Anda di halaman 1dari 69

Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT PEMAHAMAN
IRIGASI 1
1.1 Pendahuluan
Air adalah sumber daya alami
terbesar yang dianugerahkan Tuhan
pada umat manusia. Manusia sangat
membutuhkan air untuk
mempertahankan hidupnya. Tercatat
dalam sejarah bahwa permulaan
peradaban di muka bumi ini lahir
pada daerah yang dilalui aliran sungai
seperti Sungai Nil di Mesir, Sungai
Indus di India dan Sungai Hwang-Ho
di Cina.
Dalam penggunaannya dalam kebutuhan manusia sehari-hari, sebanyak
kurang lebih 80 % air di bumi ini digunakan untuk lahan bercocok tanam.
Terdapat dua sumber air yang dapat kita kenal, sumber air yang berasal
dari permukaan (surface water) seperti danau, aliran sungai dll dan
sumber mata air yang berasal dari dalam tanah (ground water) seperti
mata air.
Dalam ringkasan ini, kita akan mempelajari bagaimana memanfaatkan
sumber-sumber air tersebut untuk disalurkan dalam penggunaannya
mengairi lahan-lahan bercocok tanam, atau biasa diistilahkan dengan kata
Irigasi. Irigasi memainkan peranan penting dalam usaha meningkatkan
hasil pangan. Dewasa ini hanya sekitar 15% tanah yang memadai untuk
lahan pertanian menerima irigasi yang terjamin Masih banyak lahan
pertanian yang belum tersentuh irigasi.

1.2 Asal Usul Air


Siklus air yang terdapat dalam ilmu Hidrologi menjelaskan pada kita
bahwa air yang terdapat di bumi ini telah diatur oleh suatu sistem. Dari
air laut yang menguap ke udara (atmosfer) dan kembali ke darat baik
kepermukaan bumi ataupun didalam tanah melalui berbagai macam
media, baik itu melalui hujan, evaporasi dan transpirasi.
Kemampuan suatu sumber air untuk mengeluarkan air pada suatu daerah
tergantung pada Siklus hidrologinya. Penting sekali untuk mengukur
secara tepat elemen-elemen Siklus hidrologi seperti presipitasi, evaporasi
dan transpirasi untuk menaksir berapa banyak air yang dapat
dimanfaatkan untuk irigasi dan kebutuhan manusia lainnya.

1
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

1.3 Irigasi di India


India adalah negara luas yang dikenal dengan perbedaan topografi, cuaca
dan tanamannya. Curah hujan di India pada umumnya berubah-ubah tak
menentu maka dari itu distribusi air irigasi di India tidak seperti daerah-
daerah biasanya. Di daerah Rajsthan di India tidak mempunyai sumber air
sama sekali sedang di daerah Assam sumber air berlebihan hingga
masalah banjir lebih diutamakan daripada masalah irigasi.
Total lahan bercocok tanam di India sekitar 200 hektar dari luas seluruh
area 328 juta hektar. 70 % dari penduduk India yang padat bergantung
pada lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, maka
dari itu sektor pertanian selalu menjadi industri utama di India. India
mempunyai sumber air yang banyak, sungai-sungsi besar, lahan bercocok
tanam yang luas maka dari itu India termasuk yang pertama-tama yang
melakukan pekerjaan irigasi.
Proyek irigasi di India dimulai pada tahun 1951 dengan area irigasi
sebesar 22.6 juta hektar. Proyek in] dilakukan secara berkala. Hingga
tahun 1977 total area irigasi 47 hektar. Dengan rata-rata perkembangan
area 2 juta hektar pertahun yang diharapkan sampai pada 3.5 juta hektar
pertahun, dan akan semakin luas dan luas.
Area irigasi pada setiap daerah tidak selalu sama menurut kebutuhan
yang dibutuhkan. Areal terbesar yang menerima irigasi adalah daerah
Punjab dan Tamil Nadu.

1.4 Keuntungan Irigasi


Berikut ini adalah keuntungan-keuntungan dengan adanya proyek irigasi
a. Perkembangan secara umum negeri tersebut dan kesehatan bangsa.
b. Perlindungan terhadap kelaparan dan persediaan pangan tercukupi.
c. Kemajuan dalam lahan bercocok tanam dan apresiasi dalam nilai
tanah.
d. Pembangkitan tenaga hidro-elektrik air terjun kadang bisa digunakan
untuk membangkitkan tenaga
e. Pelayaran dalam negeri memungkinkan beberapa terusan-terusan
besar dikembangkan untuk kepentingan navigasi.
f. Penyediaan air domestik. Pada tempatnya saluran-saluran air
merupakan satusatunya sumber air untuk kebutuhan air lokal
g. Kemajuan dalam komunikasi Jalan tidak berpermukaan diperlukan
sepanjang saluran-saluran penting, terutama untuk jalan inspeksi,
dapat bermanfaat untuk kepentingan pokok juga.
h. Perkebunan, tumbuhan ditanam disepanjang pinggiran saluran, batas
lapangan, dsb meningkatkan bahan bakar kayu dan persediaan buah-
buahan
i. Penambahan persediaan air bawah tanah. Saluran dan air irigasi
meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah.

2
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

1.5 Macam Sistem Irigasi


Terdapat 3 macam irigasi :
a) Gravity irrigation
Air disalurkan ke lahan dengan gaya gravitasi saja. Seperti sistem irigasi
yang terdiri dari saluran utama yaitu sungai dan air didistribusikan melalui
saluransaluran yang lebih kecil dengan ketinggian yang lebih rendah
daripada saluran utama sehingga air dapat mengalir. Ada dua kelas dalam
tipe ini yaitu :
- Run-off-river Scheme
Dalam sistem ini suatu halangan yang tinggi seperti bendung dibangun
melintang di sungai dengan tujuan meningkatkan tinggi muka air
sehingga arus dapat dibelokkan ke sistem saluran yang ada.
- Storage Scheme
Dalam sistem ini suatu halangan yang tinggi seperti bendung dibangun
untuk menampung air pada musim hujan jadi seperti sumber air yang
menyediakan air selama irigasi.
b) Pumped Irrigation
Dalam hal ini air disedot dengan pompa untuk disalurkan pada daerah
irigasi. Ada dua kelas dalam tipe ini yaitu:
- Lift Irrigation
Kebanyakan saluran kecil mengambil air dari sungai-sungai besar.
Dalam metode ini, pompa dimasukkan diatas kapal tongkang yang
mengambang diatas air. Air tersedia jika dipastikan pada waktu
permukaan air seperti tempat dan ketinggian kapal dapat bertambah.
- Tube-well Irrigation
Air dari dalam tanah diambil dengan cara mengebor dari permukaan.
Kemudian dipasang pompa untuk mengambil air tersebut dari dalam
lalu kemudian disalurkan
c) Tidal Irrigation
Pada saluran Tidal Irrigation, areal yang diairi innundated selama musim
hujan ketika sungai meluap tinggi Pada sistem ini tidak ada kontrol besar
aliran sungai.
Selain cara-cara irigasi diatas ada cara lain untuk irigasi pada suatu
daerah yang spesifik. Sebuah waduk dibangun untuk menampung air
pada musim hujan yang nantinya digunakan pada saat musim kemarau
untuk mengairi lahan pertanian. Pada daerah delta sungai air ditampung
pada waktu terjadi banjir dengan membangun satu bangunan penampung
air utama.

3
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT HUBUNGAN TANAH, AIR,
DAN TANAMAN
2
2.1 Sifat-sifat Fisik Tanah
Tanah mendukung pertumbuhan
tanaman dengan menyediakan air
dan oksigen yang sangat berguna
bagi tanaman Ahli tanaman
mengatakan bahwa sebagian
besar lapisan atas bumi kita yang
mengandung air, sangat cocok
dan baik untuk pertumbuhan
tanaman. Lapisan ini disebut
dengan sabuk air tanah (the belt
of soil water). Ketebalan lapisan
ini tergantung pada tipe tanah dan
vegetasi yang tumbuh
Kedalamannya berkisar antara
satu meter hingga beberapa puluh
meter di bawah permukaan tanah.
Didalam tanah selain terdapat air
tanah juga terdapat udara,
mineral dan karbonat bebas yang
tersimpan pada lapisan teratas Gambar 2.1. Horizon Tanah
bumi kita. Juga terdapat sisa-sisa
tanaman dan hewan (fosil) dengan beberapa macam tingkatan
dekomposisi (pembusukan). Selain itu ada berbagai macam dan jenis
tanaman, binatang, akarakaran, bakteri, jamur, protozoa, actinomycetes
nematoda, kutu dan serangga lain.
Tanah merupakan proses penguraian batuan yang terdiri dari proses
makanik disintegrasi dan proses kimia dekomposisi. Ada beberapa jenis
tanah yang mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batu
asalnya atau beberapa mineral baru karena dimungkinkan bersenyawa
dengan air, karbondioksida dan mineral organik lainnya.
Sifat fisik tanah mempengaruhi kesuburan tanah dan daya tumbuh
tanaman sebagaimana diterangkan diatas. Sifat fisik tanah terpenting
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah tekstur tanah dan
struktur tanah. Menurut ukurannya butiran tanah dibedakan atas : pasir,
lumpur dan tanah liat.
Nama jenis tanah bergantung pada partikel yang menyusunnya. Juga
tergantung pula komposisi mineralogikal dan kandungan elektrikal pada
partikel tanah. Tiap jenis tanah saling berpengaruh satu sama lainnya.

4
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

2.2 Kesesuaian Tanah dan Lahan Untuk Irigasi


Keadaan tanah berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya. Hasil
panen sangat tergantung pada kandungan tanah dan faktor lainnya
seperti berat dan kualitas biji, pemupukan dan lain sebagainya, untuk
mendapatkan mutu tanah yang baik dan lahan yang baik untuk irigasi
perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:
Ciri-ciri Fisik Ciri-ciri Kimia
 Tekstur tanah  Cation – exchange capacity
 Struktur tanah  Exchangeable cation
 Permeabilitas dan tingkat  Alkaline erath carbonates
infiltrasi  Toxic ion and salinity
 Kapasitas menyimpan sir
 Kemiringan lahan
 Kedalaman permukaan air
tanah
 Drainability (kesesuaian untuk
drainasi)
 Kedalaman lapisan batu
Drainasi yang tepat sangat berpengaruh pada pertumbuhan akar
tanaman. Permukaan air tanah yang dalam sangat membantu bagi
drainasi dan menghindari terjadinya waterlogging ataupun masalah kadar
garam.

2.3 Jenis-jenis Tanah


Dalam area yang luas, tanah di India mempunyai kemiripan akan bahan
induk dan iklim. Meskipun terdapat 20 wilayah tanah yang luas, jenis
tanah yang ada dapat digolongkan menjadi.
a) Red soils (tanah merah)
b) Laterite soils (tanah laterit)
c) Black soils (tanah hitam)
d) Aluvial soil (tanah aluvial)
e) Forest and hill soils (tanah hutan dan bukit)
f) Desert soils (tanah gurun)
g) Saline and alkaline soils (tanah mengandung garam dan alkaline)
h) Peaty and marshy soils (tanah lembab dan berpayau)

a) Red soils (tanah merah)


Tekstur dari tanah merah kebanyakan sandy loam dan sandy clay yang
mempunyai warna merah di permukaannya. Biasanya kekurangan
kadar nilai praktis yang tinggi dalam pengolahannya, juga dalam hal
penggunaan irigasi, pupuk hijau, pupuk kimia, dan hal lainnya.

5
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

b) Laterite soils (tanah latent)


Banyak dijumpai di puncak-puncak bukit. Tekstur tanahnya terbuka dan
berpori namun seperti tekstur karang. Di tempat-tempat tersebut tanah
laterit dibuat sebagai bahan bangunan. Laterit punya warna merah dan
mempunyai kadar nitrogen yang rendah juga kadar phospor, potasium
dan kapur yang rendah pula.
c) Black soil (tanah hitam)
Pada umumnya tanah hitam punya tampilan bongkah-bongkah yang
pecah dimusim kering. Juga pada bagian-bagian tertentu punya
kandungan kapur dengan kedalaman tertentu pula. Tanah hitam respon
terhadap penggunaan pupuk nitrogen dan phospor. Juga dapat pula
digunakan pupuk buatan dan pupuk hijau (kompos).
d) Aluvial Soils (tanah alluvial)
Biasa ditemui sepanjang aliran sungai dan biasanya datang bersamaan
banjir. Teksturnya kekurangan nitrogen dan biasa respon dengan pupuk
phospor. Tanah ini sangat cocok untuk penanaman beras, tebu atau
gandum.
e) Desert soils (tanah gurun)
Pada umumnya berpasir, punya curah hujan rendah, kadar garam yang
baik dan rendah kandungan organik lainnya. Tanah ini akan sangat
produktif bila diterapkan irigasi. Tanpa pengairan yang baik tanah ini akan
sia-sia tertiup angin yang akan membuat kotor jalan raya, rel kereta api
dan bangunan.
f) Saline and Alkaline soils
Terdapat pada daerah curah hujan lebih tinggi dari tanah berpasir (desert
soils). Apabila pada tanah ini diterapkan irigasi, maka harus diimbangi
dengan sistem drainasi yang baik Karena apabila tidak, maka sejumlah
garam akan mengendap dan menumpuk pada satu daerah dimana tidak
ada tanaman yang akan dapat tumbuh.
g) Peaty and marshy soils
Tanah ini terbentuk oleh tanaman yang tumbuh di tempat yang basah
Tanaman yang mati tidak dapat segera terurai karena adanya kelebihan
air. Setelah beberapa tahun kemudian proses penguraian akan berjalan.
Jika ada pemupukan dan pengairan yang baik maka tanah ini akan dapat
menghasilkan dengan baik.

2.4 Fungsi Air Irigasi


Air sangat penting bagi pertumbuhan benih tanaman. Air sangat penting
bagi proses fotosintesis. Pada proses ini karbohidrat disintesiskan dari
karbondioksida dan air dengan peranan sel-sel kloroplas. Dengan bantuan
matahari, oksigen dapat di produksi. Air juga penting bagi protoplasma.
Protoplasma merupakan materi yang berbentuk jelly.
Perlu ditambahkan, bahwa jumlah air yang digunakan oleh tumbuhan
adalah relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah air yang lewat pada

6
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

tumbuhan yang berkembang. Diperkirakan penggunaan air pada tanaman


jagung antara lain :
- air sebagai unsur pokok 0,9%
- air sebagai bahan reaksi 0,1 %
- air yang hilang dalam transpirasi 98,9%

2.5 Jenis dan Ketersediaan Air Tanah


Air yang ada dalam tanah dapat diklasifikasikan :
1. air higroskopis
2. air kapiler
3. air gravitasi
 Air Higroskopis
Biasa di tahan sebagai partikel tanah oleh gaya tarik molekular dan
tidak terpengaruh oleh gerakan gaya gravitasi ataupun gerakan
kapilaritas. Air ini tidak cocok untuk tanaman
 Air Kapiler
Berada pada pori-pori kapiler tanah dan ditahan oleh gaya permukaan.
Cocok digunakan untuk pertanian dengan syarat diterapkan sistem
irigasi yang baik.
 Air Gravitasi
Merupakan air yang berlimpah dalam tanah dan dapat keluar dengan
gaya gravitasi dan juga turun hingga ke muka air tanah.
Air juga dapat diklasifikasikan atas tidak tersedia (unavailable), tersedia
(available), dan berlebihan (superfluous). Klasifikasi ini berdasarkan atas
ketersediaan air tanah bagi tumbuhan.

Gambar 2.2. Soil water classification

7
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Field capacity (kapasitas lahan)


Merupakan jumlah air yang dapat ditahan tanah setelah kelebihan air
gravitasi dibuang dan setelah gerakan air untuk turun secara material
telah menipis.
Permanent Wilting point (titik laju penanaman)
Disebut juga koefisien laju, merupakan jumlah air dimana tidak dapat lagi
mengambil air dari tanah untuk pertumbuhannya. Merupakan tingkat
paling rendah pada jangkauan uap air yang tersedia Untuk sebagian besar
tanah, nilainya sekitar 15 % dari air higroskopis.
Available moisture (uap air tersedia)
Merupakan perbedaan jumlah air dalam tanah antara field capacity dan
permanent wilting. Air yang tersedia ini sangat berguna bagi tumbuhan.
Moisture equivalent (persamaan uap air)
Merupakan prosentase dari uap air yang terkumpul dalam sampel kecil
dari tiap kedalaman 1cm tanah keying dengan pengaruh gaya gravitasi
tiap 1000 kali dengan periode 30 menit. Rumusannya sebagai berikut:
Persamaan uap air (moisture equivalent)
= kapasitas lahan (field capacity)
= 1,8 hingga 2 nilai titik laju permanen
= 2,7 hingga 3 nilai koef higroskopis

2.6 Kesesuaian Air untuk Irigasi


Ketika sebuah proyek irigasi akan dilaksanakan, sangat penting untuk
mengetahui kualitas air dalam penggunaannya untuk pertanian.
Parameter yang umumnya mempengaruhi kualitas air irigasi ialah nilai pH
(pH rated dan jumlah total padatan terlarut (total dissolved solid).
Tabel 2.1. Kesesuaian air untuk irigasi dalam hubungan antara
TDS dan nilai pH
Total dissolved Ketidaksesuaian
No Kesesuaian air
solids (TDS) air
1 Diatas 400 ppm Semua air pada dasarnya -
sesuai
2 400-600 ppm pH < 9,0 pH < 9,0
3 600-800 ppm pH < 8,5 pH < 8,5
4 800-1000 ppm pH < 8,0 pH < 8,0
5 1000-1200 ppm - Diragukan untuk
irigasi
6 Lebih dari 1200 ppm - Diragukan untuk
irigasi
Kesesuaian air untuk irigasi dalam hubungan antara TDS dan nilai pH

8
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Tabel 2.2.Batas konduktivitas menurut The US Salinity Laboratory

Conduktivits
Kelas Kelayakan untuk irigasi
(micromhos/cm)

C1 Dibawah 250 Aman

C2 250-750 Aman bersyarat

C3 750-2250 Aman dengan tanah


permabel

C4 2250-4000 Kurang aman

C5 Diatas 4000 Tidak cocok

9
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT PERENCANAAN
PETAK TERSIER
3
3.1. Pendahuluan
Petak tersier adalah petak dasar di suatu jaringan irigasi dan
merupakan bagian dari daerah irigasi yang mendapat air irigasi dari
satu bangunan sadap tersier dan dilayani oleh satu jaringan tersier.
Beberapa aspek dalam menentukan layout untuk suatu petak tersier
adalah sebagai berikut
a. luas petak tersier
b. Batas- batas petak tersier
c. bentuk yang optimal
d. kondisi medan
e. jaringan irigasi yang ada
f. operasi jaringan

3.2. Ukuran, Bentuk dan Batas Petak Tersier


Ukuran petak tersier dipengaruhi oleh besarnya biaya pelaksanaan
jaringan irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya operasi
dan pemeliharaan jaringan. Berdasarkan pengalaman, ukuran optimum
suatu petak tersier adalah antara 50 dan 100 ha. Ukurannya dapat
ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa
demikian.
Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi
lebih tinggi karena:
a. diperlukan lebih sedikit titik- titik pembagian air
b. saluran- saluran yang lebih pendek menyebabkan
c. kehilangan air yang lebih sedikit baik
d. pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman
e. perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas- batas desa.

10
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 3.1. Bentuk Optimal Petak Tersier

Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum


pembuatan saluran, jalan dan boks bagi.
Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier dapat dilihat pada table
berikut ini.
Tabel 3.1. Kriteria umum untuk Pengembangan Petak Tersier

ukuran petak tersier 50 — 100 ha

ukuran petak kuarter 8 — 15 ha

panjang saluran tersier <1500 m

panjang saluran kuarter < 500 m

jarak antara saluran kuarter & < 300 m


pembuang

Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu


hendaknya diatur sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu
petak tersier terletak dalam satu daerah administratif desa agar O & P
jaringan lebih baik. Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas,
maka dianjurkan untuk membagi petak tersier tersebut menjadi dua

11
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

petak subtersier yang berdampingan sesuai dengan daerah desa


masing-masing.

3.3. Layout Petak Tersier di Berbagai Tipe Medan


Topografi suatu daerah akan menentukan layout serta konfigurasi
yang paling efektif untuk saluran atau pembuang. Dan kebanyakan
tipe medan, layout yang paling cocok dapat digambarkan secara
skematis. Untuk mudahnya, tipe+tipe medan dapat diklasifikasi
sebagai berikut.
Tabel 3.2. Tipe Medan berdasarkan Kemiringan

Medan terjal Diatas 2%

Medan bergelombang 0,25+2%

Medan Berombak Kemiringan 0,25% + 2%padaumumnya


kurangdari 1% Ditempat – tempat tertentu
kemiringan lebih besar

Medan sangat datar Kurang dari 0,25%

Tiap petak tersier harus direncana secara terpisah agar sesuai


dengan batas-batas alam dan topografi.
a. Layout pada medan terjal
Medan terjal, di mana tanah hanya sedikit mengandung lempung,
sangat rawan terhadap bahaya erosi oleh aliran air yang tidak terkendali.
Erosi terjadi jika kecepatan air pada saluran tanpa pasangan lebih
besar dari batas yang diizinkan. ini mengakibatkan saluran pembawa
tergerus sangat dalam dan penurunan elevasi muka air
mengakibatkan luas daerah yang diairi berkurang.

12
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 3.2. Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (1)

13
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 3.3. Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (2)

b. Layout pada medan agak terjal


Banyak petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran
sekunder yang akan merupakan batas petak tersier di satu sisi. Batas
untuk sisi yang lainnya adalah pembuang primer. Jika batas- batas
jalan atau desa tidak ada, maka batas atas dan bawah akan
ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang.

14
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 3.4. Skema Layout Petak tersier pada medan agak Terjal

c. Layout pada medan bergelombang


Jika keadaan medan tidak teratur, maka tidak mungkin untuk
memberikan skema layout. Ketidakteraturan medan sering disebabkan
oleh dasar sungai, bekas alur sungai, jalan, punggung medan dan
tanah yang tidak rata.

d. Layout pada medan Datar


Pada umumnya tidak ada daerah datar yang luas sekali di proyek,
kecuali dataran pantai dan tanah rawa- rawa. Potensi pertanian daerah-
daerah semacam ini sering terhambat oleh sistem pembuang yang
jelek dan air yang tergenang terus menerus merusak kesuburan
tanah. Sebelum tanah semacam ini bisa dibuat produktif, harus
dibuat sistem pembuang yang efisien dahulu.

15
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 3.5. Skema Layout Petak Tersier di Daerah Datar Berawa


Rawa

3.4. Pengecekan dan Penyelesaian Layout Pendahuluan


Layout pendahuluan yang sudah selesai “digabungkan” pada peta.
ortofoto, atau terestris berskala 1 : 5000 yang memperlihatkan
jalan-jalan, bangunan, tata guna tanah dan batas+batas desa. Layout
pendahuluan hendaknya memperlihatkan batas-batas tersier dan
kuarter, semua saluran irigasi, saluran pembuang dan bangunan.
Pengecekan di lapangan hendaknya dilakukan dengan para petani
atau organisasi petani dan kepala desa, guna mendapatkan
informasi mengenai pemilikan tanah, dan batas pembebasan tanah.
Semua masalah yang timbul sebaiknya dipecahkan bersama-sama
dengan Pemerintah Daerah DPUP, Pengawas Irigasi, Agraria (untuk
registrasi tanah), PPL (atau wakil pertanian) pembantu Camat atau
instansi+instansi lain yang terlibat dalam pekerjaan ini misalnya
Dinas Transmigrasi di daerah transmigrasi. Jika perlu trase dan
batas+batas yang sudah ditentukan bisa diubah. Layout yang sudah
disetujui dan diselesaikan bersama akan disebut “layout akhir” (Final
layout). Layout ini dengan jelas menunjukkan daerah+daerah kuarter
yang sudah dihitung serta kebutuhan irigasi yang direncana.
Layout akhir akan merupakan hasil konsultasi dengan para petani yang
akan menggunakan jaringan tersier. Saran- saran dari petani akan
sebanyak mungkin dimasukkan, sejauh hal ini dapat diterima dari segi
teknis. Kemudian layout akan digambar pada peta dengan skala yang
sesuai: 1 : 5000 atau 1 :2000. Peta dengan garis-garis ketinggian tapi
tanpa titik- titik rinci ketinggian akan dipakai sebagai dasar layout ini.

16
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Pada peta ini harus ditunjukkan hal-hal berikut


a. Batas-batas petak tersier, subtersier dan kuarter batas
b. batas tiap sawah (jika dipakai peta ortofoto), batas-batas desa dan
indikasi daerah-daerah yang bias diairi dan yang tidak
c. saluran-saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter serta
pembuang
d. semua bangunan, termasuk indikasi tipe bangunan, seperti boks
tersier, gorong-gorong, jembatan dan sebagainya
e. jalan-jalan inspeksi dan jalan petani
f. sistem tata nama (nomenklatur) saluran, pembuang dan bangunan
g. ukuran petak tersier dan masing-masing petak kuarter.
Apabila saluran pembuang tersier bertemu dengan saluran pembuang
dan petak yang letaknya lebih ke hulu, hal ini harus disebutkan
karena debit rencana harus dise-suaikan.

17
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT KEBUTUHAN AIR
IRIGASI 4
4.1. Kebutuhan air irigasi di pintu pengambilan (intake)
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang
diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan
air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh
tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara
normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi
evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian
secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta
kehilangan selama pemakaian.
Kebutuhan air irigasi di pintu pengambilan (intake) adalah besarnya
kebutuhan air (m3/det) di intake yang didasarkan dari kebutuhan air di
sawah dibagi efisiensi (%) saluran.
NFR
IR  DR 
efisiensi sal

4.2. Kebutuhan air irigasi di sawah / NFR (Netto Farm Requirement)


Adalah besamya air yang diperlukan oleh tanaman agar dapat tumbuh
baik.

Gambar 4.1. Skema Kebutuhan Irigasi

18
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Dalam menghitung besarnya NFR terdapat 2 metode perhitungan yang


umum digunakan
1. Metode Standar Perencanaan
lrigasi Dirjen Pengairan ------> dengan WLR
2. Metode Keseimbangan tanpa WLR

4.2.1. Water Balance Method (Metode Kesetimbangan Air)


a) Untuk Tanaman Padi
NFRP = Cu + Pd + NR + (P+I) – Reff + DRAIN
b) Untuk Tanaman Polowijo
NFRpol = Cu + (P+I) – Reff
Keterangan
NFRp : Kebutuhan air di sawah (I/det/ha) unt t. padi
NFRpol : Kebutuhan air di sawah (I/det/ha) unt t. Polowijo
Cu : Kebutuhan air tanaman (mm/hr)
Cu = ETo x Kc
ETo : Evaporasi potensial
Kc : Koef. Tanaman
Pd : Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari)
NR : Kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hr)
P : Perkolasi (mm/hari)
I : Infiltrasi (mm/hari)
Reff : Curah hujan efektip (mm/hari)
NFR IR atau DR
mm/hari lt/det/ha

Contoh Perhitungan
1 mm/hari I/det/ha
01.1 dm x 1.000.000 dm3
1 mm/hari =
(24 x 60 x 60) dt x 1 Ha
10.000
=
86.400 dt x 1 Ha
= 0.116 I/det/ha

19
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

4.3. Kebutuhan Air Irigasi


Besarnya kebutuhan air irigasi tergantung pada beberapa hal berikut :
1. Pola tata tanam
(Jenis tanaman, Umur Tanaman, Waktu Penanaman/Saat Tanam)
2. Iklim
- Kelembaban udara, temperatur, radiasi matahari, kecepatan angin
EVAPORASI EVAPOTRANSPIRASI
- Curah hujan Curah hujan efektif
3. Tanah
Perkolasi Dan infiltrasi

4.3.1.Pola Tata Tanam


Pola tata tanam adalah jadwal tanam dan jenis tanaman yang
diberikan pada suatu daerah layanan irigasi. Jenis pola tata tanam yang
umumnya dilaksanakan di beberapa daerah, diantaranya :
a) Padi – Padi
b) Padi - Padi - Polowijo
c) Padi - Polowijo – Padi
d) Padi - Polowijo - Polowijo
e) Padi – Polowijo

Gambar 4.2. Model Pola Tata Tanam

Dibagi per periode


= 1 minggu, 2 minggu (15 hari), 10 harian, 1 bulan (30 hari)
Tergantung dari :
a) Ketersediaan air irigasi
b) Musim
c) Jumlah tenaga kerja
d) Jenis tanah
e) Umur tanaman

20
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

f) Jenis tanaman

4.3.2. Kebutuhan Air Tanaman


Kebutuhan air tanaman adalah besarnya (banyaknya) air yang benar-
benar digunakan untuk pertumbuhan tanaman (untuk evaporasi dan
transpirasi) agar tanaman dapat tumbuh baik. Bila kedua proses terjadi
bersamaan maka disebut evapotranspirasi, yaitu gabungan dari proses
penguapan air bebas (evaporasi) & penguapan melalui tanaman
(transpirasi).
Rumus untuk menghitung besarnya kebutuhan air tanaman sebagai
berikut:

Cu = ETo x Kc
Dimana :
Cu = Cunsumtive Use (mm) EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL
ETo = Evaporasi Potensial
Kc = Koefisien Tanaman

a) Evaporasi Potensial
Merupakan suatu proses penguapan air bebas. Beberapa metode yang
digunakan untuk memperkirakan besarnya evaporasi potensial ,
diantaranya :
1. Thorn Waite
a 1514
10t  t 
Ep  1.6  , J   
 J  5
Ep : Evaporasi mm/hari
T : Suhu udara (°C)
a : Konstanta
: Metode ini hanya memerlukan data suhu udara
2. Blaney Criddle
tp
U  k. f , k 
100
U : Penggunaan air konsumtive bulanan
: Evapotranspirasi Potensial
K : Koefisien tanaman
F : factor yang tergantung letak lintang
P : prosentase bulanan jam jaman hari terang dalam 1 tahun
: diperlukan data temperatur udara, letak lintang

21
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

3. Penmann
Diperlukan data suhu udara, radiasi matahari, kecepatan angin,
kelembaban, temperatur.
4. Penmann Modifikasi

b) Koefisien Tanaman
Besarnya koefisien tanaman sangat erat berhubungan dengan:
a) Jenis tanaman (padi , jagung, tebu)
b) Varitas tanaman (padi PB 5, padi IR 12)
c) Umur pertumbuhan tanaman

Gambar 4.3. Hubungan Nilai Koefisien Tanaman dengan Umur


Tanaman

22
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT PERENCANAAN
SALURAN TAHAN EROSI 5
5.1. Pendahuluan
Fungsi saluran pada areal irigasi adalah untuk membawa dan membuang
air irigasi agar tanaman dapat tumbuh baik.
a. Saluran Pembawa
Membawa air dari sumbernya (sungai, waduk, mata air) sampai air
tersebut dapat dimanfaatkan untuk tanaman.
b. Saluran Pembuangan
Membuang kelebihan air agar tanaman di sawah tidak terganggu
pertumbuhannya.
Jenis saluran menurut fungsi dan tata letaknya, terdiri dari :
a. Saluran primer
b. Saluran skunder
c. Saluran tersier
d. Saluran kwarter
Kriteria pemilihan bentuk saluran harus mempertimbangkan hal berikut :
a. Mampu membawa air dengan debit maksimum (Q) dan penampang
basah (p) minimum guna memperkecil kehilangan air disaluran
(prinsip penampang efisien).
b. Kemudahan pelaksanaan di lapangan
c. Biaya murah
d. Mudah pemeliharaan
e. Kuat dan berumur panjang
Beberapa bentuk saluran yang umumnya digunakan di Indonesia,
diantaranya :
a. Lingkaran

b. ½ lingkaran

c. segi empat

d. Segi tiga

e. Trapezium

23
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

f. Elips

Tabel 5.1. Perbedaan Saluran Pembawa dan Saluran Pembuang

A. saluran pembawa B. saluran pembuang

1. Dengan lining (untuk Tanpa lining (lapisan)


memperkecil kebocoran)

Lapisan (dari pasangan batu


kali, beton batu bata dan
rumput)

2. Bentuk penampang Dari hulu ke hilir makin


membesar.
Dari hulu (sumber) ke hilir
(sawah) makin mengecil.

3. Apabila berdampingan antara saluran pembawa dan pembuang


maka.
a) Saluran pembawa terletak di bawah saluran pembuang

Gambar 5.1. Macam-macam Bentuk Saluran

24
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

5.2. Karakteristik Aliran di Saluran


dv
1. 0 UNIFORM FLOW (aliran uniform)  v tetap untuk tiap-tiap
de
section (pias)
dv
2.  0 VARIED FLOW  v berubah untuk tiap-tiap section
de
dv
3.  0 ACCELERATED FLOW  v meningkat, Q menurun
de
dv
4.  0 DECELERATED FLOW  v menurun, Q menurun
de
dv
5.  0 STEADY FLOW  v tetap untuk perubahan waktu (t)
dt
dv
6.  0 UNSTEADY FLOW v untuk t yang berubah
dt
Kombinasi Aliran
dv dv
1. 0,  0 UNIFORM STEADY FLOW
de dt
dv dv
2.  0,  0 VARIABLE STEADY FLOW
de dt
dv dv
3. 0,  0 UNIFORM UNSTEADY FLOW
de dt
dv dv
4.  0,  0 VARIABLE STEADY FLOW
de dt
Karakteristik aliran di saluran berdasarkan hal berikut :
A. Berdasarkan bahan tebing dan dasar saluran (Material Saluran)
 Saluran alam
 Saluran dengan lining (beton, satu, aspal, batu bata, dll)
 Saluran dari pipa (baja, paralon, plastic, fiber glass)
 Saluran tanpa lining
B. Berdasarkan erosi
 Saluran tahan erosi (Erodible Channel)
 Saluran tidak tahan erosi (Non Erodible Channel)

5.3. Metode Perencanaan Saluran Tahan Erosi


Metode perencanaan saluran dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Jenis saluran erosi
b. Kondisi aliran uniform steady flow

25
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

5.3.1. De Chezy Method


Rumus yang digunakan sebagai berikut :
V=C.R ½ . S ½

Keterangan
V = kecepatan m/det
R = radius hidroulis
I=S = kemiringan dasar saluran
C = koefisien yang tergantung :
- V rata-rata
- Radius Hidroulis (R)
- Angka Kekasaran
- Viscositas
Harga C dapat ditentukan berdasarkan rumus :
I 0,00155
23  
a. C  n I METRIC UNIT
 0,00155 
I   23 
1
n / R 2
 I 
0,00281 1,811
41,65  
C S n
 0,00281 
1   41,65  n R
 s 
Ruus Gangguilet-Kutter
1,57.6
b. C  ENGLISH UNIT
m
1
R
87
c. C METRIC UNIT
m
1
R

5.3.2. Manning Method


Rumus yang digunakan sebagai berikut :
V= 1/n . R2/3 . S ½
 Satuan Matrik
n= Konstanta Manning
V= 1,49/n.R2/3 . S ½  Satuan English

5.3.3. Strickler Method


Rumus yang digunakan sebagai berikut :
V =K . R2/3 .S1/2 K = Konstanta Strickler

26
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Q= VxA (V=Dari rumus DECHEZY, MENNING, STRICKLER)


A=(b+mb)h  Luas penampang

P=b+2h m 2  1  keliling basah


A
R= P  radius hidroulis
m=kemiringan dinding saluran

5.4. Perencanaan Saluran Tahan Erosi


5.4.1. Kecepatan Minimal yang Diijinkan
Kecepatan minimal yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang diijinkan
agar tidak menimbulkan sedimentasi dan tidak merangsang tumbuhnya
tanaman air, lumut, dll.

Vmin = 0,60 – 0,90 m/det tergantung kandungan silt


a. Van Techow
Vmin = 2,5 ft/sec
b. Untuk saluran tanpa pasangan

CEK. I R  konstan atau makin besar kearah hilir


I = tinggi garis energy
R= radius hidroulis

5.4.2. Kecepatan Maksimum yang Diijinkan


Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan terbesar yang
diijinkan agar tidak mengakibatkan erosi dan gerusan pada saluran
tersebut.
a. Untuk saluran tanpa pasangan :
V maks = Vb x A x B x C  KP. Saluran
Keterangan :
Vmaks = kecepatan maksimum yang diijinkan
Vb = kecepatan dasar
A = fokus koreksi untuk angka pori permukaan saluran

27
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

B = fokus koreksi untuk kedalaman air


C = fokus koreksi untuk lengkung
b. Untuk saluran dengan pasangan :
- pasangan batu : 2m/dt
- pasangan beton : 3m/dt

5.4.3. Tinggi Jagaan (free board)


Tinggi jagaan merupakan jarak vertikal antara puncak tanggul dengan
permukaan air. Menurut USBR, besarnya tingi jagaan dirumuskan sebagai
berikut :

Dj = CY
Dimana :
Dj = jagaan (m)
Y = Tinggi air
C=koefisien antara 0,46 untuk Q=0,60 m3/dt
0,76 untuk Q = 0,85 m/dt
Antara 5% - 30% dari dalam air
Tabel 5.1. Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah

Q (m3/det) Tinggi Jagaan (m)

< 0,5 0,40

0,5 – 1,5 0,50

1,5 – 5,0 0,60

5,0 – 10,0 0,75

10,0 – 15,0 0,85

> 15,0 1,00

Sumber : KP 03

Tinggi jagaan untuk saluran pasangan


Q (m3/det)  tinggi jagaan (m) adalah sama dengan kriteria untuk
saluran tanpa pasangan

5.4.4. Kemiringan Talud


Kemiringan talud saluran tergantung pada
- Macam material pembentuk tubuh saluran

28
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

- Kehilangan air akibat rembesan


- Geometri dari saluran
- Cara konstruksi
Tabel 5.2. Tabel kemiringan dinding saluran
Jenis Saluran Kemiringan
a. Cadas / batu Hamper tegakhamper
lurus tegak lurus
b. Tanah gambut ¼ : 1¼ : 1
c. Lempung keras atau tanah dengan ½ : 1 1:1
penguat dari beton ½ : 1 1:1
d. Tanah berlapis batu atau tanah untuk 1:1
saluran yang lebar 1:1
e. Tanah lempung atau untuk saluran 1½:1
kecil 1½:1
f. Tanah berlapis lepas 2 : 12 : 1
g. Lempung berlapis atau lempung i3 : 1
berpori 3:1

Sumber : Van Te Chow

5.4.5. Penampang Hidraulis Terbaik (Best Hydraulic Section)


Penampang hidrois terbaik memiliki kriteria sebagai berikut :
Keliling basah minimum  P minimum
Daya angkut maksimum  Q maksimum
Sehingga :
dp
0
dy
Tabel 5.3. Tabel penampang Hidroulis terbaik (Ven Te Chow)
Kel. Jari-jari
Lebar Kedalaman
Penampang Luas (A) Basah hidroulis
Atas (T) (Y)
(P) (R)
Trapesium y2 3 2y 3 1 1/ 4
y 3 3
y y
2 4
Segi empat 2y2 4y 1 2y y
y
2
Segitiga y2 2y 2 1 2y 1
y 2 y
4 2
½ lingkaran  y 1 2y y
y2 y
2 2
Parabola 4 2 8 1 2y 2 3
y 2y y 2 y y
3 3 2 2
Sumber : Van Te Chow

29
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

5.5. Data Perencanaan Saluran


Untuk merencanakan suatu saluran irigasi, diperlukan data-data
perencanaan sebagai berikut :
A. Data Topografi
a. Peta topografi skala 1: 25.000 dan 1 : 5.000
Untuk rencana tata letak jaringan irigasi
b. Pembuatan trace (bagan) saluran skala 1 : 2.000
Disertai garis-garis ketinggian (kontur) dengan interval
- 0,5 m (untuk daerah datar)
- 1,0 m (untuk daerah berbukit-bukit)
c. Pembuatan profil memanjang
- Skala horizontal 1 : 2.000
- Skala vertikal 1 : 200
d. Detail potongan melintang
Skala horizontal dan vertikal 1 : 2.00 dengan interval
- 50 m (untuk bagian lurus)
- 25 m (untuk bagian tikungan)
e. Peta lokasi titik bench ark / titik tetap
B. Data Debit Rencana
Untuk merencanakan kapasitas saluran irigasi diperlukan nilai debit
rencana yang diperoleh dari kebutuhan air irigasi di sawah (NFR), luas
lahan irigasi, dan efisiensi irigasi.
NFR. A
Q

Keterangan :
Q = Debit rencana lt/dt
NFR = Netto field requirement
(kebutuhan bersih air irigasi di sawah lt/dt/ha)
 = Efisiensi irigasi %

(kehilangan air disaluran dan di sawah)


C. Data Geoteknik
Data geoteknik didapatkan dari hasil penyelidikan tanah untuk
pertanian digunakan untuk mengetahui sifat-sifat tanah dengan
kriteria sebagai berikut :
 Batu singkapan (jenis batuan)
 Lempung tak stabil dan plastisitas tinggi
 Tanah gambut dan bahan-bahan organik

30
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

 Pasir dan kerikil


 Bahan (tanah) timbunan yang cocok
 Muka air tanah

5.6. Contoh Desain Perencanaan Saluran


Direncanakan suatu jaringan irigasi dengan data-data berikut :
- Jaringan irigasi seperti tergambar
- Kebutuhan irigasi di lahan g = 1,6 lt/det/ha

- Kecepatan ijin v = 0,7 m/det


- Kekasaran Manning = n = 0,025
- Efisiensi saluran P = 0,9, ηS = 0,9 = 0,9, ηT = 0,8

Penyelesaian

Cara I : S=diketahui, Vdicek Vrec  v ijin


Q
Langkah I : Q = g x A  Qn=

Q1 = 1,6 x 200 = 320e/det = 0,32m3/det
Q2 = 1,6 x 500 = 0,8 m3/det
Q3 = 1,6 x 400 = 0,64 m3/det
Q1 Q2 Q3
 
T T T
Q4 =

0.32 0,8 0,64
=  
0,8 0,8 0,8
=0,4 + 1 + 0,3

31
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

= 2,2 m3 /det
1,6 x700
Q5 = =1,24 m3/det
0,9
Q6 = Q4 + Q5 = 2,2 + 1,24 = 1,48 m3/det

Langkah 2. Dengan menggunakan Tabel De Vos


Dimensi saluran 7
 Untuk Q = 0,4 m3/det dari table didapat
Tabel De Vos
Q V Kemiringan Talud
b/h
(m3/dtk) (m/dtk)

0 - 0.15 1 0.25 - 0.30 1:1

0.15 - 0.30 1 0.30 - 0.35 1:1

0.30 - 0.40 1.5 0.35 - 0.40 1:1

0.40 - 0.50 1.5 0.40 - 0.45 1:1

0.50 - 0.75 2 0.45 - 0.50 1:1

0.75 - 1.50 2 0.50 - 0.55 1:1

1.50 - 3.00 2.5 0.55 - 0.60 1:1

3.00 - 4.50 3 0.60 - 0.70 1 : 1.5

4.50 - 6.00 3.5 0.70 1 : 1.5

6.00 - 7.50 4 0.70 1 : 1.5

7.50 - 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5

9.00 - 11.00 5 0.70 1 : 1.5

11.00 - 15.00 6 0.70 1 : 1.5

15.00 - 25.00 8 0.70 1:2

25.00 - 40.00 10 0.75 1:2

40.00 - 80.00 12 0.80 1:2

32
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

b
 11 / 2
h
V = 0,35 - 0,40
Talud = 1:1
K = 45

A = (2b + 2h) ½ h = (2.1 ½ h + 2h) ½ h = 2 ½ h2

P =b+2 2 h = 1 ½ h + 1,83h = 4,33 h


A
R = = 0,5772 h
P
1
V = 1/n. R2/3 . S ½ = . (0,5772h) 2/3
.S½
0,025
2/3
V = 27 . 7328 h .S½

S dilapangan = 0,0016
2/3
V = 27.7328 h . (0,0016) ½
V = 1.1093 h2/3
Q7 = A x V
Qp = X x V7
= 2 ½ h2 x 1.1093 h2/3
8/3
= 2.77 h
0.4=n 2,77 h8/3  h = 0,48 m, b= 1 ½ h = 0,72 m
2/3
kontrol V = 1.1093 h
2/3
= 1,1093 (0,48) = 0,68 m/det < v ijin
sehingga : didapat dimensi saluran
h = 0,48m
b = 0,72 m
V = 0,68 m/det

Free board (tinggi jagaan) F = c. y

= 0,5 x 0,48
= 0,48m

33
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Kesimpulan

v rencana < v ijin tetap jauh melebihi v dari Tabel De Vos


 Sehingga bila ditentukan Vrec = 0,35 - 0,40 (yaitu v De Vos) maka S
harus diubah (dilandaikan) atau dibuat terjunan.

Cara II :
V = ditentukan , S= dihitung
Vrec = 0,40m/det (sesuai Tabel De Vos)
2/3
V = 1/n . R .S½

2/3
0,40 = 1/0,025 . (0,5772 h) .S½
Q7 = A x V7

Cara III : Coba-coba h, S = ditentukan

Vrec= dihitung, selanjutnya Vrec < v ijin


Seperti Cara I, V tidak berdasarkan De Vos

Soal Jaringan Irigasi :


Saluran I (hulu) : Q = 6 m3/dt
s = 0,0016
z = 2/3 : 3/2
n = 0.02
b/y = 2.5

v ijin= 1.5 m/dt


Saluran II (hulu) Q = 6 m3/dt
s = 0.0016
. z = 0.8 : 7/4
n = 0.02
b/y = 2.7

v ijin= 1.5 m/dt

Penyelesaian :
dengan menggunakan Tabel De Vos
saluran I
Q = 6 m3/dt  b/y = 2.5

34
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Talud = 2/3 : 3/2  1: 2.25


n = 0.02  k=1/n = 50
n = 1:m
V De Vous = 0.35-0.4 m

Λ = (2b+ 2y) x 0.5y = (2 x 2.5y + 2y) x 0.5y = 3.5y2


P = b +2zy = 2.5y + (2.252 + 12) 0.5y = 2.5y + 2.4622y = 4.9622y
R = A/P = 3.5y/4.9622y = 0.705332y
2/3 2/3
V = 1/n x R x S ½ = 1/0.020 x (0.705332y) xS½
2/3
V = 39.61859 y xS½
S dilapangan = 0.0016
V = 1/n x R 2/3 x S 2/3
= 1/0.020 x (0.705332y)2/3 x (0.0016) ½ =
1,5847438 y 2/3
Q =AxV
= 3.5y2 x 1.584744y2/3 = 5.546603 y 8/3

8/3
6 = 5.546603y  y = 0.158228m  b = 2.5y = 0.3955693 m
2/3
Kontrol V = 1.584744 y

= 0.463604 < v ijin

Sehingga didapatkan dimensi saluran sbb:


V = 0.463604 m/dt
b = 0.395569 m
y = 0.158228 m
tinggi jagaan = F (C x y)0.5 = (0.5 x 0.156228)0.5 = 0.28127 m
Kesimpulan :
Vrencana < Vijin tetap melebihi V De Vos
Maka bila ditentukan Vrencana = V De Vos
S harus dilandaikan atau dibuat terjunan

35
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

V = ditentukan S= dihitung
Vrencana = 0.4 m/dt
2/3
V = 1/n x R xS½
2/3
0.4= 1/0.020 x (0.705332y) xS½
2/3 2/3
S = 0.4/(50 x 0.705332y ) = 0.010096/y
Q =AxV
= 3.5y2 x 0.4 = 1,4 y2
6 = 14y2  y = 2.070197m  b = 2.5y = 5.1754917 m
2/3
S = 0.4/(50x (0.705332 x 2.0710197) ) = 0.006216
Sehingga didapatkan dimensi saluran setelah sloope dilandaikan :
V = 0.4 m/dt
b = 5.175492 m
y = 2.070197 m
tinggi jagaan = F (C x y)0.5 = (0.5 x 2.070107)0.5 = 0.83666 m

Untuk saluran tanpa pasangan


Cek I x (‘R) 05 Konstan aatu semakin besar ke arah hilir
Dimana :
I = tinggi garis energi
R = radius hidroulis
Saluran I (hulu)
I = y + (Vren2/2g) = 2.070197 + (0.42 /(2 x 9.81))

36
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

= 2.078352
0.5
R0.5 = (0.705332 x 2.070197) = 1.208378
I x R0.5 = 2.070197 x 1.208378 = 2.511434  hulu
Saluran II (hilir)
I = y + (Vren2/2g) = 2.324953 + (0.32/(2x9.81))
= 2.32954
R0.5 = (0.72549 x 2.324953) 0.5
0.5
IxR = 2.0121623 x 1.208615 = 3.025471  Hilir
0.5
I x R0.5 (hulu) < I x R (Hilir)  maka saluran bisa dikatakan stabil

37
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT PERENCANAAN
SALURAN TAK TAHAN EROSI 6
6.1. Pendahuluan
Pada saluran tak tahan erosi (erodible channel) aliran air yang ada di
dalamnya dipengaruhi oleh banyak factor fisik serta kondisi-kondisi
lapangan yang begitu kompleks dan tidak menentu sehingga sukar untuk
mengadakan perencanaan saluran yang tepat. Rumus-rumus aliran
uniform tidak memberikan kondisi kestabilan yang cukup untuk
merencanakan saluran tidak tahan erosi.
Stabilitas saluran tidak tahan erosi ini tergantung pada material
pembentuk tubuh saluran dan bukan dari segi hidrologinya. Setelah
kondisi penampang yang stabil diperoleh, maka rumus-rumus aliran
seragam bias digunakan untuk menghitung kecepatan serta debit. Saluran
yang dimaksud dapat diklasifkasikan menjadi sebagai berikut :
a). Saluran dimana penggerusan mungkin terjadi dan sedimentasi tidak
dapat terjadi sama sekali
b). Saluran dimana sedimentasi mungkin terjadi sedangkan penggerusan
tidak dapat terjadi sama sekali
c). Saluran dimana baik sedimentasi maupun erosi dapat terjadi

6.2. Methode of approach/ metode pendekatan


Uniform formula hanya cocok untuk perencanaan saluran yang tidak
tergerus dan stabil akan tetapi tidak mencukupi untuk merencanakan
saluran yang tergerus.
Ada dua metode pendekatan yang digunakan untuk merencanakan
saluran tak tahan erosi.
1. Method of permissible velocity (metode kecepatan yang diijinkan)
2. Method of tractive force (metode gaya seret)
1. Method of permissible velocity
Metode ini banyak digunakan di USA untuk merencana saluran tanah agar
tidak terjadi gerusan. Sedangkan maximum permissible velocity atau non
erodible velocity adalah kecepatan rata-rata yang terbesar yang bisa
menyebabkan terjadinya erosi pada tubuh saluran.

38
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 6.1. Hubungan velocity dan macam tanah non cohesive

Gambar 6.2. Hubungan antara Kecepatan yang diijinkan dan angka


pori

39
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Tabel 6.1. Tabel Fortier dan Scobey untuk Maximum Permissible


Velocity dan Unit Tractive Force Bersangkutan

Note :
v = maximum permisible velocity
n = koefisien kekasaran Manning
1 ft = 0,305 m
1 ft = 12 inch
1 lbs/ft2 = 4,4 kg/m2

Kecepatan maksimum yang diijinkan tersebut di atas berlaku untuk


sauran-saluran yang lurus.
Untuk belokan saluran harus direduksi untuk mengurangi gerusan :
 belokan kecil, berkurang 5%
 belokan sedang, berkurang 13%
 belokan tajam, berkurang 22%
Kennedy (1895) mengasilkan rumus untuk kecepatan yang tidak
menyebabkan pengendapan maupun penggerusan bagi air yang
membawa lumpur.
V0  c.y x
dimana :
V0 = kecepatan rata-rata yang tidak menyebabkan pengendapan
maupun penggerusan (fps)

40
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

y = dalamnya air (ft)


x = 0,64 (konstanta)
Harga koefisien C tergantung daripada material yang membentuk tubuh
saluran
C = 0,56, untuk tanah yang sangat halus
C = 0,84, untuk tanah yang berpasir halus
C = 0,92, untuk tanah yang berpasir kasar
C = 1,01, untuk tanah lumpur berpasir
C = 1,09, untuk tanah lumpur kasar
Untuk air bersih (tak membawa lumpur), dianjurkan untuk mengambil
harga x = 0,50
Prosedur Perencanaan
Dengan menggunakan kecepatan maksimum yang diijinkan sebagai
kriteria maka prosedur perencanaan untuk mendimensi penampang
saluran dengan menggunakan cara ini adalah :
1. Dari macam material pembentuk tubuh saluran didapat n (angka
kekasaan), miring tebing z serta kecepatan maksimum yang diijinkan v
(tabel terlampir).
2. Hitung jari-jari hidrolis R dengan rumus Manning.
Q
3. Luas penampang basah A dihitug dengan A  , dimana v kecepatan
v
yang diijinkan.
A
4. Keliling basah P dicari dengan P  .
R
5. Dengan harga-harga A, R yang telah diperoleh maka B dan Y dapat
dicari.
6. Beri Freeboard secukupnya.

Contoh Perhitungan
Tentukan dimensi saluran dengan penampang trapesium bila diketahui S
= 0,0016, Q = 11,32 m3/det saluran tersebut digali pada tanah yang
mengadung kerikil kasar dan non koloidal.
Penyelesaian :
1) Dengan material yang diketahui didapatkan
n = 0,025
z=2
kecepatan maksimum yang diijinkan = 1,22 m/det = 4,0 fps
2) Jari-jari hidrolis

41
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

1
1,22  .R 2/3 .(0,0016) 1/2
0,025
R = 0,666 m
3) Luas penampang basah
Q 11,32
A   2,82 m2
v 1,22
4) Keliling basah
A 9,28
P  13,93 m
R 0,666
5) A = (B + zy)y = (B + 2y)y = 9,28 m2

 
P = B + 2y 1  z 2 y = B + 2 5y = 13,93 m c
x
Dari dua persamaan ini didapatkan : B

B = 9,84 m y = 0,81 m

5.3. Method of Tractive Force (Metode Gaya seret)


Metode gaya seret ini dibangun oleh U.S. Berau of Reclmation, dan teori
ini dapakai untukmerencanakan saluran yang dibuat dari bahan non
cohesive material dan untuk material yang berbutir agak kasar.
Sedangkan arti dari gaya seret itu sendiri adalah sebagai berikut :
Bila air mengalir dalam sebuah saluran maka pada dasar dan dinding
saluran akan bekerja gaya geser.
Untuk mengetahui tractive force ini secara menyeluruh maka gaya-gaya
geser yang bekerja dibedakan :
a. Unit Tracive Force

ALW

Gambar 6.3. Unit Tractive Force


total tractive force =ALwS
total keliling basah =PL

42
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

ALwS
Unit tractive force  0 = R w S
PL
Bila saluran lebar sekali maka R = Y
Unit tractive force  0 = Y w S

b. Distribution of Tracive Force


Pada penyelidikan USBR, dihasilkan bahwa gaya seret yang dialami
oleh dasar dan dinding saluran tidak sama besarnya, yaitu tergantung
dengan perbandingan antara lebar dasar B dan dalamnya aliran y dan
kemiringan dinding saluran.
b/y = 4
z = 13

Gambar 6.4. Maksimum unit tractive force dinyatakan dalam


YwS
c. Tractive Force Ratio (K)
Perbandingan antara Tractive Force yang bekerja pada tebing dan
dasar saluran

Gambar 6.5. Distribusi Gaya pada Tebing dan Dasar Saluran


Gaya yang bkerja pada dinding
Drag force = a  s
Berat sendiri = w S sin 

43
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Resultantenya = wSsinφ2  as 2


Dimana :
a = luas efektif dari butir tanah
 s = gaya seret satuan yang bekerja pada dinding saluran
wS = berat butir tanah dalam air
 = sudut miring tebing saluran

Bila gaya resultante ini cukup besar, maka butir tanah-tanah akan
bergerak. Pada saat butir tanah tersebut akan bergerak, maka gaya
resultante tersebut akan sama dengan gaya yang menahannya yang
besarnya = w.S.cos  dikalikan dengan koefisien geseran yang
besarnya sama dengan tan  , dimana  adalah sudut geser dalam.
Persamaan kesetimbangan :
Gaya yang bergerak = gaya yang menahan .

W S cos  tan  = wS sin 2  as 2


wS tan2 
s = cos  tan  1 
a tan2 
Gaya yang bekerja pada dasar saluran
Bila butir tanah terletak pada dasar saluran  = 0

Dengan jalan yang sama seperti di atas didapatkan :


a l = w S tan 
Tractive Force Ratio :

τs tan2 
K=  cos  1 
τ
l
tan2 

Disederhanakan menjadi :

sin2 
K= 1
sin2 
d. Permissible Tractive Force
Gaya seret yang diijinkan (permissible tractive force), adalah gaya
seret satuan maksimum yang tidak menyebabkan erosi dari tanah
bahan dasar saluran. Gaya seret ini ditentukan di laboratorium dan
harga-harga yang diperoleh disebut Critical Tractive Force (gaya seret
kritis).
Pengalaman menunjukkan, bahwa yang tanahnya terdiri dari bahan
yang non cohesive dapat menahan gaya seret yang lebih besar dari
pada gaya seret kritis.

44
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sejumlah bahan-bahan


koloidal dan organis yang terdapat dalam air dan tanah yang bias
memberikan tenaga pengikat.
Besarnya gaya Permissible Tractive Force dipengaruhi :
e. Particle size untuk tanah non cohesive
f. Void ratio untuk tanah-tanah cohesive
g. Plastisity index chemical section
Dalam merencanakan saluran, USBR menganjurkan untuk
menggunakan gaya seret yang diijinkan (Permissible Tractive Force)
adalah sebagai berikut :
 Untuk bahan noncohesive yang kasar harga gaya eret yang diijinkan
(lb/ft2) = 0,4 x diameter (inch) dari suatu butir tanah, dimana 25%
dari material (ukuran berat)mempunyai diameter yang lebih besar dari
diameter tanah tersebut.
 Untuk bahan noncohesive yang halus, diambil diameter butir
berukuran medium atau diameter yang lebih kecil dari diameter butir-
butir, dimana 50% dari material (ukuran beratnya) mempunyai
diameter lebih kecil dari diameter butir tersebut.
 Untuk bahan cohesive dapat dicari dengan mengonvert permissible
velocity menjadi unit tractive force
Gaya seret yang diijinkandiatas khusus untuk saluran lurus sedang
untuk saluran berbelok-belok harga-harga tersebut harus direndahkan
untuk menghindari penggerusn yang lebih besar.
Menurut Lane harus direduksi :
 Untuk saluran yang sedikit belokannya 10%
 Untuk saluran yang mempunyai belokan sedang 25%
 Untuk saluran yang banyak belokannya 40%

Grafik a Grafik b

45
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 6.6. Hubungan antara sudut geser dalam (  ) dengan


ukuran dimensi butir

Gambar 6.7. Hubungan antara diameter rata-rata dan permisible


unit tractive force

46
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Note :
12 inch = 1 ft
1 ft = 0,305 m
1 lb/ft2 = 4,22 kg/cm2

Gambar 6.8. Hubungan antara Void Ratio dan Unit Tractive Force

Prosedur untuk merencanakan saluran dengan memakai metode Gaya


seret (tractive force) :
1. Memilih penampang melintang berdasarkan pengalaman atau tabel-
tabel perencanaan
2. Mengumpulkan contoh material pembentuk tubuh saluran
3. Menetapkan sifat dari material tersebut
4. Dengan menggunakan analisa gaya seret memeriksa penampang yang
memberikan kemungkinan stabilitas yang besar
5. untuk saluran yang terdiri dari bahan noncohesive, pengaruh
menggelindingnya butir-butir tanah harus diperhitungkan sehubungan
dengan pengaruh distribusi gaya.
6. untuk saluran dengan bahan cohesive, pengaruh menggelindingnya
butir-butir bisa diabaikan dan pengaruh distribusi gaya seret saja yang
merupakan kriteria perencanaan
7. Tentukan proporsi penampang dengan mengingat praktis, ekonomis,dll

47
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Contoh perhitungan
Rencanakan saluran dengan penampang trapesium yang mengalirkan
debit sebesar 11,32 m3/det, kemiringan dasar saluran S = 0,0016.
Saluran tersebut digali pada tanah yang mengandung kerikil kasar
1
nonkoloidal dimana 25% dari tanah tersebut mempunyai diameter 1
4
inch (2,95 cm). Koefisien kekasaran Manning = 0,025
Penyelesaian :
Untuk saluran dengan penampang trapesium, gaya seret satuan
maksimum yang bekerja pada tebing saluran biasanya lebih kecil daripada
gaya yang bekerja pada dasar saluran.
Oleh karena itu gaya yang bekerja pada tebing merupakan faktor
pengontrol.
Diambil : miring talud z = 2
b = 5y
Maximum tractive force pada tebing 0,775 wyS :
= 0,775 x 62,4 x 0,0016y
= (0,078y) lb/ft2 = 1,204y kg/m2
Bila dianggap bahwa butir-butir material sangat bulat dengan diameter
1,25 inch didapatkan   33,5
Dengan   33,5 dan z = 2 atau   26,5 didapatkan :

K = 0,587
Untuk diameter butir 1,25 inch maka gaya seret yang diijinkan adalah :
= 0,4 x 1,25
= 0,5 lb/ft2 = 2,4414 kg/m2 (  s)
Gaya seret yang diijinkan pada tebing saluran :
= 0,587 x 0,5
= 0,294 lb/ft2 = 1,436 kg/m2
Untuk kestabilan persamaan (1) = (2), didapatkan :
1,240 y = 1,436
y = 1,15
B = 5y = 5 x 1,15 = 5,75 m
Dengan B dan y diketahui maka bisa dicari :
A = 9,243 m2
R = 0,85 m
n = 0,025
S = 0,0016
Dapat dicari Q berdasarkan rumus Manning :

48
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Q = 13,30 m3/det  Q yang direncanakan

Setelah dicoba-coba diperoleh dimansi penampang seperti ini :


z=2
B = 4,1 y
y = 1,164 m = 3,82 ft
B = 4,773 m
Q = 11,72 m3/det  Q yang direncanakan
Dengan mengambil z yang lain dapat dicari dimensi yang lain
Kontrol dimensi saluran :
z=2
B = 4,1y
Maka gaya seret satuan maksimum pada dasar saluran 0,97 wyS :
= 0,97 x 62,4 x 3,82 x 0,0016 = 0,370 lb/ft2 atau
= 1,807 kg/m2 < 2,4414 kg/m2 (  s ijin)

49
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT BANGUNAN PENGUKUR DAN
PENGATUR
7
7.1. Bangunan Bagi
Bangunan bagi adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu-pintu yang
mengatur dan mengukur air yang mengalir ke berbagai saluran. Terdapat dua
fungsi dari bangunan bagi yaitu sebagai bangunan pengatur dan bangunan
sadap. Air yang mengalir ke berbagai saluran disadap dengan bangunan sadap
berpintu. Bangunan pengatur diperlukan untuk menjaga adanya perubahan-
perubahan muka air di saluran. Sehingga adanya bangunan pengatur diharapkan
dapat dijaga fungsi muka air atau pun debit yang diinginkan yang dapat
dialirkan ke bangunan-bangunan sadap.
Aspek penting dalam perencanaan bangunan bagi adalah kepekaan
terhadap variasi muka air. Guna memenuhi kehilangan energy dan sekaligus
mencegah penggerusan, disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan
sampai ±1,5 m/dt.

7.2. Bangunan Sadap


Bangunan sadap berfungsi sebagai bangunan yang menyadap aliran air di
saluran primer, guna dialirkan ke saluran sekunder (bangunan sadap sekunder)
ataupun yang menyadap aliran air di saluran sekunder guna dialirkan ke saluran
tersier (bangunan sadap tersier).
Bangunan sadap adalah berupa pintu yang dapat berfungsi sebagai
pengatur dan pengukur aliran air. Ada tiga tipe bangunan pintu yang dapat
dipakai untuk bangunan sadap sekunder dan tersier yaitu :
- Alat ukur Romijn
- Alat ukur Crump de Gruyter
- Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang
Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang
akan dilewati air serta besarnya kehilangan tinggi energy yang diijinkan.
Untuk kehilangan energy kecil, alat ukur Romijn dapat dipakai untuk Q±2
3
m /dt (dalam hal ini dapat dipakai dua atau tiga pintu Romijn yang diletakkan
bersebelahan).
Bila tersedia kehilangan tinggi yang memadai, maka alat ukur Crump de
Guyter dapat dipilih. Bangunan ini dapat direncanakan dengan pintu tunggal
atau banyak pintu dengan debit (Q) 0,9 m3/dt untuk setiap pintu. Kapasitas satu
bangunan sadap sekunder Q± 0,250 m3/dt. Di Bangunan sadap tersier yang
paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air di hulu diatur dengan
bangunan pengatur dan jika terdapat masalah dengan kehilangan energy. Bila
kehilangan energy tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak
mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump de Gruyter. Karena
harga antara Qmax/Qmin untuk alat ukur Crump de Gruyter lebih kecil
dibandingkan pintu Romijn.

50
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 7.1 Saluran primer dengan bangunan pengatur dan sadap


ke saluran sekunder

7.3. Bangunan Ukur


Bangunan Ukur adalah bangunan yang dapat digunakan untuk mengukur
aliran yang melewatinya. Pada jaringan irigasi bangunan ukur ini dipasang pada
setiap pangkal saluran tersier dihilir pintu sadap. Pada bangunan bagi, dimana
dihilir bangunan terdapat lebih dari satu saluran sekunder atau primer, hanya

51
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

satu saluran yang tidak dilengkapi dengan bangunan ukur. Selebihnya dipasang
bangunan ukur pada saluran sekunder.
7.3.1 Alat Ukur Ambang Lebar (Board Crested Weir)
Alat ukur ambang lebar ini merupakan alat ukur yang strukturnya berupa
ambang lebar dengan aliran atas (overflow), dan berfungsi sebagai pengukur
debit tetapi tidak dapat berfungsi sebagai pengatur debit. Besarnya debit yang
lewat diukur berdasar tinggi muka air diatas ambang. Agar pengukuran dapat
dilakukan dengan baik, maka aliran nya harus bersifat aliran yang melimpah
sempurna, dimana muka air hilir cukup rendah sehingga kenaikan muka air hilir
tidak mempengaruhi muka air di hulu. Bang
Penggunaan alat ukur ambang lebar dapat ditempatkan di awal saluran
primer, pada titik cabang saluran, dan tepat di pintu sorong pada titik masuk
petak tersier. Rumus debit bangunan ukur ambang lebar adalah sebagai berikut.
Q = 1,76.b.h3/2
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
h = tinggi energy di hulu (m)
b = lebar ambang (m)
Kondisi aliran bangunan ambang lebar diharapkan tidak dalam keadan
tenggelam, yaitu dengan syarat Hhilir<Hhulu. Persamaan debit untuk alat ukur
ambang lebar dengan bagian pengontrol segiempat sangat tergantung besarnya
kecepatan debit Cd.
3/2
Q = Cd.Cv.2/3.

Dimana :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit
Cd = 0,93 + 0,10 H1/L untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 = tinggi energy di hulu (m)
L = panjang mercu (m)
Cv = koefisien kecepatan dating
g = percepatan gravitasi (m2/dt)
bc = lebar mercu (m)
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang ukur (m)

52
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 7.2. Alat ukur ambang lebar

Kelebihan alat ukur ambang lebar adalah :


a. Strukturnya mudah dan kuat
b. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
c. Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
d. Eksploitasi mudah
Kekurangan alat ukur ambang lebar adalah :
a. Bangunan tersebut hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja
b. Aliran tidak boleh tenggelam, agar supaya pengukurannya teliti

7.3.2.Alat Ukur Ambang Tajam (Sharp Crested Weir)


Alat ukur Cipoletti, Thompson, dan Rechbock merupakan alat ukur
ambang tajam.
a) Alat Ukur Cipoletti
Alat ukur Cipoletti dibuat berdasar prinsip aliran melimpah sempurna
lewat ambang tajam dan merupakan modifiasi dari alat ukur fully contracted
sharp crested.
Alat ukur debit ini digunakan untuk mengukur debit pada saluran yang
tidak begitu besar dan umumnya digunakan pada saluran tersier (saluran yang
langsung ke sawah). Alat ini juga sesuai digunakan di daerah pegunungan
dimana tanahnya mempunyai kemiringan yang cukup besar, karena fungsi alat
w2
Guna mengurangi kontraksi tepi, maka cipoletti membuat standar bentuk
alat ukur tersebut yaitu dengan peluap horizontal berbentuk trapezium dengan
kemiringan 1:4, sehingga apabila H naik akan diimbangi dengan bertambahnya
lebar permukaan air. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
Q = 1,86.B.H3/2
Dimana :
Q = debit yang melewati alat cipoletti (m3/dt)
B = lebar ambang (m)
H = tinggi air di atas ambang (m)

53
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Beberapa persyarat khusus yang harus dipenuhi dalam pembuatan alat


ukur Cipoletti agar rumus berlaku sempurna:
1. H tidak boleh lebih dari 60 m.
2. Tebal ambang ≤0,1 H
3. Panjang peluap (B) ≤ 3 H

Gambar 7.3. Alat ukur Cipoletti

Keuntungan alat ukur cipoletti, diantaranya sebagai berikut :


a. Strukturnya sederhana
b. Sedimen terapung dapat lewat dengan mudah
c. Pengukuran debit mudah
Kerugian alat ukur cipoletti
a. Kehilangan tinggi tekan besar
b. Tidak ada pengatur

b) Alat Ukur Thompson


Alat ukur Thonson ini juga didasarkan pada prinsip aliran yang melimpah
sempurna melalui ambang tajam, tipis, berbentuk segitiga siku-siku. Alat ukur
ini umumnya terbuat dari plat besi yang ditanamkan pada pasangan batu.
Dalam penggunannya alat ukur Thomson ini digunakan untuk mengukur
air dengan debit relatif kecil, seperti di saluran yang mengalirkan air ke kebun
tebu dan di laboratorium. Pintu ukur ini sering juga digunakan pada saluran
kuarter atau tersier yang melayani areal kecil. Agar mendapat hasil yang baik,
maka pintu ukur ini harus memenuhi syarat perbandingan besarnya h1, p dan b.
Rumus Thompson yang digunakan adalah :
Q = 4/15.c.b.H.(2.g.H)0.5

54
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 7.3. Alat ukur Thompson

7.4. Alat Ukur Pintu Sorong


Alat ukur pintu sorong adalah alat ukur debit yang berdasarkan
pengukuran dari bukaan pintu. Terdapat dua kondisi pengaliran yang terjadi di
pintu sorong yaitu kondisi tidak tenggelam dan kondisi tenggelam.
7.4.1.Kondisi Tenggelam
Rumus debit yang digunakan untuk bukaan pintu sorong adalah
sebagai berikut :
Q = K . µ . a . b . (2gh1)0,5
Dimana :
Q = debit yang melalui pintu (m3/dt)
K = faktor aliran tenggelam
µ = koefisien debit
a = tinggi bukaan pintu (m)
b = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt²), (≈ 9,8)
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)

55
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Gambar 7.4. Aliran di bawah pintu sorong dengan dasar horizontal

Gambar 7.5. Koefisien K untuk debit tenggelam (dari Schmidt)


Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0,50 ; 0,75
; 1,00 ; 1,25 dan 1,50 m.

7.4.2.Kondisi Tidak Tenggelam


Rumus debit yang digunakan untuk bukaan pintu sorong kondisi
tidak tenggelam adalah sebagai berikut :
Q = K . µ . a . b . (2gz)0,5
Dimana :
Q = debit yang melalui pintu (m3/dt)
a = tinggi bukaan pintu (m)
b = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt²), (≈ 9,8)
z = kehilangan energi pada bukaan (m)
µ = koefisien debit

56
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Untuk bukaan di bawah permukaan dengan kehilangan tingi energi kecil,


µ = 0,80.

Gambar 7.6. Koefisien debit µ masuk permukaan pintu datar atau


lengkung

Kelebihan pintu sorong diantaranya :


- Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.
- Pintu bilas kuat dan sederhana.
- Sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.

Kerugian pintu sorong diantaranya :


- Kebanyakan benda – benda hanyut bisa tersangkut di pintu
- Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika
aliran moduler

57
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

MODUL
versityPENT BANGUNAN PEMBAWA

8
8.1. Bangunan Pembawa untuk Aliran Subkritis
Bangunan pembawa adalah merupakan bagian dari saluran terbuka yang
digunakan untuk membawa air dari bagian hulu ke bagian hilir yang
melintasi bangunan lainnya, misalnya sungai, jalan, dll.
Aliran sub kritis :
Va
Fr =  1,0
g. A / B
Dengan :
Va= kecepatan aliran dalam bangunan
A = luas aliran
B = lebar permukaan air terbuka
Ada beberapa macam bangunan pembawa sesuai fungsi dan tujuan,
diantaranya yaitu:
a) Gorong-gorong
b) Talang
c) Sifon
d) Flume

8.2. Kehilangan energi


Kehilangan energi yang diperhitungkan dalam mendesain bangunan
pembawa tersebut. Ada beberapa prinsip kehilangan energi yang
diperlukan sebagai dasar perhitungan.
a. Kehilangan energi akibat gesekan

V 2 .L 2 g.L V 2
H f  2  2
C .R C .R 2 g
Dimana :
Hf = kehilangan akibat gesekan, m
v = kecepatan dalam bangunan, m/dt
L = panjang bangunan, m
R = jari – jari hidrolis,m (A/P)
A = luas basah, m²
P = keliling basah, m

58
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

C = koefisien Chezy (=k R1/6)


k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt (lihat tabel 5.1)
g = percepatan gravitasi, m/dt² ( 9,8)

b. Kehilangan energi di bagian peralihan


1. Di bagian masuk
(Va  V1 )
H m   m 
2g
2. Di bagian keluar
Sama dengan rumus 1 hanya  m diganti dengan k

c. Kehilangan energi di bagian siku dan tikungan


2
V
H b  K b . a
2g
Koefisien kehilangan energi pada bagian siku dan tikungan.
 Di bagian siku
Tabel 7.1. Harga – harga Kb untuk bagian siku sebagai fungsi
sudut dan potongannya.

POTONGAN SUDUT δ
5° 10° 15° 22.5° 30° 45° 60° 75° 90°
Bulat 0,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,1
Segiempat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,3 0,6 1,0 1,4
 Di bagian tikungan

0.5 1.2
b
koefisien kehilangan di tikungan K

1.0
0.4
b
R 0.8
D
0.3
0.6
faktor koreksi


0.2
0.4

0.1
0.2
0.07

0 0
0 2 4 6 8 10 0 20 40 60 80 100 120
Perbandingan Rb/D sudut tikungan dalam derajat
Gambar 8.1. Harga-harga Kb untuk tikungan 90o pada
saluran tertutup (USBR)

59
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

0.5 1.2

b
koefisien kehilangan di tikungan K
1.0
0.4
b
R 0.8
D
0.3
0.6

faktor koreksi
0.2
0.4

0.1
0.2
0.07

0 0
0 2 4 6 8 10 0 20 40 60
Perbandingan Rb/D sudut tikungan da

Gambar 8.2. Faktor koreksi untuk koefisien kehilangan di


tikungan pada saluran tertutup

8.3. Gorong –gorong


Gorong-gorong merupakan suatu bangunan yang direncanakan jika
saluran irigasi tersebut berada di bawah jalan. Panjang gorong-gorong
tergantung dari panjang jalan yang dilintasinya
a. L <20 m

Q  . A. 2 gz
Dimana:
 = koefisien debit
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong
Tabel 7.2. Harga – harga  dalam gorong – gorong pendek
Tinggi dasar di Tinggi dasar di bangunan lebih
bangunan sama tinggi
dengan di saluran daripada di saluran
Sisi  Ambang Sisi 
Segi empat 0,80 Segi empat segi empat 0,72

Bulat 0,90 Bulat segi empat 0,76

Bulat bulat 0,85

b. L>20 m
Jika gorong-gorong mempunyai panjang > 20 m, maka prinsip
kehilangan energy diperhitungkan

60
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

 Kehilangan energi akibat gesekan

V 2 .L 2 g.L V 2
H f  2  2
C .R C .R 2 g
Dengan :
L = panjang bangunan
C = Kosfisien Chezy = K.R1/6
K = Koef kekasaran strikler lihat table 5.1. ( KP -04)
Contoh untk baja beton = 76 , baja = 80 , pasangan batu 60
 Kehilangan energi di bagian peralihan
1. Di bagian masuk
(Va  V1 )
H m   m 
2g
2. Di bagian keluar
Sama dengan rumus 1 hanya  m diganti dengan  k

Gambar 7.4. Potongan Melintang Gorong-gorong

61
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

8.4. Talang
Talang digunakan kalau saluran irigasi harus
melintasi sungai, saluran pembuang alami,
lembah atau cekungan. Bagian atas talang
seringkali juga dimanfaatkan untuk lalu
lintas, sehingga talang sering terkesan
sebagai jembatan. Talang harus dilengkapi
dengan pintu penguras samping untuk
mengalirkan air pada waktu talang diperbaiki.
Kondisi aliran ada talang subkritis dengan
nilai Fr<0,7. Gambar 7.1. Talang
Kehilangan energy yang diperhitungkan untuk desain talang, yaitu :
 Kehilangan energi akibat gesekan

V 2 .L 2 g.L V 2
H f  
C 2 .R C 2 .R 2 g
Dengan :
L = panjang bangunan
C = Kosfisien Chezy= K.R1/6
Dengan :
K = Koef kekasaran strikler
Contoh untuk beton = 76 , baja = 80
 Kehilangan energi di bagian peralihan
1. Di bagian masuk
(Va  V1 )
H m   m 
2g
2. Di bagian keluar
Sama dengan rumus 1 hanya  m diganti dengan k
Total kehilangan tinggi muka air di talang (Δh) dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Δh = h1 + h2 + h3
dimana :
h1 = kehilangan tinggi muka air di bagian masuk (m)
h2 = kehilangan tinggi muka air di sepanjang talang (m)
= L2 x S2
h3 = kehilangan tinggi muka air di bagian keluar (m)

Pada talang harus diperhitungkan panjang talang itu sendiri dan panjang
bagian peralihan.

62
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

 Panjang Talang
Panjang talang atau panjang box talang satu ruas untuk membuat
standarisasi penulangan beton maka dibuat konstruksi maksimum
10 m dan minimum 3 m dan disesuaikan dengan lebar sungai yang
dilintasinya.
 Panjang Peralihan (L1)
Panjang peralihan adalah panjang transisi antara saluran dengan
box talang. Panjang saluran transisi ditentukan oleh sudut antara
12o30’ – 25o garis as.

B b

Gambar 8.5. Panjang Saluran Transisi

Panjang peralihan atau transisi dihitung dengan rumus sebagai


berikut :
B b
L  cotg 
1 2
dimana :
B = lebar permukaan air di saluran
b = lebar permukaan air di bagian talang
L = panjang peralihan atau transisi antara talang dengan
saluran
 = sudut antara garis as talang dengan garis pertemuan
permukaan air

63
lindungan talut lindungan dasar
jalan inspeksi
dari pasangan dari pasangan
batu batu kosong
Perencanaan Jaringan Irigasi

bagian penerus

64
denah

peralihan masuk 5 bentang dalam beton bertulang yang dicor ditempat peralihan keluar

kisi - kisi
penyaring
tumpuan dan pilar
dari pasangan batu
Brawijaya University

potongan memanjang
2014
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

8.5. Sipon
Sipon digunakan kalau saluran irigasi harus melintasi sungai, saluran
pembuang alami, lembah, jalan atau cekungan dimana aliran dialirkan
lewat bawah sungai, saluran pembuang alami, lembah, jalan atau
cekungan. Dengan demikian sipon merupakan saluran tertutup dan
berlaku ketentuan aliran melalui pipa. Dengan demikian pembangunan
sipon harus dikerjakan dengan baik, karena adanya tinggi tekan dibagian
bawah dan kemungkinan terjadinya kebocoran cukup tinggi. Pencegahan
terjadinya sampah masuk kedalam sipon harus lebih diperhatikan, karena
kalau sampai terjadi penyumbatan, penanganannya lebih sulit.
Kalau sungai yang akan dilintasi oleh sipon cukup dalam, maka tinggi
tekanan pada bagian bawah sipon juga cukup tinggi. Untuk itu pada
bagian tengah sipon tidak dilewatkan dibawah sungai, tapi dibuatkan
bangunan pendukung, sehingga seperti jembatan. Jembatan sipon ini
sering juga diberi nama talang sipon.

Gambar 8.7. Sipon Metro Kepanjen Malang


Kehilangan energy yang diperhitungkan untuk desain talang, yaitu :
 Kehilangan energi akibat gesekan

V 2 .L 2 g.L V 2
H f  
C 2 .R C 2 .R 2 g
Dengan :
L = panjang bangunan

65
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

C = Kosfisien Chezy= K.R1/6


Dengan :
K = Koef kekasaran strikler
Contoh untuk beton = 76 , baja = 80
 Kehilangan energi di bagian peralihan
1. Di bagian masuk
(Va  V1 )
H m   m 
2g
2. Di bagian keluar
Sama dengan rumus 1 hanya  m diganti dengan k
 Kehilangan energi di bagian siku dan tikungan
2
V
H b  K b . a
2g
 Kehilangan energi pada bagian kisi-kisi penyaring.

v2
hf =c
2g
4/3
s
c =   sin 
b 
Keterangan :
V = kecepatan melalui kisi-kisi
C = koefisien berdasarkan :
  factor bentuk (2,4 untuk segi empat, dan 1,8 untuk jeruji
bulat)
s = tebal jeruji
b = jarak bersih antar jeruji
  sudut kemiringan dari bidang horisontal

Gambar 8.8. Kisi-kisi Penyaring

66
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

Total kehilangan tinggi muka air di sifon (Δh) dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Δh = h1 + h2 + h3 + h4 + h5
dimana :
h1 = kehilangan tinggi muka air di bagian masuk (m)
h2 = kehilangan tinggi muka air di sepanjang talang (m)
= L2 x S2
h3 = kehilangan tinggi muka air di bagian keluar (m)
h4 = kehilangan tinggi muka air di bagian siku dan tikungan (m)
h5 = kehilangan tinggi muka air pada kisi penyaring (m)

67
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

68
Perencanaan Jaringan Irigasi Brawijaya University 2014

69

Anda mungkin juga menyukai