Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN NABATI

MEKANISME PERUBAHAN WARNA PADA BUAH PISANG

OLEH :

Carlo Kosasih 6103014007

Monica Martina 6103015024

Anika Yanuar K. 6103015048

Patricia Pramesvari 6103015085

Kelas F

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kelompok komoditas pertanian yang penting di Indonesia adalah buah-
buahan. Permintaan akan konsumsi buah-buahan di Indonesia cukup tinggi yang ditandai dengan
banyaknya buah-buahan di pasar modern maupun di pasar tradisional. Pisang merupakan salah
satu komoditas tanaman buah dengan permintaan yang cukup tinggi karena banyaknya manfaat
yang dimiliki oleh buah tersebut. Peran dari buah pisang tersebut dalam pemenuhan gizi manusia
adalah sebagai sumber energi, serat pangan dan vitamin. Tingkat produksi buah pisang yang
tinggi ini dipengaruhi dari berbagai macam pisang yang ada di Indonesia.

Dalam memenuhi kebutuhan konsumsi buah pisang, harus diiringi dengan tuntutan
kualitas pisang yang terjamin. Mutu pisang yang baik sangat ditentukan oleh tigkat kematangan
buah dan kenampakannya. Secara fisik mudah dilihat karena tanda-tanda ketuaan mudah
diamati. Menurut Trubus (2008) tingkat ketuaan buah untuk dipanen dapat ditentukan secara
visual atau dengan memperhitungkan umur buah. Secara visual ciri-ciri buah pisang sudah bisa
dipanen yaitu ditandai dengan kulit buah menjadi lebih cerah, bentuk buah lebih membulat tidak
bersiku.

Salah satu faktor penting dalam menjaga kualitas buah adalah kematangan buah saat
dipanen. Selama proses pematangan, warna, rasa, tekstur dan aroma buah mengalami perubahan.
Selama pematangan buah pisang terjadi perubahan warna kulit buah dari hijau ketika masih
mentah menjadi kekuningan sampai kuning merata ketika matang penuh dan akhirnya timbul
bercak coklat yang semakin melebar (Sjaifullah et al., 1997).

Di Indonesia saat ini belum mampu meningkatkan volume ekspor buah-buahan tropis
karena kendala kurang terpenuhinya persyaratan mutu yang diminta negara tujuan ekspor. Salah
satu penyebabnya adalah selama ini sistem sortasi atau pemilahan buah masih dilakukan secara
konvensional, dimana sortasi konvensional masih belum mampu memisahkan buah-buahan
sesuai klasifikasi yang ditentukan. Sehingga perlu adanya penanganan pada buah pisang tersebut
agar konsumen mendapatkan buah pisang tersebut dalam keadaan utuh, baik dan berkualitas
seperti saat baru dipetik.

Tujuan

Untuk mengetahui mekanisme terjadinya perubahan warna pada buah pisang

Untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada
buah pisang

Untuk dapat mencegah terjadinya perubahan warna pada buah pisang secara cepat guna
mempertahankan mutu produk olahan pisang maupun buah pisang tersebut
BAB II

DASAR TEORI

Pisang merupakan tanaman buah herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara
termasuk Indonesia kemudian menyebar ke Afrika Barat, Amerika Selatan, Amerika Tengah dan
menyebar ke seluruh daerah tropika dan sub tropika dunia (Sunyoto 2011; dalam Rahayu, 2014).
Menurut Sunyoto (2011) Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor 4 di dunia dan
sekitar 50% produksi pisang Asia berasal dari Indonesia.

Ragam Buah Pisang


Pisang Raja Sere
Pisang Raja Sere dikenal sebagai pisang meja. Ukuran buahnya kecil
dengan panjang buah 10-15 cm dan diameter 3- 4 cm. Berat per
tandan antara 10-14 kg, jumlah sisir 5-9, dan tiap sisir terdiri dari 12-
16 buah. Buah yang matang warna kulitnya kuning kecoklatan
dengan bitnik bitnik coklat kehitaman. Kulit buah tipis, warna daging buah putih, rasanya manis
dan aromanya harum (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 1

Pisang Ambon Kuning.


Pisang Ambon Kuning pada saat matang berwarna kuning dengan
warna daging buah krem atau putih kekuningan. Rasa daging
buahnya manis dan aromanya kuat. Berat tandan antara 15-25 kg
tersusun dari 10-14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Ukuran
buahnya termasuk besar, panjang tiap buah 15-20 cm dan diameter 3,45 cm. Buah pisang Ambon
dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, jam dan tepung pisang (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 2

Pisang Ambon Lumut


Warna kulit pisang Ambon Lumut hijau kekuningan dengan bintik-
bintik coklat kehitaman. Daging buahnya berwarna putih kemerahan dan lunak. Rasanya manis,
enak, dan aromanya kuat. Berat per tandan mencapai kisaran 15-18 kg dengan jumlah sisir 8-18.
Setiap sisir kurang lebih 20 buah. Ukuran buah 15-20 cm dengan diameter 3-3,5 cm. Selain
untuk buah meja, pisang Ambon Lumut dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, jam dan
tepung pisang (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 3

Pisang Emas
Pisang Emas memiliki bentuk buah kecil-kecil dengan panjang 8-12
cm dan diameter 3-4cm. Berat per tandan antara 8-12 kg terdiri dari
5-9 sisir. Setiap sisir rata-rata berisi 14-18 buah. Pisang Emas, bila
matang berwarna kuning cerah, kulit buahnya tipis, rasanya sangat manis dan aromanya kuat.
Pisang Emas dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, jam, dan keripik utuh (yang digoreng
vakum) (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 4

Pisang Cavendish
Termasuk dalam kelompok pisang Ambon, saat ini kultivar
Cavendish banyak ditanam di Indonesia oleh perusahaan swasta
besar untuk ekspor dan pasar domestik. Pisang Cavendish
yang diperdagangkan rata-rata memiliki kualitas baik. Seperti pisang
Ambon, ukuran buah termasuk besar, panjang buah antara 17-23cm (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 5

Pisang Lampung
Pisang jenis ini mirip pisang Emas, perbedaannya terletak pada ujung
buahnya. Pisang Lampung memiliki ujung buah lancip, sedangkan
pisang Emas ujung buahnya tumpul. Setiap tandan terdiri dari 6-8 sisir
dengan setiap sisir terdiri dari 18-20 buah. Berat setiap sisir adalah ±
940 gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah 9 dan diameter
buah 3-4 cm. Warna kulit buah kuning merata saat matang dan daging buah putih kekuningan
dan aroma kuat (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 6

Pisang Barangan
Tiap sisir berisi 16-23 buah, dengan besar buah yang hamper rata,
panjang buah antara 12-15 cm, susunan buah dalam satu sisir kompak,
sehingga mudah diatur dalam pengepakan. Tiap tandan memiliki berat
12-20 kg, berisi antara 8-12 sisir. Kulit buah ketika mentah hijau
dengan bintik-bintik coklat dan saat matang berwarna kuning dengan
bitnik-bintik coklat pada permukaan kulitnya. Daging buahnya berwarna kuning kemerahan
dengan aroma pisang yang kuat (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 7
Pisang Raja Bulu
Daging buah rasanya manis dan aromanya kuat, namun, kulit agak
tebal sehingga bagian yang dapat dimakan (bdd). Pada waktu
matang, warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning
merata, dengan warna daging buah kuning kemerahan.
Gambar 8
Setiap tandan memiliki berat berkisar 4-22 kg dengan jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah 10-
16 setiap sisir (Prabawati,dkk, 2008).

Pisang Kepok
Bentuk buahnya agak pipih karenanya sering disebut pisang gepeng
dan memiliki kulit tebal. Berat per tandan dapat mencapai 22 kg
memiliki 10-16 sisir. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bila matang
warna kulit buahnya kuning penuh (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 9
Pisang Nangka
Warna kulit buah pisang Nangka saat matang tetap hijau dengan rasa
buahnya asam manis. Berat per tandan antara 11-14 kg terdiri dari 6-
8 sisir, dan tiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Panjang buah 24-28
dengan diameter 3,5-4 cm. Pisang Nangka digunakan untuk pisang olahan. (Prabawati,dkk,
2008).
Gambar 10

Pisang Siem
Pisang jenis ini rata-rata tiap tandan buah terdiri atas 6 sisir yang
masing-masing tersusun oleh 15 buah pisang. Berat buah pisang
sekitar 92 gram dengan panjang 20- 25 cm dan diameter 3,2 cm.
Bentuk buahnya melengkung dengan bagian pangkal bulat. Warna
daging buahnya kuning kemerahan tanpa biji. Empulur buahnya
nyata, dengan tekstur kasar, rasanya manis. Lamanya tanaman berbunga sejak tunas adalah 14
bulan. (Prabawati,dkk, 2008). Gambar 11

Pisang Tanduk
Pisang Tanduk berukuran besar dan bentuknya menyerupai tanduk.
Buah matang memiliki warna kulit buah coklat kemerahan berbintik-
bintik dan warna daging buahnya kuning kemerahan. Berat setiap
tandan berkisar antara 7-10 kg yang terdiri atas tiga sisir, dan setiap
sisir berisi paling banyak sekitar 10 buah (Prabawati,dkk, 2008).
Gambar 12

Seiring dengan pertumbuhan buah pisang selama proses pematangan dari perubahan
warna mulai dari hijau kemudian berubah warna menjadi kuning buah pisang mengalami
perubahan komposisi kimia, salah satunya kandungan pati dan kandungan gula. Kandungan pati
selama proses pematangan akan cenderung berkurang sedangkan kandungan gula pada buah
pisang akan terus bertambah selama proses pematangan berlangsung. Perubahan kandungan pati
dan kandungan gula selama proses pematangan buah pisang dapat dilihat pada Tabel 1.
Pematangan merupakan proses transformasi pectic yang menyebabkan pelunakan,
perubahan warna, hilangnya atau berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya pigmen sekunder
baru, dan senyawa-senyawa lain pada buah yang terjadi akibat proses respirasi.
Reaksi kimia pada proses respirasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi dapat dijadikan petunjuk sebagai
parameter daya simpan pasca panen. Laju respirasi dianggap sebagai ukuran dari laju
metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai petunjuk dari daya simpan buah.
Kecepatan respirasi yang tinggi akan menurunkan umur simpan buah.

Menurut Hotman (2009), proses respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a.Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi jumlah CO 2 yang dihasilkan.
Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, dimana pada buah-buahan yang banyak
mengandung karbohidrat, maka laju respirasinya akan semakin meningkat. Laju respirasi rendah
terjadi pada produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal.

b. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang umum dalam mempengaruhi laju respirasi antara lain :

1. Suhu
Kenaikan suhu 100 C pada umumnya akan meningkatkan laju respirasi 2 – 2.5 kalinya.

2. Konsenterasi O2
Konsenterasi gas oksigen diudara sangat perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen
di udara maka akan meningkatkan laju respirasi buah

3. Konsentrasi CO2
Kandungan CO2 di udara yang sesuai akan memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-
sayuran, hal ini karena CO2 tersebut dapat menggangu proses respirasi pada buah tersebut.

4. Etilen
Penambahan gas etilen pada tingkatan pra-klimakterik dapat meningkatkan laju respirasi pada
buah klimakterik.

5. Kerusakan/Memar
Kerusakan/memar pada permukaan produk dapat meningkatnya laju respirasi produk akibat
kerusakan fisik buah tersebut sehingga umur simpan produk pasca panen akan relatif
menurun.

Buah pisang yang akan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi syarat dan
kriteria dengan kualitas yang baik. Dalam membeli pisang konsumen, biasanya memperhatikan
nilai kualitas pisang dari tekstur, aroma, penampilan, kekerasan/tekstur, dan tingkat keamanan.
Standar kematangan pisang berdasarkan warna dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Standar kematangan pisang berdasarkan warna (Caussiol, 2001)

Berdasarkan gambar di atas menyatakan tingkat kematangan buah pisang berdasarkan


perubahan warna. Mulai dari warna hijau yang menunjukkan tingkat kematangan pisang masih
muda hingga berwarna kuning cerah dengan bintik coklat yang menandakan tingkat kematangan
pisang yang telah tinggi dan apabila dibiarkan akan menuju pada proses kerusakan baik oleh
mikroorganisme atau proses metabolismenya.
Salah satu penyebab rusaknya buah pisang akibat adanya gas etilen yang dihasilkan buah
pisang itu sendiri. Semakin tinggi kadar gas etilen semakin cepat pula kematangan buah pisang.
Dengan sifat yang mudah rusak tersebut, buah pisang mudah mengalami kebusukan sehingga
tidak dapat disimpan lebih lama sehingga tidak dapat menjangkau daerah pemasaran yang lebih
luas.
Penyakit pada pisang biasanya muncul pada saat pematangan dan pada saat penjualan
(pasar dan toko) atau setelah sampai ditangan konsumen. Terjadinya penyakit ini banyak
disebabkan oleh kurangnya penanganan yang tepat pada pisang, tempat penyimpanan yang kotor,
dan penanganan pascapanen yang tidak tepat. Penyakit pada pisang ini dapat menyebabkan
kerugian yang serius bagi pedagang apabila tidak ditangani secara tepat.
BAB III

PEMBAHASAN

Selama proses pematangan pada buah pisang dipengaruhi oleh proses fotosintesis, serta
absorbsi air dan mineral oleh induknya. Setelah dipanen pisang masih mengalami proses
respirasi dan transpirasi walaupun telah dipetik atau terpisah dari induknya. Pada saat buah
masih pada tangkai atau induknya kehilangan air akibat transpirasi masih digantikan oleh aliran
air yang diabsorbsikan oleh akar dan ditransalokasikan menuju buah. Sesudah buah mengalami
proses panen dan terpisah dari induknya pasokan air dari akar tidak terjadi lagi maka kehilangan
substrat dan air

tidak dapat digantikan lagi sehingga terjadilah proses kemunduran mutu buah. Oleh
karena itu komposisi dan mutu buah pisang mengalami perubahan-perubahan, salah satunya
adalah perubahan warna buah pisang tersebut.

Pada pisang, selain terjadi kenaikan laju respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen
selama proses pematangan. Buah pisang yang berwarna hijau memiliki laju respirasi yang lebih
rendah dan pemasakan yang lebih lambat dibandingkan buah yang telah matang (kuning),
sehingga semakin muda umur petik maka daya simpannya menjadi lebih panjang.

Gambar 14. Kematangan pisang berdasarkan warna dari skala-1 sampai skala-7

Adanya laju respirasi pada buah pisang tersebut menyebabkan adanya peristiwa browning atau
reaksi Millard yang ditandai dengan perubahan warna pisang dari skala 1 sampai 7. Reaksi
Millard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer
yang hasilnya berupa produk berwarna cokelat. Gugus amino primer biasanya terdapat pada
bahan awal berupa asam amino. Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap berikut:

1. Aldosa (gula pereduksi) bereaksi dengan asam amino atau dengan gugus amino dari
protein sehingga dihasilkan basa Schiff.
2. Perubahan terjadi menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino ketosa.
3. Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida dari pentosa atau
hidroksil metil furfural dari heksosa.
4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara berupa metil-dikarbonil yang
diikuti penguraian menghasilkan reduktor dan dikarboksil seperti metilglioksal, asetot,
dan diasetil.
5. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus
amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa
berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

Selain itu yang menyebabkan perubahan warna yaitu penyimpanan. Orang ingin menyimpan
buah dan membuatnya agar tahan lama. Tujuan dari penyimpanan itu sendiri ialah untuk
mengontrol permintaan pasar, tanpa menimbulkan banyak kerusakan atau penurunan mutunya.
Penyimpanan sendiri terutama sangat dibutuhkan pada saat produksi dari buah meningkat. Proses
penyimpanan ini biasanya dilakukan pada pisang yang belum dikupas. Penyimpanan buah pisang
juga menghambat terjadinya pencoklatan enzimatis.

Penyimpanan pada suhu rendah atau dingin ialah penyimpanan pada suhu di atas titik beku
sehingga produk juga tidak membeku dan daya simpannya cukup lama. Biasanya keadaan pada
suhu rendah diikuti dengan kelembapan yang optimum sehingga produk dapat tetap segar dan
tahan lama juga tidak kekeringan. Pada prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah ini adalah
untuk menekan peristiwa respirasi dan transpirasi, sehingga proses berjalan lambat. Pada pisang
suhu penyimpanan yang terbaik adalah di atas 10 derajat Celcius dengan kelembaban sekitar 85-
90% dengan daya simpan 2 minggu. Apabila buah disimpan di bawah suhu tersebut maka akan
terjadi kerusakan yang disebut chilling injury, yaitu warna kulit buah menjadi hijau kehitaman
dan tidak dapat matang normal. Selain itu penyimpanan dengan penambahan pelapisan lilin
untuk menekan respirasi dan transpirasi, penambahan KmnO4 untuk menyerap etilen sehingga
proses pematangan buah dapat dihambat karena fungsi etilen adalah untuk mempercepat
pematangan buah, pencelupan dengan Kalsium Klorida untuk mempertahankan kesegaran juga
berguna untuk memperbaiki tekstur buahnya agar menjadi lebih keras dan matang dengan
normal, pengemasan dengan plastik bertekanan rendah, MAP (Modified Atmosphere Packaging)
dan penambahan asam askorbat untuk mencegah pencoklatan pisang.
Kualitas mutu buah pisang juga dipengaruhi oleh adanya kerusakan mekanis pada buah
pisang, buah pisang yang mengalami kerusakan mekanis seperti adanya memar atau luka akan
meningkatkan produksi gas etilen dan meningkatkan kecepatan respirasi sehingga pematangan
berlangsung lebih cepat. Bagian buah yang terkena memar akan berwarna lebih coklat dan cepat
mengalami kebusukan sehingga mutu buah akan menurun.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Mekanisme perubahan warna dari buah pisang tersebut diakibatkan karena adanya degradasi
krolofil akibat adanya reaksi Maillard yang terjadi akibat proses respirasi buah pisang tersebut.

Etilen terdapat dalam buah pisang, apabila semakin banyak etilen dalam buah pisang maka laju
pematangan buah pisang akan semakin cepat.

Penyimpanan dan penyimpanan buah pisang mempengaruhi laju pematangan pisang

Saran

Sebaiknya buah pisang yang telah dipanen dan akan didistibusikan, dikendalikan proses
pematangan buahnya, seperti pengendalian gas etilen, proses respirasi dan gas lainnya dengan
memodifikasi komposisi gas selama penyimpanan (MAP) , menggunakan pengemas plastic
bertekanan rendah, penyimpanan suhu diatas 10˚C dan pencegahan kemungkinan terjadinya
kerusakan mekanis yang dapat mempengaruhi mutu buah pisang. Buah yang akan didistibusikan
sebaiknya yang belum mengalami proses pematangan yaitu masih berwarna hijau atau hijau
kekuningan, sedangkan pisang yang sudah berwarna bintik-bintik coklat memiliki mutu yang
rendah sehinggga tidak didistibusikan.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA
Caussiol, L. 2001. Postharvest Quality of Conventional and Organically Grown Banana Fruit.
Master of Science by Research in Postharvest Tecnology. Institute of Agriculture of
Agritechnology. Cranfield University. Silsoe. Pp 160.

Hotman, F.S. 2009. Penggunaan Bahan Penjerap Etilen Pada Penyimpanan Pisang Barangan
dengan Atmosfer Termodifikasi Aktif. Skripsi S-1, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Prabawati, Sulusi, dkk. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Rahayu, M.D. 2014. Kriteria Kematangan Pascapanen Pisang Raja Bulu pada Beberapa Umur
Petik. Skripsi-S1, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Satuhu S dan supriyadi A. 2000. Pisang Budidaya , Pengolahan , dan Prospek Pasar . Jakarta : Penebar Swadaya

Sjaifullah, Dondy dan Y. Haryadi. 1997. Efek konsentrasi etilen dan suhu terhadap mutu dan
kecepatan pematangan buah pisang Ambonputih pada kelembaban tinggi. J.Hort

Trubus, R. 2008. Berkebun Pisang Secara Intensif. Jakarta : Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai