Standar Asuhan Keperawatan TB Paru
Standar Asuhan Keperawatan TB Paru
TB PARU
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki,
2012).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2009).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kumanMyobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama
selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Klasifikasi
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan Penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa
suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat
di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen
superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)
b). Pemeriksaan laboratorium
(1). Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al
Sagaff. 1995. Hal 91)
(2). Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat
pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.
(DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal
447, th 1996)
(3). Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang
diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5
TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi
antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan
diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan.
8. Penatalaksanaan Medik
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
3 Perubahan pola napas Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
hiperventilasi paru keperawatan selama 1x24 Respiratory Monitoring :
jam pola nafas adekuat. a. Monitor rata – rata,
Kriteria Hasil: kedalaman, irama dan usaha
Nursing outcomes respirasi.
classification (NOC) b. Catat pergerakan dada,amati
: Respiratory Status kesimetrisan, penggunaan otot
a. Peningkatan ventilasi tambahan, retraksi otot
dan oksigenasi yang supraclavicular dan intercostal.
adekuat c. Monitor pola nafas :
b. Bebas dari tanda tanda bradipena, takipenia,
distress pernafasan kussmaul, hiperventilasi,
c. Suara nafas yang cheyne stokes.
bersih, tidak ada d. Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu area penurunan / tidak adanya
(mampu mengeluarkan ventilasi dan suara tambahan.
sputum, mampu
bernafas dengan Oxygen Therapy :
mudah, tidak ada a. Auskultasi bunyi nafas, catat
pursed lips) adanya crakles.
d. Tanda tanda vital b. Ajarkan klien nafas dalam.
dalam rentang normal c. Atur posisi senyaman
mungkin.
d. Batasi untuk beraktivitas.
b. Kolaborasi pemberian oksigen.
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
penurunan suplai O2 dan keperawatan selama 3x24 Circulatory Care :
nutrisi ke jaringan sekunder. jam perfusi jaringan a. Lakukan penilaian secara
adekuat. komprehensif fungsi sirkulasi
Kriteria Hasil: periper. (cek nadi
Nursing outcomes priper,oedema, kapiler refil,
classification (NOC) : temperatur ekstremitas).
Circulation Status b. Kaji nyeri.
a. Membran mukosa c. Inspeksi kulit dan Palpasi
merah muda anggota badan.
b. Conjunctiva tidak d. Atur posisi klien, ekstremitas
anemis bawah lebih rendah untuk
c. Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
d. TTV dalam batas e. Monitor status cairan intake
normal. dan output.
b. Tidak ada edema f. Evaluasi nadi, oedema.
g. Berikan therapi antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
keletihan anemia, retensi keperawatan selama 3x24 Activity therapy :
produk sampah dan prosedur jam Intoleransi aktivitas a. Monitor respon fisik, social
dialysis. dapat teratasi. dan spiritual.
Kriteria Hasil: b. Bantu klien untuk
Nursing outcomes mendapatkan alat bantuan
classification (NOC) : aktivitas seperti kursi roda,
Circulation Status krek.
a. Mampu melakukan c. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas sehari-hari aktivitas yang disukai.
secara mandiri. d. Bantu klien/ keluarga untuk
b. Tanda-tanda vital mengidentifikasi kekurangan
normal dalam beraktivitas.
c. Mampu berpindah e. Bantu klien untuk
dengan atau tanpa mengembangkan motivasi diri
bantuan alat. dan penguatan.
d. Sirkulasi status baik. b. 6. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencakan program
terapi yang tepat.
6 Resiko Kerusakan Tujuan: Nursing intervensi classification
intregritas kulit Setelah dilakukan asuhan (NIC)
berhubungan dengan efek keperawatan selama 3x24 Skin surveilance :
uremia dan neuropati jam Resiko Kerusakan a. Monitor adanya tanda – tanda
perifer. intregritas kulit tidak kerusakan integritas kulit.
terjadi. b. Monitor warna kulit.
Kriteria Hasil: c. Monitor temperatur
d. Catat adanya perubahan kulit
Nursing outcomes dan membran mukosa.
classification (NOC) : e. Ganti posisi dengan sering.
Circulation Status b. Anjurkan intake dengan kalori
a. Temperatur jaringan dan protein yang adekuat
dalam rentang normal.
b. Elastisitas dan
kelembaban dalam
rentang rentang
normaal.
c. Pigmentasi dalam
rentang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika