Anda di halaman 1dari 8

PELAKSANAANTANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR)

MELALUI WAQAF TERKAIT DENGAN HUKUM NOMOR 41 TAHUN 2004


TENTANG WAQAF

Latar Belakang Masalah

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya
untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi juga untuk pembangunan
ekonomi dan sosial regional secara holistik, terlembagakan, dan berkelanjutan. Dilihat dari
perspektif pengembangan yang lebih luas, CSR mengacu pada kontribusi perusahaan terhadap
konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pengembangan sesuai dengan kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang.
Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) akan dapat terus menjadi bagian
integral dari manajemen perusahaan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf dapat menjadi salah satu alternatif yang tepat bagi perusahaan untuk
mengembangkan konsep CSR melalui manajemen wakaf. Wakaf pada dasarnya merupakan salah
satu bentuk philantropi yang berasal dari hukum Islam. Ia memiliki karakteristik terpisah yang
membedakannya dengan bentuk philantropi lainnya. Karakteristik wakaf dapat memberikan
jaminan hukum bagi benda-benda wakaf yang dapat digunakan untuk mengembangkan program-
program amal kebajikan yang bersifat berkelanjutan, dan tidak tetap amal atau kegiatan amal
sesaat. Penelitian ini membahas bagaimana implementasi konsep CSR melalui wakaf
Berdasarkan undang-undang No. 41 2004, dan bagaimana posisi perusahaan secara hukum
dalam manajemen wakaf.
Dalam ekonomi Islam, distribusi ke kesejahteraan publik bisa melalui lembaga zakat,
infaq, dan wakaf (waqf). Menurut Hoexter (2003), dari berbagai bentuk Islam filantropi, yaitu
amal, sedekah, dan wakaf, hanya wakaf menjadi lembaga hukum saja sepenuhnya
dikembangkan. Di antara institusi sosial dalam Islam, sepanjang sejarah Islam, Warisan memiliki
peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya
komunitas Islam. Dalam Realitas, lembaga-lembaga amal memiliki banyak menjalankan
sebagian besar tugas pemerintah (Departemen Agama Republik Indonesia, 2008: 10)
Pengembangan aturan hukum tentang endowmen di Indonesia mengalami perubahan
signifikan sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam
Pasal 16 ayat (1) UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf menyatakan bahwa properti wakaf terdiri
dari barang tidak bergerak dan bergerak. Selanjutnya, pada ayat (2) selanjutnya menyebutkan itu
Tidak dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: hak atas tanah
sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku baik yang sudah terdaftar, bangunan atau
bagian dari bangunan yang berdiri di atas tanah dan tanaman, dan benda lain yang berkaitan
dengan tanah, hak milik atas unit apartemen sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku, tidak dapat dipindahkan lainnya benda sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
yang berlaku. Sementara definisinya dari objek yang bergerak dalam Pasal 16 ayat (3) dari
Undang-Undang Waqf yang disebutkan adalah properti itu tidak dapat dibuang karena
dikonsumsi, yang termasuk uang tunai, logam mulia, sekuritas, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, sewa, objek bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariat dan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan di atas, makalah ini bertujuan untuk Mengetahui dan memahami
implementasi konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan melalui Wakaf terkait dengan UU No.
41 tahun 2004 tentang Wakaf, dan Mengetahui dan memahami posisi hukum perusahaan dalam
pengelolaan wakaf, terutama dalam pelaksanaannya Program CSR.

Rumusan Masalah
Berdasarkan dari urain di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah waqaf dapat menjadi salah satu alternativ yang tepat bagi perusahaan untuk
mengembangkan konsep CSR melalui manajemen waqaf?
2. Apakah waqaf merupakan salah satu bentuk philantropi yang berasal dari hukum islam?
3. Apakah CSR tidak hanya berkomitmen untuk meningkatkan keuntungan perusahaan
secara finansial?
Metodologi

1. Wakaf dan Keadilan Ekonomi

Wakaf adalah salah satu bentuk distribusi pengembangan ekonomi potensial. Zarqa
(1986: 183) berpendapat bahwa Wakaf mentransfer kekayaan dari kepemilikan pribadi ke
kepemilikan kolektif sosial yang menguntungkan. Distribusi kekayaan melalui endowmen dapat
digunakan untuk melakukan berbagai ekonomi kegiatan dan kegiatan sosial sehingga distribusi
kesejahteraan ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat luas dan tidak bergantung pada
kelompok tertentu.
Menurut Holme and Watss (2006) dalam sebuah buku yang ditulis oleh Hadi (2011: 46),
Corporate social tanggung jawab adalah komitmen berkelanjutan oleh bisnis untuk berperilaku
secara etis dan berkontribusi pembangunan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup tenaga
kerja dan keluarga mereka baik dari komunitas lokal dan masyarakat luas. Dari sudut pandang
ekonom, Flaherty (1999) dalam buku yang ditulis oleh Hadi (2011: 47), mengatakan bahwa
masalah sosial perusahaan tanggung jawab adalah materi distribusi biaya yang tidak hanya
mencakup uang tetapi juga biaya manusia atau biaya sosial.
Prinsip-prinsip Islam mencakup semua aspek kehidupan seorang Muslim, serta ekonomi
dan keuangan Praktek-praktek juga harus merupakan implementasi dari prinsip-prinsip Islam.
Islam mengizinkan pengembangan kekayaan, tetapi dengan cara yang tidak merugikan
kepentingan sosial. Ekonomi yang sukses manfaat aktivitas adalah sesuatu yang harus dicapai,
tetapi sesuai dengan Islam prinsip, keuntungan itu juga digunakan untuk memperbaiki kondisi
dan kesejahteraan orang lain.
Teori kepentingan dikaitkan dengan hukum waqf, kemudian demi kepentingan para pihak
Penghargaan yang diakui, dan menentukan batas-batas kepentingan masing-masing sehingga ada
tidak ada benturan atau konflik kepentingan. Misalnya dalam wakaf, Nazhir bertugas mengelola
Properti waqf mungkin tidak menarik keuntungan bagi dirinya sendiri sehingga bertentangan
dengan kepentingan wakaf tujuan Ditujukan pada mauquf 'alaih (penerima waqf). Sikap Nazhir
yang tidak mementingkan diri sendiri karakteristik keyakinan dalam Wakaf.
2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Perusahaan seperti individu yang melakukan aktivitas di masyarakat. Dalam kegiatan


bisnis, perusahaan akan berinteraksi di banyak sisi. Interaksi ini menghasilkan konsekuensi
hukum dan sosial kewajiban (Koh & Yeo, 2000: 200). Namun, tidak seperti individu pada
umumnya, perusahaan melakukannya tidak tinggal dalam lingkup pribadi mereka sendiri dan
melakukan kegiatan bisnisnya melalui individu dan agen swasta. Agen-agen ini biasanya adalah
direktur dan personelnya. Itu perusahaan itu sendiri tidak memiliki kewajiban moral dan
konsekuensi sosialnya sendiri, dan harus mengembangkan manajemen yang harus mereka
penuhi. Penggunaan agen dari semua komponen aktivitas dari perusahaan ini yang menimbulkan
masalah tanggung jawab dan tanggung jawab sosial perusahaan. World Business Council for
Sustainable Development mendefinisikan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai komitmen
berkelanjutan di antara bisnis untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap ekonomi
pembangunan sambil meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarga mereka juga
komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan. CSR Forum mendefinisikan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka dan
berdasarkan nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi menghormati karyawan, komunitas, dan
lingkungan.
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang untuk masalah
tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk bisa untuk menciptakan lingkungan yang lebih
baik. Di sini perlu dibedakan antara Corporate Social Program tanggung jawab dengan kegiatan
amal. Kegiatan amal hanya berlangsung satu kali atau untuk sementara dan biasanya
meningkatkan ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara itu, Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan adalah program berkelanjutan dan bertujuan untuk menciptakan kemandirian
public.

3. CSR Menurut Hukum Positif di Indonesia

Ketentuan mengenai CSR berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Hukum Perusahaan) secara khusus ditetapkan dalam Bab V, Pasal 74 ayat (1), (2), (3), dan (4).
Definisi dalam Pasal 1 ayat 3 UU Perusahaan Sosial dan Lingkungan .
Tanggung jawab adalah komitmen Perusahaan untuk berpartisipasi dalam ekonomi
berkelanjutan pengembangan untuk meningkatkan kualitas hidup dan manfaat lingkungan
Perusahaan itu sendiri, lokal komunitas, dan masyarakat pada umumnya. Kemudian dalam Pasal
74 UU Perusahaan menetapkan bahwa Perusahaan telah berkecimpung dalam bisnis di lapangan
dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam yang diperlukan melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan. Kewajiban Perusahaan dianggarkan dan dicatat sebagai biaya
Perusahaan yang dilakukan dengan memperhatikan untuk kesopanan dan keadilan. Perusahaan
yang tidak melaksanakan kewajiban yang dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam penjelasan disebutkan itu Pasal 74 bertujuan untuk
tetap menciptakan hubungan Perusahaan yang harmonis, seimbang, dan dalam sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

4. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
(penelitian hukum). Hukum Normatif Penelitian (penelitian hukum) dilakukan oleh (1)
pendekatan legislasi dan (2) pendekatan untuk konsep keadilan menurut hukum Islam. Penelitian
hukum normatif dengan pendekatan hukum dilakukan dengan inventarisasi undang-undang yang
berlaku dan mengikat terkait dengan wakaf. Perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan
endowment yang dimaksud adalah: Ketentuan UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159, Tambahan Kepada Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4459), Peraturan Pemerintah No. 42 tentang 2006 tentang
Implementasi UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia)
Indonesia tahun 2006 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4667). Penelitian ini dilakukan dengan penelitian pustaka yang dilakukan untuk mengetahui
pelaksanaannya CSR melalui wakaf di Indonesia. Data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data sekunder digunakan dalam bentuk bahan hukum primer, hukum sekunder, dan
tersier bahan hukum.
Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan CSR melalui Wakaf

Menurut Rivai dalam sebuah buku yang ditulis oleh Suharto (2010: 101), CSR dalam
kerangka Islam termasuk serangkaian kegiatan bisnis dalam berbagai bentuk. Meski jumlahnya
tidak terbatas kepemilikan barang, jasa, dan laba, tetapi cara memperoleh dan menggunakan
properti, dibatasi oleh aturan halal dan haram yang sesuai syariah. CSR Islami bertujuan untuk
menciptakan kebajikan bukan melalui kegiatan yang riba, tetapi dalam bentuk zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf (Suharto, 2010: 101 ) Eri Sudewo menyatakan bahwa Ada beberapa
pendekatan yang dapat diterapkan dalam CSR Islam :, Pertama: Investasi ZISWAF (zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf) di mana penunjukan disesuaikan untuk karakteristik penerima dan kondisi
masyarakat (Suharto, 2010: 102). Sebagai contoh infaq diberikan kepada kelompok yang
membutuhkan (yang miskin lemah) yang tidak bisa dicoba, sementara amal dan wakaf yang
diberikan kepada orang miskin (mustadhafin atau kelompok miskin) untuk produktif .
Aktivitas ekonomi. kedua; Sistem Qardhul Hasan, yaitu program modal yang dibayar dengan
angsuran tanpa tambahan dan bertujuan untuk kemerdekaan. Ketiga; Sistem Berbagi yang bisa
diterapkan pada kelompok ekonomi yang memberi manfaat, tetapi seluruh hasil ditujukan
Pemberdayaan.
Wakaf pada dasarnya merupakan bentuk filantropi yang berasal dari lembaga hukum
Islam, ia memiliki sifatnya karakteristik sendiri yang membedakan dengan bentuk philantropi
lainnya. Karakteristik wakaf bisa memberikan jaminan perlindungan hukum untuk benda-benda
wakaf yang dapat digunakan untuk berkembang program yang merupakan perbuatan baik
berkelanjutan dan bukan hanya amal atau amal dalam waktu singkat.
Kegiatan CSR adalah bagian penting dari peran dan tanggung jawab perusahaan. kedua
secara internal dan eksternal. Kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung terus-menerus dan
berkelanjutan, yang diharapkan akan terjadi terus ada sebagai bagian integral dari manajemen
perusahaan. Dibutuhkan jaminan dan program pendanaan yang tetap dan terukur yang
berkelanjutan dan terencana dengan baik. Melalui ini manajemen endowmen, bentuk kegiatan
CSR dapat disinergikan dengan pengembangan.
.

2. Posisi Perusahaan dalam pelaksanaan CSR Melalui Wakaf.

Dalam pandangan Islam, Corporate Social Responsibility (CSR) mengacu pada praktik bisnis
yang ada tanggung jawab etis dalam Islam. Norma-norma perusahaan Islam yang dicirikan oleh
komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial dalam praktik bisnisnya (Suharto, 2010: 101).
Sebagai contoh, implementasi implementasi CSR dibingkai dalam perlindungan hukum melalui
endowmen telah berhasil dilaksanakan oleh Corportion Johor Malaysia. Melalui perjanjian
perjanjian antara JCorp dan Dewan Negara Islam Johor (MAIJ) pada 4 Desember, 2000, MAIJ
setuju untuk melantik WANCorp untuk menjalankan kekuasaan sebagai Nazir menurut Wakaf
Enakmen 1983 di Johor. Perjanjian ini juga memungkinkan JCorp untuk terus menyumbangkan
saham yang dimiliki oleh PT kaedah yang memiliki reputasi baik. Karakteristik utama dari wakaf
perusahaan JCorp terletak pada pemeliharaan properti yang berbagi JCorp terkemuka yang
terdaftar sebagai waqf dengan MAIJ di atas nama WANCorp. Seperti Nazhir, WANCorp akan
bertanggung jawab mengelola semua hal yang berkaitan dengan saham dan sekaligus
mendistribusikan manfaat sebagaimana tercantum dalam menjanjikan wakaf (Borham, 2011).
Menurut analisis peneliti, berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, Posisi
Perseroan Terbatas dalam manajemen CSR melalui hibah dapat berupa:
1. Wakif; yaitu mereka yang menyumbangkan benda-benda wakaf untuk tujuan tertentu yang
ditetapkan dalam akta endowmen. Company Limited sebagai Wakif dapat mendefinisikan wakaf
gol mereka sendiri mereka melakukannya. Dalam hal ini, Perusahaan dapat mensinergikan
tujuan wakaf dengan program CSR mereka sejalan dengan ketentuan UU Wakaf.
2. Nazhir: sebagai manajer dan supervisor aset wakaf menjadi produktif untuk mendanai
kegiatan tujuan amal. Melalui pola manajemen perusahaan, aset endowmen dikelola secara
profesional dalam standar spesifik yang ditetapkan dalam manajemen internal perusahaan serta
standar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Mitra Kerjasama: Perusahaan dapat menjadi mitra bagi pihak-pihak yang berkepentingan di
administrasi wakaf, baik dalam bentuk bagian kerjasama pengelolaan waqf sendiri untuk
meningkatkan aset endowmen, dan bimbingan-konseling dalam melaksanakan endowment itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai