6. Lipodistropi (Sindrom Hurler)
7. Penyakit penimbunan glikogen

III.6 Penatalaksanaan
Hipotiroid
Hipotiroidisme diobati dengan levotiroksin (T4), yang terdapat dalam bentuk murni dan
stabil dan tidak mahal. Levotiroksin dikonversi menjadi T3 di intraselular, sehingga kedua hormon
sama-sama didapatkan dalam tubuh walaupun hanya satu jenis. Tiroid kering tidak memuaskan
karena isi hormonnya yang bermacam-macam, dan triiodotirosin (sebagai liotironin) tidak
memuaskan karena absorpsinya yang cepat dan waktu paruhnya yang singkat dan efek sementara.
Waktu paruh levotiroksin kira-kira 7 hari, jadi hanya perlu diberikan sekali sehari. Preparat ini
diabsorpsi dengan, kadar dalam darah mudah dipantau dengan cara mengikuti FT4I atau FT4 dan
kadar TSH serum. Ada peningkatan T4 atau FT4I kira-kira 1-2 ug/dL (13-26 nmol/L) dan disertai
penurunan TSH sebanyak 1-2 uU/L (1-2 mU/L) mulai dalam 2 jam dan berakhir setelah 8-10 jam
setelah dosis per oral 0,1-0,15 mg levotiroksin. Karena itu, dosis harian levotiroksin sebaiknya
diminum pagi hari untuk menghindari gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum
malam hari. Sebagai tambahan, ketika kadar serum tiroksin dipantau, adalah penting mengukur
darah puasa atau sebelum mendapat dosis harian hormon untuk mendapat data yang konsisten.
Dosis levotiroksin : Dosis penggantian rata-rata levotiroksin pada dewasa adalah berkisar 0,05-
0,2 mg/hari, dengan rata-rata 0,125 mg/hari. Dosis levotiroksin bervariasi sesuai dengan umur dan
berat badan. Anak kecil membutuhkan dosis yang cukup mengejutkan dibanding orang dewasa.
Pada orang dewasa, rata-rata dosis penggantian T4 kira-kira 1,7 ug/kg/hari atau 0,8 ug/pon/hari.
Pada orang dewasa lebih tua, dosis penggantian lebih rendah, kira-kira 1,6 ug/kg/hari, atau sekitar
0,7 ug/pon/hari. Untuk supresi TSH pada pasien dengan goiter nodular atau kanker kelenjar tiroid,
rata-rata dosis levotiroksin kira-kira 2,2 ug/kg/hari (1 ug/pon/hari). Keadaan malabsorbsi atau
pemberian bersama preparat aluminium atau kolestiramin akan mengubah absorbsi T4, dan pada
pasien-pasien seperti ini dibutuhkan dosis T4 lebih besar. Levotiroksin memiliki mempunyai
waktu paruh cukup panjang (7 hari) sehingga jika pasien tidak mampu mendapat terapi lewat mulut
untuk beberapa hari; meniadakan terapi levotiroksin tidak akan mengganggu. Namun, jika pasien
mendapat terapi parenteral, dosis parenteral T4 kira-kira 75-80% dosis per oral.
Terapi Koma Miksedema : Koma miksedema adalah kedaruratan medis yang akut dan harus
ditangani di unit perawatan intensif. Gas-gas darah harus dimonitor secara teratur, dan pasien-
pasien biasanya membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis. Penyakit-penyakit yang
berhubungan seperti infeksi atau gagal jantung dicari dan harus diobati dengan terapi yang tepat.
Cairan intravena harus diberikan dengan hati-hati dan asupan cairan bebas berlebihan harus
dihindarkan karena pasien-pasien dengan koma miksedema mengabsorpsi semua obat-obatan
dengan buruk, pemberian levotiroksin harus secara intravena. Pasien-pasien ini mempunyai
deplesi tiroksin serum yang sangat jelas dan sejumlah besar tempat-tempat pengikatan yang
kosong, pada globulin pengikat tiroksin dan jadi harus menerima dosis muatan awal tiroksin
intravena, diikuti dengan suatu dosis harian intravena yang kecil. Suatu dosis awal sejumlah 300-
400 ug levotiroksin diberikan intravena, diikuti oleh 50 ug levotiroksin intravena setiap hari.

26
Petunjuk klinis adanya perbaikan adalah peningkatan suhu tubuh dan kembalinya fungsi serebral
yang normal dan fungsi pernapasan. Jika diketahui pasien memiliki fungsi adrenal normal sebelum
koma, dukungan adrenal mungkin tidak diperlukan. Namun, bila tidak ada data tersedia,
kemungkinan adanya penyerta insufisiensi adrenal (berhubungan dengan penyakit adrenal
autoimun atau nsufisiensi) bisa terjadi. Pada kasus ini, kortisol plasma harus diukur atau, jika
waktu memungkinkan (30 menit), uji stimulasi kosintropin harus dilakukan.

Tabel Dosis Penggantian Levotiroksin


Umur Dosis levotiroksin (ug/kg/hari)
0-6 bulan 8-10
7-11 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
6-10 tahun 3-4
11-20 tahun 2-3
Dewasa 1-2

Kemudian, dukungan adrenal penuh harus diberikan, seperti, hidrokortison hemisuksinat 100 mg
intravena, diikuti dengan 50 mg intravena tiap 6 jam, tapering dose setelah 7 hari. Dukungan
adrenal dapat dihentikan lebih dini jika kortisol plasma praterapi sekitar 20 ug/dL atau 1 ebih besar
atau hasil stimulasi kosintropin dalam batas normal. Bila memberikan levotiroksin intravena dosis
besar ada risiko bawaan mempresipitasi angina, kegagalan jantung, atau aritmia pada pasien-
pasien tua dengan dasar penyakit arteri koronaria. Jadi, jenis terapi ini tidak dianjurkan untuk
pasien-pasien rawat jalan dengan miksedema adalah lebih baik untuk memulai dengan perlahan-
lahan dan kemudian sampai, dosis seperti disebut di atas.
Terapi Miksedema dengan Penyakit Jantung : Pada hipotiroidisme lanjut atau pada pasien-
pasien tua (terutama yang dengan penyakit kardiovaskular) harus mulai terapi perlahan-lahan.
Levotiroksin diberikan dengan dosis 0,025 mg/hari untuk untuk 2 minggu, dengan meningkatkan
0,025 mg setiap 2 minggu sampai mencapai dosis 0,1 atau 0,125 mg per hari. Biasanya diperlukan
waktu 2 bulan untuk seorang pasien mencapai keseimbangan dengan dosis penuh. Pada pasien-
pasien ini, jantung sangat peka terhadap kadar tiroksin yang beredar dan bila terjadi angina pektoris
atau aritmia jantung, perlu untuk menurunkan dosis tiroksin dengan segera. Pada pasien-pasien
yang lebih muda atau pasien-pasien dengan penyakit ringan, penggantian penuh dapat segera
dimulai.
Efek Toksik Terapi Levotiroksin
Tidak dilaporkan adanya alergi terhadap levotiroksin murni, walau mungkin pada pasien timbul
alergi terhadap pewarna atau beberapa komponen tablet. Reaksi toksik utama kelebihan
levotiroksin adalah gejala-gejala hipotiroidisme (terutama gejala-gejala jantung) dan osteoporosis.
Gejala tirotoksik pada jantung adalah aritmia, khususnya, takikardia atrial proksimal atau fibrilasi.
Insomnia, tremor, gelisah, dan panas berlebih juga dapat mengganggu. Dengan mudah dosis harian
levotiroksin ditiadakan untuk 3 hari dan kemudian penurunan dosis mengatasi masalah ini.
Peningkatan resorbsi tulang dan osteoporosis berat telah dikaitkan dengan hipertiroidisme yang
berlangsung lama dan akan timbul pada pasien yang diobati dengan levotiroksin jangka lama. Hal
ini dapat dicegah dengan pemantauan teratur dan dengan mempertahankan kadar normal serum

27
FT4 dan TSH pada pasien yang mendapat terapi penggantian jangka panjang. Pada pasien yang
mendapat terapi supresi TSH untuk goiter nodular atau kanker tiroid, jika FT4I atau FT4 dijaga
pada batas normal atas (walau jika TSH disupresi) efek samping terapi T4 pada tulang akan
minimal.

Hipertiroid
1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid)

Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis


Kelompok obat Efeknya Indikasi

Obat anti tiroid Menghambat sintesis hormon Pengobatan lini


Propiltiourasil (PTU) tiroid dan berefek imunosupresif pertama pada graves.
Metimazol (MMI) (PTU) juga menghambat konversi Obat jangka pendek
Karbimazol (CMZMMI) T4 T3 prabedah / pra RA1
Anatagonis adrenergik – β

β Adrenergic antagonis Mengurangi dampak hormor Obat tambahan kadang


Propranolol tiroid pada jaringan sebagai obat tunggal
Metoprolol pada tirolditis
Atenolol

Nadolol

Bahan mengandung iodine Menghambat keluarnya T4 dab Persiapan tiroidektomi


Kalium iodide T3 Para krisis tiroid
Solusi Lugol Menghambat T4 dan T3 serta Bukan untuk
Natrium ipodat Produksi T3 ekstratiroidal penggunaan rutin
Asam iopanoat

Obat lainya Menghabat transpor yodium Bukan indikasi rutin


Kalium perklorat sintesis dan keluarnya hormon. Pada sub akut tiroiditis
Litium karbonat Memperbaiki efek hormon berat dan krisis tiroid.
Glukokortikoids dijaringan dan sifat imunologis.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif,
dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi
dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau
lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih
terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat
permanen atau sepintas. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi,

28
hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko
terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi,
91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total,
hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0%.

3. Iodium radioaktif (radio active iodium – RAI)


Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid,
meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai
berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang
langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin
sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak
terbukti. Dan satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang
terjadi tiroiditis sepintas. Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya
17-20 tahun. 80% Graves diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena
gagal dengan cara lain. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih
kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih
harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama 3
tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI,
MRI, total muscle volumes [TMV]).Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6
bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme
(dengan TSH dan klinis).

Cara Keuntungan Kerugian


Pengobatan
Tirostatika  • Kemungkinan remisi jangka panjang
 • Angka residif cukup tinggi
(OAT) tanpa hipotiroidisme  • Pengobatan jangka panjang dengan
 • Cukup banyak menjadi eutiroid kontrol yang sering
Tiroidektomi   • Dibutuhkan ketrampilan bedah
 
Yodium  • Relatif cepat  • Masih ada morbiditas
Radioaktif  • Relatif jarang residif  • 40% hipotiroid dalam 10 tahun
 • Sederhana  • Daya kerja obat lambat
(I131)  • Jarang residif (tergantung dosis)  • 50% hipotiroid pasca radiasi

Terapi eksophtalmus
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau dengan
larutan metil selulosa5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaan kacamata hitam; dan
tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison tiap hari

29
III.7 Prognosis
Hipotiroid
Perjalanan miksedema yang tidak diobati menyebabkan penurunan keadaan secara lambat
yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian.Namun, denganterapi sesuai, prognosis
jangka panjang sangat menggembirakan.Karena waktuparuh tiroksin yang panjang (7 hari),
diperlukan waktu untuk mencapaikeseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk
memantau FT4 atauFT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan
normaltercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun.Dosis T4
harusditingkatkan kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tuamemetabolisir T4
lebih lambat, dan dosis akan diturunkan sesuai dengan umur.
Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira80%.Prognosis
telah sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasiyang dibantu secara mekanis dan
penggunaan levotiroksin intravena.Pada saatini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa
baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.

Hipertiroid
Pengendalian tirotoksikosis dimaksudkan untuk mempertahankan kadar FT4 dan THSs sesuai atau
mendekati kadar orang normal. Pemeriksaan pemantauan biasanya dilakukan setiap 3 bulan atau
bila ada tanda-tanda komplikasi pengobatan. Pemantauan terhadap fungsi hati dan darah rutin
mutlak diperlukan pada penderita yang diberikan pengobatan dengan obat anti tiroid.

III.8 Komplikasi
Hipotiroid
1. Koma miksedema
 Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.
 Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia,
hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal.
 Dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit
Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen
 Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh
mencapai 24° C (75° F).
 Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan, suara parau, lidah
besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat.
 Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia infark miokard,
trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal.
 Petunjuk laboratorium dari diagnosis koma miksedema, termasuk serum "lactescent",
karotin serum yang tinggi, kolesterol serum yang meningkat, dan protein cairan
erebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial atau abdominal dengan
kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan.
 Tes serum akan menunjukkan FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat
meningkat.

30
 Asupan iodin radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif
kuat, menunjukkan dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan
rendah.
 Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama :
a. Retensi CO2 dan hipoksia
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Hipotermia.

2. Miksedema dan Penyakit Jantung


Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri
koronaria, sangat sukar karena penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan dengan
eksaserbasi angina, gagal jantung, infark miokard. Namun karena sudah ada angioplasti
koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan penyakit arteri
koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat
dapat ditolerir.

3. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik :


Hipotiroidisme sering disertai depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi,
pasien dapat mengalami kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema
madness"). Pasien memberikan respons terhadap terapi tunggal levotrioksin atau
dikombinasi dengan obat-obat psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid
yang terganggu meningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen
psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu pasien tanpa memperlihatkan
penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai
terapi standar.

Hipertiroid
1. Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll),
hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi.
2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).
Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-
threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala
klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat
yang terjadi secara tiba-tiba (adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan
dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan). Prinsip pengelolaan
hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang terjadi.
3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya
bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat
kalium terlalu anyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya
terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan
kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase).

31
III. 9 Pencegahan
Hipotiroid
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam iodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber iodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beriodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya iodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan
dalam saluran air dalam pipa, iodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan
penambahan iodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beriodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk
anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit.

3. Pencegahan tersier
Bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses
penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan
mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar
dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui
melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan
rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi
aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

32
III.10 Epidemiologi
Hipotiroid
Sekitar 10-20 persen pasien yang berobat di klinik endokrin merupakan pasien dengan kelainan
tiroid. Sebesar 5-10 persen dari kasus tersebut bersifat ganas dan penyebabnya belum jelas
diketahui.
Sementara daerah yang kaya yodium seperti Islandia umum-nya tipe papiler lebih menonjol.
Golongan umur terutama pada usia 7-20 tahun dan 40-65 tahun, di mana wanita lebih sering kena
daripada pria, yaitu 3:1. Namun, ada beberapa faktor risiko atau penyebab yang bisa memicu
kanker tiroid, di antaranya pengaruh diet dan lingkungan, hormon seks, paparan radiasi terhadap
kelenjar tiroid pada masa kanak-kanak, umur, perempuan, serta riwayat keluarga.
Pria yang berusia di atas 50-60 tahun, angka keganasannya lebih tinggi karena adanya stimulasi
hormon tiroid (Thyroid Stimulating Hormone/TSH) yang berbeda.Perempuan lebih rentan terkena
kanker tiroid dibandingkan laki-laki.Kemungkinan besar disebabkan hormon perempuan yang
lebih fluktuatif dibandingkan pria.

Hipertiroid
Di Inggris prevalensi hipertiroid pada praktek umum 25-30 kasus dalam 10.000 wanita, di
rumah sakit 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevalensi hipertiroid 10 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria (wanita : 20-27 kasus dalam 1.000 wanita, pria : 1-5 per 1.000 pria ). Data dari
Whickham survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4)
menunjukkan prevalensi hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2 %.
Sedang prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Pada usia muda umumnya disebabkan
oleh penyakit Graves, sedangkan struma multinodular toksik umumnya timbul pada usia tua.
Didaerah pantai dan kota insidennya lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan atau
dipedesaan.

LI.IV Memahami dan menjelaskan peranan bedah pada nodul tiroid

Kelainan glandula thyroidea dapat berupa gangguan fungsi seperti tiroksikosis, atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid nodular. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma.
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apapun
sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar,
atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat
dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular, bila terdapat
lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.

Jenis Contoh indikasi


Biopsy insisi Struma difus pradiagnosis

33
Biopsy eksisi Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
Tiroidektomi Hipertiroid (Grave)
Subtotal Struma nodosa benigna
Hemitiroidektomi (ismolobektomi) Kelainan unilateral (adenoma)
Tiroidektomi total Keganasan terbatas tanpa kelainan
kelenjar limf
Tiroidektomi radikal Keganasan tiroid dengan kemungkinan
metastasis ke kelenjar limf regional
Pembedahan Tiroid

Melauli tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul
disamping dapat diperoleh specimen untuk pemeriksaan patologi. Hemithyroidektomi dapat
dilakukan pada nodul jinak, sedanmgkan berapa luas thyroidektomi yang akan dilakukan pada
nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat resiko prognostic. Hal yang perlu
diperhatiakn adalah pengulit seperti perdarahan pasca-pembedahan, obstruksi trachea pasca-
pembedahan, gangguan pada nervus rekurens laringeus, hipoparathyroiidi, hypothyroid atau nodul
kambuh.untuk menekan kejadian penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli
bedah yang berpengalamn dalam bidangnya.

Untuk menghapus kelenjar tiroid, sayatan dibuat di bagian depan leher (A). Otot dan jaringan
penghubung, atau fasia, dibagi (B). Pembuluh darah dan arteri atas dan di bawah tiroid adalah

34
putus (C), dan kelenjar akan dihapus dalam dua bagian (D). Jaringan dan otot diperbaiki sebelum
irisan kulit ditutup (E).

Indikasi :

1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
6. Multinodular

Komplikasi tiroidektomi

1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan menekan trakea,
tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi kerangka bagian trakea.

LI.V Memahami dan menjelaskan mengatasi kecemasan menurut pandangan Islam


Dzikir adalah obat yang paling ampuh mengatasi kecemasan. Sebagaimana Firman Allah SWT :

‘Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.’ (QS. ar-Raad : 28).

Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a dan dzikir mengandung unsur psikoteraupetik yang
mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi dan
psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa
percaya diri dan optimisme
(Hawari, 2004).

35
Beberapa tujuan berdo’a adalah:
1) Mohon perlindungan Allah SWT, tersurat dalam dalam surat Al-Fath (QS: 11;48) yang artinya:
“Katakanlah, maka siapa (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia
menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahiui apa yang kamu kerjakan”.
2) Memohon pertolongan Allah SWT, tersurat dalam surat Yunus (QS: 10;107), yang artinya:
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia”. 3) Mentaati Allah SWT. Bagi orang beriman dia memiliki
keyakinan sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah satu-satunya sang Pencipta, sang Penjaga, sang
Penentu, yang serba Maha dalam sifat-sifat-Nya.
4) Mendapatkan ridho Allah SWT. Keridhoan Allah merupakan the ultimate goal, tujuan tertinggi
bagi seorang mukmin. Apapun yang dia usahakan termasuk berdo’a kepada-Nya tiada tujuan lain
kecuali semata-mata untuk mendapatkan keridhoan-Nya.

Do’a Kesembuhan
Artinya: “Ya Allah ya Tuhanku, Engkau adalah mengetahui segala macam penyakit.
Semubuhkanlah hamba-Mu yang kekurangan ini. Engkaulah ya Allah yang Maha Mengobati.
Tidak ada obat kecuali dari Engkau. Sembuhkanlah hamba-Mu ini dan tidak akan kambuh-
kambuh lagi”. Allah SWT berfirman: “Dan bila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS:
26;28).
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman”. (QS: 17;82).

Dzikir untuk Kesembuhan


As-salaam artinya yang memberi keselamatan, dibaca 136 kali setiap hari. Artinya: ‚Dia-lah yang
memegang keselamatan seluruh alam dan hanya Dia-lah yang Maha Selamat dari segala cacat
dan kekurangan”.
An-Naafi’u artinya yang memberi manfaat. Dia-lah yang memberi manfaat kepada hamba-hamba-
Nya. Apabila
kita membaca “Ya Nafi’u”, Insya Allah bila kita sedang berduka cita akan segera hilang dan jika
sedang sakit akan segera sembuh.

Orang yang mengalami kecemasan akan mudah dipengaruhi oleh pihak luar khususnya pihak yang
berkompeten dalam hal ini adalah perawat. Kondisi tersebut jika diarahkan dalam bentuk asuhan
religi akan sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi kecemasannya. Pemberian bantuan
untuk berdo’a dan berdzikir oleh perawat akan membuat pasien lebih tenang dalam
mempersiapkan diri untuk menjalani operasi. Konsep ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-
Qur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 28: “(yaitu) orangorang
yang beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.
Jadi dengan pemberian terapi religi dalam bentuk do’a dan dzikir akan membuat kecemasan pasien
berkurang. Hal ini akan berbeda dengan pasien yang tidak diberi perlakuan dalam bentuk do’a dan
dzikir, maka kecemasannya akan tetap dalam menghadapi Pre-operasi.

36
DAFTAR PUSTAKA

De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta : EGC
Guyton, AC. & Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18861/3/Chapter%20II.pdf
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and%20Hypothyro
id_3415_1107

http://quran.com/13/28

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisis V. Jilid III. Jakarta:
InternaPublishing.

37

Anda mungkin juga menyukai