Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGEMASAN,

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN

PENGALENGAN

Oleh:

KELOMPOK A-5

Anika Yanuar 6103015048


Jonathan Nigel 6103015066
Revina Mega 6103015077
Cynthia Adeline` 6103015093

Tanggal: 24 Oktober 2017

ASISTEN: Steven Adiputra

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

SURABAYA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa memahami proses pengalengan sebagai salah sau cara pengawetan
bahan pangan.
1.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
- Mahasiswa mengerti dan dapat menjelaskan tahapan-tahapan proses
pengalengan beserta kegunaannya.
- Mahasiswa dapat menjelaskan tentang bahan pembentuk kaleng dan proses
penutupan kaleng.
- Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya kerusakan dan cacat pada kemasan
kaleng.

1.3. LATAR BELAKANG


Setiap produk pangan yang telah diolah memerlukan kemasan yang baik
supaya mudah disimpan dan membantu menghindari kontak dengan lingkungan
yang mampu mempersingkat umur simpan produk. Pada beberapa produk yang
dihasilkan, terdapat produk yang rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme
seperti buah-buahan segar dan daging kaleng. Kedua produk tersebut mampu
terkontaminasi mikroorganisme. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi,
pengemasan produk harus diperhatikan. Salah satu caranya adalah dengan
pengalengan. Kemasan kaleng susah untuk dipenetrasi dan dirusak oleh
kerusakan mekanis sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi silang antara
produk dan pengemas menjadi semakin kecil.
BAB II
DASAR TEORI

Kaleng adalah lembaran baja yang disalut timah. Bagi orang awam, kaleng sering
diartikan sebagai tempat penyimpananatau wadah yang terbuat dari logam dan digunakan
untuk mengemas makanan, minuman, atau produk lain. Dalam pengertian ini, kaleng juga
termasuk wadah yang terbuat dari aluminium. Kaleng adalah salah satu jenis kemasan
makanan yang sudah dikenal sejak perang dunia kedua. Mengemas makanan dalam kaleng
merupakan salah satu teknologi pengawetan makanan dengan cara sterilisasi dengan suhu
tinggi. Saat ini makanan dalam kemasan kaleng semakin populer akibat mobilitas masyarakat
yang sangat tinggi, sehingga mengkonsumsi produk makanan kaleng dapat menghemat
waktu. Kerusakan utama yang terjadi pada bahan makanan yang dikemas dalam kaleng
adalah kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba yang menyebabkan makanan menjadi
berbau busuk, asam dan bahkan beracun (Shaffiyah, 2008).

Menurut Winarno (1995), kerusakan makanan kaleng dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

1. Flat Sour Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan
apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam.
2. Flipper Apabila dilihat sekilas, bentuk kaleng terlihat normal tanpa kerusakan.
Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan
terlihat cembung.
3. Springer Apabila salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedangkan
ujung yang lain tampak cembung permanen.
4. Swell (cembung) Apabila kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat
adanya bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu soft swell dan hard swell. Soft swlel yaitu kedua ujung kaleng yang
sudah cembung tetapi belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke
dalam. Sedangkan hard swell yaitu kedua ujung permukaan kaleng sudah
cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa lagi ditekan ke dalam (Shaffiyah,
2008).

Keuntungan wadah kaleng untuk makanan dan minuman :

- mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi


- barrier yang baik terhadap gas, uap air, jasad renik, debu dan kotoran sehingga
cocok untuk kemasan hermetis.
- Toksisitasnya relatif rendah meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam
ke bahan yang dikemas.
- Tahan terhadap perubahan-perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim
- Mempunyai permukaan yang ideal untuk dekorasi dan pelabelan

Bentuk kemasan dari bahan logam yang digunakan untuk bahan pangan yaitu :
- bentuk kaleng tinplate
- kaleng alumunium
- bentuk alumunium foil

Kaleng tinplate banyak digunakan dalam industri makanan dan komponen utama untuk
tutup botol atau jars. Kaleng alumunium banyak digunakan dalam industri minuman.
Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari kemasan bentuk kantong bersama-
sama/dilaminasi dengan berbagai jenis plastik, dan banyak digunakan oleh industri makanan
ringan, susu bubuk dan sebagainya.

