Anda di halaman 1dari 24

KASUS 5

Gagal Ginjal Kronik


A. CASE
Ny. B seorang janda 86 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dia lakukan setiap 2
minggu sekali, saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat: klien
mengeluh capek dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuhnya, kadang-
kadang suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan
kemerahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil: BB 56 kg, TB 152 cm, BP 160/100 mmHg, HR 96x/menit, RR 24x/menit, lab: Hb
8.00 gr%, ureum 312, kreatinin 3.1. Ny B mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia
telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu.
Saat akan dilakukan HD Ny B mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa
benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti hidupnya
tergantung pada dialysis.
Terapi: direncanakan transfuse WB 2 labu, diet rendah garam, rendah protein dan rendah kolesterol.

B. CLARIFYING UNFAMILIAR TERMS


1. Tremor : gangguan syaraf yang menyebabkan tubuh gemetar, tidak terkendali.
2. Transfuse WB 2 labu : transfuse darah lengkap sebanyak 2 labu. WB whole blood.
3. Dialysis :penyaringan/ pemisahan partikel dengan menggunakan membrane semipermiable.
4. Rendah kolesterol : aturan makanan rendah kolesterol.
5. Diet rendah garam : aturan makan rendah garam.

C. PROBLEM DEFINITION
1. Maksud dari hipertensi tidak terkontrol?
2. Penyebab rambut kusam dan kemerahan?
3. Kenapa klien diberi diet rendah garam dan rendahk kolesterol?
4. Kenapa harus dilaksanakan transfuse WB?
5. Masalah apa yang mengakibatkan klien gatal2?
6. Kenapa kelouar darah dasri hidung?
7. Hipertensi dengan tema kita sekarang?
8. Tindakan tenaga medis/ perawat ketika pasien menolak HD?
9. Hubungan oedema dengan rambut kusam kemerahan? Jelaskan!
10. Nilai normal dari data-data yang ada?
11. Apa bedanya dialysis dan hemodialisa?
12. Komplikasi dari penyakit yang diderita pasien?
13. Penyebab sesak napas dan tremor?
14. Manfes lain yang mungkin terjadi selain yang disebutkan dalam data?
15. Efek samping HD hingga pasien menolak HD?
16. Mengapa pasien benci HD dan tidak ingin hidup seperti ini?
17. Masalah keperawatan yang mungkin?
18. Mengapa HD dilakukan hanya 2 kali seminggu? Apakah penyakit belum parah?

D. BRAINSTORM
1. Tidak ada pencegahan dan penatalaksanaan terhadap hipertensi.
2. –
3. Karena klien punya riwayat hipertensi. Juga krena pasien mengalami oedem 
4. Karena pasien sering mengalami perdarahan dan Hb rendah.
5. Karena kadar ureum tinggi sehingga timbul rasa gatal-gatal. Hal ini juga bisa menyebabkan kulitnya kering dan
mengelupas.
6. Karena mukosa hidung berdarah sehingga keluar darah dari hidung. Mungkin juga karna oozing (disebabkan oleh
anasarka) yang memudahkan pecahnya pembuluh darah hidung.
7. Karena hipertensi tidak terkontrol sehingga dapat memperberat kerja ginjal.
8. Jalin hubungan trust. Tanyakan perasaan/alasan menolak HD. Beri pengertian bahwa walaupun proses ini sakit tetapi
harus tetap dijalani. Beri semangat dan kenyamanan selama proses.
9. Karena ada masalah di ginjal  nutrisi tidak menyebar rata. Bisa juga karena oedem yang menghambat penyebaran
nutrisi ke rambut  masalah hygiene pasien
10. Hb wanita :12-16 gr.D
11. Dialisis ada 2: HD (menggunakan mesin) dan peritoneal dialysis (menggunakan ruang peritoneal pasien). Jadi HD
merupakan bagian dari dialysis.
12. Emboli pembuluh darah.
13. - Karena asidosis metabolic sehingga kompensasi tubuh menjadi alkalosis respiratorik ditandai dengan RR meningkat
untuk mengeluarkan CO2 yang bersifat asam.
- Penumpukan cairan di peritoneal  mendesak diafragma  sesak nafas.
14. Mukosa berdarah, oliguri, dysuria, hematuria.
15. kulit menghitam.
16. - Karena HD biayanya tidak murah.
- Efek samping HD juga membuat pasien tidak nyaman dengan proses HD.
- Karena sudah tua, pasien merasa sehingga merasa
-Proses HD merupakan proses yang menyakitkan.
17. koping individu tidak efektif, intoleran aktifitas, g3 rasa nyaman: gatal, kelebihan volume cairan interstitial, kerusakan
integritas kulit, pola nafas tidak efektif.
18. Dalam gagal ginjal ada beberapa stadium. Penatalaksanaan HD dipengaruhi oleh stadiumnya.

E. ANALYSING THE PROBLEM


1. Analisa masalah
Pada kasus disebutkan bahwa Ny. B seorang janda 86 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang
biasa dia lakukan setiap 2 minggu sekali, saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka dan mengeluh lemas. Klien
melakukan hemodialisa karena telah kehilangan fungsi ginjalnya sehingga tidak bisa mempertahankan fungsi metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan penumpukan sampah metabolit di dalam tubuh. Saat dikaji oleh perawat:
klien mengeluh capek dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas yang disebabkan ketidakseimbangan asam-basa maupun elektrolit
tubuh dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuhnya disebabkan oleh efek uremia yang mempengaruhi system
integument klien, kadang-kadang suka keluar darah dari hidung yang disebabkan efek abnormalitas trombosit yang sukar
membekukan darah, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan di samping karena
pengaruh usia juga karena kurangnya nutrisi ke jaringan tersebut.

Dari pemeriksaan didapatkan hasil: BB 56 kg, TB 152 cm, BP 160/100 mmHg, HR 96x/menit, RR 24x/menit, lab: Hb 8.00 gr%,
ureum 312, kreatinin 3.1. Ny B mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah
melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu.

Klien direncanakan transfus WB 2 labu untuk menggantikan kekurangan darah yang dialami, diet rendah garam untuk
mengendalikan hipertensi, rendah protein dan rendah kolesterol untuk mempertahankan keseimbangan metabolisme tubuh
terhadap efek samping yang akan ditimbulkan.

Saat akan dilakukan HD Ny B mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa
benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti hidupnya
tergantung pada dialysis. Proses hemodialisa sangat mempengaruhi kehidupan Ny. B, kurangnya pengetahuan, adaptasi yang
kurang baik disertai koping maupun dukungan keluarga yang kurang baik akan mempengaruhi pola pikir dan pengambilan
keputusan klien dalam memilih tindakan kesehatan terhadap penyakit klien.
2. Formulasi mind map

HEMODIALISIS: PATOFISIOLOGI KONSEP:


Indikasi Definisi

Komplikasi Etiologi

Tipe-tipenya Man-fes

Efek samping GAGAL GINJAL Komplikasi


KRONIK

TERAPI: PENGKAJIAN:
Farmako Anamnesa
Pem-fis
Non-farmako Pem. diagnostik
ASKEP + HE ASPEK LEGAL ETIK
Transfusi
F. FORMULATING LEARNING OBJECTIVE
1. Konsep penyakit dari kasus Ny. B?
2. Pengkajian yang harus dilakukan kepada Ny. B?
3. Bagaimana patofisiologi dari kasus tersebut?
4. Apa saja asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan yang harus diberikan pada pasien dengan gangguan di atas?
5. Terapi farmoko dan non-farmako apa saja yang tepat untuk pasien tersebut?
6. Apa dan bagaimanakah proses hemodialisa itu?
7. Bagaimana aspek legal dan etik yang harus diterapkan dalam kasus tersebut?
G. REPORTING

1. Konsep penyakit Gagal Ginjal Kronik

Definisi
1. Gagal ginjal kronik adalah akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges)
2. Gangguan fungsi renal yang progressive dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan fungsi
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (brunner & suddarth)
3. Perkembangan gagal ginjal yang progressive dan lambat biasanya berlangsung beberapa tahun ( Prise Wilson)
4. Ketidakseimbangan ginjal mempertahankan keseimbangan internal tubuh karena penurunan fungsi ginjal bertahap diikuti
penumpukan sisa metabolisme protein dan ketidakseimbangan elektrolit.

Etiologi
1. Penyakit ginjal parenkim
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout,
Dm

2. Penyakit ginjal obstruktif


Pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

Dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional

Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik
dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi
organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.

2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh

Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron
yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan
filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal. Mekanisme
adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang
rendah. Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron
sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses
ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.

Perjalanan Klinis

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium


Stadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada
tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes
pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.

Stadium II

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % .
faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai
terganggu.

Stadium III

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang.,
sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Manifestasi Klinik
a. Sistem kardiovaskuler e. Sistem Integumen
• Hipertensi • Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pitng edema • Pruritis
• Edema periorbital • Kulit kering bersisik
• Pembesaran vena leher • Ekimosis
• Friction sub pericardial • Kuku tipis dan rapuh
b. Sistem Pulmoner • Rambut tipis dan kasar
• Krekel f. Sistem Reproduksi
• Nafas dangkal • Amenore
• Kusmaull • Atrofi testis
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal Komplikasi
• Anoreksia, mual dan muntah  Osteoporosis
• Perdarahan saluran GI  Asidosis metabolic
• Ulserasi dan pardarahan mulut  Gagal jantung
• Nafas berbau amonia  stroke
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang

2. Pengkajian
Data Pasien
Nama : Ny. B
Usia : 86 tahun (janda)
Keluhan utama : lemas

A. Riwayat kesehatan klien


1) Riwayat kesehatan masa lalu
Ny B mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan HD sejak 2
tahun yang lalu
2) Riwayat kesehatan saat ini
Saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oileh perawat: klien mengeluh
capek dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal, di seluruh tubuhnya, kadang-kadang
suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan
kemerahan
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada klien :
- Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama?
- Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi,diabetes, glomerulonefritis kronik,penyakit
ginjal polikistik, atau pielonefritis kronik?
4) Riwayat obat obatan
Tanyakan pada klien :
- Apakah klien memakai obat-obatan antihipertensi, seperti metildopa (aldomet), propranolol, klonidin??

B. Riwayat Psikososial
1) Persepsi terhadap kondisi klien
a. Apakah klien merasa tubuhnya berbeda sejak ia mengalami bengkak pada bagian tubuhnya?
b. Gambarkan berbagai rasa sakit yang dialami yang berhubungan dengan masalah urinary?

2) Mekanisme koping dan system pendukung


a. Apakah klien bisa mengatasi masalah yang berhubungan dengan masalah urinary, jelaskan jika tidak?
b. Strategi apa yang digunakan untuk mengatasi masalah urinary?

3) Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga


a. Pemahaman tentang penyebab dan perjalanan penyakit
b. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan, dan terapi medis.

4) Nilai – kepercayaan
a. Apakah datangnya penyakit urinary klien dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut klien ?
b. Apakah pengobatan klien didasarkan atas nilai kepercayaan klien?

Fokus Pengkajian
1) Aktifitas /istirahat
Tanda dan Gejala:
- Kelemahan malaise
- Kelelahan ekstrem
- Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
- Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Tandaa dan Gejala:
- Riwayat hipertensi lama atau berat
- Palpitasi, nyeri dada (angina)
- Hipertensi, nadi kuat
- Edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
- Disritmia jantung
- Pucat pada kulit
- Friction rub perikardia
- Kecenderungan perdarahan
3) Integritas ego
Tanda dan Gejala:
- Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
- Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah terangsang
Pada kasus, klien mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa
benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti
hidupnya tergantung pada dialysis.
4) Eliminasi
Tanda dan Gejala:
- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), nokturia, proteinuria
- Diare, Konstipasi, abdomen kembung
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan
- Oliguria, dapat menjadi anuria
5) Makanan/cairan
Tanda dan Gejala:
- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)
- Hiperglikemia
- Mulut kering
- Perdarahan saluran cerna
- Diare
- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Edema (umum, tergantung)
- Perubahan turgor kulit/kelembaban
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6) Neurosensori dan neuromuskular
Tanda dan Gejala:
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit kepala, penglihatan kabur
- telapak kaki
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
- Mudah lelah
- Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor, koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, otot mengecil dan lemah
- Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh
7) Nyeri/kenyamanan
Tanda dan Gejala:, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyeri panggul sehingga perilakunya selalu berhati-hati/distraksi,
gelisah
8) Pernapasan
Tanda dan Gejala:
- Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9) Kardiovaskular
Gejala :
- Hipertensi
- Retinopati dan ensefalopati
- Beban sirkulasi berlebih
- Edema
- Gagal jantung kongestif
- Distritmia
10) Hematologi
- Anemia
- Hemolisis
- Kecenderungan perdarahan
- Resiko infeksi

11) Biokimia
Gejala :
- Asidosis metabolic (HCO3- serum 18-20 mEq/L)
- Azotemia (penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN dan kreatinin)
- Hiperkalemia
- Retensi Na
- Hipermagnesia
- Hiperurisemia
12) Kulit
Tanda dan gejala : Pruritus, Demam (sepsis, dehidrasi), pucat, Kristal uremia, kulit kering, memar, ada/berulangnya infeksi
13) Seksualitas
Tanda dan Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido
14) Interaksi sosial
Gejala: Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)

Pemeriksaan Fisik
Tanda vital :
- BB 56 kg
- TB 152 cm
- BP 160/100 mmHg
- HR 96x/menit
- RR 24x/menit

Inspeksi
- Keadaan umum klien :
 Tampak pucat
 Oedema anasarka
 Tremor
 Keluar darah dari hidung
 Kulit tampak kering dan mengelupas
 Rambut tampak kusam dan kemerahan
Analisa Data :
NO DATA NORMAL INTERPRETASI DATA
1. BB 56 kg
2. TB 152 cm
3. BP 160/100 mmHg sistol =100-140 tinggi
diastole = 60-90
4. HR 96x/menit 60-100 x/m normal
5. RR 24x/menit 12-24 x/m normal
6. Hb 8.00 gr%, 12-14 gr % Rendah / menurun
7. Ureum 312 Dewasa : 5-25 mg/dl Tinggi / meningkat
lansia : kadar sedikit lebih tinggi
dari dewasa
8. Kreatinin 3.1 Dewasa : Tinggi / meningkat
Laki-laki = 0,6-1,3
Wanita = 0,5-1
Lansia : kadarnya mungkin
berkurang akibat penurunan
massa otot dan penurunan
produksi kreatinin
9. BMI 24,23 Wanita = 17-23 Kegemukan, tetapi harus dilihat
Pria = 18-25 lagi apakah kegemukannya itu
Kegemukan : berasal dari edemanya atau tidak
Wanita = 23-27
Pria = 25-27
Obesitas : > 27

Tes diagnostic
1) Pemeriksaan darah yang mungkin akan ditemukan:
 peningkatan kadar urea dan kreatinin
 asidosis (peningkatan keasaman darah)
 hipokalsemia (penurunan kadar kalsium)
 hiperfosfatemia (peningkatan kadar fosfat)
 peningkatan kadar hormon paratiroid
 penurunan kadar vitamin D
 anemia
 kadar kalium normal atau sedikit meningkat.
 Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
 BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
 SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
 GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
 Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin
pada jaringan ferifer)
 Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan
menurunnya lipoprotein lipase.

2) Pemeriksaan Urine :
- Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen.
Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Test kreatinin klirens, untuk menentukan klasifikasi gagal ginjal kronik :
 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
 < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal
- Ditemukannya sel-sel yang abnormal dan konsentrasi garam yang tinggi.
- Proteinuria : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada
- Hematuria
- Leukosuria
- Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
- Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

Pemeriksaan radiologis :
1) Radiologi USG & foto polos abdomen untuk :
- mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal, misalnya ada kista atau obstruksi pelvis ginjal
2) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi, untuk :
- Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan
- Lokasi gangguan (vascular, ekskresi, parenkim)
- Sisa fungsi ginjal
3) EKG, untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
4) IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal
ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
5) Pemeriksaan Radiologi tulang, untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
6) Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi
perikadial.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Kelebihan volume cairan Tupan : Mempertahankan berat tubuh 1) Batasi masukan cairan 1) Pembatasan cairan akn menentukan BB
berhubungan dengan ideal tanpa kelebihan cairan dengan ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
retensi cairan dan Na. kriteria hasil terapi
 tidak ada edema
DO:  keseimbangan antara input dan 2) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang 2) Pemahaman meningkatkan kerjasama
 oedema anasarka output pembatasan cairan pasien dan keluarga dalam pembatasan
 BP 160/100 mmHg cairan
 riwayat penyakit Tupen: kelebihan volume cairan dapat
hipertensi dikurangi yang dibuktikan dengan 3) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk 3) Untuk mengetahui keseimbangan input
keseimbangan cairan dan elektrolit. mencatat penggunaan cairan terutama dan output
pemasukan dan haluaran

4) Bantu pasien dalam mengatasi 4) Kenyamanan meningkatkan kepatuhan


ketidaknyamanan akibat pembatasan terhadap pembatasan diet.
cairan.

5) Pantau status cairan dengan menimbang 5) Untuk memantau perubahan,


BB perhari, keseimbangan masukan dan mengevaluasi intervensi dan menentukan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital. langkah berikutnya.

2. Gangguan pola nafas Tupan: 1) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas 1) Membersihkan jalan nafas dan
berhubungan dengan Pola nafas kembali normal / stabil dalam memudahkan aliran O2
hiperventilasi sekunder: ditandai dengan status tanda vital yang
kompensasi melalui alkalosis baik. 2) Atur posisi senyaman mungkin 2) Mencegah terjadinya sesak nafas
respiratorik
Tupen: pola nafas membaik. 3) Batasi untuk beraktivitas 3) Mengurangi beban kerja dan mencegah
DS: terjadinya sesak atau hipoksia.
nafasnya terasa sesak saat
aktivitas

DO:
RR 24x/menit

3. Perubahan nutrisi: kurang Tupan: 1) kaji pola diet nutrisi pasien: 1) Pola diet dahulu dan sekarang bisa
dari kebutuhan Mempertahankan masukan nutrisi  riwayat diet dipertimbangkan dalam menyusun menu.
berhubungan dengan suplai yang adekuat dengan kriteria hasil  makanan kesukaan
nutrisi melalui darah  menunjukan BB stabil
menurun. 2) Mendorong peningkatan masukan diet.
2) Berikan makanan yang disukain pasien
DO: sedikit tapi sering 3) Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis
BB 56 kg oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang
3) Berikan perawatan mulut sering dapat mempengaruhi masukan makanan

4) Mengurangi makanan dan protein yang


dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, dan membagi protein unruk
4) Anjurkan camilan tinggi kalori rendah penyembuhan.
prtein dan rendah natrium di antara waktu 5) Ingesti medikasi sebelum makan
makan. menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.

5) Atur jadawal medikasi sehingga medikasi 6) Faktor yang tidak menyenangkan yang
tidak segera diberikan sebelum makan. berperan dalam menimbulkan anoreksia
dapat dihilangkan.
6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
selama waktu makan. 7) Menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan menyediakan
7) Sediakan daftar makanan yang dianjurkan referensi untuk pasien dan keluarga yang
secara tertulis dan anjurkan untuk dapat digunakan di rumah.
memperbaiki rasa tanpa menggunakan
natrium atau kalium

4. Kerusakan integritas kulit Tupan: integritas kulit membaik. 1) Ubah posisi sesering mungkin, gerakan 1) Menurunkan tekanan pada udem ,
berhubungan dengan klien dengan perlahan, beri bantalan kain jaringan dengan perfusi buruk untuk
gangguan status metabolik. Tupen: yang lembut pada tonjolan tulang. menurunkan iskemia
Integritas kulit dapat terjaga dengan
DO: kriteria hasil : 2) Berikan perawatan kulit
 gatal-gatal di seluruh  Mempertahankan kulit utuh. 2) Mengurangi risiko pengeringan , robekan
tubuh  Menunjukan perilaku / teknik kulit.
 kulit tampak kering dan untuk mencegah kerusakan kulit 3) Pertahankan linen kering.
banyak yang mengelupas 3) Menurunkan iritasi dermal dan risiko
 kerusakan kulit.
4) Anjurkan pasien menggunakan kompres
lembab dan dingin untuk memberikan 4) Menghilangkan ketidaknyamanan dan
tekanan pada area pruritis menurunkan risiko cedera
5) Anjurkan memakai pakaian katun longgar

5) Mencegah iritasi dermal langsung dan


meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

5. Intoleransi aktivitas Tupan: 1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas 1) Mengetahui tingkat intoleran pasien
berhubungan dengan Pasien dapat meningkatkan aktivitas terhadap aktifitas.
oksigenasi jaringan yang yang dapat ditoleransi
tidak adekuat. 2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
2) Menyediakan informasi tentang tingkat
DS: 3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil keletihan.
 Pasien mengeluh lemas istirahat
 klien mengeluh capek 3) Mendorong aktivitas dalam batas-batas
 muka klien tampak yang dapat ditoleransi dan istirahat yang
pucat 4) Anjurkan untuk beristirahat setelah adekuat.
dialysis.
4) Istirahat yang adekuat dianjurkan
setelah dialysis, karena bagi beberapa
pasien prosedur ini cukup melelahkan.

6. Ansietas berhubungan Tupan: 1) Beri dorongan kepada pasien untuk 1) Mengeksternalisasikan kecemasan.
dengan krisis situasi (kondisi Menunjukkan control ansietas mengungkapkan pikiran dan perasaan.
yang dialami) dibuktikan dengan merencanakan
strategi koping untuk situasi yang 2) Bantu pasien untuk memfokuskan pada 2) Sebagai alat untuk mengidentifikasi
DS: membuat stress. situasi saat ini. mekanisme koping yang dibutuhkan
Pasien mengatakan kepada untyuk mengurangi kecemasan.
dokter dan perawat bahwa Tupen: 3) Sediakan media pengalihan, seperti TV,
ia tidak ingin hidupnya Ansietas berkurang . radio, terapi okupasi 3) Mengurangi kecemasan dan memperluas
bergantung terus-menerus fokus.
pada HD. 4) Sediakan penguaan yang positif ketika
pasien mau meneruskan aktifitas sehari- 4) Meningkatkan rasa percaya diri klien
hari dan lainnya meskipun mengalami
kecemasan.

7. Risiko komplikasi Tupan: faktor risiko komplikasi akan 1) Awasi dengtan ketat kemungkinan 1) Pengawasan yang ketat membantu
berhubungan dengan efek hilang ditandai dengan status imun ensefalopati uremia, perikarditis, mencegah terjadinya
samping hemodialisa. pasien yang adekuat. neuropati perifer, hiperkalemia yang komplikasiMengetahui tanda dan gejala
meningkat, kelebihan cairan, infeksi yang infeksi
Tupen: menunjukkan pengendalian mengancam jiwa, kegagalan bertahan
risiko dan terbebas dari tanda dan
gejala infeksi. 2) Monitor secara teratur:
 Temperature (tiap 4-6 jam) 2) Mengetahui tanda dan gejala infeksi
 Data laboratorium (WBC, urine, kultur
sputum)
 Serum kalium.
3) Anjurkan untuk mempertahankan
kebersihan diri, status nutrisi adekuat, dan
istirahat cukup. 3) Meningkatkan sistem imun tubuh agar
4) Anjurkan untuk menerapkan kebiasaan tidak mudah terkena infeksi.
hidup sehat.

4) Membantu mencegah infeksi


4. Terapi
 TRANSFUSI DARAH
Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).

Transfusi diberikan untuk:


 meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
 memperbaiki volume darah tubuh
 memperbaiki kekebalan
 memperbaiki masalah pembekuan.

Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah,
trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih).
Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien.
Memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros.
Teknik penyaringan darah sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya. Tetapi masih
ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi alergi dan infeksi. Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau hepatitis melalui transfusi
sudah kecil, tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.
Tujuan Transfusi Darah
 Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
 Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat.
 Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
 Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
 Meningkatkan oksigenasi jaringan.
 Memperbaiki fungsi Hemostatis.
 Tindakan terapi kasus tertentu.

Komponen Darah Transfusi


a. Sel Darah Merah (SDM) :
o Sel Darah Merah Pekat : Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat, transfusi darah pra operatif atau anemia
kronik dimana volume plasmanya normal.
o Sel Darah Merah Pekat Cuci : Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.Sel Darah Merah Miskin Leukosit : Untuk penderita
yang tergantung pada transfusi darah.
o Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci : Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang
menetap.
o Sel Darah Merah Diradiasi : Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.

b. Leukosit / Granulosit Konsentrat: Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik/ berat
yang tidak sembuh dengan pemberian Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
c. Whole blood
Whole blood (darah lengkap) biasanya disediakan hanya untuk transfusi pada perdarahan masif(aktif). Whole blood biasa diberikan
untuk perdarahan akut, shock hipovolemik serta bedah mayor dengan perdarahan > 1500 ml. Whole blood akan meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan peningkatan volume darah. Transfusi satu unit whole blood akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dl.
d. Packed Red Blood Cell (PRBC)
PRBC mengandung hemoglobin yang sama dengan whole blood, bedanya adalah pada jumlah plasma, dimana PRBC lebih sedikit
mengandung plasma. Hal ini menyebabkan kadar hematokrit PRBC lebih tinggi dibanding dengan whole blood, yaitu 70% dibandingkan
40%. PRBC biasa diberikan pada pasien dengan perdarahan lambat, pasien anemia atau pada kelainan jantung. Saat hendak digunakan,
PRBC perlu dihangatkan terlebih dahulu hingga sama dengan suhu tubuh (37ºC). bila tidak dihangatkan, akan menyulitkan terjadinya
perpindahan oksigen dari darah ke organ tubuh.
e. Plasma Beku Segar (Fresh Frozen Plasma)
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan
setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hati. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan
masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRBC, saat hendak diberikan pada pasien perlu
dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
f. Trombosit
Transfusi trombosit diindikasikan pada pasien dengan trombositopenia berat (<20.000 sel/mm3) disertai gejala klinis perdarahan.
Akan tetapi, bila tidak dijumpai gejala klinis perdarahan, transfusi trombosit tidak diperlukan. Satu unit trombosit dapat meningkatkan
7000-10.000 trombosit/mm3 setelah 1 jam transfusi pada pasien dengan berat badan 70 kg. banyak faktor yang berperan dalam
keberhasilan transfusi trombosit diantaranya splenomegali, sensitisasi sebelumnya, demam, dan perdarahan aktif.
g. Kriopresipitat
Kriopresipitat mengandung faktor VIII dan fibrinogen dalam jumlah banyak. Kriopresipitat diindikasikan pada pasien dengan
penyakit hemofilia (kekurangan faktor VIII) dan juga pada pasien dengan defisiensi fibrinogen.

Pengumpulan dan penggolongan darah


Penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya. Denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuhnya diukur, dan contoh darahnya
diperiksa untuk mengetahui adanya anemia.
Ditanyakan apakah pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang menyebabkan darah mereka tidak memenuhi syarat untuk
disumbangkan. Keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk tertentu misalnya kanker kulit yang terlokalisasi),
asma yang berat, malaria, kelainan perdarahan, AIDS dan kemungkinan tercemar oleh virus AIDS.
Hepatitis, kehamilan, pembedahan mayor yang baru saja dijalani, tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tekanan darah rendah,
anemia atau pemakaian obat tertentu; untuk sementara waktu bisa menyebabkan tidak terpenuhinya syarat untuk menyumbangkan darah.
Biasanya donor tidak diperbolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1 kali setiap 2 bulan.
Untuk yang memenuhi syarat, menyumbangkan darah adalah aman. Keseluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 1 jam, pengambilan
darahnya sendiri hanya membutuhkan waktu 10 menit. Biasanya ada sedikit rasa nyeri pada saat jarum dimasukkan, tetapi setelah itu rasa nyeri
akan hilang. Standard unit pengambilan darah hanya sekitar 0,48 liter. Darah segar yang diambil disimpan dalam kantong plastik yang sudah
mengandung bahan pengawet dan komponen anti pembekuan.
Sejumlah kecil contoh darah dari penyumbang diperiksa untuk mencari adanya penyakit infeksi seperti AIDS, hepatitis virus dan sifilis.
Darah yang didinginkan dapat digunakan dalam waktu selama 42 hari. Pada keadaan tertentu, (misalnya untuk mengawetkan golongan darah
yang jarang), sel darah merah bisa dibekukan dan disimpan sampai selama 10 tahun.
Karena transfusi darah yang tidak cocok dengan resipien dapat berbahaya, maka darah yang disumbangkan, secara rutin digolongkan
berdasarkan jenisnya; apakah golongan A, B, AB atau O dan Rh-positif atau Rh-negatif. Sebagai tindakan pencegahan berikutnya, sebelum
memulai transfusi, pemeriksa mencampurkan setetes darah donor dengan darah resipien untuk memastikan keduanya cocok: teknik ini disebut
cross-matching.
Darah dan Komponen Darah
Seseorang yang membutuhkan sejumlah besar darah dalam waktu yang segera (misalnya karena perdarahan hebat), bisa menerima darah
lengkap untuk membantu memperbaiki volume cairan dan sirkulasinya. Darah lengkap juga bisa diberikan jika komponen darah yang diperlukan
tidak dapat diberikan secara terpisah. Komponen darah yang paling sering ditransfusikan adalah packed red blood cells (PRC), yang bisa
memperbaiki kapasitas pengangkut oksigen dalam darah. Komponen ini bisa diberikan kepada seseorang yang mengalami perdarahan atau
penderita anemia berat. Yang jauh lebih mahal daripada PRC adalah frozen-thawed red blood cells, yang biasanya dicadangkan untuk transfusi
golongan darah yang jarang.
Beberapa orang yang membutuhkan darah mengalami alergi terhadap darah donor.
Jika obat tidak dapat mencegah reaksi alergi ini, maka harus diberikan sel darah merah yang sudah dicuci. Jumlah trombosit yang terlalu sedikit
(trombositopenia) bisa menyebabkan perdarahan spontan dan hebat. Transfusi trombosit bisa memperbaiki kemampuan pembekuan darah.
Faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang secara normal bekerja dengan trombosit untuk membantu membekunya darah.
Tanpa pembekuan, perdarahan karena suatu cedera tidak akan berhenti. Faktor pembekuan darah yang pekat bisa diberikan kepada penderita
kelainan perdarahan bawaan, seperti hemofilia atau penyakit von Willebrand.
Plasma juga merupakan sumber dari faktro pembekuan darah. Plasma segar yang dibekukan digunakan pada kelainan perdarahan, dimana
tidak diketahui faktor pembekuan mana yang hilang atau jika tidak dapat diberikan faktor pembekuan darah yang pekat.
Plasma segar yang dibekukan juga digunakan pada perdarahan yang disebabkan oleh pembentukan protein faktor pembekuan yang tidak
memadai, yang merupakan akibat dari kegagalan hati.
Meskipun jarang, sel darah putih ditransfusikan untuk mengobati infeksi yang mengancam nyawa penderita yang jumlah sel darah putihnya
sangat berkurang atau penderita yang sel darah putihnya tidak berfungsi secara normal. Pada keadaan ini biasanya digunakan antibiotik.
Antibodi (imunoglobulin), yang merupakan komponen darah untuk melawan penyakit, juga kadang diberikan untuk membangun kekebalan pada
orang-orang yang telah terpapar oleh penyakit infeksi (misalnya cacar air atau hepatitis) atau pada orang yang kadar antibodinya rendah.

Prosedur Donor Darah Khusus


Pada transfusi tradisional, seorang donor menyumbangkan darah lengkap dan seorang resipien menerimanya. Tetapi konsep ini menjadi
luas.
Tergantung kepada keadaan, resipien bisa hanya menerima sel dari darah, atau hanya menerima faktor pembekuan atau hanya menerima
beberapa komponen darah lainnya.
Transfusi dari komponen darah tertentu memungkinkan dilakukannya pengobatan yang khusus, mengurangi resiko terjadinya efek samping dan
bisa secara efisien menggunakan komponen yang berbeda dari 1 unit darah untuk mengobati beberapa penderita.
Pada keadaan tertentu, resipien bisa menerima darah lengkapnya sendiri (transfusi autolog).

 Aferesis.
Pada aferesis, seorang donor hanya memberikan komponen darah tertentu yang diperlukan oleh resipien. Jika resipien membutuhkan
trombosit, darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi komponen-komponennya, secara selektif
memisahkan trombosit dan mengembalikan sisa darah ke donor.
Karena sebagian besar darah kembali ke donor, maka donor dengan aman bisa memberikan trombositnya sebanyak 8-10 kali dalam 1 kali
prosedur ini.
 Transfusi autolog.
Transfusi darah yang paling aman adalah dimana donor juga berlaku sebagai resipien, karena hal ini menghilangkan resiko terjadi
ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. Kadang jika seorang pasien mengalami perdarahan atau menjalani
pembedahan, darah bisa dikumpulkan dan diberikan kembali. Yang lebih sering terjadi adalah pasien menyumbangkan darah yang
kemudian akan diberikan lagi dalam suatu transfusi.
Misalnya sebulan sebelum dilakukannya pembedahan, pasien menyumbangkan beberapa unit darahnya untuk ditransfusikan jika
diperlukan selama atau sesudah pembedahan.
 Donor Terarah atau Calon Donor.
Anggota keluarga atau teman dapat menyumbangkan darahnya secara khusus satu sama lain, jika golongan darah resipien dan darah
donor serta faktor Rhnya cocok.
Pada beberapa resipien, dengan mengetahui donornya akan menimbulkan perasaan tenang, meskipun darah dari anggota keluarga atau
teman belum pasti lebih aman dibandingkan dengan darah dari orang yang tidak dikenal.
Darah dari anggota keluarga diobati dengan penyinaran untuk mencegah penyakit graft-versus-host, yang meskipun jarang terjadi, tetapi
lebih sering terjadi jika terdapat hubungan darah diantara donor dan resipien.

Tindakan Pencegahan dan Reaksi


Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi, dilakukan beberapa tindakan pencegahan.Setelah diperiksa ulang
bahwa darah yang akan diberikan memang ditujukan untuk resipien yang akan menerima darah tersebut, petugas secara perlahan memberikan
darah kepada resipien, biasanya selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah.
Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama, , maka pada awal prosedur, resipien harus diawasi secara
ketat. Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan.
Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi.
Reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap transfusi.
Gejalanya berupa:
 gatal-gatal
 kemerahan
 pembengkakan
 pusing
 demam
 sakit kepala.

Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot.
Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat. Walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi
kesalahan masih mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan segera dihancurkan setelah ditransfusikan (reaksi hemolitik0.
Biasanya reaksi ini dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau segera setelah dilakukannya transfusi. Kadang terjadi
kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah dan nyeri punggung yang hebat. Meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa
menjadi lebih hebat dan bahkan bisa berakibat fatal. Untuk memperkuat dugaan terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan untuk
melihat apakah terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita. Resipien bisa mengalami kelebihan cairan.
Yang paling peka akan hal ini adalah resipien penderita penyakit jantung, sehingga transfusi dilakukan lebih lambat dan dipantau secara ketat.
Penyakit graft-versus-host merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama mengenai orang-orang yang mengalami gangguan sistem
kekebalan karena obat atau penyakit. Pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft). Gejalanya berupa
demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan syok

 TERAPI FARMAKO
1) ECATROL
GOLONGAN KANDUNGAN Calcitriol.
INDIKASI
Osteoporosis pasca menopause, osteodistrofi ginjal pada gagal ginjal kronis, hipoparatiroid pasca operasi, hipoparatiroid
idiopatik, pseudohipoparatiroidisme, rakhitis karena defisiensi vitamin D.
KONTRAINDIKASI
Hiperkalsemia, hipersensitif terhadap calcitrol.
PERHATIAN
Hamil, laktasi, anak usia kurang 3 tahun atau dengan dialisa.
Monitor kadar kalsium 2 x seminggu.

INTERAKSI OBAT
Diuretik tiazid, vitamin D, fenitoin, fenobarbital, kolestiram.
EFEK SAMPING
Lemah, sakit kepala, mengantuk, mual, muntah, mulut kering, konstipasi, nyeri otot, nyeri tulang, metalic taste, poliuria,
polidipsia, anoreksia, hipertensi, berat badan menurun, nokturia, konjungtivitis, pankreantitis, fotofobia, rinore, pruritus,
hipertermia, libido berkurang, kenaikan, basal ureum nitrogen, albuminuria, hiperkolesterolemia, kenaikan serum glutamic
transaminase dan serum glutamic pyruvic transaminase, kalsifikasi ektopik.
INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL
Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada
penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila
hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
KEMASAN
Kapsul lunak 0,25 mg x 30's DOSIS
Pasien dialisa: Awal 0,25 mcg/hari, dapat ditingkatkan 0,25 mcg/hari pada interval 4 - 8 minggu.
Hipoparatiroid dan rakitis : Awal 0,25 mcg/hari, pada pagi hari. Dapat ditingkatkan dalam interval 2 - 4 minggu.
Hipoparatiroid Dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih : 0,5 - 2 mcg/hari.
Anak usia 1 - 5 tahun: 0,25 - 0,75 mcg/hari.
Osteoporosis pasca menopause : 2 x sehari 0,25 mcg. PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
2) TORAL

GOLONGAN KANDUNGAN Torasemide.

INDIKASI
Pengobatan edema akibat gagal jantung kongestif, penyakit ginjal atau sirosis hati, pengobatan edema akibat gagal ginjal kronis,
hipertensi.

KONTRA INDIKASI
Anuria (tidak dibentuknya kemih oleh ginjal) pada gagal ginjal, koma atau prekoma hepatis, hipotensi, hipovolemia, hiponatremia,
hipokalemia, gangguan berat pada berkemih.

PERHATIAN
 Pantau elektrolit serum terutama kadar Kalium selama pengobatan jangka panjang.
 Gangguan berkemih harus diperbaiki sebelum pengobatan dimulai.
 Wanita hamil, menyusui, anak-anak.

INTERAKSI OBAT
- mempertinggi efek yang tidak diinginkan dari glikosida jantung.
- meningkatkan efek hemat Kalium dari mineralokortikoida, glukokortikoida, dan laksatif.
- efek dikurangi oleh obat-obat anti inflamasi non steroid dan Probenesid.
- mempotensiasi aksi antihipertensi, relaksan otot seperti Kurare dan Teofilin.
- hipotensi meningkat dengan penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE).
- mengurangi efek antidiabetik, noradrenalin, dan adrenalin.
- meningkatkan efek ototoksis dan nefrotoksis dari aminoglikosida,Sisplatin,dan Sefalosporin.
- menurunkan bioavailabilitas dari Kolestiramin.

EFEK SAMPING
 Gangguan lambung-usus, deplesi air dan elektrolit, sakit kepala, pusing, mengantuk, kelesuan/kelemahan, kram otot, gangguan
jantung dan pembuluh darah, retensi urin dan peregangan kandung empedu.
 Reaksi alergika.
 Gangguan hematologikal.

INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL


Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin maupun penelitian terkendali pada wanita hamil atau
hewan coba tidak memperlihatkan efek merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak ada penelitian terkendali yang
mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil semester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trisemester selanjutnya).

KEMASAN
Tablet 5 mg x 30 butir.

DOSIS
 Edema akibat gagal jantung kongestif : diawali dengan 10-20 mg sekali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan menjadi 40 mg/hari.
 Edema akibat sirosis hati : diawali dengan 5-10 mg sekali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan menjadi 40 mg/hari.
 Edema akibat gagal ginjal kronis : diawali dengan 20 mg sekali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg sekali sehari.
 Hipertensi : diawali dengan 2,5-5 mg sekali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sekali sehari.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

3) PRORENAL
GOLONGAN KANDUNGAN
Mengandung :
- DL-3-metil-2-okso-asam valerianat (analog

INDIKASI
Terapi insufisiensi ginjal kronik bersama dengan diet tinggi kalori-rendah protein, pada retensi yang terkompensasi atau
dekompensasi.

KONTRA INDIKASI
- Hiperkalsemia.
- Gangguan metabolisme asam amino.
- Belum ada informasi mengenai efektivitas dan keamanan untuk anak-anak dan wanita hamil.
PERHATIAN
Pastikan kecukupan kebutuhan kalori. Untuk memastikan bermanfaat secara anabolik, pasien harus diberikan diet sebesar 150-
170 KJ(35-40 Kkal)/kg berat badan/hari.
Sejalan dengan perbaikan gejala uremia, penggunaan aluminium hidroksida secaa bersamaan harus dikurangi.
Kalsium : 1 tablet mengandung 50 mg kalsium, dapat menyebabkan hiperkalsemia. Terutama jika lebih 25 tablet, digunakan per
hari atau ketika oabt lain yang mengandung kalsium, atau antasid diberikan secara simultan. Oleh karena inu tingkat serum
kalsium harus dipantau secara teratur.

INTERAKSI OBAT
Agar tidak mempengaruhi absorpsi, obat yang menghasilkan bentuk yang agak sukar larut dengan adanya kalsium, sebaiknya
tidak digunakan bersamaan dengan obat ini.

EFEK SAMPING
Dapat menyebabkan hiperkalsemia.

INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL


Penelitian terkendali pada wanita tidak menunjukkan risiko kepada janin pada trisemester pertama (dan tidak ada bukti risiko
pada trisemester selanjutnya), dan jauh dari kemungkinan berbahaya.

KEMASAN
Box 10 Strip @ 10 Tablet Salut Selaput DOSIS
 Insufisiensi Ginjal Kronik : Pada umumnya 3 kali sehari 4-8 tablet sewaktu makan, ditelan utuh.
 Retensi yang Terkompensasi : Pada umumnya 3 kali sehari 4-6 tablet bersama dengan nutrisi tinggi kalori-rendah protein 0.5-
0.6 protein/kg berat badan/hari yang setara 35-45 gram dan 150-170 KJ (35-40 Kkal)/kg berat badan/hari.
 Retensi yang terdekompensasi : Pada umumnya 3 kali sehari 4-8 tablet bersama dengan nutisi tinggi kalori-rendah protein 0.3-
0.4 protein.kg berat badan/hari yang setara dengan 20-30 gram dan 150-170 kg (35-45 Kkal)/kg berat badan/hari.
Dosis tersebut diatas untuk dewasa dangan berat badan 70 kg.
 Dosis Maksimum : 50 tablet per hari.
Obat ini diberikan sebagai terapi jangka panjang tergantung pada tingkat insufisiensi renal.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
4) Prazosin
INDIKASI: pengobatan hipertensi ringan hingga sedang . Penggunaan tidak resmi penatalaksanaan obstruksi aliran urin pada
pasien dengan benigna prostat hipertropi.
KERJA OBAT: mendilatasi arteri dan vena dengan menghambat reseptor adenergik alfa, pascasinaps, mengurangi kontraksi otot
polos kapsula pospat
EFEK TERAPEUTIK: menurunkan tekanan darah, mengurangi gejala hipertropi, menurunkan preload dan afterload jantung,
mengurangi gejala hipertrofi prostat (urgensi urin, nokturia)
KONTRAINDIKASI: hipersensitivitas, ehamilan, laktasi, atau anak-anak, angina pectoris, bila menambahkan diuretic kurangi dosis
EFEK SAMPING: pusing, mengantuk, sakit kepala, penglihatan kabur, hipotensi, edema, mulut kering, mual, muntah, impotensi,
diare, palpitasi.
DOSIS: PO(dewasa) 1mg 2-3 kali sehari diawal tingkatkan secara bertahap sampai dosis rumatan 6-15 mg/hari. Sediaan: kapsul
1mg, 2mg, 5mg
5) Natrium Polistirena
INDIKASI: pengobatan hiperkalemia ringan sampai sedang
KONTRAINDIKASI: hiperkalemia yang mengancam kehidupan. Hipersensitivitas terhadap sakarin, intoleran terhadap alcohol,
edema, konstipasi, gangguan jantung kongestif.
EFEK SAMPING: konstipasi. Iritasi lambung, hipokalemia, hipokalsemia, retensi natrium, anoreksia, mual,muntah
DOSIS: tiap gram menngandung 4,1 mEq natrium , PO dewasa (15 g 1-4 kali sehari dalam air atau sorbitol) PO anak ( g/kg/dosis)
SEDIAAN: suspense(15 g natrium polistirena sulfonat dengan 20 g sorbitol/60 ml, serbuk (15 g/4 sendok the peres)
6) Fenitoin
INDIKASI: pengobatan dan pencegahan kejang tonik klonik dan kejang parsial kompleks, sebagai antiaritmia terutama unutk
aritmia yang berhubungan dengan toksisitas glikosida jantung, penatalaksanaan sindrom nyeri, termasuk neuralgia trigeminus.
KONTRAINDIKASI : hipersensitivitas terhadap glikol propilena, intoleran alcohol, sinus bradikardi, penyakit hati yang parah,
kehamilan, laktasi, pasien obesitas
EFEK SAMPING: nistagmus, ataksia, koma, mual, muntah, osteomalaisia, demam, limpadenopati
DOSIS: PO dewasa (300-400 mg/hari, dosis maksimal 600 mg/hari) PO lansia (3 mg/kg/hari ) PO anak-anak (5 mg/kg, 4-8
mg/kg/hari)
SEDIAAN: tablet kunyah (50 mg) suspense oral (30 mg/5ml, 125 mg/ml)
7) Furosemid
INDIKASI: edema akibat gagal jantung kongestif, penyakit hati dan ginjal, hiperkalsemia pada keganasan Kerja obat :
menghambat reabsorbsi natrium dan klorida dari ansa henle dan tubulus ginjal distal, meningkatkan ekskresi ginjal yang terdiri
dari air, natrium, klorida, magnesium, hydrogen dan kalsium.
KONTRAINDIKASI kehamilan atau laktasi , penyakit hati yang parah, diabetes mellitus, anuria
EFEK SAMPING: pusing, sakit kepala, ensepalopati, tinnitus, hipotensi, mual, muntah, ruam, kram otot, hiponatremia
DOSIS: PO, IM, IV dewasa (20-80 mg/hari) PO, IM, IV anak-anak (1-2 mg/kg/hari)
SEDIAAN: tablet (20mg,40 mg, 80 mg), larutan oral (40 mg/5 ml), injeksi (10 mg/ml)
8) Kalsitriol
Indikasi: penatalaksanaan hipokalsemia pada pasien gagal ginjal kronik, hipoparatiroidisme atau pseudohipoparatiroidisme
Kerja obat: bentuk aktif sintetik dari vitamin D, meningkatkan absorbs kalsium dari saluran GI
Kontraindikasi: hiperkalsemia, kehamilan, laktasi, hiperparatiroidisme
Efek samping; kelemahan, sakit kepala, fotofobia, aritmia, nyeri otot, nyeri tulang
Dosis: PO dewasa (0,25 mcg/hari) PO anak-anak (0,25-2 mcg/hari) IV dewasa(0,5 mcg)
Sedian: kapsul (0,25 mcg, 0,5 mcg), injeksi (1 mcg/ml, 2 mcg/ml)
9) Heparin
INDIKASI : gangguan tromboembolik, fibrilasi atrium dengan embolisasi,Kerja obat: memperkuat efek antitrombin III, pencegahan
pembentukan thrombus, pencegahan thrombin yang sudah ada
KONTRAINDIKASI: hipersensitivitas terhadap protei n babi dan sapi, perdarahan tidak terkendali, luka terbuka, cedera otak atau
sumsum tulang belakang
EFEK SAMPING: hepatitis, ruam, urtikaria, demam
DOSIS: Bolus IV dewasa (10.000 unit), Bolus IV intermitten anak-anak (50 unit/kg), infus IV dewasa (50.000 unit)Infus IV anak-anak
(50 unit/kg)dilanjutkan dengan 20.000 unit/m2/kg, SC dewasa (5000 unit IV)
SEDIAAN: injeksi (10 unit/ml, 100 unit/ml, 1000 unit/ml, 10.000 unit/ml)

5. Hemodialisa
A. DIALISIS
Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal
Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah mencapai 85 – 90 persen.
Seperti halnya ginjal sehat, tindakan dialisis juga menjaga agar tubuh berada dalam keseimbangan. Tindakan dialisis
dilakukan untuk membuang sisa – sisa metabolisme, dan kelebihan cairan agar tidak menumpuk di dalam tubuh, menjaga level
yang aman dari unsur – unsur kimiawi dalam tubuh seperti potasium dan sodium. Selain itu tindakan dialisis juga untuk
membantu mengkontrol tekanan darah.
Bila ginjal gagal melakukan fungsinya, sehingga bermacam- macam produk sisa termasuk garam dan air menumpuk
dalam tubuh, perlu dilakukan dialisis untuk mengeluarkan produk-produk sisa tersebut. Proses dialisis sesungguhnya
menggunakan sifat-sifat dari membran semipermeabel, di mana membran tersebut hanya dapat dilalui oleh zat-zat dengan berat
molekul yang kecil dan tidak dapat ditembus oleh zat-zat dengan berat molekul besar. Melalui membran semipermeabel tersebut
kelebihan air, macam-macam produk sisa yang menumpuk dalam tubuh ataupun zat-zat toksik lainnya dapat dikeluarkan dari
tubuh penderita gagal ginjal ataupun untuk meningkatkan kerja ginjal pada terapi keracunan. Untuk melangsungkan proses
dialisis diperlukan suatu cairan yang mirip dengan cairan ekstraseluler ideal. Cairan ini disebut cairan dialisis yang mengandung
elektrolit dan dekstrosa.
Prinsip dialisis :
Bila 2 macam cairan dengan kepekatan yang berbeda dibatasi oleh membran semipermeabel maka oleh karena proses
konveksi dan difusi, kepekatan cairan akan berubah. Cairan yang kurang pekat akan menjadi lebih pekat dan yang pekat menjadi
kurang pekat.
Pada proses dialisis, cairan dialisis dialirkan pada salah satu sisi permukaan dari membran semipermeabel, sedangkan darah
pasien dialirkan dalam arah yang berlawanan terhadap aliran cairan dialisis pada sisi lain dari membran tersebut. Dalam proses
tersebut akan terjadi pertukaran ion antara darah dan cairan dialisis. Dengan menaikkan osmolaritas, cairan dialisis (menaikkan
konsentrasi dekstrosa) dapat membantu mengeluarkan kelebihan air dari dalam tubuh. Dengan mengurangi konsentrasielektrolit
tertentu dapat mengeluarkan elektrolit dalam darahdengan selektif, sehingga dapat mengoreksi keseimbanganelektrolit. Ada dua
macam pengobatan dengan dialisis, yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis.
 Peritoneal dialisis
Pada peritoneal dialisis, sebagai membran semipermeabel adalah peritoneum (selaput perut). Cairan dialisat adalah cairan
yang mempunyai komposisi zat terlarut yang mirip dengan plasma darah.
Cara : cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut, dibiarkan selama 30 menit di dalam rongga perut. Disini terjadi proses
konveksi dan difusi, sehingga sampah metabolisme dan racun tubuh akan berpindah ke cairan dialisat; kemudian cairan dialisat
dikeluarkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai sampah metabolisme dan racun tubuh berkurang.
Pada proses dialisis intraperiotoneal, cairan dialisis dimasukkan dengan kateter ke dalam peritoneum, sehingga pertukaran
ion terjadi sepanjang membran peritoneal. Pada interval waktu tertentu cairan dialisis tersebut harus diganti atau dapat
disirkulasi kembali melalui suatu adsorbent chamber.
 Hemodialisis :
Hemodialisis adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari
sampah metabolisme dan racun tubuh bila ginjal sudah tak
berfungsi. Disini digunakan ginjal buatan yang berbentuk mesin
hemodialisis.
Cara kerja :
Darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa- pipa plastik menuju
mesin ginjal buatan (mesin hemodialisis). Setelah darah bersih
dari sisa metabolisme dan racun tubuh, darah akan kembali ke tubuh.
Pada GGA dilakukan hemodialisis sampai fungsi ginjal membaik.
Pada GGK berat, dilakukan hemodialisis 2-3 kali seminggu, diulang
seumur hidup atau sampai dilakukan cangkok ginjal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodialisis:
1. Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-
hal yang membatasi kemungkinan tersebut antara lain :
tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa
menyebabkan syok pada penderita.
2. Luas selaput/ membran yang dipakai
Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2. Tergantung dari besar
badan/ berat badan.
3. Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
4. Temperatur suhu dialisat
Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena sehingga aliran darah melambat dan
penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.

Pada proses hemodialisis ini digunakan membran buatan semipermeabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Juga
dipergunakan suatu mesin untuk mengalirkan darah pasien melalui salah satu sisi permukaan dari membran semipermeabel
sebelum dikembalikan ke sirkulasi darah tubuh pasien. Pada saat yang sama cairan hemodialisis dipompakan ke dalam mesin dan
dialirkan melalui sisi lain dari permukaan semipermeabel, sehingga terjadi pertukaran ion antara darah pasien dengan cairan
hemodialisis. Melalui membran semi-permeabel yang mengandung lubang-lubang kecil tersebut produk-produk sisa dari darah
pasien seperti urea, kreatinin, fosfat, kalium dan lainnya termasuk kelebihan air serta garam dari tubuh akan lewat dan masuk ke
dalam cairan hemodialisis yang mengalir dengan arah berlawanan dari aliran darah pasien. Walaupun demikian, protein dan sel-
sel darah tidak dapat menembus melalui lubang-lubang kecil dalam membran semi-permeabel tersebut. Bakteri dan virus yang
mungkin mengkontaminasi cairan hemodialisis juga tidak dapat masuk ke dalam aliran darah pasien melalui membran tersebut
karena ukurannya lebih besar dari lubang-lubang kecil tersebut.

B. KONSEP TEORI HEMODIALISA


1. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui
suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan
dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran
yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada
vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang
dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran
semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan
antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
2. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk
menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan
penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita
sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita
dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring
ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi
Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun
dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8 –10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia
dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997)
juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang
dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
3. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap
presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
4. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal
sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

5. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat),
mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat
dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi
yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan
ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher &
Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut
dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah
yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian
untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam
arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari
ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan
dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan
dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat,
sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam
tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk
darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui
dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan
dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan
akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi
sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer
yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat
dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum
dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood
(QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan
pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara
dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin
keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter (Price & Wilson, 1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB
200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi.
Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan
komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan
bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan
bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan
oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan
pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran
darah yang lambat.

6. Aspek legal etik keperawatan

Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa
yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara
moral. Terdapat beberapa prinsip Etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :

a. Autonomy (penentu pilihan)


Prinsip ini menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang
mereka pilih.
Permasalahan yang muncul dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak
hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi, dll.

b. Non Maleficence (do no harm)


Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian
besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.

c. Beneficence (do good)


Inti dari prinsip ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang
merugikan atau membahayakan pasien.
Prinsip ini sering sulit sekali untuk diterapkan.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan, kesehatan, keselamatan dan keamanan
pasien.

d. Justice (perlakuan adil)


Prinsip ini menyatakan bahwa mereka yang membutuhkan pelayanan kesehatan dalam jumlah besar juga harus mendapatkan pelayanan
kesehatan dalam jumlah besar, begitu pula sebaliknya. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka ia harus
mendapatkan sumber-sumber kesehatan yang besar pula.

e. Fidelity (setia)
Prinsip ini diartikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia dengan suatu kesepakatan.
Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan
memberikan perhatian/kepedulian.
Salah satu cara untuk menerapkan prinsip ini adalah dengan menepati janji.

f. Veracity (kebenaran)
Prinsip ini didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong.
Perawat sering tidak memberitahukan kejadian yang sebenarnya pada pasien yang sakit parah. Namun penelitian pada pasien dalam
keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur.
Identifikasi masalah
Ini berarti mengklarifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatnnya terhadap masalah etika
yang timbul dan mengkaji parameter waktu untuk proses pembuatan keputusan.
Tahap ini akan memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar?. Nilai-nilai
diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.
Mengumpulkan data tambahan
Informasi yang dikumpulkan dalam tahap ini meliputi orang-orang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien,
harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik
yang terjadi.
Mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif
Semua tindakan yang memungkinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta dampaknya.
Tahap ini memberikan jawaban jenis tindakan apa yang benar?
Memikirkan masalah etis yang berkesinambungan
Ini berarti perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang penting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia yang menjadi pusat dari
masalah dan prinsip-prinsip etis yang dikaitkan dengan masalah.
Tahap ini menjawab pertanyaan bagaimana aturan-aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu?
Membuat keputusan
Ini berarti bahwa pembuat keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat.
Tahap ini menjawab pertanyaan etika Apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu?
Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK


1. Mengembangkan data dasar :
a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat
b. Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk menghentikan hemodialisa
c. Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien yaitu mempercepat kematian pasien.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan gagal ginjal kronis yang harus bertahan hidup dengan hemodialisa
seumur hidup, merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terus-menerus. Pada saat akan dilakukan HD, klien mengatakan
kepada perawat bahwa ini adalah HD terakhir yang akan ia lakukan. Keluarga mendukung/tidak mendukung. Konflik yang terjadi adalah : a.
Penghentian HD dapat mempercepat kematian klien. b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut.
Tidak menuruti keinginan pasien tentang penghentian HD. Konsekuensi :1) Tidak mempercepat kematian klien2) Keluhan pasien (emosi, pola hidup,
keluarga, financial) 3) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri4) Keluarga (dari kasus tidak teridentifikasi)
Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu meyakinkan dengan memberi penjelasan mengenai pentingnya HD pada klien dan
keluarga. Konsekuensi :1) Tidak mempercepat kematian pasien 2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi terus pada HD 3) Keinginan klien
untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi.

Tindakan alternative: untuk penatalaksaan HD tidak ada tidak ada tindakan alternatif
Menuruti keinginan klien untuk menghentikan Hemodialisa berarti akan menurunkan kualitas hidup klien
Konsekuensi :1) Risiko mempercepat kematian klien 2) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.3) Tidak bearti juga kecemasan pada klien dan
keluarganya dapat sedikit dikurangi.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang
secara legal dapat memberikan ijin melakukan Hemodialisa. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping
yang dapat ditimbulkan dari penghentian Hemodialisa. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya.
Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon terhadap
hemodialisa, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
5. Mendefinisikan kewajiban perawatan. Memfasilitasi klien dalam pelaksanaan hemodialisa sesuai ketentuan yang ada. Membantu proses
adaptasi klien terhadap hemodialisa. Mengoptimalkan sistem dukungan. Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif
terhadap masalah yang sedang dihadapi. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya.
Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan
dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Apabila intervensi-intervensi tersebut efektif
diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya
akan dilaksanakan.
Daftar Pustaka

Brunner & Sudarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 8. Jakarta :EGC
Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Doenges,Marilynne.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.Jakarta: EGC
Edisi 4. Pedoman Obat Untuk Perawat.2000.Jakarta: EGC
Nursalam. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
Potter & Perry. 1999. Fundamental Of Nursing Volume 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
www.pmi.com

Anda mungkin juga menyukai