Anda di halaman 1dari 21

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

TB PARU

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki,
2012).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2009).

2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kumanMyobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama
selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3. Klasifikasi
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4. Patofisiologi & Pathway


Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan
tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut
sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakankompleks
Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway

5. Tanda & gejala


1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning
2. Gejala
a. Demam Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi
kuman TBC yang masuk.
b. Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus. c. Sesak Nafas Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri Dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis) e. Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada
nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan
keringat malam.

6. Komplikasi

 Kerusakan jaringan paru yang masif


 Gagal napas
 Fistula bronkopleural
 Pneumotoraks
 Efusi Pleura
 Pneumonia
 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

7. Pemeriksaan Penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa
suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat
di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen
superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)
b). Pemeriksaan laboratorium
(1). Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al
Sagaff. 1995. Hal 91)
(2). Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat
pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.
(DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal
447, th 1996)
(3). Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang
diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5
TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi
antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan
diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan.

8. Penatalaksanaan Medik
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 ablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.
 Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
 Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
A. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2. Diagnosa & Rencana Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Ketidakmampuan ginjal
mengsekresi air dan natrium.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan
diit dan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
f. Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

Rencanan Asuhan Keperawatan


NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Nursing intervensi classification
Definisi : Retensi cairan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
isotomik meningkat keperawatan selama 3x24 Fluid Management :
jam volume cairan a. Kaji status cairan ; timbang
Batasan karakteristik : seimbang. berat badan,keseimbangan
a. Berat badan meningkat masukan dan haluaran, turgor
pada waktu yang singkat Kriteria Hasil: kulit dan adanya edema.
b. Asupan berlebihan Nursing outcomes b. Batasi masukan cairan.
dibanding output classification (NOC) : c. Identifikasi sumber potensial
c. Tekanan darah berubah, Fluid Balance cairan.
tekanan arteri pulmonalis a. Terbebas dari edema, d. Jelaskan pada klien dan
berubah, peningkatan efusi, anasarka keluarga rasional pembatasan
CVP b. Bunyi nafas cairan.
d. Distensi vena jugularis bersih,tidak adanya e. Kolaborasi pemberian cairan
e. Perubahan pada pola dipsnea sesuai terapi.
nafas, dyspnoe/sesak c. Memilihara tekanan
nafas, orthopnoe, suara vena sentral, tekanan Hemodialysis therapy :
nafas abnormal (Rales kapiler paru, output a. Ambil sampel darah dan
atau crakles), jantung dan vital sign meninjau kimia darah
kongestikemacetan paru, normal. (misalnya BUN, kreatinin,
pleural effusion natrium, pottasium, tingkat
f. Hb dan hematokrit phospor) sebelum perawatan
menurun, perubahan untuk mengevaluasi respon
elektrolit, khususnya thdp terapi.
perubahan berat jenis b. Rekam tanda vital: berat
g. Suara jantung SIII badan, denyut nadi,
h. Reflek hepatojugular pernapasan, dan tekanan darah
positif untuk mengevaluasi respon
i. Oliguria, azotemia terhadap terapi.
j. Perubahan status mental, c. Sesuaikan tekanan filtrasi
kegelisahan, kecemasan untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih
Faktor-faktor yang di tubuh klien.
berhubungan : b. Bekerja secara kolaboratif
a. Mekanisme pengaturan dengan klien untuk
melemah menyesuaikan panjang dialisis,
b. Asupan cairan berlebihan peraturan diet, keterbatasan
c. Asupan natrium cairan dan obat-obatan untuk
berlebihan mengatur cairan dan elektrolit
pergeseran antara pengobatan.
2 Gangguan nutrisi kurang Tujuan: Nursing intervensi classification
dari kebutuhan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
Definisi : Intake nutrisi tidak keperawatan selama 3x24 Nutritional Management :
cukup untuk keperluan jam nutrisi seimbang dan a. Monitor adanya mual dan
metabolisme tubuh. adekuat. muntah
Kriteria Hasil: b. Monitor adanya kehilangan
Batasan karakteristik : Nursing outcomes berat badan dan perubahan
a. Berat badan 20 % atau classification (NOC) status nutrisi.
lebih di bawah ideal : Nutritional Status c. Monitor albumin, total protein,
b. Dilaporkan adanya a. Nafsu makan hemoglobin, dan hematocrit
intake makanan yang meningkat level yang menindikasikan
kurang dari RDA b. Tidak terjadi status nutrisi dan untuk
(Recomended Daily penurunan BB perencanaan treatment
Allowance) c. Masukan nutrisi selanjutnya.
c. Membran mukosa dan adekuat d. Monitor intake nutrisi dan
konjungtiva pucat d. Menghabiskan porsi kalori klien.
d. Kelemahan otot yang makan e. Berikan makanan sedikit tapi
digunakan untuk e. Hasil lab normal sering.
menelan/mengunyah (albumin, kalium) f. Berikan perawatan mulut
e. Luka, inflamasi pada sering.
rongga mulut g. Kolaborasi dengan ahli gizi
f. Mudah merasa kenyang, dalam pemberian diet sesuai
sesaat setelah terapi.
mengunyah makanan
g. Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan
h. Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
i. Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
j. Miskonsepsi
k. Kehilangan BB dengan
makanan cukup
l. Keengganan untuk
makan
m. Kram pada abdomen
n. Tonus otot jelek
o. Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
p. Kurang berminat
terhadap makanan
q. Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh
r. Diare dan atau
steatorrhea
s. Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
t. Suara usus hiperaktif
u. Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
3 Perubahan pola napas Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
hiperventilasi paru keperawatan selama 1x24 Respiratory Monitoring :
jam pola nafas adekuat. a. Monitor rata – rata,
Kriteria Hasil: kedalaman, irama dan usaha
Nursing outcomes respirasi.
classification (NOC) b. Catat pergerakan dada,amati
: Respiratory Status kesimetrisan, penggunaan otot
a. Peningkatan ventilasi tambahan, retraksi otot
dan oksigenasi yang supraclavicular dan intercostal.
adekuat c. Monitor pola nafas :
b. Bebas dari tanda tanda bradipena, takipenia,
distress pernafasan kussmaul, hiperventilasi,
c. Suara nafas yang cheyne stokes.
bersih, tidak ada d. Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu area penurunan / tidak adanya
(mampu mengeluarkan ventilasi dan suara tambahan.
sputum, mampu
bernafas dengan Oxygen Therapy :
mudah, tidak ada a. Auskultasi bunyi nafas, catat
pursed lips) adanya crakles.
d. Tanda tanda vital b. Ajarkan klien nafas dalam.
dalam rentang normal c. Atur posisi senyaman
mungkin.
d. Batasi untuk beraktivitas.
b. Kolaborasi pemberian oksigen.
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
penurunan suplai O2 dan keperawatan selama 3x24 Circulatory Care :
nutrisi ke jaringan sekunder. jam perfusi jaringan a. Lakukan penilaian secara
adekuat. komprehensif fungsi sirkulasi
Kriteria Hasil: periper. (cek nadi
Nursing outcomes priper,oedema, kapiler refil,
classification (NOC) : temperatur ekstremitas).
Circulation Status b. Kaji nyeri.
a. Membran mukosa c. Inspeksi kulit dan Palpasi
merah muda anggota badan.
b. Conjunctiva tidak d. Atur posisi klien, ekstremitas
anemis bawah lebih rendah untuk
c. Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
d. TTV dalam batas e. Monitor status cairan intake
normal. dan output.
b. Tidak ada edema f. Evaluasi nadi, oedema.
g. Berikan therapi antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas Tujuan: Nursing intervensi classification
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (NIC)
keletihan anemia, retensi keperawatan selama 3x24 Activity therapy :
produk sampah dan prosedur jam Intoleransi aktivitas a. Monitor respon fisik, social
dialysis. dapat teratasi. dan spiritual.
Kriteria Hasil: b. Bantu klien untuk
Nursing outcomes mendapatkan alat bantuan
classification (NOC) : aktivitas seperti kursi roda,
Circulation Status krek.
a. Mampu melakukan c. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas sehari-hari aktivitas yang disukai.
secara mandiri. d. Bantu klien/ keluarga untuk
b. Tanda-tanda vital mengidentifikasi kekurangan
normal dalam beraktivitas.
c. Mampu berpindah e. Bantu klien untuk
dengan atau tanpa mengembangkan motivasi diri
bantuan alat. dan penguatan.
d. Sirkulasi status baik. b. 6. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencakan program
terapi yang tepat.
6 Resiko Kerusakan Tujuan: Nursing intervensi classification
intregritas kulit Setelah dilakukan asuhan (NIC)
berhubungan dengan efek keperawatan selama 3x24 Skin surveilance :
uremia dan neuropati jam Resiko Kerusakan a. Monitor adanya tanda – tanda
perifer. intregritas kulit tidak kerusakan integritas kulit.
terjadi. b. Monitor warna kulit.
Kriteria Hasil: c. Monitor temperatur
d. Catat adanya perubahan kulit
Nursing outcomes dan membran mukosa.
classification (NOC) : e. Ganti posisi dengan sering.
Circulation Status b. Anjurkan intake dengan kalori
a. Temperatur jaringan dan protein yang adekuat
dalam rentang normal.
b. Elastisitas dan
kelembaban dalam
rentang rentang
normaal.
c. Pigmentasi dalam
rentang normal.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai