Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN

PENGEMASAN BAHAN PANGAN HEWANI

Disusun oleh:
Kelompok A-6
Gabriella Anggono 6103015012
Yolanda Christina 6103015027
Anika Yanuar 6103015048
Mercy Elisabeth 6103015069
Tanggal praktikum: Selasa, 12 September 2017
Asisten praktikum: Ir. Adrianus Rulianto Utomo, MP.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mengetahui pengaruh pengemasana dalam mempertahankan
kualitas bahan pangan hewani selama penyimpanan
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan daging segar
2. Mahasiswa mengerti dan dapat melakukan beberapa metode pengemasan
daging segar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh jenis kemasan dan penyimpanan suhu
rendah terhadap daging segar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh kondisi daging terhadap perubahan
kualitasnya selama penyimpanan
BAB II
LANDASAN TEORI

Tingkat kualitas daging sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor
sebelum pemotongan maupun faktor setelah pemotongan. Faktor yang mempengaruhi
sebelum pemotongan adalah genetik, spesies, varietas, jenis kelamin, umur, pakan,
bahan aditif (hormon dan antibiotik), dan kondisi psikologis. Komposisi kimia utama
yang terkandung dalam daging adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin, dan pigmen (Nugraheni, 2013). Tingkat kecerahan warna ditentukan oleh
mioglobin yang dipengaruhi oleh oksigen. Daging menjadi lebih merah bila akibat
myoglobin mengikat oksigen. Daging yang baru dipotong umumnya berwarna ungu
gelap dan akan berubah menjadi merah jika dibiarkan kontak dengan oksigen sehingga
menyebabkan mioglobin berubah menjadi oksimioglobin. Perubahan mioglobin
menjadi oksimioglobin bersifat reversible tetapi apabila kontak dengan oksigen terus
menerus maka akan terbentuk metmioglobin yang menyebabkan warna merah berubah
menjadi coklat akibat logam Fe teroksidasi. Jenis perubahan warna yang lain adalah
akibat terjadinya dehidrasi. Denga terjadinya dehidrasi kadar pigmen pada permukaan
daging meningkat sehingga warnanya menjadi coklat kemerahan. Cahaya juga dapat
menyebabkan terjadinya perubahan warna.
Proses metabolisme aerobik akan berubah menjadi metabolisme anaerobik
pasca penyembelihan yang menyebabkan terbentuknya asam laktat. Penimbunan asam
laktat menyebabkan pH jaringan otot yang awalnya 7,2-7,4 turun hingga mencapai pH
3,5-5,5. Kecepatan penurunan pH dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Ketika suhu
lingkungan tinggi, pH akan turun lebih cepat akibat metabolism anaerobik meningkat
(Nugraheni, 2013).
WHC (water holding capacity) adalah kemampuan daging untuk
mempertahankan kandungan air bebas saat mendapat tekanan dari luar seperti proses
pemanasan, penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC baik
biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik. Penurunan
pH daging akan menyebabkan turunnya WHC daging sehingga daging tidak mampu
mempertahankan air selama proses pemasakan dan produk yang dihasilkan akan terasa
kering dan hamba. Besar kecilnya WHC dapat mempengaruhi warna, tekstur,
kekenyalan, juiceness, dan keempukan (Nugraheni, 2013).
Keempukan merupakan faktor yang penting selain dari segi rasa dan aroma.
Faktor yang mempengaruhi keempukan adalah jenis daging, umur ternak, perlakuan
yang diberikan seperti pemanasan dan pemberian enzim, serta kondisi daging seperti
pre rigor, rigor mortis, dan post rigor. Penurunan pH secara bertahap pada fase pre rigor
menyebabkan jaringan otot masih bersifat entur dan lunak. Keadaan rigor mortis
menyebabkan kekakuan yang terjadi dari cross-linking antara protein aktin dan miosin.
Fase post rigor menyebabkan daging menjadi lunak kembali karena adanya penurunan
pH. Enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis gelap z pada miofilamen dan
menghilangkan daya adhesi antara serabut otot. Enzim katepsin bersifat proteolitik
akan melonggarkan struktur protein serat otot.
Bahan kemasan, baik bahan logam, maupun bahan lain seperti plastik, gelas,
kertas dan karton seharusnya mempunyai 6 fungsi utama, yaitu :

1. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung


terhadap kotoran dan kontaminasi lainnya.

2. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar

air, oksigen dan penyinaran (cahaya).

3. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya dalam proses
pengepakan, yaitu selama penempatan bahan pangan ke dalam wadah
kemasan.

4. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga


memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar
yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.

6. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas

clan makanan di dalamnya agar dapat membantu promosi atau penjualan.

(Suradi,2005)

Polypropylene (PP) merupakan polimer pertambahan linier dari propylene. PP


mempunyai massa jenis yang paling rendah dibanding pastik lainnya, yakni 0,89-0,91
g/cm3. Memiliki tekstur yang lebih keras dan transparan dibandingkan Polyethylene.
PP mempunyai daya tahan yang baik terhadap bahan-bahan kimia, dan merupakan
bahan yang efektif untuk keluarnya uap air. Titik leburnya yang tinggi membuatnya
sesuai untuk aplikasi yang membutuhkan resistensi thermal.

Penggunaan plastik polietilena (PE) untuk mengemas daging beku karena jenis
plastik ini mempunyai beberapa keuntungan, seperti :

1. Kepadatan rendah dan kekuatan regangan yang cukup sehingga dapat


mempertahankan keutuhan kemasan dari perubahan yang mungkin terjadi pada saat
pembekuan. Kemasan ini dapat berjalan tanpa masalah dengan sistem pengawetan
yang lain yaitu pembekuan pada suhu rendah.
2. Dapat berfungsi sebagai penahan air yang baik, sehingga terjadinya
perpindahan air antara bahan dan lingkungan luar dapat dicegah, karena jika bahan
pangan mempunyai kandungan air yang lebih tinggi dari jumlah air setimbangnya,
maka bahan pangan tersebut akan mengeluarkan air ke sekitarnya.
3. Meningkatkan stabilitas panas sehingga dapat mempertahankan kesegaran
dan kekompakan tekstur daging, serta dapat mencegah terjadinya kontak langsung
daging dengan lingkungan sehingga terjadinya freeze burn dapat dihambat.
Daging yang beku dapat dikemas dalam atmosfer termodifikasi untuk menjaga
produk dari kerusakan non-mikrobia, daging segar biasanya rusak karena kontaminasi
berbagai macam bakteria, dengan mengatur atmosfer penyimpanan maka
perkembangan mikroorganisme akan melambat. Selama penyimpanan kenampakan
daging dipengaruhi oleh dehidrasi dari jaringan permukaan daging. Pada daging merah
pencoklatan pada permukaan jaringan otot akan timbul. MAP (Modified Atmosphere
Packaging) biasanya menggunakan film yang bersifat barier yang baik terhadap uap
air, maka dehidrasi tidak terjadi. MAP pada daging merah diharapkan menjaga
atmosfer agar tidak merubah warna jaringan otot. Prinsip dari metode MAP ini adalah
dengan mengatur komposisi udara yang ada di dalam kemasan, yaitu dengan dengan
meningkatkan karbon dioksida (CO2), menurunkan oksigen (O2), dan kandungan
nitrogen (N2) tinggi dibandingkan dengan udara biasa.

 Karbon dioksida (CO2)


Menghambat pertumbuhan bakteri aerob dan kapang pada suhu rendah.
Kemasan yang diisi dengan 100% karbon dioksida, suhunya akan mengalami
penurunan karena gas menjadi lebih mudah larut di dalam air dan makanan.

 Oksigen (O2)
Berperan dalam reaksi pembusukan, termasuk rancidity, reaksi pencoklatan,
dan perubahan warna. Konsentrasi oksigen di dalam kemasan dibuat minimum.
 Nitrogen (N2)
Merupakan gas inert (tidak bereaksi) yang tidak diserap oleh air maupun
makanan. Nitrogen digunakan sebagi pengisi untuk menggantikan oksigen dan
karbondioksida supaya pengemas tidak kempes.
BAB III
SKEMA KERJA

Alat dan Bahan


Alat : Karet gelang, plastik, satu set alat pencampur gas, freezer.
Bahan : Daging sapi segar, plastik polietilen, plastik polipropilen, gas O2 dan N2
Cara kerja

Persiapan daging dan amati warna (visual) serta pengujian pH dan tekstur

Pemotongan daging menjadi 12 potong daging segar sesuai jumlah


perlakuan

Pengemasan daging segar dengan perlakuan sebagai berikut:

Plastik polietlien dengan Plastik polipropilen dengan


kondisi vakum, komposisi kondisi vakum, komposisi
atmosfer atmosfer
0% O2, 100% N2 0% O2, 100% N2
20% O2, 80% N2 20% O2, 80% N2
40% O2, 60% N2 40% O2, 60% N2
60% O2, 40% N2 60% O2, 40% N2
80% O2, 20% N2 80% O2, 20% N2
100% O2, 0% N2 100% O2, 0% N2

Penyimpanan setiap perlakuan pada suhu dingin (freezer)

Pengamatan perubahan yang terjadi pada daging segar (warna dan aroma
secara visual) dan pengujian pH, tekstur, dan susut berat setelah tiga hari
penyimpanan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan
Hari ke-0
Tabel 1. Pengamatan Berat Daging Pada Hari ke-0
Perlakuan Berat Awal (kg)
PP PE
0% O2 ;100 %N2 26 23

20% O2 ; 80%N2 21 24

40% O2 ; 60%N2 20 23

60% O2 ; 40%N2 21 24

80% O2 ; 20 %N2 14 23

100% O2 ; 0%N2 15 17

Tabel 2.Pengamatan Berat Daging Pada Hari ke-3


Perlakuan Berat (kg)
PP PE
0% O2 ;100 %N2 23 21

20% O2 ; 80%N2 20 23

40% O2 ; 60%N2 20 24

60% O2 ; 40%N2 21 25

80% O2 ; 20 %N2 14 20

100% O2 ; 0%N2 15 19
Tabel 3. Pengamatan pH Pada Hari Ke-3
Perlakuan pH
PP PE
0% O2 ;100 %N2 6,10 6,13

20% O2 ; 80%N2 6,12 6,14

40% O2 ; 60%N2 6,15 6,24

60% O2 ; 40%N2 6,18 6,26

80% O2 ; 20 %N2 6,19 6,15

100% O2 ; 0%N2 6,17 6,21

Tabel 4. Pengamatan Tekstur Pada Hari ke-3


Perlakuan Tekstur
PP PE
0% O2 ;100 %N2 +6 +4

20% O2 ; 80%N2 +5 +3

40% O2 ; 60%N2 +4 +5

60% O2 ; 40%N2 +2 +6

80% O2 ; 20 %N2 +1 +1

100% O2 ; 0%N2 +3 +2

Keterangan : Makin banyak (+) makin lunak


Tabel 5. Pengamatan Warna Pada Hari ke-0 dan Hari ke-3
PP PE

Perlakuan Hari ke-3 Hari ke-3


Hari Hari ke-
ke-0 Awal Setelah 30 0 Awal Setelah 30
menit menit
0% O2 ;100 Merah Merah Merah Merah Merah Merah
%N2 (+3) (+6) (+5) (+3) (+9) (+8)

20% O2 ; Merah Merah Merah Merah Merah Merah


80%N2 (+3) (+6) (+5) (+3) (+6) (+5)

40% O2 ; Merah Merah Merah Merah Merah Merah


(+3) (+6) (+3) (+7)
60%N2 (+8) (+8)

60% O2 ; Merah Merah Merah Merah Merah Merah


40%N2 (+3) (+5) (+4) (+3) (+5) (+4)

80% O2 ; 20 Merah Merah Merah Merah Merah Merah


(+3) (+6) (+7) (+3) (+7) (+6)
%N2

100% O2 ; Merah Merah Merah Merah Merah Merah


0%N2 (+3) (+4) (+8) (+3) (+7) (+8)
BAB V
PEMBAHASAN

Daging merupakan salah satu komoditi yang memiliki kadar air tinggi sehingga
cepat mengalami kerusakan. Oleh karena itu, perlu dijaga mutu dan kesegarannya agar
tidak mudah rusak. Cara untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan pengemasan,
pengaturan komposisi gas dan penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan pada
suhu rendah agar menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat proses
biokimia.(Ifmalinda, 2013)

Pada praktikum ini, daging disimpan selama 3 pada freezer dengan 6 perlakuan
pengaturan kompisisi gas O2 dan N2.Kondisi gas yang dilakukan selama penyimpanan
adalah 0% O2 dan 100 %N2, 20% O2 dan 80%N2, 40% O2 dan 60%N2, 60% O2 dan
40%N2, 80% O2 dan 20 %N2, 100% O2 dan 0%N2. Selain itu, dilakukan perlakuan
terhadap jenis kemasan. Kemasan yang digunakan pada praktikum ini adalah plastik
PP 1 kg dan plastik PE 1 kg. Pada penyimpanan hari ke 3 dilakukan pengamatan
terhadap warna, tekstur, pH, dan susut berat.

Warna

Pengamatan warna dilakukan dengan pengamatan visual pada hari ke-0 dan hari
ke-3. Pada pengamatan hari ke-3 menunjukkan bahwa pada masing-masing kemasan
yaitu PP dan PE warna paling gelap ditunjukkan dengan kondisi 40% O2 ; 60%N2, dan
40% O2 ; 60%N2. Warna merah gelap pada daging disebabkan karena adanya mikroba
yang mampu mendegradasi protein yang mengandung asam amino sulfur (metionin
dan sistein), sehingga terbentuk H2S yang dapat bereaksi dengan protein mioglobin dan
membentuk FeS. Terbentuknya senyawa FeS yang menyebabkan timbulnya warna
gelap pada daging.
Daging yang dikemas dengan 100% O2 pada kemasan PP memiliki warna yang
lebih terang dibandingkan daging yang dikemas dengan kondisi udara yang lain.
Daging pada kondisi 100% O2 mununjukkan bahwa warna daging yang dikemas
menggunakan PP berwarna merah dengan intensitas sebesar 4 dan pada PE berwarna
merah yang lebih coklat dengan intensitas sebesar 7. Namun setelah lama dibiarkan
selama 30 menit dalam udara terbuka daging mengalami oksidasi lebih lanjut menjadi
metmioglobin karena jumlah O2 yang berlebih sehingga warna daging menjadi lebih
gelap dengan intensitas merah +8.
Daging yang dikemas dengan komposisi udara 100% N2 pada kemasan PE
memiliki warna yang paling gelap dibandingkan dengan kondisi udara yang lain.
Secara teori gas N2 berfungsi sebagai filter mampu mencegah proses oksidasi pada
daging sehingga warna dari daging tetap berwarna merah, namun bakteri seperti bakteri
autotrof dapat memanfaatkan gas ini untuk dapat hidup, sehingga warna daging
berubah menjadi coklat. Pengemasan daging dengan PP maupun PE dengan kombinasi
gas 60% O2 ; 40%N2 yang paling baik daripada dengan kombinasi gas yang lain karena
lebih stabil dalam mempertahankan warna daging dan dapat memperpanjang masa
simpan dari daging tersebut.

Tekstur

Tekstur disini berkaitan dengan keras tidaknya daging. Pengukuran tekstur


dilakukan secara subjektif yaitu dengan ditekan menggunakan tangan. Tektur daging
ini dapat berubah karena adanya penurunan titik isoelektris dari daging sehingga
mengalami penurunan WHC dan tekstur menjadi keras akibat terbentuknya aktomiosin
yang disebabkan ketidakmampuannya untuk mensintesa ATP. Selain itu adanya
perubahan fase dari pre rigor menuju rigor mortis dan post rigor juga dapat
mempengaruhi teksur daging. Daging telah mengalami fase post rigor yang melibatkan
degradasi atau pemutusan ikatan pada protein elastin daging oleh keberadaan enzim
protease yang umum berada pada daging atau disebakan oleh mikroorganisme
pembusuk. Degradasi protein akan menyebabkan kelunakan tekstur bahan. Laju daging
melewati fase rigor mortis berbeda-beda bergantung pada komposisi bahan, hewan
yang disembelih dan sebagainya. Kondisi dengan perlakuan gas N2 80%, dan 20%
Oksigen pada kemasan PE dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk yang dapat menyebabkan pelunakan tekstur pada daging. Gas N2 merupakan
gas inert dan fungsinya dalam pengemasan selain untuk mengisi udara dan mengusir
gas O2, juga dapat berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri anaerob. Kadar oksigen
dibuat lebih rendah dibandingkan dengan gas N2 dengan tujuan untuk menghindarkan
perubahan karakteristik daging akibat reaksi anaerobik dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme anaerobik pada daging.

pH

pH pada daging menyatakan perubahan tingkat keasaman pada daging selama


penyimpanan. Terhentinya suplai oksigen setelah hewan mati akan menyebabkan
terbentuknya asam laktat hasil pemecahan glikogen secara anaerob yang
mengakibatkan terjadinya penurunan pH karena pembentukan asam laktat hasil
perombakan glikogen secara anaerobik. Perubahan pH daging setelah pemotongan
ternak dipengaruhi oleh ketersediaan asam laktat di dalam otot, ketersediaan asam
laktat ini dipengaruhi oleh kandungan glikogen, dan kandungan glikogen dipengaruhi
oleh penanganan ternak sebelum dipotong. Laju penurunan pH otot yang cepat akan
mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air (WHC), karena meningkatnya
kontraksi aktomiosin yang terbentuk sehingga cairan akan keluar dari daging.
Penyimpanan daging harus dilakukan pada suhu rendah karena suhu tinggi dapat
mempercepat penurunan pH otot postrigor dan menurunkan kapasitas mengikat air
karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air ke
ruang ekstraseluler.
Pada awal penyimpanan pH daging 6,41 dan setelah penyimpanan 3 hari turun
menjadi berkisar 6. Penyimpanan daging dengan memodifikasi atmosfer
penyimpanannya menjadi O2 100% akan menyebabkan penurunan pH. Adanya
oksigen yang tinggi dapat memicu terjadinya oksidasi komponen-komponen daging
seperti senyawa volatil, lemak, dan tumbuhnya mikroba aeorob yang dapat
mendegradasi senyawa pada daging sehingga menyebabkan turunnya pH daging.

Pada perlakuan dengan modifikasi atmosfer penyimpanan menjadi kadar N2


ditingkatkan dan kadar O2 diturunkan seharusnya terjadi penurunan pH yang lebih
sedikit dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada penyimpanan O2 100%. Hal
ini disebabkan karena gas N2 merupakan gas inert yang memiliki fungsi untuk mengisi
udara, mengusir gas O2, dan juga dapat berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri
anaerob. Pemberian O2 yang sedikit dalam atmosfer penyimpanan bertujuan untuk
menghindari kerusakan yang dapat terjadi dalam suasana anaerob.

Seharusnya penurunan pH yang paling banyak terjadi pada komposisi gas


dengan kandungan O2 yang paling tinggi karena O2 akan membantu aktivitas mikroba
dan menghasilkan asam dan penyimpanan dengan kandungan N2 akan menghasilkan
penurunan pH yang kecil. Namun pada praktikum kami tidak demikian, menurut data
pengamatan yang kami dapatkan ada beberapa kondisi yang menunjukan penurunan
yang kurang konsisten pada setiap kemasannya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi
hal ini, baik dari cara penghancuran daging saat pengamatan maupun dari metabolisme
dan degradasi bagian-bagian daging yang berbeda-beda. Pada waktu penghancuran
daging, daging kurang ditekan-tekan sehingga air dari daging tidak keluar banyak,
sehingga mengganggu data pH

Susut Berat
Pengamatan susut berat daging dilakukan dengan menimbang berat daging
sebelum dikemas dan daging setelah dikemas selama 3 hari. Selisih berat daging
merupakan susut berat daging.
Susut berat daging disebabkan oleh perbedaan RH daging dan ruang
penyimpanan. Daging memiliki kadar air yang tinggi sehingga RH daging tinggi pula,
sedangkan refrigerator atau freezer memiliki RH yang rendah. Oleh karena itu,
lingkungan akan menyeimbangkan RH dengan cara menyerap air yang ada di dalam
daging. Air yang ada dalam daging keluar sehingga daging mengalami susut berat.
Susut berat daging dipengaruhi oleh jenis kemasan yang digunakan dan komposisi gas.
Adanya kemasan menyebabkan perbedaan permeabilitas kemasan terhadap uap air,
oksigen.
Secara umum, daging yang disimpan dalam plastik PP 1 kg selama
penyimpanan lebih sedikit mengalami penyusutan dibandingkan dengan PE 1 kg. Hal
ini disebabkan plastik jenis PE daya tembus lebih besar dan memudahkan untuk
masuknya udara luar.(Ifmalinda,2013)
Pada daging yang dikemas dengan kompisisi N2 yang lebih banyak dan O2 yang
lebih sedikit mengalami susut berat yang lebih rendah. Hal ini disebabkan N2
merupakan gas inert yang dapat menggantikan udara atmosfer terutama oksigen. N 2
dapat menghambat pertumbuhan organisme pembusuk aerobic sehingga perombakan
pada daging dapat berkurang dan mencegah kerusakan pengemas karena kelarutannya
yang rendah dalam fase air dan lemak pada makanan (Blakistone, 1998). Penurunan
presentase oksigen ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerob
dan juga untuk memperlambat proses oksidasi (Sidik, 2010). Namun, pada praktikum
yang kami lakukan terdapatnya penyimpangan karena berat daging pada hari ke-3
mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena saat pendiaman daging selama 30
menit setelah dikeluarkan dari freezer es yang terbentuk belum sepenuhnya mencair
sehingga dapat mempengaruhi kenaikan pada berat daging.
BAB VI
KESIMPULAN

 Perubahan pada parameter warna, tekstur, pH, dan berat daging menunjukkan
penurunan kualitas daging
 Pengemasan daging dengan kombinasi gas 60% O2 ; 40%N2 yang paling baik
untuk mempertahankan warna
 Perlakuan kondisi gas N2 80%, dan 20% Oksigen pada kemasan PE paling baik
untuk mempertahankan tekstur daging
 Perlakuan kondisi gas pada penyimpanan dengan kadar N2 ditingkatkan dan
kadar O2 diturunkan dapat menghambat penurunan pH dan susut berat pada
daging

DAFTAR PUSTAKA
Blackistone, B.A. 1998. Principles and Applications of Modified Atmosphere
Packaging of Foods: Second Edition. New York: Springer Science + Business
Media, LLC.

Ifmalinda. 2013. Pengaruh Jenis Kemasan Pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi


Pada Daging. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Masykuri. 2003. Pengemasan dan Pengepakan Produk Segar Hasil Ternak.


http://eprints.undip.ac.id/21452/1/706-ki-fp-2004.pdf (21 September 2017).

Nugraheni, M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangann Hewani. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sidik., F. 2010. Penggunaan Modified Atmosphere Packaging Dalam Pengemasan


Daging. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto

Suradi, K. 2005. Pengemasan Bahan Pangan Hasil Ternak dan Penentuan Waktu
Kadarluasa. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/11/pengemasan_bahan_pangan_hasil_ternak.pdf (21
September 2017)

Lampiran
Gambar 1. Warna Daging Bagian Luar Pada Gambar 2. Warna Daging Bagian Dalam
Hari ke-3 Setelah 30 Menit Pada Hari ke-3

Gambar 3. Warna Daging Pada Hari Ke-0

Anda mungkin juga menyukai