Anda di halaman 1dari 8

TEKNOLOGI PASCA PANEN

TEKNOLOGI PASCA PANEN BUAH KEPEL

Disusun Oleh :

1. Muhammad Fachry .N (20180210086)


2. Mifta Syarif .F (20180210088)
3. Dinar Wijaya (20180210089)
4. Adi Susanto (20180210090)
5. Yoga Adhi Wijaya (20180210091)
6. Nadimah Tsania .M (20180210092)

FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang
tersebar di berbagai pulau dan belum dikelola pengembangannya
sebagaimana mestinya baik menyangkut tata produksi, penanganan
pascapanen, pengolahan dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh
dan berproduksi di Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya bagi kemaslahatan rakyat. Tanaman buah yang menghutan
menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah
organik. Sementara pengelolaan kebun tanaman buah menjadi upaya utama
untuk menjaga keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada masyarakat
pembeli baik domestik maupun luar negeri (ekspor). (Wisnu, 2010)

Keberhasilan bisnis buah mensyaratkan jumlah dan kontinyuitas pasokan


dari buah yang terjamin mutunya. Jaminan mutu buah dapat diperoleh
melalui penanganan pascapanen yang baik dan memadai dengan
memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu buah tersebut.
Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian kegiatan
dari panen hingga buah dikemas dan siap distribusikan pemasarannya atau
untuk mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pemeraman atau
perlakuan khusus lainnya yang dituntut konsumen. Bangsal penanganan buah
untuk menampung rangkaian kegiatan tersebut agar dapat dikendalikan
dengan baik menjadi sarana penting yang harus dimiliki pelaku bisnis buah.
(Wisnu, 2010)

Penanganan pasca panen perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya


penurunan mutu dari bahan pangan. Kualitas dan kenampakan yang baik
menentukan tingkat penerimaan buah di pasaran. Masyarakat lebih banyak
mengkonsumsi buah-buahan dalam bentuk segar tanpa proses pengolahan
terlebih dahulu, salah satunya adalah kepel. Kepel (Stelechocarpus burahol)
merupakan salah satu tanaman buah dari famili Annonaceae yang berkhasiat
obat. Bagian dari tanaman kepel yang digunakan untuk obat diperoleh dari
daun, kulit batang, dan buah (Heyne, 1987). Tanaman kepel dapat berbunga

2
setelah berumur 8 tahun. Buah kepel dapat dipanen selama 6 bulan setelah
berbunga yaitu pada bulan Maret-April (Sunarto, 1992). Umur panen buah
kepel yang relatif lama dan waktu panen buah yang hanya sekali dalam
setahun menyebabkan potensi buah kepel sulit untuk dijadikan bahan obat
karena jumlahnya yang terbatas..

B. Tujuan

Untuk mengetahui penanganan pasca panen dari buah kepel.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Buah Kepel

Komiditi buah kepel (Stelechocarpus burahol) tersebar di kawasan Asia


Tenggara mulai dari Malaysia, Indonesia hingga Kepulauan Solomon hingga
Australia. Di Indonesia, terutama di Jawa, kepel termasuk kedalam buah langka
karena jarang ditemukannya buah kepel pada saat ini. Kepel tumbuh baik pada
tanah yang subur mengandung humus dan lembab. Umumnya pohon ini dijumpai
pada ketinggian 150 -300 m dpl (Mogea, 2001). Lingkungan fisik yang berkaitan
erat dengan burahol adalah suhu yang berkisar antara 26-30oC, kelembaban udara
50-85%, kemiringan lahan 10-50%, dengan pH 5,5-6,5. Regenerasi alami pohon
burahol dibantu oleh satwa liar, terutama kalong (Pteropus vampirus) dan aliran
air hujan.

Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub classis : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Familia : Annonaceae
Genus : Stelechocarpus
Species : Stelechocarpus burahol (Lamoureux, 1980).
Tanaman Kepel mempunyai batang yang tegak dengan tinggi mencapai 25
M dan batangnya berwarna coklat cenderung hitam dengan diameter berkisar
40 cm. Daunnya berwana hijau gelap berbentuk lanset (bulat telur), tidak
berbulu dan merotal tipis dengan pangkal daun panjangnya mencapai 1,5 cm.
Bunga kepel muncul pada tonjolan-tonjolan batang disebut bunga berkelamin
tunggal, semula berwarna hijau kemudian berubah menjadi keputih-putihan.
Bunga jantannya terletak di batang sebelah atas dan di cabang-cabang yang
lebih tua dengan diameter 1 cm. Sementara bunga betinanya hanya berada di
pangkal batang, diameternya mencapai 3 cm Buahnya bergerombol antara 1-
13 buah. Panjang tangkai buahnya mencapai 8 cm, buah yang matang hampir
bulat bentuknya dengan berwarna kecoklat-coklatan. Bijinya berbentuk

4
menjorong, berjumlah 4-6 butir. Bagian buah yang dapat dimakan sebanyak
49% dan bijinya 27% dari berat buah segar. Buah kepel dianggap matang jika
digores kulit buahnya terlihat berwarna kuning atau coklat muda ( Sunarto,
1992).

B. Kandungan Buah Kepel

Buah kepel mengandung saponin dan flavonoid, senyawa yang memiliki


aktivitas sebagai antimikroba, antiinflamasi, antivirus dan antioksidan.
Daging buah kepel juga berpotensi sebagai deodoran alami melalui
mekanisme farmakologis dengan absorbs aroma kotoran dan meningkatkan
pertumbuhan Bifidobacteria. Daun kepel mengandung zat sitotoksik bagi sel
kanker dan juga mengandung senyawa flavonoid yang dapat digunakan
untuk antibakteri. Bunga kepel diketahui memiliki efek antiimplantasi
sehingga dapat digunakan sebagai kontrasepsi. Sedangkan kulit batangnya
diketahui sebagai antiagregasi platelet (Lenny, 2006)..

C. Panen dan Pasca Panen

1. Panen

Buah kepel dapat dipanen selama 6 bulan setelah berbunga yaitu


pada bulan Maret-April. Buah kepel dianggap matang bila digores
kulitnya terlihat bagian bawahnya berwarna kuning atau coklat muda
(jika berwarna hijau, buah masih belum matang) (Ari dan Yuliah,
2018). Untuk menjaga kualitas, buah kepel dibungkus 1-2 bulan
sebelum dipanen, menggunakan anyaman bambu atau daun kelapa atau
kantung plastik.

2. Sortasi

Sortasi merupakan kegiatan pemisahan secara visual berdasarkan


tampilan fisik (warna dan bentuk) antara yang baik, tidak rusak, tidak
cacat, sehat, ataupun benda asing lainnya. Sortasi harus dilakukan
segera setelah bahan berada dalam bangsal penanganan karena akan

5
menentukan proses selanjutnya. Perlakuan sesegera mungkin dalam
sortasi dapat membatasi kerusakan/kehilangan hasil panen, juga
penularan mikroba ataupun benda asing lainnya. Sortasi pada buah
kepel biasanya dilakukan secara visual terhadap buah yang cacat,
bergetah, kerusakan mekanis (luka/tergores saat pemetikan), ukuran
buah (besar, sedang, dan kecil), dan tingkat kematangan buah (Wisnu,
2010).

3. Pengemasan dan penyimpanan

a. Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur


keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak,
misalnya keranjang atau karung dan hendaknya diperlakukan
dengan hati-hati; buah kepel dapat bertahan disimpan 2-3 minggu
pada suhu ruang.
b. Simplisia buah kepel disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada
suhu kamar, di tempat kering, sejuk, sirkulasi udara lancar dan
terhindar dari cahaya.
c. Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.

4. Transportasi

Pengangkutan atau transportasi buah sebenarnya sudah dimulai dari


kebun menuju pengumpul atau bangsal pengemasan (packing house) di
sentra produksi. Kondisi pengangkutan sangat tergantung dari fasilitas
lokal yang tersedia atau yang dimiliki petani/pekebun. Yang dimaksud
dengan bangsal pengemasan juga bervariasi mulai dari halaman rumah,
bangunan milik pedagang pengumpul sampai bangsal pengemasan
lengkap dengan segala perlengkapannya Beragam cara pengangkutan
buah dari kebun, antara lain: diangkut dengan dipikul langsung oleh
petani, gerobak dorong, diangkut dengan sepeda/sepeda motor, mobil
bak terbuka dan lainnya.

6
III. KESIMPULAN

Penanganan pasca panen dari buah kepel terdiri dari proses panen, sortir,
pengemasan , penyimpanan dan transportasi.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ari fiani dan Yuliah. 2010. PERTUMBUHAN KEPEL (STELECHOCARPUS


BURAHOL (BLUME) HOOK & THOMSON) DARI DUA POPULASI
DI MANGUNAN BANTUL.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/10505/p.%2030
1-306%20fullpaper%20Ari%20Fiani.pdf?sequence=1&isAllowed=y.
Diakses tanggal 29 Desember 2019.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan


Penelitian dan Pembangunan Kehutanan. Jakarta (ID). 765 Hal.

Lamoureux, C.H. (ed.). 1980. Fruits. Rome: IBPGR Secretariat.


https://www.forda-mof.org. Diakses pada Tanggal 29 Desember 2019.

Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Karya


Ilmiah. Departemen Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Sumatera Utara.

Mogea JP, 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Biologl –Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
http://bk.menlh.go.id. Diakses Pada Tanggal 29 Desember 2019.

Sunarto AT. 1992. Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. F. & Thomson. Di


dalam Coronel RE, Verheij EWM, editor. Plant Resources of South-East
Asia. No. 2: Edible fruits and nuts. Bogor (ID): Prosea Foundation. hlm
290-291.

Wisnu Broto. 2010. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk Pasar.


http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/assets/media/publikasi/juknis_b
uah.pdf. Diakses pada 30 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai