Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

Tujuan : menjelaskan tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan gagal ginjal kronik

Dosen Pembimbing:

Moh.Radjin S.Kep.Ns,M.Kep.

Disusun Oleh :

1. Nur Sa’idatul Fadhilah (7316014)


2. Ainun Nisa’ (7316020)
3. Moch.Syuaib (7316026)
4. Livia Arum Dani (7316029)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

TAHUN AKADEMIK 2018


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan kehadiratallah SWT yang Maha Esa, karena atas segala
limpahan rahmat yang dianugrahkan kepada kita sehingga dengan nikmat tersebut tugas ini
dapat terselesaikan meskipun sangat sederhana.

Selanjutnya sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kehadirat junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW. Kepada keluarga dan sahabat beliau sampai akhir nanti. Kami
menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami sangat
mengharap kritik dan saran guna kesempurnaan dari tugas kami ini. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi diri kami khususnya, teman - teman mahasiswa – mahasiswi pada umumnya.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah tempat kita kembali dan yang dapat memberikan
balasan yang setimpal dan semoga kerja keras kita ini senantiasa diterima di sisi Allah SWT
serta mendapat syafa’at dari Nabi besar Muhammad SAW, Amin yarobbal alami

Penyusun, 6 Maret 2018

i
DAFTAR ISI

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

4.1.Latar Belakang
Ginjal adalah salah satu organ sistem kemih atau uriner yang bertugas menyaring dan
membuang cairan, sampah metabolisme dari dalam tubuh (Vita health, 2008).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan gangguan
fungsi ginjal progesif dan ireversibel yang ditandai dengan kegagalan kemampuan tubuh
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia (urea dan limbah nitrogen yang beredar dalam darah). (Nursalam, 2006 &
Smeltzer dkk, 2002)

Diindonesia peningkatan penderita penyakit GGK mencapai angka 20%. Pusat data
dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan
jumlah penderia gagal ginjal kronik diperirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk.
Berdasarkan data dari indonesia Renal Registrasi suatu kegiatan registrasi dari
perhimpunan nefrologi indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci
darah) mencapai 2260 orang dari 2146 orang pada tahun 2007 (Roderick, 2008).

4.2.Tujuan

a. Umum
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar GGK
2. Mahasiswa mampu mndiskripsikan asuhan keperawatan GGK

b. Khusus
1. Mahasiswa mampu menanganalisa konsep dasar GGK

2. Mahasiswa mampu mendiskripsikan hasil pengkajian pada GGK

3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada GGK

4. Mahasiswa mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada GGK

1
5. Mahasiswa mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada GGK

6. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada GGK

2
BAB II

KONSEP DASAR

2.1.Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi
ginjal progesif dan ireversibel yang ditandai dengan kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia (urea dan limbah nitrogen yang beredar dalam darah). (Nursalam, 2006 & Smeltzer,
2002)

GGK dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,


glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskular (nefroklerosis), proses obstruktif
(kalkuli), infeksi, penyakit kolagen dll. (Smeltzer, 2002)

Pada awalnya GGK terdapat beberapa penyakit ginjal terutama yang menyerang
glomerulus (glomerulonefritis) dan yang menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau
penyakit polikistik ginjal) serta gangguan perfusi darah pada parenkim ginjal
(nefroskelerosis). (Price & Wilson, 2006)

GGK dibagi menjadi tiga stadium yaitu stadium pertama disebut penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal serta pasien asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal dapat terdeteksi jika beban kerja berat pada ginjal maka dapat
dilakukan tes pemekatan urin yang lama atau dengan tes GFR.

Stadium dua disebut insufisiensi ginjal apabila >75% jaringan telah rusak. Kadar BUN
meningakt diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN barbeda – beda tergantung
kadar kadar protein dalam makanan. Kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi batas
normal. Timbul gejal – gejala nokturia (berkemih dimalam hari) dan poliuria (akibat
gangguan pemekatan). Gejala ini timbul akibat dari respon stres dan perubahan makanan dan
minuman tiba – tiba. Nokturia adalah gejala pengeluaran urin pada malam hari yang menetap
sebanyak 700 ml atau pasien tebangun untuk berkemih beberapa kali pada malam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah urin siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau
4:1. Poliuria adalah peningkatan volume urin yang terus menerus. Pada normalnya

3
pengeluaran urin sekitar 1500 ml perhari. Poliuria akibat insufisiensi ginjal lebih besar besar
menyerang tubulus dengan pengeluaran urin sekitar >3 liter perhari.

Stadium ketiga dan stadium akhir gagal ginjal progesif disebut penyakit ginjal stadium
akhir atau uremia yang terjadi apabila terjadi sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR hanya 10% dar keadaan normal dan bersihan kreatinin sebesar 5 – 10 ml permenit.
Kreatinin serum dan kadar BUN meningkat sebagai respon terhadap GFR karena mengalami
penurunan. Pasien merasakan gejala yang cukup parah karena tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kompleks perubahan kimia
dan gejala – gejala dinamakan sindrom uremik. Pasien dapat meninggal kecuali bila
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Meskipun perjalan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, namun dalam
praktiknya tidak ada batas – batas yang tidak jelas antara stadium – stadium tersebut, namun
dapat dilihat pada bentuk hiperbolik grafik azotomia yang menghasilkan perbandingan
terhadap nilai GFR menggambarkan penyakit yang berlanjut tetapi meningkat secara
perlahan – lahan makin lama makin cepat. (Price & Wilson, 2006)

2.2. Fisiologi Ginjal


a. Fungsi ginjal

Menurut Price dan Wilson (2006), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu ekskresi
dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :

1. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah


ekskresi air.
2. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3
4. Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea, asam
urat dan kreatinin.

Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :

1. Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.


2. Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah
merah olehsumsum tulang.

4
3. Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4. Degradasi insulin.
5. Menghasilkan prostaglandin.

b. Fisiologi pembentukan urine

Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus. Sekitar
seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke
kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration
rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah
menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika
darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Airdan molekul-molekul yang kecila akan
dibiarka lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan
disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapilerglomerulus dan memasukitubulus.cairan ini
disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus
sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya
diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus.
Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktud pengumpul dan kemudian menjadi
urine yang akan mencapainpelvis ginjal. Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan
diabsorbsi kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai
substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan
diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum,
kreatinin dan asam urat.

Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :

1. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam
glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein
dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini
terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi
tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-garam.
2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

5
3. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan
Cl- dan sekresi H+ dan K+.

Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapatglukosa dan protein
lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah
yang disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam
urine maka dapat dilihat besar daya selektif sel tubulus.

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berpperan dalam pengaturan tekanan
darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan
reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel - sel otot polos mengurangi pelepasan
reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi
sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar
natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos
untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I
yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati dan konsentrasinya
dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung
diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru.

Angoitensi I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang
ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek
vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar
aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul
selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air,
dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan
tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal (Price & Wilson, 2006).

2.3.Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat dilihat dari hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju
filtrasi glomerulus (GFR) sebagai presentase dari keadaan normal terhadap kreatinin serum
dan kadar nitrogen urea darah (BUN) karena masa nefron dirusak secara progesif oleh
penyakit ginjal kronik. Fungsi renal menurun sehingga produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan dalam urin masuk kedalam udara. Semakin banyak timbunan

6
produk sampah maka timbunan produk sampah, maka gejala semakin berat sehingga
diperlukan dialisis.

Menurut Price & Wilson klarifikasi penyebab GGK adalah sebagai berikut:

1. Penyakit infeksi tubolointerstitial : pielonefritis kronik atau refluks nefropati dan akut
2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : sindrom nekrotik nefrokleorosis hipertensif esensial dan
ginjal, stenosis arteri reonalis
4. Gangguan jaringan ikat : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, skelorisis
sistemik progesif
5. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. Gangguan metabolik : diabetes melitus, penyakit asam urat ginjal, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
7. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesi, nefropati timbal (Price & Wilson, 2006).

2.4.Tanda dan Gejala


Pada penyakit dan infeksi tubolointerstitial pielonefritis kronik memiliki masalah utama
yang dapat diidentifikasi dengan banyaknya peradangan dan penyakit iskemik ginjal.
Terdapat lesi yang disebabkan oleh infeksi. Terdapat kerusakan ginjal (VUR) pada awal masa
kanak – kanak sebelum usia 5 – 6 tahun disebabkan pembentukan jaringan parut yang baru
jangan terjadi pada usia ini, sedangkan pada orang dewasa kerusakn ginjal (VUR) berkaitan
dengan gangguan obstruksi dan neurologi yang menyebabkan sumbatan pada drainase urin
(seperti batu ginjal atau vesika urinaria neurogenik akibat diabetes atau cidera pada batang
otak. Terdapat kompensasi peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan hiperfusi pada sisa
nefron yang relatif normal. Pada pemeriksaan urin dapat proteinuria. Ditemukan riwayat
disuria, sering kencing atau kadang – kadang nyeri pada selangkangan tidak jelas. Pada urine
terdapat bakteriuria intermiten dan leukosit atau adanya silinder leukosit.

GFR yang mengalami penurunan dapat mengakibatkan gejala dini yang menonjol yaitu
poliuria, nokturia, dan urin berberat jenis terendah. Terdapat juga sebagian gejala hipertensi,
namun pada umumnya yaitu gejala azotomia. Pada pemeriksaan IVP ditemukan
pembengkakan tabuh (cubbling) pada kaliks, korteks menipis dan ginjal mengecil, bentuknya
tidak teratur dan biasanya tidak simetris (Nurlasam, 2006).

7
2.5.Patofisiologi
Zat toksik, gangguang pada vaskular dan infeksi menjadikan proses perjalanan penyakit
yang pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana
ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan
fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh
mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus
dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya
terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi
rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi
anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka
tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.

Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang


berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin
urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan
kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan
hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium
sehingga status uremik memburuk.

Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan
megapsorbsi natrium bikarbonat (HCo3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic yang
terjadi. Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh
ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi
eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan,
angina dan sesak nafas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium


dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi

8
yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka
meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal
ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. (Nurlasam, 2006).

9
2.6.Nursing Pathway

Zat toksik vaskular infeksi

Kerusakan Nefron

GFR

GGK

G.fungsi ekskresi & non -ekskresi

G.metabolisme vit.D Skresi eritropotein Retensi Na Jumlah glomerulus

Total CES naik


Vit. D Eritrosit G.clerence renal

Absorpsi Cal usus Produksi Hb turun Volume interstisial naik Kreatinin serum

Hipokalsemia Anemia Edema (kelebihan Sekresi protein terganggu


volume cairan)

G.asam basa Keletihan


Hipervolemia uremia

Prod Asam lambung naik Perfusi perifer tidak


efektif Beban jantung naik Obstruksi saluran kemih

Iritasi lambung
Suplai nutrisi dalam darah Hipertensi Retensi urin
turun
Resiko infeksi

Suplai O2 turun
Gastritis

Intoleransi aktivitas
Mual muntah

Defisit nutrisi
10
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian
a. Anamnesa Berdasarkan Demografi

Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan sumber air tinggi
kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis
kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.

b. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran
penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan
neropati obstruktif.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit gagal
ginjal kronik.

d. Pola kesehatan fungsional

1) Pemeliharaan kesehatan

Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis tinggi, personal hygiene
kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein,
kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada
penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat
badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.

3) Pola eliminasi

11
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.

5) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

6) Pola persepsi sensori dan kognitif

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat
kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari),
perilaku berhati hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”,
rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran.

8) Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.

e. Pengkajian fisik

1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.


2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair,
b) penglihatan kabur, edema periorbital.

12
c) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
d) Hidung : pernapasan cuping hidung
e) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul
serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999) adalah :

1) Urine

a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.

2) Darah

a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8
gr
b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.

13
c. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan)
e. Magnesium fosfat meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena
kurang asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.

3) Pemeriksaan radiologik

a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa
c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam
ureter dan retensi.
d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemuhan bagian atas.
e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan
untuk diagnosis hostologis.
f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g. Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
h. Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi. i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
i. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
j. Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal
k. Gangguan nutrisi

14
3.2.Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. penurunan konsentrasi hb
2. Hipervolemia b.d. kelebihan asupan Na
3. Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan
4. Retensi urin b.d. peningkatan tekanan uretra
5. Resiko infeksi b.d. gangguan peristaltik
6. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
7. keletihan b.d . kondisi fisiologis (anemia)

3.3.Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer - Keparahan Penyakit - Manajemen Sensasi
Definisi: penurunan Arteri Perifer Perifer
sirkulasi darah ke perifer  Intensitas klaudikasi  Monitor adanya
yang dapat mengganggu intermiten (5) parasthesia dengan tepat
kesehatan  Nyeri otot yang tidak  Letakan bantalan pada
Batasan Karakteristik: hilang dengan bagian tubuh yang
- Edema beristirahat (4) terganggu untuk
- Nyeri ekstremitas  Gangguan mobilitas melindungi area tersebut
- Perubahan tekanan fisik (4)  Instruksikan pasien
darah di ekstremitas - Pengetahuan: Manajemen untuk selalu mengamati
- Tidak ada nadi perifer Penyakit Kronik posisi tubuh jika
Factor yang  Tanda dan gejala propriosepsi terganggu
Berhubungan penyakit kronik (5) - Perawatan sirkumsisi
- Hipertensi  Tanda dan gejala  Verikasi bahwa ijin
- Gaya hidup kurang komplikasi (5) untuk dilakukan
gerak  Strategi mengatasi efek pembedahan telah
- Kurang pengetahuan samping penyakit (5) ditandatangani
tentang factor  Berikan pengontrol nyeri
 Strategi mencegah
pemberat sebelum prosedur sekitar
komplikasi (5)
1 jam sebelum dilakukan
prosedur
 Berikan agen analgesik

15
topikal
- Pengajaran: Proses
Penyakit
 Kaji tingkat pengetahuan
pasien terkait dengan
proses penyakit yang
spesifik.
 Berikan informasi pada
pasien mengenai
kondisinya, sesuai
kebutuhan.
 Diskusikan terapi/
penanganan.
 Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
ada, sesuai kebutuhan.
 Beri ketenangan terkait
kondisi pasien, sesuai
kebutuhan.
2. Hipervolemia NOC NIC
Definisi: peningkatan - Keseimbangan elektrolit - Manajemen hipervolemia
retensi cairan isotonic  Penurunan serum  Monitor suara paru
Batasan Karakteristik sodium (5) abnormal
- Ansietas  Penurunan serum  Monitor suara jantung
- Dipsnea potassium (5) abnormal
- Gangguan tekanan darah  Penurunan serum  Monitor intake dan
- Ketidakseimbangan klorida (5) output
elektrolit  Penurunan serum  Monitor edema perifer
Factor yang kalsium (5) - Manejemen cairan
Berhubungan  Penurunan serum  Jaga intake/ asupan yang
- Kelebihan asupan cairan magnesium (5) akurat dan catat output
- Gangguan mekanisme  Penurunan serum fosfor  Kaji lokasi edema dan
regulasi (5) luasnya edema jika ada

16
- Keparahan cairan  Berikan cairan dengan
berlebihan tepat
 Asites (5)  Distribusikan cairan
 Malaise (5) selama 24 jam
 Edema menyeluruh (5)  Monitor reaksi pasien
 Peningkatan tekanan terhadap terapi elektrolit
darah (4) yang diresepkan
- Keseimbangan cairan  Dukung pasien dan
 Tekanan darah (5) keluarga untuk
 Edema perifer (4) membantu dalam
 Serum elektrolit (5) pemberian makan yang

 Keseimbangan intake baik

dan output 24 jam (5) - Manajemen elektrolit


 Monitor nilai serum
elektrolit yang abnormal
 Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
 Berikan cairan sesuai
resp jika diperlukan
 Berikan suplemen
elektrolit sesuai resep
dan keperluan
3. Defisit Nutrisi NOC NIC
Definisi: asupan nutrisi - Tingkat ketidaknyamanan - Manajemen nutrisi
tidak cukup untuk  Kehilangan nafsu makan  Tentukan status gizi dan
memenuhi kebutuhan (5) kemampuan untuk
metabolic  Inkontinensia (4) memenuhi status gizi
Batasan Karakteristik  Tidak dapat beristirahat  Tentukan apa yang
- Asites (5) menjadi preferensi
- Pankreatitis  Stress (5) makanan bagi pasien
- Sepsis - Status Nutrisi: Asupan  Instruksikan pasien
- Trauma makanan & cairan pasien mengenai

17
 Asupan makanan secara kebutuhan nutrisi
oral (5)  Tentukan jumlah kalori
 Asupan cairan secara dan jenis nutrisi yang
oral (5) dibutuhkan untuk
 Asupan nutrisi memenuhi persyaratan
parenteral (5) gizi
- Status nutrisi: Asupan - Manajemen cairan
nutrisi  Jaga intake/ asupan
 Asupan kalori (5) yang akurat dan catat
 Asupan protein (5) output

 Asupan karbohidrat (5)  Kaji lokasi edema dan

 Asupan vitamin (5) luasnya edema jika ada

 Asupan mineral (5)  Berikan cairan dengan


tepat
 Distribusikan cairan
selama 24 jam
 Monitor reaksi pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diresepkan
 Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan yang
baik
- Manajemen energi
 Kaji status fisiologis
yang menyebabkan
kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan
perkembangan
 Gunakan instrument
yang valid untuk
mengukur kelelahan

18
 Monitor intake/ asupan
nutrisi untuk mengetahui
sumber energi yang
adekuat
 Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan
 Konsulkan dengan ahli
gizi mengenai cara
meningkatkan asupan
energi dari makanan
 Bantu pasien
memprioritaskan
kegiatan untuk
mengakomodasi energi
yang diperlukan
 Evaluasi secara bertahap
kenaikan level aktivitas
pasien
4. Retensi urine NOC NIC
Definisi: pengosongan - Status kenyamanan: fisik - Irigasi kandung kemih
kandung kemih tidak  Control terhadap gejala  Tentukan apakah akan
tuntas (5) melakukan irigasi terus
Batasan Karakteristik  Kesejahteraan fisik (5) menerus atau berkala
- Distensi kandung kemih  Nyeri otot (4)  Observasi tindakan -
- Inkontinensia aliran  Intake cairan (5) tindakan pencegahan
berlebih - Tingkat nyeri umum
- Residu urine  Nyeri yang dilaporkan  Catat jumlah cairan yang
- Tidak ada haluaran urine (4) digunakan, karakteristik
Faktor yang  Ekspresi nyeri wajah (4) cairan, jumlah cairan
Berhubungan  Kehilangan nafsu makan yang keluar, dan respon
- Inhibisi arkus reflex pasien sesuai dengan
(5)

19
- Sfingter kuat  Tekanan darah (5) prosedur tetap yang ada.
- Sumbatan saluran  Intoleransi makanan (5) - Manajemen cairan
perkemihan - Keparahan gejala  Jaga intake/ asupan yang
- Tekanan ureter tinggi  Intensitas gejala (4) akurat dan catat output
 Terkait ketakutan (4)  Kaji lokasi edema dan
 Terkait kecemasan (4) luasnya edema jika ada

 Kehilangan nafsu makan  Berikan cairan dengan


(5) tepat
 Distribusikan cairan
selama 24 jam
 Monitor reaksi pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diresepkan
 Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan yang
baik
- Perawatan retensi urine
 Lakukan pengkajian
komprehensif system
perkemihan focus
terhadap inkontinensia
 Berikan privasi dalam
melakukan eliminasi
 Anjurkan pasien/
keluarga untuk mencatat
urine output sesuai
kebutuhan
 Monitor intake dan
output
5. Risiko Infeksi NOC NIC
Definisi: rentan - Status imunitas - Control infeksi:

20
mengalami invasi dan  Keletihan kronis (4) Intraoperatif
multiplikasi organisme - Konsekuensi Imobilitas:  Lakukan tindakan –
patogenik yang dapat Fisiologi tindakan pencegahan
mengganggu kesehatan  Nyeri tekan (4) universal
Factor risiko  Fraktur tulang (4)  Lakukan rancangan
- Kurang penegtahuan  Kongesif paru (5) tindakan isolasi yang
untuk menghindari  Kapasitas vital (50 sesuai
pemajanan patogen - Manajemen diri: Penyakit  Berikan terapi antibiotic
- Penyakit kronis Kronik yang sesuai
- Prosedur invasif  Mencari informasi  Batasi kontaminasi yang
- Supresi respon inflamasi tentang penyakit (5) terjadi
 Memantau tanda dan - Manajemen nutrisi
gejala penyakit (5)  Tentukan status gizi dan
 Mencari informasi kemampuan untuk
tentang cara untuk memenuhi status gizi
mencegah komplikasi  Tentukan apa yang
(5) menjadi preferensi
 Melaporkan tanda dan makanan bagi pasien
gejala komplikasi (5)  Instruksikan pasien
pasien mengenai
kebutuhan nutrisi
 Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
- Identifikasi risiko
 Kaji ulang riwayat
kesehatan masa lalu dan
dokumentasikan bukti
yang menunjukkan
adanya penyakit medis,
diagnosa keperawatan

21
serta perawatannya
 Identifikasi adanya
sumber – sumber agensi
untuk membantu
menurunkan factor risiko
 Identifikasi strategi
kopinng yang digunakan/
khas
6. Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi: ketidakcukupan - Tingkat ketidaknyamanan - Terapi Latihan:
energy psikologis atau  Nyeri (4) Keseimbangan
fisiologis untuk  Cemas (5)  Tentukan kemampuan
mempertahankan atau  Rasa takut (5) pasien untuk
menyelesaikan aktivitas  Keehilangan keyakinan berpartisipasi dalam
kehidupan sehari – sehari (4) kegiatan – kegiatan yang
yang harus atau yang - Status kesehatan pribadi membutuhkan
ingin dilakukan.  Kebugaran fisik (5) keseimbangan
Batasan Karakteristik  Tingkat mobilitas (5)  Kolaborasi dengan
- Dipsnea setelah terapis fisik,
 Tingkat kenyamanan (5)
beraktivitas okupasional, dan terapis
 Status nutrisi (5)
- Keletihan rekresi dalam
 Control nyeri (4)
- Respons tekanan darah mengembangkan dan
 Penyesuaian pada
abnormal terhadap melaksanakan progam
kondisi kronik (4)
aktivitas latihan yang sesuai
 Kontrol gejala (5)
Factor yang  Sediakan sumber daya
- Kebugaran fisik
Berhubungan untuk progam
 Kekuatan otot (4)
- Gaya hidup kurang gerak keseimbangan, latihan,
 Ketahanan otot (4)
- Tirah baring atau progam edukasi
 Indeks masa tubuh (5)
- Ketidakseimbangan - Peningkatan Mekanika
 Tekanan darah (5)
antara suplai dan Tubuh
 Denyut jantung saat
kebutuhan oksigen  Kolaborasikan dengan
istirahat (4)
- Imobilitas fisioterapis dalam
mengembangkan

22
peningkatan mekanika
tubuh dan latihan
 Edukasi pasien mengenai
bagaimana
menggunakan postur dan
mekanika tubuh untuk
mencegah injuri saat
melakukan berbagai
aktivitas
- Manejemen Pengobatan
 Tentukan obat apa yang
diperlukan dan kelola
menurut resep dan/ atau
protocol
 Tentukan kemampuan
pasien untuk mengobati
diri sendiri sesuai
 Monitor pasien
mengenai efek terapeutik
obat
 Identifikasi jenis dan
jumlah obat bebas yang
digunakan
 Berikan informasi
mengenai penggunaan
obat bebas dan
bagaimana obat – obatan
tersebut dapat
mempengaruhi kondisi
saat ini.
7. Keletihan NOC NIC
Definisi: keletihan terus – - Tingkat kelelahan - Terapi
menerus dan penurunan  Kelelahan (5) latihan:Keseimbangan

23
kapasitas untuk kerja fisik  Kelesuan (5)  Tentukan kemampuan
dan mental pada tingkat  Keseimbangan antara pasien untuk
yang lazim kegiatan dan istirahat (5) berpartisipasi dalam
Batasan Karakteristik  Nyeri otot (4) kegiatan – kegiatan yang
- Peningkatan keluhan  Nyeri sendi (4) membutuhkan
fisik - Manajemen diri: penyakit keseimbangan
- Tidak mampu kronik  Kolaborasi dengan
mempertahankan  Mencari informasi terapis fisik,
rutinitas yang biasanya tentang penyakit (5) okupasional, dan terapis
- Tidak mampu  Memantau tanda dan rekresi dalam
mempertahankan gejala penyakit (5) mengembangkan dan
aktivitas fisik pada melaksanakan progam
 Mencari informasi
tingkat yang biasanya latihan yang sesuai
tentang cara untuk
- Peningkatan keluhan
mencegah komplikasi  Sediakan sumber daya
fisik untuk progam
(5)
Factor yang keseimbangan, latihan,
 Melaporkan tanda dan
Berhubungan atau progam edukasi
gejala komplikasi (5)
- Ansietas
- Istirahat  Peningkatan Mekanika
- Kelesuan fisik Tubuh
 Pola istirahat (5)
- Kelesuan fisiologis  Kolaborasikan dengan
 Kualitas istirahat (5)
- Peningkatan kelelahan fisioterapis dalam
 Beristirahat secara fisik
fisik mengembangkan
(5)
peningkatan mekanika
 Tampak segar setelah
tubuh dan latihan
istirahat (5)
 Edukasi pasien mengenai
bagaimana
menggunakan postur dan
mekanika tubuh untuk
mencegah injuri saat
melakukan berbagai
aktivitas
- Peningkatan koping
 Bantu pasien dalam

24
mengidentifikasi tujuan
jangka pendek dan
jangka panjang yang
tepat
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
memberikan jaminan
 Berikan suasana
penerimaan
 Sediakan informasi
aktual mengenai
diagnosis, penanganan,
dan prognosis
 Dukung pasien untuk
mengidentifikasi dan
kemampuan diri
- Terapi aktivitas
 Pertimbangakan
kemampuan klien dalam
berpartisipasi melalui
aktivitas spesifik
 Instruksikan klien dan
keluarga untuk
mempertahankan fungsi
dan kesehatan terkait
peran dalam beraktivitas
secara fisik, sosial,
spiritual dan kognisi
 Bantu pasien untuk
meningkatkan motivasi
diri dan penguatan

25
3.4.Implementasi
Implementasi pada kasus ini adalah pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat.

3.5.Evaluasi
- Intake out put seimbang
- Status nutrisi adekuat
- Curah jantung adekuat
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
- Tidak terjadi perubahan/ gangguan konsep diri
- Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi
- Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan

26
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi
ginjal progesif dan ireversibel yang ditandai dengan kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia (urea dan limbah nitrogen yang beredar dalam darah).

GGK disebabkan oleh beberapa penyakit yang mengakibatkan keerusakan nefron


sehingga muncul berbagai gejala yang mempengaruhi homeostatis tubuh. Dari gejala tersebut
sebagai acuan dalam merencanakan asuhan keperawatan.

4.2.Saran
Didalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam penjelasan. Pembaca sebaiknya
selain dari makalah ini diharap mencari referensi lain yang lebih lengkap dari buku maupun
internet.

27
DAFTAR PUSTAKA

Vita Heallth. 2008. “Gagal Ginjal”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Nursalam. 2006. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan”.
Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer dkk. 2002. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan Suddarth Ed. 8
Vol. 2.”. Jakarta: EGC

Price and Wilson. 2006. “Patofisiologi: Konsep Kinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6 Vol. 1.”
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai