Anda di halaman 1dari 44

PENETAPAN KADAR BETA KAROTEN PADA

BERBAGAI TINGKAT PERKEMBANGAN DAUN


PEPAYA PENANG (Carica papaya L.) DENGAN
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

DRAFT PROPOSAL

Oleh :
MIKELWAGUCI
1704039

PROGRAM STUDI SI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2021

1
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa terdapat

sekitar 40.000 jenis tumbuhan dan sekitar 1300 diantaranya digunakan sebagai obat

tradisional yang berkhasiat dan dapat dikembangkan secara luas (Rustam dan

Yanwirasti 2007). Salah satu nya ialah tanaman pepaya. Pepaya ialah salah satu buah

lokal unggulan Indonesia baik konsumsi dalam negeri maupun ekspor luar negeri

(Paramastri dan Anindha, 2011). Produksi buah pepaya di Indonesia tahun 2014

mencapai 830.491 ton dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat Jawa

Tengah dan Lampung (Kementan, 2015).

Tanaman pepaya memiliki berbagai macam varietas yang terdiri dari pepaya

semangka, pepaya jinggo, pepaya mas, pepaya item, pepaya ijo, pepaya cibinong, dan

pepaya Bangkok (Baga Kalie, 1996). Berdasarkan hasil survei dilapangan yang

dilakukan di beberapa kebun pepaya di kota Padang, ditemukan berbagai macam

varietas pepaya lainnya yaitu pepaya california, pepaya merah delima dan pepaya

penang. Dari ketiga pepaya tersebut yang paling banyak ditanam dan mendominasi

perkebunan pepaya ialah pepaya penang. Pepaya penang memiliki panjang buah

sekitar 20 cm bagian tengah buah agak berlekuk tangkai daun bewarna hijau

kemerahan dan pertulangan daunnya terlihat jelas.

Daun pepaya megandung berbagai macam senyawa antara lain alfa tokoferol,

asam askorbat, flavonoid dan beta karoten (Maisarah,et al.,2013). Daun pepaya

dengan berat 100 g mengandug vitamin E:136 mg, vitamin C:140 mg, vitamin

2
B1:0,15 g kalsium 35 g, fosfor 63 mg dan zat besi 0,80 mg, niasin 2,1 mg dan beta

karoten sebesar 11.565 μg (USDA, 2001).

Semua vitamin dan mineral yang terdapat pada daun pepaya tentunya berguna

bagi kesehatan tubuh manusia. Daun pepaya mempunyai banyak manfaat seperti

meningkatkan nafsu makan, memperbaiki saluran pencernaan dan meningkatkan

kesehatan tubuh (Murhalien dan Ani, 2015). Selain itu Enzim papain pada daun

pepaya sebagai antimikroba dan beta karoten pada daun pepaya dapat berfungsi

sebagai antioksidan (Sutarpa dan Sutama, 2008). Daun pepaya juga memiliki

aktivitas anti kanker dengan cara apoptosis di induksikan pada sel kanker (Otsuki,et

al.,2010).

Daun pepaya mempunyai tingkat perkembangan daun, diantaranya daun

pepaya muda, daun pepaya tua dan daun pepaya sangat tua yang ditunjukkan dengan

perubahan warna daun yang mulai menguning. Adanya perbedaan warna pada daun

menunjukkan terdapatnya perbedaan kandungan pigmen daun termasuk

karotenoid (Hasidah, 2017).

Perbedaan kandungan komponen kimia dipengaruhi oleh gejala metabolisme

daun pada masing-masing tingkat perkembangan daun yang berhubungan dengan

proses fotosintesis. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan daun dalam

berfotosintesis ialah klorofil. Klorofil merupakan pigmen daun yang berperan penting

dalam proses fotosintesis yang dapat menyerap cahaya matahari. Meningkatnya kadar

klorofil seiring dengan bertambahnya umur daun hingga daun berkembang penuh dan

kemudian menurun ketika daun semakin tua (Setiawati,et al., 2016).

3
Kandungan klorofil yang banyak akan meningkatkan kemampuan daun dalam

melakukan fotosintesis sehingga meningkatkan metabolisme daun yang tentunya

mempengaruhi komponen kimia pada masing-masing tingkat perkembangan daun,

seperti karotenoid (Richardson,et al.,2002). Karotenoid ialah salah satu kandungan

fitokimia yang terdapat pada tanaman. Kandungan fitokimia dipengaruhi oleh faktor

internal seperti gen dan faktor eksternal seperti cahaya (Laily,2012).

Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Marelli,et al.,(2008)

buah pepaya mengandung beta karoten sebesar 20,722 µg/100 g berat pepaya.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Sutarpa dan Sutama (2008). daun

pepaya mengandung beta karoten sebesar 11,565 µg/100 g. Dan menurut penelitian

yang dilakukan oleh Mahmud (2009) kadar beta karoten pada daun pepaya sebesar

18,250 µg/100 g.

Penelitian mengenai penentuan kadar beta karoten pada berbagai tingkat

perkembangan daun pepaya belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti tertarik

melakukan penelitian penentuan kadar beta karoten pada berbagai tingkat

perkembangan daun pepaya Penang (Carica papaya L.) yaitu daun muda, daun tua

dan daun sangat tua. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

kandungan beta karoten pada berbagai tingkat perkembangan daun pepaya penang

(Carica papaya L.). Kadar beta karoten ditentukan menggunakan instrumen

spektrofotometer UV-Vis. Kadar beta karoten yang diperoleh kemudian diolah

dengan analisa statistik ANOVA satu arah.

4
1.1 Rumusan Masalah

1. Berapa banyak kandungan beta karoten pada berbagai tingkat perkembangan

daun pepaya penang (Carica papaya L.)

2. Apakah terdapat perbedaan kandungan beta karoten pada berbagai tingkat

perkembangan daun pepaya penang (Carica papaya L.)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk penentuan kadar beta karoten pada berbagai tingkat perkembangan daun

pepaya penang (Carica papaya L.)

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar beta karoten pada

berbagai tingkat perkembangan daun pepaya penang (Carica papaya L.)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama di

bidang farmasi.

2. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai terdapatnya kandungan pro vitamin A pada daun pepaya sehingga

kedepannya bisa meningkatkan pemanfaatan dan pengolahan dari daun

pepaya.

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Pepaya

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) dalam sistem klasifikasi menurut

(Rukmana, 1995) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Caricales

Family : Caricaceae

Spesies : Carica papaya L.

Gambar 1. Tanaman Pepaya (Kurnia, 2018).

6
2.1.2 Morfologi Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) ialah tumbuhan yang berasal dari Benua Amerika.

Tumbuhan ini tersebar di sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama

pelayar-pelayar bangsa portugis di abad ke-16, tanaman ini turut menyebar

keberbagai benua dan negara, termasuk ke Benua Afrika dan Asia serta negara india.

Tanaman pepaya menyebar ke berbagai negara dibelahan dunia. Tak terkecuali

Indonesia dan pulau-pulau di Samudra Pasifik di abad ke-17 hingga menyebar luas ke

Indonesia. Tanaman pepaya tumbuh dengan cepat sekitar 10-12 bulan pasca tanam

setelah itu akan dapat di panen (Baga,1996).

Dalam klasifikasi tanaman, pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili

Caricaceae mempunyai 4 genus, diantaranya Carica, Clycomorpha, Jarilla dan

Jacaranta. Ke 3 genus pertama ialah tumbuhan yang berasal dari negara Afrika.

Genus Carica memiliki 24 spesies salah satu diantarnya adalah pepaya. Tumbuhan

dari genus Carica banyak ditanam oleh petani karena buahnya yang lezat. Sedangkan

genus selebihnya hanya untuk dinikmati keindahan habitusnya (Baga,1996).

Pepaya (Carica papaya L.) adalah suatu tanaman herba, dengan bentuk batang

yang berongga biasanya tidak bercabang, memiliki tinggi bisa mencapai 10 m.

Daunnya tergolong daun tunggal, yang berukuran besar, kemudian (Baga,1996).

Daun-daun yang tersusun spiral berkelompok dekat dengan ujung batang. Tangkai

daun pepaya berongga dapat mencapai 1 m dan bewarna kehijauan, merah jambu

kekuningan dan keunguan. Helaian daunnya berdiameter 25-27 cm bercuping 7-11

menjari kadang-kadang ada yang tidak menjari, serta tidak berbulu (Sujiprihati,

2009). Buah pepaya biasanya berkulit tipis licin, halus dan bewarna kekuning-

7
kuningan atau jingga apabila sudah matang. Daging pepaya bewarna kuning hingga

warna jingga kemerahan, dan tentunya memiliki rasa yang manis, lezat dan aroma

yang sedap (Sujiprihati, 2009).

Bunga pepaya ialah bunga majemuk yang terusun dari tangkai atau poros

bunga (pedunculus). Bunga majemuk disebut infloresensia yang terletak pada ketiak

daun. Tumbuhan pepaya memiliki 3 bentuk bunga, yaing terdiri dari bunga jantan

atau (masculus), bunga betina atau (femineus) dan bunga sempurna atau

(hermaprodit). Bunga jantan hanya terdapat benang sari, dan bunga betina hanya

terdapat memiliki putik. Jenis bunga yang mempunyai keduanya yaitu putik dan

benang sari disebut bunga sempurna. Karena memiliki dua kelamin bunga sempurna

termasuk bunga biseksual (Baga,1996).

Bunga jantan berbentuk tabung yang ramping memiliki panjang sekitar 2,5

cm. Mahkota bunga atau (Corolla) terdiri dari 5 helai dengan ukuran yang kecil.

Benang sari berjumlah 10 tersusun menjadi 2 lapis lalu menempel pada leher tabung.

Lapisan dalam terdiri dari 5 Stamen yang melekat antara daun mahkota. Bakal buah

atau Ovarium mengalami rudimenter sehingga tidak dapat memproduksi buah

(Baga,1996).

Bunga betina memiliki ukuran lebih besar dan mempunyai bakal buah yang

berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga. Bunga

jenis ini mempunyai 5 buah pistillum (putik). Meskipun buah berbentuk bulat, putik

ini tampak membekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang

melekat dibagian dasar bunga (Baga,1996). Bunga sempurna mempunyai putik

dengan bakal buah dan benang sari. Saat muncul sampai mekar berlangsung 45-47

8
hari. Bunga jantan dan bunga betina mekar sepenuhnya sekitar pukul 06.00-08.00

pagi, dan bunga sempurna mekarnya lebih lama, yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 pagi

(Baga,1996).

2.1.3 Varietas Tanaman Pepaya

Varietas pepaya dapat dikenal dari bentuk buah, ukuran buah, warna, rasa dan

juga tekstur buahnya. Sehingga dikenal buah pepaya yang berukuran besar atau kecil

dan bulat atau lonjong. Daging buah bewarna merah atau kuning, keras atau lunak

berair. Rasanya manis atau kurang manis dan kulit buah licin, kasar atau tebal. Di

Indonesia varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka pepaya

jinggo, pepaya cibinong, pepaya California, pepaya merah delima dan pepaya

penang. Konsumen di Indonesia menyukai pepaya dengan daging buah bewarna

jingga kemerahan. Buah pepaya dengan warna kuning kurang diminati sehingga

varietas pepaya ini kurang berkembang (Baga,1996).

a. Pepaya semangka

Pepaya jenis semangka ialah pepaya varietas baru yang masuk ke Indonesia

sekitar tahun 1930. Di daerah asalnya varietas pepaya semangka dikenal dengan

sebutan annabone. Pada mulanya, pepaya jenis ini digunakan sebagai buah pepaya

untuk diproduksi papainnya. Namun dalam perkembangan varietas ini menjadi buah

meja yang sangat popular dan disukai. Daging pepaya semangka bewarna merah

dengan rasa yang manis, dan mengandung air yang banyak. Bila telah masak kulit

buah nya bewarna kuning licin dan terlihat menarik. Bentuk buah pepaya semangka

lonjong dengan warna kuning, dengan berat buah kurang lebih 1kg/buah.

9
b. Pepaya Bangkok

Varietas pepaya bangkok dikenal juga dengan nama pepaya thailand. Dimana

kulit terluar seperti pepaya jenis cibinong, yaitu tidak tidak rata, kasar serta berbenjol-

benjol. Demikian juga cara masak nya yang dimulai dari ujung buah. Sedikit yang

membedakannya adalah pepaya Bangkok ini bentuk nya lebih bulat dan lebih besar

dibandingkan pepaya cibinong. Daging buah bewarna jingga bersemu merah dan

keras. Berat buah lebih kurang 3,5 kg.

c. Pepaya Cibinong

Pepaya cibinong memiliki bentuk dan ukuran yang jauh berbeda dengan

varietas pepaya semangka maupun pepaya bangkok. Bentuk buahnya panjang besar

dan lancip pada bagian ujungnya. Bentuk dari pepaya cibinong membesar mulai dari

pangkal hingga ke bagian tengah, kemudian melancip pada ujung buah. Tangkai

buahnya panjang, kulit buahnya kasar dan tidak rata. Buah masak dari bagian ujung

sedangkan bagian pangkal tetap bewarna hijau dan lama untuk berubah menjadi

kuning. Daging buah berwama merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan

teksturnya agak kasar serta lebih keras dibandigkan kedua varietas pepaya di atas.

Varietas pepaya cibinong memiliki berat sekitar 2,5 kg/buah.

d. Pepaya Penang

Pepaya penang hampir mirip dengan pepaya merah delima. Pepaya penang

memiliki bentuk buah yang lebih pendek, bagian tengah buah agak berlekuk dan

ukuran buahnya sekitar 20 cm. Bagian tangkai daun bewarna hijau kemerahan dan

daun lebar dengan pertulangan daun yang terlihat jelas.

e. Pepaya California

10
Bobot pepaya california sekitar 1,24 kg. Bentuk buah slindris dengan pangkal

buah yang agak menjorok kedalam. Kulit buah bewarna hijau terang berstruktur

halus. Daging buah bewarna jingga kemerahan dan berstruktur keras dengan rasa

yang cukup manis. Pada umur 4 bulan setelah bibit dipindahkan ke lahan pepaya

california berbunga, lalu buahnya bisa di panen saat umur 180 hari setelah pepaya

california berbunga (Sobir, 2009)

f. Pepaya Merah Delima

Pepaya merah delima ialah pepaya dengan varietas unggul. Pepaya varietas

merah delima memiliki rasa yang sangat manis, lembut, dan juga tidak memiliki

aroma, sehingga sebagian masyarakat di Sumatera Barat dan Jambi menyebutnya

pepaya madu. Pepaya merah delima memiliki ukuran buah sedang dengan rongga

buah mirip bintang dengan sudut lima. Pada kisaran umur 3-4 bulan pepaya merah

mulai berbunga dan dapat dipanen ketika berumur 7,5–8 bulan setelah ditanam.

Apabila dibudidayakan dengan baik, kebutuhan air dan unsur hara tercukupi maka

pepaya akan berbuah sepanjang musim sampai berumur 3 tahun (Compostrini dan

David, 2007). Pepaya merah delima bisa ditanam pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m,

mengakibatkan jumlah tanaman dan produksi per hektar dapat lebih banyak jika

dibanding dengan pepaya lokal.

2.1.4 Kandungan Kimia Daun Pepaya

Daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai salah satu tumbuhan sumber

antioksidan yang mengandung berbagai macam senyawa diantaranya, α-tokoferol

asam askorbat, dan juga flavonoid. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh

Maisarah, (2013). Diketahui bahwa aktivitas antioksidan ekstrak methanol L. yaitu

11
daun muda (7,8 ± 0,006 mg/mL) buah mentah (4,3 ± 0,01 mg/mL), buah matang (6,5

± 0,01 mg/mL) dan biji (1,0 ± 0,08 mg/mL).

Daun pepaya merupakan tanaman dengan banyak manfaat, daun pepaya

sebagai tanaman obat, hal inidikarenakandaun pepaya mengandung senyawa penting,

seperti alkaloida dan enzim proteolitik, papain khimopapain dan lisozim serta

senyawa-senyawa lain yang berguna pada proses pencernaan dan juga mempermudah

kerja usus (Kamaruddin, 2003). Selain sebagai sumber antioksidan daun pepaya juga

mengandung beta karoten yang memiliki aktivitas pro vitamin A dan dapat digunakan

sebagai sumber Xantophyl alami. Daun pepaya juga mengandung vitamin C:140 mg,

vitamin E:136 mg, vitamin B1: 0,15 kalsium:35 gram, Fosfor :63 mg dan zat

besi:0,80 mg (USDA, 2001).

Daun pepaya juga mengandung flavonoid (kaempferol dan klitorin) saponin

alkaloid (karpain pseudokarpain, dan dehidrokarpain I dan II), glikosida fenol (asam

kafeik, dan asam klorogenik) dan enzim papain (Anjum,et al.,2013).

2.1.5 Kegunaan Daun Pepaya

Manfaat dari daun pepaya untuk kesehatan memang sangat luar biasa

terkhusus bagi kalangan pecinta jamu tradisional. Dibalik rasanya yang pahit daun

pepaya berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti meredakan nyeri

haid pada kaum hawa. Selain itu daun pepaya juga dapat mengurangi jerawat,

melancarkan saluran cerna, meningkatkan nafsu makan, serta mengobati demam

berdarah (Mardiana, 2012).

Penilitian kandungan daun pepaya telah dilakukan oleh beberapa peniliti di

dunia. Rata-rata hasil penilitian tersebut menegaskan bahwa zat-zat yang terkandung

12
dalam daun pepaya dapat melawan berbagai penyakit didalam tubuh termasuk

penyakit kanker. Salah satu riset yang paling mencengangkan dilakukan oleh para

peniliti dari Universitas Florida. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwasanya

daun pepaya bermanfaat dalam melawan berbagai jenis kanker dalam tubuh, aseperti

kanker payudara, rahim, liver, paru-paru dan juga pankreas. Kandungan dalam daun

pepaya yang berkhasiat melawan sel kanker dalam tubuh adalah senyawa sitokin. Zat

sitokin dalam daun pepaya bermanfaat memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia

untuk melawan berbagai sel kanker tersebut (Mardiana, 2012).

Kandungan senyawa lain yang terdapat pada daun pepaya terbukti bisa

menghambat berkembangnya virus di dalam tubuh manusia seperti virus demam

berdarah dengue atau (DBD). Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa alkaloid

carpaine, papain, saponin, violaksantin tannin dan juga caricaksantin. Selain itu daun

pepaya juga mengandung berbagai enzim diantaranya papain, nikotin miosmin

pseudokarpin, kontinin dan karpain. Adanya gabungan dari senyawa tersebut dapat

melemahkan dan membunuh virus DBD. Hal ini akan meningkatkan trombosit dalam

darah. Bila sudah demikian perlahan tapi pasti akan sembuh dari penyakit DBD

(Mardiana, 2012).

Bagi perempuan, ternyata daun pepaya bermanfaat lebih dari sekedar sumber

vitamin dan mineral. Menurut penilitian, perasaan daun pepaya dihaluskan, direbus,

dan diminum bisa menyembuhkan aneka gangguan kewanitaan seperti keputihan,

demam akibat nifas ketidakteraturan haid, dan bisa melancarkan air susu ibu

(Mardiana, 2012).

13
Daun pepaya mengandung berbagai senyawa penting bagi tubuh seperti

vitamin C dan E, dan beta karoten yang berguna sebagai penangkal radikal bebas

yang dapat menetralkan hasil fagositosis neutrofil terhadap debris dan bakteri pada

proses penyembuhan luka. Enzim papain mempercepat kerja dari makrofag dengan

meningkatkan pembentukan interleukin sehingga menghambat terjadinya infeksi

yang lebih luas (Gohil, 2007). Pengaturan asam amino dan menetralkan racun di

dalam tubuh juga fungsi dari papain (Sharma, 1991).

Daun pepaya sebagai tanaman berkhasiat yang dijadikan sebagai obat karena

mengandung senyawa alkaloida dan enzim proteolitik, papain khimopapain dan

lisozim,yang berfungsi pada proses pencernaan dan kerja usus juga lebih mudah

(Kamaruddin, 2003). Selain itu daun pepaya bisa dijadikan sebagai pakan unggas

(Wahyu, 1997).

Daun pepaya dapat menurunkan panas demam, sebagai obat malaria

meningkatkan nafsu makan, melancarkan haid dan menghilangkan nyeri. Dan daun

pepaya juga berguna untuk penyembuhan luka bakar. Selain itu sebagai obat cacing

kremi, desentri kaki gajah, perut mulas, kanker dan masuk angina (Wijayakusuma,

1994).

2.2 Tinjauan Beta Karoten

2.2.1 Karotenoid dan Beta Karoten

Karotenoid ialah senyawa ant radikal bebas non-enzimatis yang dapat di

temukan dalam buah dan sayuran. Dimana karotenoid terdiri dari Beta karoten

likopen, lutein, zeaxanthin dan cryptoxanthin (Winarsih, 2007). Karotenoid

merupakan tetraterpenoid (C40), golongan pigmen yang larut lemak dan tersebar

14
luas. Karotenoid hampir di temukan di semua tanaman, seperti bakteri sederhana

hingga komposit yang berbunga kuning. Karotenoid mempunyai dua fungsi pada

tanaman yaitu sebagai pigmen yang membantu proses fotosintesis dan sebagai

pemberi warna pada bunga dan buah (Harborne, 1996).

Karotenoid merupakan pigmen alami tanaman yang memberikan warna

merah, kuning, orange, dan hijau tua pada buah maupun sayuran. Pigmen daun yang

ada pada buah dan sayuran dikarenakan ada nya ikatan rangkap dua terkonjugasi

yang menarik cahaya dari karotenoid (Hock Eng, et al., 2011). Apabila ikatan

rangkap dua terkonjugasi pada karotenoid semakin meningkat maka warna karotenoid

mengarah ke warna merah dan semakin pekat (Heriyanto,2009). Karotenoid tersusun

dari kelompok xantofil dan dua kelompok hidrokarbon yang terdiri dari alkohol,

aldehid keton, epoksida dan juga asam (Harborne, 1987).

Karoten ialah kelompok pigmen yang bersift hidrofobik yaitu larut dalam lipid

sehingga disebut pigmen-pigmen lipokrom. Karoten tersebar luas pada hewan dan

tumbuhan. Karoten yang terkenal adalah hidrokarbon tak jenuh turunan likopen yang

berupa rantai panjang yang terdiri dari delapan satuan isoprene merangkai dari kepala

sampai ekor sehingga terbentuk sistem ikatan terkonjugasi lengkap. Rangkaian ini

disebut sebagai cincin likopen, jika pada salah satu ujung menghasilkan γ-karoten.

Dan apabila cincin terdapat pada kedua ujung dan terbentuklah hidrokarbon trisiklik,

sehingga menghasilkan Beta karoten. Kedua hal ini hanya dibedakan karena letak

ikatan rangkapnya dalam satuan ujung siklik (Ikan, 1997).

Terdapat sekitar 300 lebih karotenoid yang telah ditemukan, namun pada

tumbuhan tinggi cenderung sedikit, kemungkinan besar di temukan Beta karoten

15
(Harborne, 1996). Struktur kimia senyawa beta karoten terlihat seperti pada Gambar

3.

Gambar 3. Struktur kimia Beta karoten (Sumbono, 2019).

Rumus : C40H56

Nama IUPAC : beta, beta-Carotene

Massa molar : 536,8726 g/mol

Titik didih : 633°C

Kepadatan : 940 kg/m3

Titik lebur : 180°C

Beta karoten larut dalam lemak, tidak larut dalam air dan mudah teroksidasi

pada suhu tinggi. Beta karoten dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker.

Beta karoten banyak terdapat di tomat, mangga wortel dan pepaya. Konsumsi beta

karoten sebanyak 50 mg/hari dalam menu makanan dan dapat mengurangi risiko

penyakit jantung (Kosasih dan Setiabudi, 2004).

Beta karoten juga memiliki kemampuan untuk memproteksi sel normal dari

sel mutan (yang telah mengalami perubahan) pemicu pertumbuhan kanker dengan

mendepresikan gen yang menjadi pembentuk tumor. Beta karoten memiliki unsur

16
penting penangkal radikal bebas yang merusak jaringan tubuh. Mengkonsumsi beta

karoten dapat meminimalisir risiko terkena serangan jantung dan penyakit sistem

kardiovaskuler lainnya (Listya,2010).

2.2.2 Fungsi dan Aktivitas Farmakologi Beta Karoten

Karotenoid menghambat pertumbuhan beberapa sel kanker yang

memperparah sel kanker prostat, termasuk melanoma, paru-paru, payudara dan sel

kanker leukimia. Beta karoten dapat mencegah ketidaknormalan sel sehingga tidak

menjadi ganas, dengan cara meningkatkan keutuhan sel-sel normal dan membuat sel

kanker bertindak seperti sel normal. Antioksidan non enzimatis ini tidak dapat larut

dalam air, dan dapat menjaga integritas membran sel terhadap serangan oksidan yang

dapat mengkelat radikal bebas (Winarsih, 2007).

Dari 600 komponen karotenoid, Beta karoten banyak ditemukan dalam

taumbuhan dan buah. Pada umumnya Beta karoten digunakan sebagai suplemen

nutrisi maupun pembentuk vitamin A. Fungsi Beta karoten salah satunya ialah

meningkatkan kemampuan kemoterapi dan radiasi pada kultur sel kanker manusia.

Mengkonsumsi buah dan sayur dengan kadar Beta karoten tinggi dapat

meminimalisir risiko terkena berbagai jenis kanker dan penyakit kardiovaskuler

(Winarsih, 2007).

Beta karoten banyak dikonsumsi sebagai suplemen karena memiliki berbagai

manfaat antara lain untuk kesehatan mata, mencegah penyakit kanker meningkatkan

daya tahan tubuh melalui peningkatan komunikasi antar sel mengurangi risiko

terjadinya stroke, dan memberikan efek analgetik serta antiinflamasi (Astawan,

2008).

17
Aktivitas Beta karoten sebagai pembentukan vitamin A dalam menjaga

kesehatan mata dan integritas membran sel membat Beta karoten bersifat penting bagi

tubuh. Karotenoid juga berperan sebagai prekursor retinol dan retinoid yang penting

untuk kesehatan manusia dan juga mencegah serangan oksidasi melalui

kemampuannya sebagai peredam oksidasi singlet (Gunawan, 2007).

1.2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat dari bagian tanaman

obat, hewan dan beberapa biota laut. Zat aktif tersebut terdapat didalam sel, namun

sel tanaman dan hewan berbeda ketebalanya sehingga diperlukan metode ekstraksi

dan pelarut terentu dalam mengekstraksinya (Harborne, 1987).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Mekanisme ekstraksi dimana pelarut

organik menembus dinding sel kemudian masuk kerongga sel yang memiliki zat

aktif, lalu melarut dalam pelarut organik dan terjadi perbedaan kosentrasi antara

lingkungan didalam sel dan lingkungan di luar sel, dimana larutan terpekat akan

berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang sehingga terjadi kesetimbangan

anatar konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan luar sel (Harborne, 1987).

2.2.4 Pelarut-pelarut dalam Ekstraksi Karotenoid

Adapun pelarut-pelarut yang digunakan dalam ekstraksi karotenoid adalah

metanol atau aseton dan setelah disaring karotenoid diekstraksi dengan eter

(Harborne, 1987).

18
2.2.5 Metode-metoda Ekstraksi

2.2.5.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut

1. Cara Dingin
a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses pengekstrakan dengan pelarut yang selalu

baru. Pada umumnya dilakukan di temperature ruangan. Proses ini terdiri

dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

b. Soxhlet

19
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, yang

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendinginan balik.

c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

d. Infus
lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-

98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur 30°C

sampai titik didih air.

2.2.6 Analisis beta karoten

Analisis beta karoten dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif ialah analisis yang

berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia, mengenali berbagai unsur atau senyawa-

senyawa apa saja yang terdapat dalam satu sampel. Sedangkan analisa kuantitaif

ialah analisis yang berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat yang

terkandung dalam suatu sampel, biasa juga di kenal dengan analisis penetapan kadar.

Zat yang ditetapkan tersebut yang seringkali dinyatakan konstituen atau analit (R.A

Day, 2002).

20
2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

2.3.1 Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah sebuah metode pemisahan

berdasarkan sifat fisis dimana campuran suatu senyawa didistribusikan antara fase

diam dan fase gerak. Prinsipnya bergantung pada proses perpindahan zat dengan

kecepatan yang berbeda-beda (Sudjadi, 1998).

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi adsorbs dimana adsorben

bertindak sebagai fase diam. Absorben paling umum digunakan ialah silika gel (asam

silikat), alumina (aluminium oksida) dan selulosa. Namun adsorben yang paling

banyak dipakai ialah silika gel. Jenis dari silika gel diantaranya silika gel G silika gel

H, silika gel PF (Adnan, 1997).

Metode analisis kromatografi lapis tipis (KLT) merupkan bagian dari teknik

analisis rutin pada laboratorium analisis karena memiliki banyak keuntungan. Jika

dibandingkan dengan metode analisis kromatografi cair kinerja tinggi, KLT memiliki

keuntungan yaitu pemisahan sampel dapat dilakukan secara

bersamaan dan juga fase gerak yang dibutuhkan tidak banyak sehingga lebih hemat

biaya dan waktu serta ramah lingkungan. Selain itu teknik pemisahannya sederhana

yaitu peralatan yang sedikit (Wulandari, 2011).

Setiap metode tentunya memiliki suatu kelemahan dan kelebihan. Kelebihan

penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dibandingkan dengan Kromatografi

Kertas (KK) adalah karena dapat dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna,

kepekaan atau sensitivitas yang lebih tinggi dan dapat dilaksanakan dengan cepat

(Adnan, 1997).

21
Sistem kromatografi mempunyai kemampuan memisahkan campuran bahan

kimia dengan cara menghambat selektif perjalanan senyawa tertentu melalui fase

diam sedangkan senyawa lain dibiarkan terus berlalu, kromatogram dapat dievaluasi

secara kualitatif yaitu dengan menentukan harga Rf (Retordation factor) atau faktor

penghambat untuk tiap bahan yang dielusi. Harga Rf diartikan sebagai perbandingan

antara jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh fase gerak.

Jarak yang ditempuh noda


Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak

Harga Rf dipengaruhi oleh faktor pelarut, bahan pengembang, jenis dan

ketebalan lapisan, suhu, kejenuhan ruangan akan pelarut, kelembaban udara

konsentrasi senyawa asing dan pencemaran pelarut (Gritter,1997).

2.3.2 Sejarah Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi kolom pertama kali ditemukan oleh ahli botani Rusia Tswett

pada tahun l903. Melalui teknik sederhana ilmuan Izmailov dan Shraiber tahun 1938

menemukan pemisahan pada lapisan tipis yang hanya membutuhkan sampel dan

sorben yang sedikit, mereka melakukan pemisahan ekstrak tanaman menggunakan

aluminium oksida yang disebar pada lapisan kaca. Diletakkan sorben sebagai suatu

lapisan padatan yang berair dengan tebal sekitar 2 mm pada objek glass mikroskop.

Sampel (ekstrak tanaman) diteteskan hingga ke dalam lapisan, setelah itu pelarut

(metanol) ditambahkan tetes demi tetes dari atas. Kemudian dari sini teknik baru KLT

lahir yang disebut drop kromatografi (Wulandari, 2011).

2.3.3 Metode Pemisahan pada Kromatografi

22
Metode pemisahan kromatografi tergantung dari jenis fase diam yang dipakai.

Jenis fase diam yang digunakan menentukan interaksi yang terjadi antara analit

dengan fase diam dan fase gerak (Wulandari, 2011). Metode pemisahan kromatografi

dibagi menjadi :

a. Pemisahan berdasarkan polaritas

Pemisahan berdasarkan polaritas dimana senyawa-senyawa terpisah karena

tingkat polaritas yang berbeda. ketertarikan analit tehadap adsorben dan eluen

tergantung kedekatan polaritas analit terhadap fase diam dan fase gerak (like dissolve

like). Suatu Analit mudah larut dalam fase dengan polaritas yang sama.Faktor utama

pemisahan adalah adsorbsi. Sedangkan bila analit berpartisi antara fase cair dan fase

cair faktor utama pemisahan adalah kelarutan. Prinsip pemisahan ialah analit terpisah

karena afinitas terhadap fase padat dan fase cair. Jika analit terpisah karena afinitas

terhadap fase cair dan fase cair pemisahan ini disebut dengan partisi dan metode

kromatografinya disebut kromatografi cair.

b. Pemisahan berdasarkan muatan ion

Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor jumlah ionisasi senyawa, pH

lingkungan dan kemunculan ion lain. Pemisahan yang disebabkan oleh kompetisi

senyawa-senyawa dalam sampel dengan sisi resin yang bermuatan sehingga terjadi

penggabungan ion-ion dengan muatan yang berlawanan disebut dengan kromatografi

penukar ion. Elektroforesis adalah pemisahan yang terjadi karena perbedaan arah

serta kecepatan pergerakan senyawa dalam sampel karena perbedaan jenis dan

intensitas muatan ion dalam medan listrik

c. Pemisahan berdasarkan ukuran molekul

23
Pemisahan terjadi karena perbedaan difusi senyawa yang melewati pori fase

diam dengan ukuran pori yang bervariasi. Fase diam hanya didifusikan oleh senyawa

yang berukuran besar, sedangkan senyawa dengan ukuran molekul kecil akan

berdifusi ke dalam semua pori-pori fase diam sehingga terjadi perbedaan kecepatan

pergerakan molekul melewati fase diam. Jika senyawa molekul besar maka memiliki

kecepatan yang lebih besar dibanding dengan senyawa ukuran molekul kecil. Metode

pemisahan seperti ini disebut kromatografi permeasi gel.

d. Pemisahan berdasarkan bentukan spesifik

Pemisahan yang melibatkan ikatan kompleks yang spesifik antara fase diam

dengan sampel. Ikatan ini sangat selektif seperti ikatan antara antigen dan antibodi

atau ikatan antara enzim dengan substrat. Pemisahan ini disebut kromatogafi afinitas.

2.4 Spektrofotometer

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.

Spektrofotometri menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang gelombang dan

fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.

Jadi spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi

tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang

gelombang (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis instrumental yang

menggunakan dasar interaksi energi dan materi. Spektrofotometri dapat dipakai untuk

menentukan konsentrasi suatu larutan melalui intensitas serapan pada panjang

gelombang tertentu. Panjang gelombang yang dipakai adalah panjang gelombang

24
maksimum yang memberikan absorbansi maksimum. Dalam analisis cara

spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang

digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm) daerah Visible (380-700 nm) daerah

Inframerah (700-3000 nm). Salah satu prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada

fenomena penyerapan sinar oleh space kimia tertentu didaerah ultra violet dan sinar

tampak (visible). Sedangkan peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri

disebut spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk

mengukur absorbansi suatu larutan (Ayu, 2012).

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer yaitu berkas

tunggal dan berkas ganda. Berkas tunggal gambar (4), digunakan untuk kuantitatif

dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Instrumen berkas

tunggal mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, dan harganya murah.

Beberapa instrumen menghasilkan berkas tunggal untuk pengukuran sinar ultra

violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190-210 nm dan

paling tinggi adalah 800-1000 nm. Berkas ganda digunakan pada panjang gelombang

190-750 nm. Berkas ganda mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan

cermin yang berbentuk V, yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati

larutan blanko,dan sinar kedua melewati sampel (Suhartatai, 2017).

25
Gambar 4. Diagram alat spektrometer UV-Vis, berkas Tunggal (Gholib,
2018).
Spektrofotometer terdiri dari beberapa jenis yaitu spektrofotometer visible

(sinar tampak), spektrofotometer UV (Ultra Violet), spektrometer infra-merah

spektrofotometer resonansi magnet inti, spektrofotometer serapan spektrofotometer

massa, dan spektrometer fluoresensi. Perbedaan dari jenis spektrometer tersebut

terletak pada sumber cahaya atau sampel yang disesuaikan dengan apa yang akan

diteliti (Ayu, 2012).

2.4.2 Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan

sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan

instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan

sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya

eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling

tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu

molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang

26
absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam

molekul. (Sumar, 1994).

Spektrum UV–Vis merupakan hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap

molekul yang mengakibatkan molekul mengalami transisi elektronik sehingga disebut

spektrum elektronik. Hal ini terjadi karena adanya gugus berikatan rangkap atau

terkonjugasi yang mangabsorbsi radiasi elektromagnetik didaerah UV-Vis (Mulja,

1995).

Sumber sinar polikromatis, untuk sinar UV adalah lampu deuterium

sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram. Monokromator

pada spektrometer UV-Vis digunakaan lensa prisma dan filter optik. Sel sampel

berupa kuvet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebar yang bervariasi.

Detektor berupa detektor foto atau detektor panas atau detektor dioda foto berfungsi

menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus

listrik.

Komponen-komponen peralatan spektrofotometer UV-Vis dijelaskan secara

garis besar sebagai berikut (Sitorus, 2009) :

1. Sumber radiasi

Beberapa sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer adalah lampu

deuterium, lampu tungstein, dan lampu merkuri. Sumberradiasi ultra lembayung

yang banyak dipakai adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium (D2). Disamping

itu, sumber radiasi ultra lembayung yang lain adalah lampu xenon. Lampu xenon

memiliki kelemahan. Kelemahan dari lampu xenon ialah, tidak memberikan radiasi

27
yang stabil seperti lampu deuterium. Lampu deuterium dapat dipakai pada panjang

gelombang 180 nm-370 nm (daerah ultra lembayung dekat).

Lampu tungstein merupakan campuran dari filament tungstein gas iodine

(halogen), oleh sebab itu sebagai lampu tungstein-iodin pada panjang

spektrofotometer sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak

dengan rentangan panjang gelombang 380-900 nm. Lampu merkuri adalah suatu

lampu yang mengandung uap merkuri tekanan rendah dan biasanya dipakai untuk

mengecek, mengkalibrasi panjang gelombang pada spektrofotometer pada daerah

ultra lembayung khususnya daerah disekitar panjang gelombang 365 nm dan

sekaligus mengecek resolusi monokromator.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari

sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada

spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan meliputi celah (slit) masuk-filter

prisma-kisi (grating)-celah keluar.

a. Celah (slit)

Celah monokromotor merupakan bagian yang pertama dan terakhir dari suatu

sitem optik monokromotor pada spektrofotometer. Celah monokromotor

berperandalam hal terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi panjang

gelombang.

b. Filter optik

Cahaya tampak ialah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 380-

780 nm, merupakan cahaya putih dari campuran cahaya dengan berbagai macam

28
panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk menyerap warna komplomenter

sehingga cahaya yang diteruskan ialah cahaya yang berwarna. Sesuai warna filter

optik yang dipakai. Filter optik yang banyak dipakai yang terdiri dari kaca yang

bewarna. Dengan adanya filter optik akan dihasilkan pita cahaya yang sangat sempit

sehingga kepekaan analisisnya lebih tinggi.

c. Prisma dan Kisi (grating)

Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang terpenting. Prisma dan

kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya

didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.

3. Sel / Kuvet

Kuvet ialah wadah sampel yang dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari quarts

atauleburan silika dan ada yang dari gelas dengan bentuk tabung empat persegi

panjang 1x1 cm, dengan tinggi kurang lebih 5 cm. Pada pengukuran di daerah ultra

lembayung dipakai quarts atau leburan silica. sedangkan kuvet dari gelas tidak

dipakai, sebab gelas mengabsorpsi sinar ultra lembayung.

4. Detektor

Detektor ialah salah satu bagian dari spketrofotometer yang penting. Oleh

sebab itu detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometer dengan merubah

signal elektronik.

5. Amplifier

Amplifier dibutuhkan pada saat sinyal listrik elekronik yang dikeluarkan

melewati detektor untuk menguatkan karena resistensi masukan yang tinggi sehingga

29
rangkaian detektor tidak terserap habis, yang menyebabkan keluaran yang cukup

besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat pengukur.

1.4.3 Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

(b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.
A = k. b

Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang
sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi.
A = k. c

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan

bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan

dalam Hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus

dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan :

A = k.c.b
Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang

berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum

Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam

gram per liter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter,

tetapan tersebut adalah absorptivitas molar.

Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara

absorban dengan konsentrasi larutan analit (Gandjar dan Rohman, 2007), yaitu:

A = (Io / It) = abc

30
Keterangan : Io : Intensitas sinar datang

It : Intensitas sinar yang diteruskan

a : Absorptivitas

b : Panjang sel/kuvet

c : Konsentrasi

A : Absorban

BAB III. METODA PENELITIAN

31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan ± 6 bulan di Laboratorium Kimia Farmasi dan

Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Spektrofotometer UV-Vis (T92+), corong pisah (Pyrex), corong (Pyrex) gelas

ukur (Pyrex), labu Erlenmeyer (pyrex), labu ukur (Pyrex), Kromatografi lapis tipis,

Rotary evaporator, oven, timbangan analitik, pipet tetes, spatel, batang pengaduk

kertas saring, aluminium foil, dan alat-alat gelas yang menunjang penelitian.

3.2.2 Bahan

Daun pepaya penang, aseton, petroleum eter, beta karoten murni, n-heksan

metanol, natrium kalium hidroksida (KOH), natrium sulfat anhidrat (Na2SO4

anhidrat), plat KLT silika gel 60 F254, dan aquadest.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini ialah daun pepaya penang yang

terdiri dari daun muda, daun tua dan daun sangat tua. Sampel daun pepaya diperoleh

dari salah satu perkebunan pepaya warga di kabupaten Padang Pariaman.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi seluruh bagian tanaman pepaya dilakukan di Herbarium Jurusan

Biologi Universitas Andalas (UNAND) Padang.

3.3.3 Penyiapan Sampel

3.3.3.1 Preparasi Sampel Daun pepaya

32
Masing-masing sampel daun papaya penang yang diperoleh dibersihkan dan

pisahkan daun dari tangkainya. Kemudian masing-masing sampel daun pepaya

penang dipotong kecil-kecil. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 250 g

(Syarif,2013).

3.3.4 Penyiapan Larutan Pereaksi

3.3.4.1 Pembuatan Larutan Fase Gerak

N-heksan : aseton (7:3) dibuat sebanyak 10 mL, dengan cara mencampurkan 7

mL n-heksan dengan 3 mL aseton dalam botol eluen lalu dikocok hingga homogen.

3.3.4.2 Pembuatan Larutan KOH 15% b/v dalam Metanol

Ditimbang 7,5 g KOH, dilarutkan dalam 25 mL metanol hingga larut. Kemudian

cukupkan volumenya hingga 50 mL dengan metanol (Syarif,2013).

3.3.5 Ekstraksi Sampel

a. Daun pepaya yang sudah diberi perlakuan ditimbang sebanyak 250 g

masukkan ke dalam wadah maserasi dan ditambahkan 800 mL aseton 6 jam

pertama diaduk sesekali kemudian dimaserasi selama 24 jam, lalu disaring

untuk memisahkan ampas dan ekstrak. Ampasnya kemudian di maserasi

kembali dengan aseton. Proses ekstraksi ini diulangi sebanyak 3 kali hingga

filtrat terakhir tidak berwarna lagi.

b. Hasil ekstrak aseton yang diperoleh diuapkan dengan Rotary evaporator

sampai kental dan hitung persentase (%) rendemen ekstrak.

c. 5 g esktrak aseton yang telah diuapkan kemudian dilakukan saponifikasi

dengan menambahkan KOH 15% dalam metanol 1:1 yaitu sebanyak 5 mL

masukan ke dalam labu gelap, dikocok dan diamkan selama 1 malam.

33
d. Hasil saponifikasi tersebut diekstrak kembali dengan petroleum eter sebanyak

3 x 25 mL, lalu dicuci dengan air suling sampai bebas basa dilakukan dalam

corong pemisah, dikocok searah selama ± 20 menit dengan sesekali tutup

corong pemisah dibuka, kemudian diamkan sampai terbentuk dua lapisan

lapisan bawah (larutan aseton) dibuang dan lapisan atas (larutan petroelum

eter) disimpan untuk perlakuan lebih lanjut.

e. Larutan petroleum eter yang sudah diperoleh kemudian disaring dengan

penaburan Na2SO4 anhidrat diatas kertas saring untuk menyerap sisa air. Hasil

ekstraksi dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan dengan

petroleum eter hingga tanda batas.

3.3.6 Karakteristik Ekstrak Sampel

3.3.6.1 Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI,

2008).

3.3.6.2 Rendemen

Hitung rendemen dengan rumus :

Berat ekstrak yang diperoleh


Rendemen (%) = x 100 % (Depkes RI, 2008).
Berat Sampel

3.3.6.3 Pemeriksaan Susut pengeringan

Timbang krus porselen yang sebelumnya telah dikeringkan selama 30 menit di

dalam oven pada suhu 105oC dan didinginkan dalam desikator (A). Timbang ekstrak

34
sebanyak 1 g, masukkan ekstrak ke dalam krus dan timbang (B). Kemudian perlahan-

lahan krus digoyang agar ekstrak merata. Masukkan ke dalam oven, buka tutupnya

dan biarkan tutup ini berada dalam oven. Panaskan selama 1 jam pada suhu 105 oC,

dinginkan dan masukkan ke dalam desikator, timbang kembali. Ulangi perlakuan

seperti di atas hingga bobot tetap. Hitung susut pengeringan dengan rumus:

( B−A )−(C− A)
% Susut Pengeringan = x 100%
( B−A )
Keterangan :
A = berat krus kosong (g)

B = berat krus + sampel sebelum di oven (g)

C = berat krus + sampel setelah di oven (g)

3.3.6.4 Penetapan Kadar Abu

Ekstrak daun pepaya penang (Carica papaya L.) ditimbang 2g dimasukkan

kedalam krus porselen yang telah ditara, dipijarkan dalam furnes. Kemudian

dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon dan dinginkan di

dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu ditentukan dalam persen

terhadap berat sampel yang digunakan (Depkes RI, 2002).

C−A
% Kadar Abu = x 100%
B− A
Keterangan :
A = Berat Krus Kosong (g)
B = Berat Krus + Sampel Sebelum Pemijaran (g)
C = Berat Krus + Sampel Setelah Pemijaran (g)
3.3.7 Analisis Kualitatif

35
Identifikasi beta karoten dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis

(KLT). Eluen yang digunakan adalah n-heksan dan aseton dengan perbandingan 7 : 3.

Plat KLT di aktivasi terlebih dahulu di dalam oven selama 30 menit pada suhu

105°C. Kemudian Chamber yang berisi cairan pengelusi, n-heksan dan aseton (7:3)

dijenuhkan terlebih dahulu (Chandra,2017). Larutan beta karoten murni sebagai

pembanding dan larutan ekstrak masing masingsampel daun pepaya ditotolkan

dengan pipet mikro pada lempeng KLT dengan jarak 0,5 cm dari tepi bawah lempeng

KLT dan jarak rambat, beri tanda pada jarak rambat. Setelah kering lempeng KLT

dimasukkan ke dalam chamber yang berisi cairan pengelusi. Tutup bejana dan

biarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat. Lempeng dikeluarkan

dan dikeringkan di udara, dan bercak diamati. Serta tentukan nilai Retardation factor

(Rf) (Depkes RI, 2008).

3.3.8 Analisis Kuantitatif

3.3.8.1 Pembuatan Larutan Induk Beta Karoten 1000 ppm

Ditimbang teliti 50 mg beta karoten murni, dilarutkan dengan petroleumeter

hingga volume 50 mL pada labu ukur. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000

ppm. Larutan induk diencerkan menjadi 500 ppm dengan mengambil 25 mL dari

larutan induk Beta Karoten lalu masukan ke labu 50 mL cukupkan volumenya dengan

petroleum eter hingga tanda batas. Labu ditutup dengan aluminum foil karena beta

karoten mudah teroksidasi dan tidak stabil apabila terkena cahaya (Syarif,2013).

3.3.8.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Beta Karoten

36
Untuk penentuan panjang gelombang serapan maksimum beta karoten

dilakukan pada konsentrasi 120 ppm dengan cara dipipet 2,4 mL larutan beta karoten

500 ppm, masukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Tambahkan petroleum eter hingga

tanda batas, homogenkan. Lapisi labu ukur dengan aluminium foil. Kemudian diukur

panjang gelombang serapan maksimum beta karoten dengan Spektrofotometer UV

Visibel pada rentang 400-800 nm (Syarif,2013).

3.3.8.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Beta Karoten

Dari konsentrasi 500 ppm kemudian dipipet 0,8 mL, 1,6 mL, 2,4 mL, 3,2 mL

dan 4 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan

volumenya dengan petroleum eter hingga hingga tanda batas diperoleh larutan baku

dengan konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 160 ppm, dan 200 ppm. Setelah itu

diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

477,0 nm. Kemudian buat kurva kalibrasi beta karoten dan tentukan persamaan

regresi linearnya (Syarif,2013).

3.3.8.4 Pengukuran Kadar Beta Karoten pada Sampel

Untuk penetapan kadar beta karoten, dipipet dengan teliti 2 ml dari 100 mL

larutan sampel masing-masing daun pepaya penang, masukkan ke dalam labu ukur 10

ml kemudian ditambahkan larutan petrolum eter hingga tanda batas, dan ukur

serapannya pada panjang gelombang maksimum beta karoten 477,0 nm. Untuk

blanko digunakan petroleum eter, kemudian diukur absorbannya dengan

Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 477,0 nm

(Syarif,2013). Kadar beta karoten dihitung berdasarkan persamaan regresi linear dar

kurva kalibrasi y= a + bX.

37
Keterangan:

Y= absorban

X= konsentrasi

a = intersep

b = koefisien regresi/slop

3.4 Analis Data

3.4.1 Uji Linearitas

Uji linearitas dan kurva kalibrasi dibuat dengan menggunakan persamaan garis

regresi linear (y = a + bx) antara konsentrasi beta karoten dengan serapan. Persamaan

linier ini dapat digunakan jika faktor korelasinya 0,98 < r < 1 (Harmita, 2006).

3.4.2 Simpangan Baku Residual, Batas deteksi (BD) dan Batas Kuantitasi (BK)

( y− yi)2
SBr = √ ∑
n−2

3 x SBr
BD =
Slope(b)

10 X SBr
BK =
slope(b)

Keterangan : SBr : Simpangan Baku Residual


BD : Batas Deteksi (µg/mL)
BK : Batas Kuantitasi (µg/mL)
Y : Nilai absorban terbaca
Yi : Nilai absorban perhitungan
(y-yi) : Selisih nilai absorban perhitungan dengan absorban terbaca
n : Jumlah data

38
3.4.3 Perhitungan Kadar Beta Karoten

Cu x Fp x Vu
Kadar =
Bs


2
SD = X−X
n−1

Keterangan :
Cu = Konsentrasi Sampel (µg/mL)
Fp = Faktor Pengenceran Baku (mL/mL)
Vu = Volume Sampel (mL)
Bs = Berat Sampel (g)
X = Absorban yang terbaca
X = Absorban rata-rata
SD = Standar Deviasi

3.4.4 Uji Anova satu arah

Data kadar beta karoten daun muda, daun setengah tua dan daun tua dari

pepaya penang diolah dengan menggunakan analisa ANOVA satu arah, uji

dilanjutkan dengan uji Duncan yang terdapat perbedaan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (1997). Technik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Andi.

Anjum,Varisha,S.H.Ansari,Kamran J. Naquvi, P. A. dan A. A. (2013). Development


of quality standards of Carica Papaya Linn Leaves. Der Pharmacia Lettre,
5(2)370-37.
Astawan.M dan Andreas L.K. (2008). Khasiat Warna-warni Makanan. PT Gramedia.
Ayu.(2012).Spektrofotometri.http://augustiieenayoe.blogspot.com/2020/10/
Spektrofotometri.html
Baga Kalie, M. (1996). Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya.
Chandra B,Zulharmita, H. A. (n.d.). Analisis Kandungan Beta Karoten pada Daun
Bayam Merah (Amaranthus hybridus L.) dengan Spektrofotometri Visible.
Farmasi Higea, 9(2), 149–158.
Compostrini,E dan David,M, G. (2007). Ecophysiology of papaya. A
Review.Braz,J.Plant Physiol, 19, 413–424.
Depkes RI. (2002). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI.
Depkes RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia (1st ed.). Depkes RI.
Gandjar,I,G dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar.
Gholib, G. I. dan A. R. (2018). Spektroskopi Molekuler Untuk Analisis Farmasi.
UGM Press.
Gohil K, P. J. (2007). Papain,Herbs and Supplements. Ind J Pharm, 39, 129–139.
Gritter,R, j. (1997). Pengantar Kromatografi (2nd ed.). ITB.
Gunawan, S. (2007). Farmakologi dan Terapi (5th ed.). Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Harborne, J. . (1987). Metode Fitokimia. ITB.
Harborne, J. . (1996). Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (2nd ed.). ITB.
Harmita. (2006). Analisa Fisikokimia. UI Press.
Hasidah, M. D. W. (2017). Kandungan Pigmen Klorofil,Karotenoid dan Antosianin
Daun Caldium. Protobiont, 6(2), 29–37.

40
Heriyanto.(n.d.).Karotenoid(BetaKaroten).http://repository.usu.ac.id/bitstream/
12345678/2020/10/Karotenoid (Beta Karoten)
Hock Eng,K,Prasad,K.n,Kin Weng, K. J. Y. dan I. A. (2011). Carotenoid and Their
Isomers Color Pigments in Fruits and Vegetable. J.Molc, 16, 1710–1738.
Ikan, R. (1997). Organic Chemistry Fifth Edition,Mc.Graw Hill.inc New york.
Kamaruddin, M. dan S. (2006). Pengaruh Pemberian Air Perasan Daun Pepaya Pada
Ayam. Respon Patofisiologi Hepar.J.Saint Vet, 37–43.
Kementan. (2015). Data Produksi dan Luas Panen Tahun 2014.
http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom.asp
Khopkar, S. . (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press.
Kosasih,E,Setiabudi, T. (2004). Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Pusat Kajian
Nasional Masalah Lanjut Usia.
Kurnia, R. (2018). Fakta Seputar Pepaya. Gramedia.
Laily AN,Suranto, S. (2012). Characteristices of Carica pubescens of Dieng Plateau
Central Java according to its morphology,antioxidant and protein pattern. In
Nusantara Bioscience.
Listya,Ana, S. dan S. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten
Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng. FMIPA Universitas Udayana Bukit
Jimbaran.
Mahmud, M. dan H. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Persagi.
Maisarah, Nurul, Asma, F. (2013). Antioxidant Analysis of Different Parts of Carica
papaya. IFRJ, 20(3), 1043–1048.
Mardiana, L. (2012). Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya.
Marelli de souza,L,ferrira,K.S,Chaves,J.B.P dan Teixeira, S. . (2008). Lascorbic
Acid,Beta Carotene and Lycopen Content in Papaya Fruit (Carica papaya L.).
Journal Sci.Agri.(Peracicaba,Braz), 65(3).
Mulja, M. (1995). Aplikasi Analisis Spektrofotometri Ultraviolet Visible. Mechipso
grafika.
Murhalien dan Ani Nurgiartiningsih. (2015). Pemanfaatan Limbah Daun Pepaya
dalam bentuk tepung dan jus utuk meningkatkan performans produk ayam arab.
Research Journal of Life Science, 02(2).

41
Otsuki dang, Kumagai kondo, I. M. (2010). Aqueous extract of Carica papaya leaves
exhibits anti tumor activity and immunomodulatory effects. J.Ethnopharmacol,
127(3), 760–767.
Paramastri dan Anindha. (2011). Pepaya Yang Tak Busuk Saat Distribusi.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52408
R.A Day, J. dan A. . U. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif (6th ed.). Erlangga.
Richardson,A.D,Dugan,S.P,Berlyn, G. . (2002). An Evaluation of Noninvasive
Mehtods to Estimate Foliar Chlorophyll Content. USA Jurnal Phytologist,
153(1), 20–24.
Rukmana, R. (1995). Pepaya Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Rustam,Atmasari, Y. (2007). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma
domestica Val). Sains Dan Teknologi Farmasi, 12(2), 112–115.
Setiawati,T,Saragih, N. dan M. (2016). Analisis Kadar Klorofil dan Luas Daun
Lampeni (Ardisia humilis Thunbergh) Pada tingkat perkembangan yang
berbeda di Cagar Alam Pengandaran. Prosiding Seminar MIPA Peran
Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan
Berkelanjutan,Universitas Padjajaran.
Sharma, V. C. dan O. N. O. (1991). Renewable Energy Resource For The Production
Of Alcholol Fuels. 7(10), 871–873.
Sitorus, M. (2009). Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik (1st ed.). Graha
Ilmu.
Sobir. (2009). Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Agromedia
Pustaka.
Sudjadi. (1998). Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi UGM.
Suhartatai, T. (2017). Dasar-dasar Spektrofotometri UV-VIS dan Spektrometri massa
untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Aura Bandar Lampung, 1(1).
Sujiprihati, S. dan K. S. (2009). Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya.
Sumar, H. (1994). Kimia Analisis Farmasi. UI Press.
Sumbono, A. (2019). Biomolekul. Deepublish.
Sutarpa dan Sutama. (2008). Daun Pepaya Dalam Ransum Menurunkan Kolesterol
pada Serum dan Telur Ayam. Jurnal Veteriner, 9(3), 152–156.
Syarif,S.Flaning, M. (n.d.). Analisis Kandungan Beta Karoten Pada Jenis Sawi Putih
(Brassica pekinensia L.) dan jenis Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Secara

42
Spektrofotometri UV-Vis. As-Syifaa, 05(01), 55–61.
USDA. (2001). Treating Livestock Medical Plant or Toxis Carica papaya. Available
on Lineat. http://www.probe.nalusda.gov:8300/ogibin/browse/phytochemdb
Wahyu, J. (1997). Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press.
Wijayakusuma, H. (1994). Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini.
Winarsih, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. PT Taman Kampus Presindo.

43
44

Anda mungkin juga menyukai