Menurut Buckle dkk (1987), kemasan yang dipakai dalam proses pengalengan
adalah kaleng yang dibuat dalam ukuran dan bentuk yang beragam. Ukuran pada
suatu kaleng dapat ditunjukkan dengan kode, misalnya 211x400. Hal ini berarti
kaleng tersebut memiliki diameter 2-11/16 inci dan tingginya 4-0/16 inci. Pada
bilangan pertama menunjukkan diameter dan pada bilangan yang terakhir
menyatakan jumlah dari perenam belas. Overlap pada kaleng dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
𝐵𝐻+𝐶𝐻+𝐸𝑃𝑇−𝐿
% overlap = 𝑋 100%
𝐿−((2𝐸𝑃𝑇0+𝐵𝑃𝑇)

Keterangan :
BH: panjang lipatan pada kaleng (body hook)
CH: panjang lipatan pada tutup kaleng (cover hook)
L : panjang sambungan (seam length)
EPT : ketebalan tutup kaleng (end plate thickness)
BPT : ketebalan badan kaleng (body plate thickness)
BAB III
METODE

3.1 Alat 7. Alat penutup kaleng


1. Panci 8. Autoclave
2. Dandang 9. Termometer
3. Kompor 10. Penetrometer
4. Pisau 11. Jangka sorong
5. Telenan 12. Mikrometer sekrup
6. Kaleng dan tutup kaleng 13. Tang

3.2 Bahan
1. Gula
2. Larutan NaCl 1%
3. Pepaya
3.3 Cara Kerja

Potongan Pepaya

Penimbangan 80 gr

Larutan gula Pengisan dalam kaelng


sampai tersisa 10%
akuades
( untuk heat space)

Exhausting

Penutupan kaleng

Sterilisasi dalam
autoklaf

Pendinginan

Pengamatan:
Tektur, warna, % overlap
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 pH
Tabel 1. Hasil pH berbagai perlakuan pada hari 0,2,7

Hari ke Perlakuan pH
Akuades 5,90
0 Gula disayat 5,50
Gula tidak disayat 5,47
Akuades 5,48
3 Gula disayat 5,48
Gula tidak disayat 5,45
Akuades 5,47
7 Gula disayat 5,47
Gula tidak disayat 5,44

Pada praktikum kali ini dilakukan juga pengamatan terhadap pH larutan perendam
papaya yang dikalengkan. Dari ketiga pelakuan yang dilakukan diketahui bahwa pH papaya
dalam kaleng relatif stabil. Pada hari ke-0 sampai hari ke-7 penurunan pH tidak terlalu
banyak, hanya selisih sedikit dari pH hari ke-0. Hal tersebut tejadi karena kemasan kaleng
memiliki barrier yang baik terhadap uap, air, gas, mikroba, dll, sehingga tidak ada perubahan
kondisi lingkungan dalam kaleng yang mengakibatkan penurunan pH. Stabilnya pH juga
dapat menunjukan bahwa tidak ada kebocoran pada kaleng, karena bila ada kebocoran maka
akan ada udara, uap, air, mikroba yang masuk ke dalam kaleng dan dapat mempengaruhi pH
papaya. Pada pH larutan gula pada kaleng yang disayat memiliki pH paling rendah
dibanding yang lain, hal itu dikarenakan pada bagian yang disayat dapat menyebabkan
adanya reaksi antara komponen kaleng dengan larutan gula sehingga pHnya menjadi lebih
rendah daripada perlakuan lain. Stabilnya pH selama penyimpanan menunjukan bahwa
papaya tidak mengalami kerusakan selama penyimpanan dalam kaleng, karena makanan
yang mengalami kerusakan akan mengalami penurunan pH akibat dari aktivitas
mikroorganisme.

4.2 Tekstur
Tabel 2. Hasil pengamatan tekstur berbagai perlakuan pada hari 0,2,7

Perlakuan Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3

31-10-2017 2-11-2017 7-11-2017

akuades 1,23 1,19 1,19


0,70 1,38 0,88
0,40 1,25 0,93

Rata-rata 0,78 1,27 1,00

Gula tidak sayat (#) 0,40 1,25 1,11


0,43 1,45 0,96
0,33 1,59 1,43

Rata-rata 0,39 1,43 1,17

Gula sayat 0,75 1,79 0,66


0,84 1,21 0,83
1,11 1,61 0,83
Rata-rata 0,90 1,54 0,77

Pada percobaaan dilakukan pengalengan papaya dengan perbedaan perlakuan sampai


pengamatan ke-3. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan
maka tektur dari buah papaya tersebut akan semakin lunak. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil
pengukuran dengan penetrometer yang semakin besar pada ke-3 perlakuan akibat semakin lamanya
penyimpanan. Tektur pada buah papaya yang lunak dikarenakan adanya kerusakan dari jaringan
penyusun buah papaya tersebut. Pada pengalengan buah papaya dengan perendaman menggunakan
akuades terlihat tidak terlalu lunak dibandingkan dengan pengalengan buah papaya dengan perlakuan
gula sayat maupun tidak sayat. Hal ini disebabkan akuades masuk dalam sel buah pepaya karena sel-
sel pada buah papaya yang hipertonis dibandingkan denagan akuades tersebut. Sedangkan pada
pengalengan buah papaya dengan perlakuan perendaman dengan gula sayat maupun tidak sayat
terjadi perpindahan secara osmosis dari sel-sel buah papaya yang keluar menuju larutan gula tersebut
sehingga tekstur yang dihasilkan lunak bahkan sangat lunak. Adanya naik-turunnya nilai dari tekstur
buah papaya pada 3 perlakuan tersebut dikarenakan pengambilan sampel tekstur sampel yang tidak
sama sehingga dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran dengan penetrometer tersebut.

4.3 Warna
Tabel 3. Hasil pengamatan warna berbagai perlakuan pada hari 0,2,7.

Perlakuan Warna
Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-7
Akuades Kuning orange (+5) Kuning Orange (+5) Kuning Orange (+3)

Penambahan gula Kuning Orange Kuning Orange (+3) Kuning Orange (+1)
dan sayat (+5)
Penambahan gula Kuning Orange Kuning Orange (+4) Kuning Orange (+2)
dan tidak sayat (+5)
Keterangan : Semakin +, maka warna papaya makin cerah

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap warna dari pepaya pada hari ke 0,2,
dan 7 dengan cara pengamatan secara langsung secara kualitatif. Secara umum didapatkan bahwa
semakin lama penyimpanan dari pepaya kaleng, semakin memudar warna dari pepaya tersebut. Hal
ini dapat disebabkan karena semakin lama masa penyimpanan, semakin banyak air yang terserap
oleh pepaya sehingga warnanya menjadi memudar. Namun pengurangan warna tersebut tidak terlalu
signifikan sehingga tidak terlalu mempengaruhi sifat organoleptiknya.

Pada pepaya dengan perlakuan akuades saja, diketahui pepaya lebih dapat mempertahankan
warnanya hingga hari ke-7 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Ini sejalan dengan teori bahwa
beta karoten dapat mempertahankan warnanya saat disimpan dengan baik. Sedangkan pada
perlakuan penambahan gula tanpa penyayatan, warna oranye cerah dapat dipertahankan dengan baik
pula namun tidak sebaik dengan akuades saja. Pada perlakuan penambahan gula dan dengan
penyayatan, diketahui memiliki kemampuan mempertahankan warna yang paling buruk. Hal ini
disebabkan karena penyayatan dapat mengekspos dinding dalam kaleng yang mengandung logam
sehingga mempengaruhi warna dari pepaya. Serta adanya kemungkinan kontaminasi silang bakteri
dari pisau yang digunakan untuk menggores kaleng dapat mempengaruhi warna dari pepaya tersebut.
4.4 Overlap
Tabel 4. Hasilpengamatan% overlap berbagai perlakuan pada hari 0,2,7.
% Overlap
𝐵𝐻+𝐶𝐻+𝐸𝐵𝑇−𝐿
Hari Perlakuan BH CH EBT L BPT x
𝐿−(2𝐸𝐵𝑇+𝐵𝑃𝑇)
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) 100%
Akuades 0,169 0,275 0,020 0,265 0,018 96,13%
Penambahan gula dan
0,165 0,280 0,022 0,260 0,021 106,15%
Hari ke-0 sayat
Penambahan gula dan
0,171 0,270 0,023 0,255 0,020 110,58
tidak sayat
Akuades 0,165 0,255 0,019 0,245 0,018 102,65%
Penambahan gula dan
0,175 0,240 0,023 0,275 0,018 77,25%
Hari ke-2 sayat
Penambahan gula dan
0,160 0,230 0,024 0,235 0,020 107,19%
tidak sayat
Akuades 0,170 0,275 0,023 0,255 0,025 115,76%
Penambahan gula dan
0,165 0,280 0,018 0,255 0,012 100,48%
Hari ke-7 sayat
Penambahan gula dan
0,160 0,270 0,022 0,275 0,020 83,89%
tidak sayat

𝐵𝐻+𝐶𝐻+𝐸𝐵𝑇−𝐿
Rumus % Overlap : x 100%
𝐿−(2𝐸𝐵𝑇+𝐵𝑃𝑇)

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap pengujian % overlap.


Pengujian % overlap dilakukan untuk mengetahui efisiensi penutupan dan merupakan
parameter untuk mengetahui keberhasilan dalam proses pengalengan. Semakin tinggi %
overlap maka semakin efektif dan efisien proses penutupan kaleng tersebut. Dan proses
pengalengan yang dilakukan baik karena tidak terjadi kebocoran pada proses penutupan
kaleng. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa % overlap memenuhi standar (standarnya
70%) berarti proses pengalengan yang dilakukan sudah baik yang ditunjukkan dengan hasil %
overlap yang memenuhi standar.
BAB V
KESIMPULAN

- pH papaya yang dikalengkan stabil selama penyimpanan


- Warna pepaya yang dikalengkan tidak berubah banyak apabila dikemas dengan baik
- %overlap memenuhi standar yaitu 70%
- % overlap sangat menentukan keberhasilan proses pengalengan

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan diterjemahkan
oleh Hari Purnomo dan Adiono.Jakarta : UI-Press.
Shaffiyah. (2008). Seputar Makanan Kaleng, http://shaffiyah.wordpress.com/> (diakses 12 November
2017)

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai