Anda di halaman 1dari 20

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki beraneka ragam buah-buahan di seluruh
Nusantara. Salah satunya adalah buah pepaya, bisa dikatakan, hampir seluruh
masyarakat mengenal dan menyukai buah yang satu ini. Pepaya merupkan salah satu
komoditas buah yang memiliki banyak fungsi dan manfaat. Sebagai buah segar,
pepaya banyak dikonsumsi selain mengandung nutrisi yang baik, harganya juga relatif
terjangkau dibanding buah lainnya. (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Pepaya merupakan
tanaman yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Kegunaan tanaman pepaya
cukup beragam dan hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Selain bernilai ekonomi tinggi, tanaman pepaya juga mencukupi
kebutuhan gizi (Warisno, 2003)
Buah pepaya cenderung mudah ditemui di pasar-pasar di Indonesia, baik pasar
tradisional maupun moderen serta memiliki harga yang dapat dijangkau oleh berbagai
kalangan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2016, rata-rata konsumsi buah pepaya
perorangan dalam seminggu adalah 55 gram (BPS 2017). Kuantitas buah pepaya yang
dikonsumsi per tahunnya cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
begitu juga dengan nilainya. Pengembangan usaha tani pepaya memiliki pertumbuhan
yang cenderung positif setiap tahunnya. Menurut BPS (2017) pada tahun 2016,
produksi pepaya di Indonesia menyentuh angka 904 ribu ton yang pada tahun
sebelumnya sekitar 851 ribu ton. Ini menandakan pertumbuhan yang positif sebesar
6% pada kurun waktu satu tahun. Komoditas pepaya juga termasuk buah-buahan yang
diekspor. Pada tahun 2016, pepaya segar diekspor sebanyak 35 ton dengan nilai FOB
(Free On Board) sebesar 39 ribu US$ (Kemendag 2017).
Pemasok buah pepaya terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Lampung, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan memasok sekitar
70% dari total produksi pepaya di Indonesia pada tahun 2011 hingga tahun 2016 (BPS
2017). Provinsi Lampung merupakan satu-satunya pemasok pepaya terbesar di area
pulau Sumatera. Provinsi Lampung menghasilkan pepaya sebanyak 88107 ton dan
menduduki tempat ketiga sebagai produsen pepaya terbesar di Indonesia pada tahun
2016.
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil pepaya. Menurut Badan
Pusat Statistik (2017), Kabupaten penghasil komoditi pepaya terbesar di Provinsi
Jambi yaitu Merangin (48.190), Kerinci (34.331), Muaro Jambi (21.561), Kota Jambi
(7.751), Bungo (7.461), Batang Hari (6.448), Tanjab Timur (5.258), Tanjab Barat
(2.136), Tebo (1.676), Sarolangun (1.522), dan Kota Sungai Penuh (603). Kabupaten
Merangin merupakan merupakan daerah penghasil pepaya terbesar.
Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan sebagai buah
meja serta sebagai buah pencuci mulut karena cita rasanya enak, serta kandungan
nutrisi dan vitaminnya tinggi (Rukmana,1995). Buah pepaya mengandung protein dan
banyak vitamin, terutama vitamin A, B, C, dan E. Selain vitamin, pepaya juga
mengandung mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi dan kalsium (Surtiningsih,
2005). Menurut penelitian dari Marelli, et al., (2008), buah pepaya mengandung
betakaroten sebesar 20,722 µg/100 g berat pepaya, buah pepaya mengandung flavonoid
yang juga bermanfaat sebagai antioksidan. Pepaya juga terdapat kandungan pektin
yang cukup tinggi (4,18%) dan kadar air (89,90%) (Syarwani, 2006). Buah pepaya
merupakan salah satu buah yang mudah mengalami kerusakan terutama kerusakan
mekanis dan pembusukan setelah pemanenan. Buah pepaya digolongkan buah
klimaterik, yaitu buah yang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen secara
mendadak dan kemudian mengalami penurunan dengan cepat. Buah dengan kenaikan
respirasi cepat umunya cepat rusak (Pantastico, 1989).
Pepaya sering diolah menjadi produk olahan seperti dodol, manisan kering atau
basah, pure dan jelly, namun kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan menjadi
tepung. Pengolahan pepaya menjadi tepung pepaya merupakan salah satu pengawetan
hasil panen. Teknologi tepung merupakan salah satu proses altenatif produk setengah
jadi karena lebih tahan disimpan, mudah di campur, diperkaya zat gizi (fortifikasi)
(Resmisari, 2006).
Sampai saat ini permintaan akan tepung terigu terus meningkat, sedangkan
Indonesia masih mengimpor tepung terigu untuk mencukupi kebutuhan industri
makanan dan pakan ternak di Indonesia. Konsumsi tepung terigu di Indonesia semakin
meningkat setiap tahunnya. Menurut Statistik Konsumsi Pangan (2017) pada tahun
2013 sampai dengan 2017 angka konsumsi tepung terigu di Indonesia terus meningkat
sebesar 1.251 ton kapita/tahun-2.586 ton kapita/tahun, Salah satu upaya untuk
mengurangi konsumsi tepung terigu di Indonesia adalah dengan cara mencari alternatif
bahan sumber tepung baru seperti pepaya.
Penelitian terdahulu yang dilakukan Bernatal (2013) menyatakan perbedaan
karakteristik bonggol pisang dari berbagai varietas berpengaruh terhadap karakteristik
fisikokimia. Bonggol pisang ambon dan bonggol pisang tanduk mempunyai ciri-ciri
bonggol yang keras dan getah yang dihasilkan sangat banyak sedangkan bonggol
pisang kepok, bonggol pisang klutuk, dan bonggol pisang raja mempunyai ciri-ciri
bonggol pisang tidak terlalu keras dan getah yang dihasilkan tidak terlalu banyak.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Karakteristik Fisikokimia Tepung dari Berbagai
Varietas Pepaya”

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia tepung pepaya
dari berbagai varietas.

1.3 Manfaat
Pengetahuan tentang beberapa fisikokimia tepung pepaya diharapkan dapat
memberikan informasi lebih dalam kepada masyarakat tentang sifat-sifat tepung itu
sendiri.

1.4 Hipotesis
Perbedaan varietas pepaya yang digunakan akan memberikan pengaruh
karakteristik sifat fisikokimia tepung yang dihasilkan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tanaman Pepaya


Tanaman pepaya termasuk tumbuhan yang dapat tumbuh setahun atau lebih.
Tanaman pepaya umumnya tidak bercabang, kecuali dipangkal. Batang tanaman
berbentuk bulat lurus, berbuku-buku dibagian tengahnya berongga dan tidak berkayu
(Haryoto, 1998 dalam Astuti, 2008). Menurut Anonim (2006) dalam Astuti (2008)
sistematika tumbuhan pepaya (Carica pepaya L) berdasarkan taksonominya adalah
sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolitophyta
Class : Magnoliosida
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica pepaya L.
Nama lokal : Pepaya
Berikut adalah gambar pohon pepaya :

Gambar 1. Pohon Pepaya (koleksi pribadi)


Menurut Saran (2016), Pepaya (Famili : Caricaceae) adalah salah satu tanaman
budidaya terpenting untuk daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia. Tanaman
pepaya di percaya tumbuh pertama kali di daerah Amerika tengah, mulai dari Argentina
hingga Chilie. Tanaman pepaya umumnya tidak bercabang, memiliki batang semi
kayu, dan termasuk tanaman tahunan. Tanaman pepaya dapat tumbuh hingga 20 tahun,
namun tanaman pepaya yang dibudidayakan normalnya hanya bertahan hingga 2-3
tahun dengan alasan optimalisasi dalam berproduksi. Batang pepaya biasanya hanya
satu dan berbentuk lurus menjulang keatas. Akar tanaman pepaya memiliki sistem
menjalar kesamping terutama pada sistem tanam monokultur. Bunga tanaman pepaya
adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua). Tanaman pepaya
sering disebut sebagai trioecious yang berarti memiliki tiga kelamin yaitu, tumbuhan
jantan, betina dan hermafrodit/ biseksual. Buah pepaya umumnya memiliki bentuk
yang besar serta oval atau bulat dan dapat mulai dipanen saat umur tanaman mencapai
5-9 bulan.
Varietas pepaya yang telah menyebar di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jenis Pepaya cibinong
Pepaya cibinong merupakan salah satu jenis pepaya yang tumbuh di Indonesia.
Ciri-ciri dari pepaya cibinong adalah memiliki bentuk yang panjang serta pada
ujungnya terlihat lancip. Pada bagian pangkal buahnya kecil. Namun, semakin
kebagian tengah buah pepaya akan terlihat semakin membesar. Pepaya cibinong
memiliki warna kulit bagian luarnya hijau. Pada bagian ujung buah akan terlihat warna
kuning yang berbeda dengan warna kulit bagian lainnya. Warna kulit buah tersebut
merupakan warna kulit buah ketika pepaya cibinong sudah matang. Namun ada juga
pepaya cibinong yang sudah matang warna kulitnya kuning keseluruhan yang
membedakan antara pepaya cibinong dengan pepaya lainnya adalah warna buah bagian
dalamnya merah kekuningan. Rasa buah pepaya cibinong ini manis serta rasanya segar
ketika dimakan. Untuk satu buah pepaya cibinong memiliki berat sekitar 2,4 kg. Kulit
bagian luarnya terasa kasar sehingga mampu bertahan lama ketika diangkut.

2. Jenis Pepaya hawai


Pepaya hawai merupakan pepaya yang memiliki ukuran yang kecil serta beratnya
yang hanya mencapai 0,6 kg. Karena ukurannya yang kecil membuat pepaya hawai
hanya bisa dimakan oleh satu orang saja. Saat ini pepaya hawai lebih dikenal dengan
sebutan pepaya solo. Sebutan tersebut diberikan kepada pepaya hawai karena pepaya
hawai hanya bisa dimakan oleh satu orang saja. Ciri-ciri dari pepaya hawai adalah yang
pasti memiliki ukuran yang kecil. Kulit buah yang telah matang akan berwarna kuning.
Rasa daging buah pepaya hawai ini sangat manis dan rasanya segar ketika dimakan.
Sangking manisnya buah pepaya hawai ini membuat rasanya tidak hilang hingga 2 jam
setelah memakannya. Daging buah pepaya hawai bisa dikatakan tebal sehingga dapat
memuaskan penikmatnya ketika memakan pepaya hawai ini.

Gambar 2. Pepaya Hawai (Koleksi pribadi)

3. Jenis Pepaya Bangkok


Sesuai dengan namanya, pepaya bangkok merupakan pepaya yang berasal dari
Bangkok, Thailand. Pepaya bangkok masuk ke Indonesia pada tahun 1970. Pada saat
itulah pepaya bangkok masuk ke Indonesia lalu dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Pepaya bangkok dikenal dengan pepaya yang unggul. Hal tersebut dikarenakan pepaya
bangkok memiliki ukuran buah yang sangat besar. Bobot buahnya saja bisa mencapai
3,4 kg. Dibandingkan dengan pepaya lainnya, pepaya bangkok inilah yang paling
besar. Selain itu, pepaya bangkok juga memiliki rasa yang manis serta daging buahnya
yang tebal. Seperti buah-buah yang berasal dari bangkok lainnya yang besar-besar,
pepaya bangkok pun memiliki bentuk yang besar.
Gambar 3. Pepaya Bangkok (koleksi pribdi)

4. Jenis Pepaya Emas


Pepaya mas merupakan salah satu dari sekian banyak jenis pepaya yang telah ada
di Indonesia. Ciri-ciri dari pepaya mas adalah memiliki tekstur yang keras pada bagian
luar kulitnya. Apabila diangkut, pepaya mas ini tidak mudah rusak karena kulit bagian
luarnya memiliki tekstur yang keras sehingga tahan terhadap goncangan. Kulit pepaya
mas berwarna kuning pada saat matang maupun pada saat mentah, yang membedakan
antara pepaya mas matang dengan mentah adalah apabila dipegang pepaya yang telah
matang terasa lebih lunak tetapi tidak terlalu lunak. Sedangkan pepaya mas yang masih
mentah apabila dipegang masih keras. Pepaya mas termasuk pepaya yang sudah
langka. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya orang yang membudidayakannya karena
sulitnya untuk membudidayakan pepaya mas ini. Hanya pada daerah tertentu saja kita
dapat menemukan pepaya emas.

Gambar 4. Pepaya Emas (koleksi pribadi)


5. Jenis Pepaya Arum bogor
Seperti namanya, pepaya arum bogor berasal dari salah satu daerah yang ada di
Indonesia, yaitu di daerah Bogor. Salah satu universitas di Bogor telah meneliti sebuah
pepaya lalu kemudian diberi nama pepaya arum bogor. Ciri-ciri dari pepaya arum
bogor adalah memiliki ukuran buah yang kecil. Ukuran buahnya yang kecil membuat
pepaya arum bogor hanya dapat dikonsumsi oleh satu orang saja. Ukuran buah yang
kecil inilah yang saat ini tengah dicari oleh penggemar pepaya. Ada beberapa hal yang
membuat konsumen pepaya memilih pepaya yang berukuran mini. Diantaranya seperti
mudah dibawa kemana-mana dan tidak busuk karena disimpan akibat tidak abis ketika
dimakan. Bobot pepaya arum bogor ini adalah sekitar 0,6 kg. Tekstur daging pepaya
arum bogor ini sangat lembut sehingga mudah ketika disendoki. Pada saat sudah
masak, daging buah pepaya arum bogor akan berwarna jingga. Sedangkan warna kulit
buahnya adalah hijau muda. Kulit buah memiliki tekstur yang kasar.

6. Jenis Pepaya red lady


Pepaya red lady dikenal dengan pepaya yang memiliki tingkat kemanisan yang
tinggi. Untuk satu buah pepaya saja tingkat kemanisannya bisa mencapai lebih kurang
13%. Dibandingkan dengan pepaya lainnya, pepaya red lady lah yang memiliki tingkat
kemanisan yang tinggi. Ciri-ciri dari pepaya red lady adalah memiliki kulit buah yang
berwarna jingga pada pepaya yang telah matang. Sedangkan warna buah bagian
dalamnya adalah jingga bercampur merah. Pepaya red lady memiliki bentuk yang
memanjang. Ada juga pepaya red lady yang berbentuk lonjong serta bulat. Dan masih
banyak jenis pepaya lain seperti pepaya california yang merupakan tanaman buah
pepaya unggulan para petani, selain memiliki buah rasa manis,juga banyak memiliki
manfaat dan khasiat bagi tubuh dan kesehatan.

7. Jenis Pepaya California


Pepaya california merupakan salah satu pepaya yang sering ditemukan di
supermarket. Ukurannya yang tidak terlalu besar, daginya kenyal, tebal, dan rasanya
manis. Buah yang berasal dari Amerika ini memiliki ukuran sedang dengan berat buah
600 gr – 2kg. Bisa tumbuh sepanjang tahun di Indonesia, pepaya california merajai
komoditi laris diantara jenis pepaya lainnya. Apalagi karena kulitnya yang tebal,
pepaya california tidak mudah diserang hama.

Gambar 5. Pepaya California (koleksi pribadi)


1.2 Kondisi tanam tanaman Pepaya
Menurut Saran (2016), dalam pembudidayaan tanaman pepaya ada beberapa
faktor geografis yang harus dipenuhi agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik, yaitu :
1. Suhu
Pepaya adalah tanaman tropis yang hanya bisa ditanam di wilayah antara 32°LU-
32°LS dari ekuator. Tanaman dapat tumbuh pada ketinggian hingga 1200 m dari atas
permukaan laut. Tanaman pepaya membutuhkan air hujan/ irigasi yang cukup dan
drainase yang baik, jika tergenang lebih dari 48 jam maka akan fatal dampaknya bagi
tanaman.
2. Kecepatan angin
Tanaman pepaya memiliki kemampuan yang buruk terhadap angin kecang,
dingin, panas atapun kering. Bibit pepaya dan tanaman pepaya dewasa sangat responsif
terhadap rangsangan mekanis dan menunjukan respon thigmomorphic yang kuat atau
phenotypes yang dikendalikan (Porter et al 2009 dalam Saran 2016).
3. Tanah
Tanaman pepaya dapat tumbuh dan memproduksi dengan baik di berbagai tipe
tanah, namun tipe tanah lempung berpasir yang dikeringkan dan kaya akan unsur
organik adalah tipe terbaik untuk pertanian komoditas pepaya. Lahan untuk tanaman
pepaya akan optimal jika pH nya berkisar antara 6.0- 6.5 atau 5.5-6.0 jika kandungan
alumunium (Al) tidak lebih dari 30 ppm. Jika pH lebih rendah dari 5.5, maka harus
ditambahkan kalsium karbonat atau asam ke dalam tanah. Di sisi lain, jika pH lebih
dari 8.0, maka penambahan sulphur akan sangat efektif.
Menurut Indiyani, et al., (2008) tingkat kemasakan buah pepaya biasanya
dibagi menjadi 5 kriteria yaitu :
1. Buah muda
Buah muda adalah buah yang masih dalam proses pertumbuhan dan
pembentukan kearah tingkat buah tua. Bentuk berat dan komposisi buah masih belum
utuh dan belum lengkap. Kulit buah berwarna hijau muda dan mengandung banyak
getah. Daging buah dan biji masih berwarna putih. Bila buah dipetik masih
mengeluarkan banyak getah. Bila diperam atau dikarbit, buah akan masak tidak
sempurna. Kulit dan daging buah akan berwarna pucat dan rasanya tawar bahkan
kadang-kadang terasa pahit.
2. Buah tua (green mature stage)
Buah tua ditandai dengan warna kulit yang masih hijau. Getah sudah banyak
berkurang dan encer. Daging buah masih keras, tetapi bagian dalamnya mulai tampak
ada perubahan warna.
3. Buah mengkal (firm ripe stage)
Buah mengkal ditandai dengan mulai menguningnya kulit buah, terutama di
bagian ujung buah. Daging buah masih keras, tetapi bagian dalam telah berubah.
4. Buah masak (ripe stage)
Seluruh kulit buah telah berubah warna kuning atau kuning kemerahan. Daging
buah seluruhnya telah lunak dan berwarna kuning atau merah menyala. Rasanya manis,
segar, beraroma dan banyak mengandung air.
5. Buah masak memar (over ripe stage)
Buah sudah terlalu masak. Kulit dan daging buah sangat lembek. Rasa daging
buah sudah tidak enak dan ada rasa pahitnya.
Buah pepaya buah klimaterik yaitu buah yang menunjukkan peningkatan
respirasi bersamaan dengan proses pemasakan dan tercapainya ukuran maksimum
buah. Pada buah klimaterik terjadi proses kehilangan warna hijau yang cepat saat
pemasakan (Santoso dan Purwoko, 1995 dalam Lumbangaol, 2008)
Menurut Kalie (2007) buah pepaya yang sudah mengkal yang sudah mengkal
ditandai dengan menguningnya warna kulit buah terutama dibagian ujung buah,
sedangkan pada buah yang telah masak seluruh kulit buahnya telah berubah warna
menjadi kuning atau kuning kemerahan. Pepaya dapat digunakan untuk berbagai
macam keperluan yaitu sebagai bahan pangan, bahan industry, bahan farmasi dan
pestisida (El Moussoui, et al., 2001). Buah pepaya masak umumnya dikonsumsi
langsung sebagai buah segar atau diolah menjadi rujak, jus, minuman penyegar,
campuran agar-agar, dibuat selai atau manisan (Ihsan dan Wahyudi, 2010), asinan dan
saos (Sigit, 2007)
Menurut Kays (1991) dalam Suketi dan Nandya (2011) perubahan warna
adalah perubahan yang jelas terjadi pada banyak buah sehingga dapat dijadikan sebagai
kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan apakah buah tersebut sudah matang
atau masih mentah. Warna hijau disebabkan adanya klorofil yang merupakan kompleks
organik magnesium. Kemudian klorofil mengalami degradasi struktur sehingga warna
hijau menghilang. Faktor utama yang berperan dalam degradasi klorofil ini adalah
perubahan pH yang disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola, sistem oksidatif
dan adanya enzim chlorophyllase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh
faktor-faktor yang yang bekerja berurutan untuk merusak struktur klorofil. Degradasi
klorofil berkaitan juga dengan sintesis karetonoid dan antosianin selama proses
pematangan buah. Oleh karena itu perubahan warna dalam pematangan dan
penyimpanan buah menjadi faktor yang penting untuk diamati.
Secara umum buah mentah dikenal dengan karakteristik berwarna hijau, tekstur
keras, rasa masam dan tidak berasa sama sekali seperti tepung yang tawar, aromanya
sedikit atau tanpa aroma. Selama pematangan buah terjadi perubahan dalam berbagai
segi antara lain perubahan struktur, tekstur, warna, rasa dan proses biokimia yang
terjadi didalamnya (Abidin, 1991). Perubahan karbohidrat terjadi selama pemasakan
buah. Pada buah muda, karbohidrat masih banyak dalam bentuk pati sehingga rasa buah
tidak manis. Selama proses pematangan buah, melalui reaksi enzimatis, pati akan
dipecah menjadi manis. Buah akan menjadi lebih manis setelah asam organik atau
molekul pati diubah menjadi gula yang bisa mencapai konsentrasi 20% pada buah
matang (Campbell, et al., 1999).

1.2 Kandungan Gizi Pepaya


Buah pepaya kaya akan antioksidan betakaroten, vitamin C dan flavonoid.
Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat berfungsi
untuk mengurangi serangan jantung, antiamoeba dan peluruh cacing. Pepaya dapat
memperlancar pencernaan dan buang air besar, sehingga sangat baik dikonsumsi orang
yang sering mengalami kesulitan dalam buang air besar. Buah pepaya matang
mengandung betakaroten (276 µg / 100 g), betakriptoxanthin (276 µg / 100 g) serta
luetin dan zeaxhantin (75 µg / 100 g). Betakaroten merupakan provitamin A sekaligus
antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal serangan radikal bebas. Sumbangan
vitamin yang sangat menonjol adalah vitamin C (62-78 mg / 100 g) dan folat (38 µg /
100 g) (Kalie, 2008)
Vitamin A yang diperoleh dari 100 g buah pepaya matang berkisar antara
1.094-18.250 SI, tergantung dari varietasnya. Sementara betakriptoxanthin, luetin, dan
zeaxanthin lebih banyak berperan sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya
kanker dan berbagai penyakit degenerative. Sumbangan vitamin yang sangat menonjol
adalah vitamin C (62-78 mg/100 g) dan folat (38 mikrogram/100 g). Kadar serat per
100 g buah masak 1,8 g. Serat pepaya sangat dikenal manfaatnya dalam memperlancar
proses buang air besar (BAB) dan mencegah sembelit. Satu potong pepaya berukuran
140 g mampu memberikan sumbangan vitamin C sebanyak 150% dari angka
kecukupan gizi yang dianjurkan per hari (AKG), serta sumbangan serat sebanyak 10%
dari AKG. (Suryani, 2010). Disamping citarasa buah pepaya manis dan menyegarkan,
juga mengandung gizi yang tinggi dan lengkap (Rukmana, 1995). Kandungan dan
komposisi gizi buah pepaya masak dan mentah (100 g bahan) dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel.1 Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak dan Mentah (100 gram
bahan).
Komposisi gizi Buah masak Buah mentah
Energi (kal) 46,00 26,00
Air (gr) 86,70 92,30
Protein (gr) 0,50 2,10
Lemak (gr) - 0,10
Karbohidrat (gr) 12,20 4,90
Vitamin A (IU) 365,00 50,00
Vitamin B (mg) 0,04 0,02
Vitamin C (mg) 78,00 19,00
Kalsium (mg) 23,00 50,00
Besi (mg) 1,70 0,40
Fosfor (mg) 12,00 16,00
Sumber: Direktorat Gizi Depkes R.I (1979)

Pepaya mengandung beberapa zat penting bagi tubuh yaitu kalsium, vitamin A
dan C (Nakasone dan Paull, 1998), karoten, flavonoid, asam folat, asam pantotenat,
mineral, potassium, magnesium dan serat. Pepaya juga mengandung enzim papain
yang dapat menghidrolisis rantai peptide asam amino (Pinto, et al., 2007), dan alkaloid
karpain yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri (Sembiring, 2007). Buah pepaya
muda diacar atau disayur, dan pepaya mengkal atau setengah matang dikonsumsi
sebagai obat penurun darah tinggi, penurunan kadar kolesterol darah baik dikonsumsi
orang yang diet, karena kadar lemaknya sangat rendah yaitu 0,1% dengan kandungan
karbohidrat 7-13% dan kalori 35-59% (Budiyanti, et. al., 2005)

1.3 Tepung Pepaya


Tepung pepaya adalah produk awetan yang dapat dijadikan alternatif untuk
memperpanjang umur simpan, memudahkan penyimpanan dan transportasi,
memperluas jangkauan pemasaran dan mudah diolah menjadi produk-produk lain.
Menurut Winarno (1993) tepung adalah hasil penggilingan atau penghalusan dari suatu
bahan tertentu sehingga berukuran kecil. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan
dengan penghancuran yaitu bahan ditekan oleh gaya mekanis dari mesin giling.
Pembuatan tepung melalui beberapa tahapan penting yaitu pemotongan menjadi
serpihan, penggilingan dan pengeringan.
Secara umum pembuatan tepung meliputi usaha-usaha seperti mengahancurkan,
menghaluskan bahan dan mengeringkannya sampai kadar air tertentu. Dengan
pengeringan kadar air bahan akan berkurang sehingga bahan menjadi lebih rapuh dan
mudah digiling. Menurut Sukarni, et. al., (1996), penggunaan kapur sirih dalam
pembuatan tepung pepaya berfungsi untuk memperkuat struktur dinding sel (ion
kalsium), karena adanya kandungan pectin yang menyebabkan pepaya sulit untuk
dikeringkan.
Salah satu proses pembuatan tepun pepaya yaitu pengayakan. Pengayakan
merupakan salah satu cara untuk memperoleh keseragaman. Menurut Mc Cabe, et. al.,
(1993) mengatakan bahwa penyaringan (screening) adalah metode untuk memisahkan
partikel menurut ukuran semata. Dalam proses pengayakan yang dilakukan diindustri,
zat padat dijatuhkan atau dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang dibawah
ukuran atau yang kecil (undersize) atau halusan (finess), lolos melewati bukaan ayak,
sedang yang diatas ukuran atau yang besar (oversize) tidak lolos. Laju penembusan
saringan tergantung kepada beberapa faktor, terutama sifat alamiah partikel dan bentuk
partikel, frekuensi dan jumlah penggerakan, metode yang digunakan untuk mencegah
perlekatan partikel atau penutupan lubang saringan oleh partikel dan gaya tegang serta
sifat alamiah alat bahan penyaring (Earle, 1969).
Menurut Aryani (2018) perlakuan suhu dan lama waktu pengeringan terbaik
berdasarkan standar mutu tepung dan uji organolpetik terdapat pada suhu 700C dengan
lama pengeringan 7 jam yaitu rendemen 8,47%, kadar air 9, 63%, densitas kamba
0,80%, aktivitas antioksidan 14,31%, analisis warna yaitu L = 72,9, a = -1,4 dan b =
29,89, organoleptik yaitu warna tepung pepaya 3,55 (agak lebih tidak kuning dari R),
mutu hedonik warna tepung pepaya 3,05 (agak kuning), mutu hedonik aroma tepung
pepaya 1,95 (tidak beraroma pepaya).
Tabel 2. Syarat mutu tepung SNI (Standar Nasional Indonesia) No. 01-3751-2009.
Standar Mutu Jumlah
Kadar Air Maks 14%
Kadar Abu Maks 1%
Pasir (Silika) Maks 0,1%
Derajat asam (m) NaoH/100g Maks 4,0%
Serat Kasar Maks 1,0%
Logam-logam berbahaya Tidak nyata
Serangga Tidak ada
Jamur Tidak nyata
Bau dan rasa Normal
Sumber : BSN (2009)

1.4 Perbandingan Sifat Fisikokimia Berbagai Jenis Tepung


Berbagai jenis bahan pangan dapat digunakan sebagai sumber pati terutama
serealia atau umbi-umbian. Pati yang berasal dari berbagai sumber tersebut umunya
berbeda dalam sifat fisik maupun kimianya. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal
bentuk dan ukuran granula, entalphi gelatinisasi, kandungan amilosa dan amilopektin
dan lain-lain (Muchtadi,1989).
Sifat kimia dari tepung berbed-beda tergantung pada bahan bakunya. Tepung
labu kuning memiliki kandungan air yang tertinggi yaitu 11,14% tetapi memiliki
kandungan lemak yang rendah yaitu 0,08%. Sementara tepung ubi jalar memiliki kadar
air rendah yaitu 7,80% tetapi memiliki kadar lemak yang cukup tinggi yaitu 0,83%.
Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan dapat kita lihat pada
Tabel 3.
Tabel.3 Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi-umbian dan Buah-buahan
Komoditas Kadar %
Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
Pisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01
Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03
Labu 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65
kuning
Ubi kayu 7,80 2,22 1,60 0,51 87,87
Ubi jalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,95
Sumber : Widowati et al. (2003)
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2019, di Laboratorium
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan


Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan tepung pepaya adalah pepaya
berbagai varietas yang didapat di Desa Solok Kecamatan Kumpeh Ulu Muaro Jambi
air dan kapur sirih. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa adalah aquadest,
etanol 95%, HCl 1%, DPPH, eter, NaOH dan minyak
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung pepaya adalah pisau, talenan,
oven, blender, alumunium foil, neraca analitik, ayakan 60 mesh dan tissue. Alat yang
digunakan untuk analisa adalah colour reader, oven, desikator, sentrifugasi, vortex,
spektrofotometer UV-Vis, gelas ukur, gelas beker, erlenmeyer, tabung reaksi dan kuvet

3.3 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan 4 jenis varietas pepaya dan 5 ulangan sehingga didapat
20 satuan percobaan. Varietas pepaya yang digunakan yaitu:
TP1 = Pepaya Bangkok
TP2 = Pepaya California
TP3 = Pepaya Emas
TP4 = Pepaya Hawai
Penelitian utama yang akan dilakukan yaitu pembuatan tepung menggunakan
varietas yang berbeda-beda. Varietas pepaya yang digunakan yaitu pepaya bangkok
pepaya, california, pepaya emas, dan pepaya hawai. Proses pembuatan tepung pepaya
antara lain pengupasan, pencucian, pengecilan ukuran perendaman dengan kapur sirih,
pengeringan, penghancuran dan pengayakan. Tepung pepaya dianalisa sifat kimiawi
meliputi kadar air, kadar pati, rendemen pektin dan aktivitas antioksidan. Sifat fisik
meliputi warna, kelarutan, kapasitas penyerapan air dan minyak.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengolahan Tepung Buah Pepaya (Pratama, et al., dimodifikasi)
Pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pepaya berbagai varietas
(pepaya Bangkok, california, emas dan hawai) kemudian dikeringkan menggunakan
kain serbet. Selanjutnya buah pepaya yang telah kering dikupas, kulit dan bijinya
dibuang menggunakan pisau stainless steel. Setelah itu daging buah diiris-iris dengan
ketebalan ±1 mm, dan dibentuk persegi dengan luas 1 x 1 cm. Daging buah yang telah
dibentuk, diberi kapur sirih dengan perbandingan 1:1, kemudian didiamkan selama 24
jam, dan ditiriskan. Daging buah yang telah diberi kapur diletakkan diatas alumunium
foil dan dikeringkan dengan oven, pada suhu 700 C selama 7 jam. Daging buah yang
telah dikeringkan, kemudian digiling dengan alat penghancur (blender). Selanjutnya
daging buah yang telah hancur, disaring menggunakan saringan 60 mesh. Bahan yang
tidak lolos pada saringan dibuang sehingga menghasilkan produk tepung pepaya.

3.5 Metode Analisa


3.5.1 Warna dengan Colour Reader (Pomeranz, 1980)
Pengukuran warna dilakukan secara objektif dengan menggunakan colour
reader. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan lampu pemeriksa pada bidang diatas
permukaan bahan. Pengukuran dilakukan dengan triplo. Persentase sinar yang terbaca
pada alat dicatat yaitu nilai L, a dan b.
Tabel 4. Deskripsi Warna Berdasarkan Nilai L*, a*, dan b*
Nilai Deskripsi Warna
Nilai L Dari 0 (hitam) sampai 100 (putih)
Nilai +a (positif) Dari 0-100 untuk warna merah
Nilai –a (negatif Dari 0-(-80) untuk warna hijau
Nilai +b (positif) Dari 0-70 untuk warna kuning
Nilai –b (negatif Dari 0-(-70) untuk warna biru

3.5.2 Kadar Air (Sudarmadji, et.al., 1984)


Pengukuran kadar air menggunakan oven. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang
dan dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105˚ C selama 5 jam, lalu dimasukkan dalam
desikator lalu ditimbang. Sampel dipanaskan lagi didalam oven selama 30 menit,
didinginkan dalam desikator sampai diperoleh berat konstan (selisih penimbanga
berturut-turut dari 0,2 mg) dan dihitung kadar airnya dengan rumus :
Berat awal (gr)−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔𝑟)
Kadar air (%) = 𝑥 100%
Berat sampel (gr)

3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Vis


3.5.3.1 Ekstraksi untuk Analisa Aktivitas Antioksidan (Baba et al.,2016 yang
dimodifikasi)
Sampel tepung pepaya yang telah dihancurkan 0,5 gram dilarutkan terlebih
dahulu ke dalam 10 ml air. Kemudian divortex selama 2 jam. Selanjutnya disentrifugasi
dengan kecepatan 3.500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dianalisa
aktivitas antioksidannya.
3.5.3.2 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1
picryhyrazil) (Selvi,et.al., 2003)
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara 0,2 ml sampel dipipet
dengan mikropipet masukkan kedalam vial, kemudian ditambahkan 3,8 ml larutan
DPPH 0,06 μM. Campuran larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit
ditempat gelap. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 517 nm. Penentuan absorban positif dilakukan dengan mengganti larutan
sampel dengan asam askorbat sebagai pembanding untuk mengetahui aktivitas
antioksidan pada sampel, perlakuannya seperti sampel. Data absorbansi yang diperoleh
digunakan menentukan % inhibisi. Persen inhibisi dirumuskan sebagai berikut:
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Persen Inhibisi= x 100%
absorbansi kontrol

3.5.4 Kadar Pati (Sudarmadji, 1984)


Di.timbang 5 gram sampel dalam gelas piala 250 ml kemudian ditambahkan 50
ml aquades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring
dan dicuci dengan aquades sampai volune filtrat 250 ml . Filtrat ini nengandung
karbohidrat yang terlarut dan di buang. Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas
saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan menguap dari residu, kemudian
dicuci kembali dengan 150 ml alkohol 102 untuk membebaskan lebih lanjut
karbohidrat yang terlarut. Setelah itu residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas
saring kedalan erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml aquades dan
ditambahkan 20 ml HCI 25%. Kemudian ditutup dengan pendingin balik dan
dipanaskan diatas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam dibiarkan dingin dan
dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml.
Campuran di.atas disaring kembali pada kertas tenentukan kadar gula yang dinvatakan
sebagai dari filtrat yang diperoleh. Berat glukosa dikalikan dengan berat pati.
Penentuan glukosa reduksi (luff schoorl).

3.5.5 Rendemen Pektin


3.5.5.1 Ektrasksi Pektin (Modifikasi, Sufy, 2015)
Tepung yang didapat diatur pH nya dengan menambahkan larutan HCl 1%
sampai pH 2,0. Proses ekstraksi dilakukan didalam water bath dengan suhu 90°C
Setelah itu hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring untuk
memisahkan filtrat dengan ampasnya. Hasil yang diperoleh disebut dengan filtrat
pektin. Filtrat pektin ini kemudian didinginkan. Larutan alkohol 96% diasamkan
dengan menambahkan 2 ml HCl pekat, larutan ini disebut dengan larutan alkohol asam.
Filtrat pektin ditambahkan larutan alkohol asam dengan perbandingan 1:1 (filtrat :
alkohol asam) dan dilakukan pengadukan. Selanjutnya filtrat diendapkan selama 18
jam. Setelah itu endapan yang terbentuk disaring menggunakan kertas saring untuk
memisahkan endapan pektin dari larutan alkohol. Hasil yang diperoleh disebut endapan
pektin.

3.5.6 Uji Kelarutan (Zamostny, et., al 2012)


Uji kelarutan tepung dilakukan pada suhu 20 hingga 350C. Sampel tepung (0,5
g) dimasukkan kedalam beker, kemudian dibasahi dengan etanol, dan ditambahkan
dengan 40 ml air suling. Campuran diaduk pada temperatur yang diinginkan selama 30
menit, kemudian disentrifugasi dan disaring. Filtrat yang didapat kemudian diuapkan
hingga kering pada suhu 1050C dan residu yang didapat ditimbang untuk menentukan
jumlah yang terlarut.
jumlah yang terlarut
Rumus : Kelarutan = 𝑥 100%
Berat sampel

3.5.7 Kapasitas penyerapan air dan minyak (Miftakhur, 2012)


Kapasitas penyerapan air dan minyak dilakukan dengan cara menimbang sampel
1 gram di dalam tabung sentrifus kemudian ditambahkan air destilasi atau minyak
sebanyak 10 mL dan diaduk menggunakan vortex mixer selama 30 detik. Sampel
kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit dan disentrifugasi pada
kecepatan 3.500 rpm selama 30 menit. Supernatan didekantasi kemudian kapasitas
penyerapan air dinyatakan sebagai persentase berat air atau minyak yang diserap oleh
1 g tepung.
jumlah yang digunakan (ml)
Kapasitas penyerapan air atau minyak = 𝑥 100%
Berat sampel (g)

3.6 Analisa Data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis secara deskriptif.
Deskripsi pada hasil tepung pepaya yang dihasilkan dari berbagai varietas dilakukan
dengan:
1. Mengambil rata-rata data setiap parameter (warna, kadar air, kadar pati, uji
kelarutan, aktifitas antioksidan, rendemen pektin dan kapasitas penyerapan air dan
minyak) dan disajikan dalam bentuk grafik balok
2. Membandingkan data setiap parameter (warna, kadar air, kadar pati, uji kelarutan,
aktifitas antioksidan, rendemen pektin dan kapasitas penyerapan air dan minyak)
tepung pepaya yang dihasilkan dari berbagai varietas.

Anda mungkin juga menyukai