Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehari-hari. Jalan sebagai prasarana transportasi sangat dibutuhkan untuk
mendukung pembangunan nasional, yaitu disektor ekonomi, sosial, politik, industri, pertahanan, dan
keamanan. Jalan juga sebagai sarana transportasi mutlak diperlukan sebagai akses utama distribusi
barang dari suatu daerah menuju daerah lain. Dengan demikian rancangan jalan harus dibuat dengan
pertimbangan kenyamanan dan keamanan agar distribusi barang menjadi lancar Jalan yang terpisah
oleh kontur tanah yang berbeda dan cenderung berbukit menyebabkan perancangan jalan harus
menyesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga beberapa ruas jalan menjadi menikung tajam dan
langsung bertemu dengan tanjakan curam. Keadaan seperti itu tidak jarang akan menyebabkan
terjadinya kecelakaan yang bisa berakibat fatal maupun kematian pengendaranya.
Ruas jalan Prapanca di Kebayoran Baru mempunyai karakteritik yang sama dengan keadaan
keadaan yang tergambar di atas dan menjadi salah satu daerah rawan kecelakaan. Ruas jalan ini
merupakan salah satu jalan arteri yang menghubungkan kelurahan Pulo dengan Kelurahan Mampang
Karena seringnya terjadi kecelakaan pada ruas jalan ini, maka perlu dilakukan analisis terhadap
penyebab kecelakaan lalu lintas. audit keselamatan jalan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
situasi yang beresiko tinggi atau potensi terjadinya kecelakaan.
Audit keselamatan jalan (Road Safety Audit) atau disingkat RSA adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang pada umumnya terjadi karena berbagai factor
penyebab secara bersama-sama, yakni : manusia, kondisi jalan, kondisi kendaraan, cuaca, dan
pandangan terhalang. Manusia sebagai faktor dominan penyebab kecelakaan lalu lintas, walaupun
sebenarnya kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab kecelakaan lalu lintas sehingga untuk
mencegah tindakan-tindakan yang membahayakan keselamatan lalu lintas. Jalan perlu dilengkapi
dengan berbagai kelengkapan jalan guna membantu mengatur arus lalu lintas, yakni : marka jalan,
jalur pemisah, lampu lalu lintas, dan pagar pengaman. Alinyemen jalan, baik horizontal maupun
vertikal, sangat mempengaruhi

1.2. Dasar Teori


1.2.1. Keselamatan Jalan
Warpani (2002) mengatakan bahwa tujuan utama upaya pengendalian lalu lintas melalui
rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep sampai dengan selamat
adalah upaya menghindarkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Berbagai upaya rekayasa lalu
lintas, selain bertujuan melancarkan arus lalu lintas, yang utama adalah menjamin keselamatan
berlalu lintas.

1.2.2. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas


Abubakar (1996) mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan serangkaian
kejadian, yang pada akhirnya sesaat sebelumnya terjadi kecelakaan didahului oleh gagalnya
pemakai jalan dalam mengantisipasi keadaan sekelilingnya termasuk dirinya sendiri dan
kecelakaan lalu lintas mengakibatkan terjadinya korban atau kerugian harta benda. Dalam
peristiwa kecelakaan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga apabila terdapat cukup bukti ada
unsur kesengajaan maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagai kasus kecelakaan.

1.2.3. Korban Kecelakaan Lalulintas


Sesuai dengan pemahaman bahwa unsur terpenting dalam kejadian kecelakaan lalulintas
jalan adalah korban manusia, maka klasifikasikan kecelakaan pada dasarnya dibuat
berdasarkan tingkat keparahan korban. Dalam kecelakaan lalulintas korban kecelakaan dapat
dibagi menjadi empat kelas sebagai berikut :
1. Klasifikasi berat (fatal accident)
Apabila terdapat korban yang mati, meskipun hanya satu orang dengan ataupun
tanpa korban luka-luka berat atau luka ringan.
2. Klasifikasi sedang
Apabila tidak terdapat korban mati, namun dijmpa sedikit-dikitnya satu orang
terdapat luka berat.
3. Klasifikasi ringan
Apabila tidak terdapat korban yang mati dan luka-luka berat, dan hanya dijumpai
korban yang luka ringan saja.
4. Klasifikasi lain-lain
Kecelakaan yang hanya menimbulkan kerugian material saja, misalnya
kerusakan kendaraan, jalan, jembatan, maupun kerusakan fasilitas lainnya, tidak
menimbulkan korban luka-luka baik berat maupun ringan.

1.2.4. Faktor Penyebab Kecelakaan


Faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik dengan unsur-unsur sistem
transportasi, yaitu pemakai jalan, pengemudi dan pejalan kaki, kendaraan, jalan dan
lingkungan, atau kombinasi dari dua unsur atau lebih,
a. Pemakai jalan
Menurut data statistik baik di Indonesia maupun diluar negri, penyebaba kecelakaan yang
paling tinggi adalah pengemudi. Beberapa kriteria pengemudi sebagai penyebab
kecelakaan adalah sebagai berikut:
1. Pengemudi mabuk (drink driver)
Dimana pengemudi mengalami kehilangan kesadaran karena pengaruh alkohol, obat-
obat terlarang, narkotik dan sebagainya.
2. Pengemudi lelah (fatiguued or overlay tired driver)
Yaitu keadaan pengemudi membawa kendaraan dalam keadaan lelah atau mengantuk
akibat kurang istirahat sehingga kurang waspada, kurang tangkas bereaksi terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi.
3. Pengemudi kurang terampil (unskilled driver)
Yaitu keadaan dimana pengemudi kurang dapat diperkirakan kemampuan mengemudi
kendaraannya, misalnya Kemampuan untuk melakukan pengereman, kemampuan
untuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya (gab) dan lain sebagainya.
b. Pejalan kaki (pedestrian)
Penyebab kecelakaan dapat ditimpakan pada pejalan kaki dalam berbagai kemungkinan,
seperti penyebrang jalan pada tempat dan waktu yang tidak tepat, (tidak aman) berjalan
terlalu ketengah jalan, kurang hati-hati dan lain sebagainya.

c. Kendaraan
Kendaraaan dapat menyebabkan kecelakaan apabila tidak dikendarai dengan sebagai
mana mestinya, yaitu sebagai akibat kondisi teknisnya yang tidak layak jalan maupun
penggunanya yang tidak sesuai dengan ketentuan.
* Kondisi teknis yang tidak layak jalan misalnya rem blong, mesin tiba-tiba mati, ban
pecah, kemudi tidak berfungsi dengan baik, as atau kopel lepas, lampu mati
(khususnya dimalam hari) reting mati dan lain sebagainya.
* Penggunaan kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
* Misalnya penggunaan muatan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
d. Jalan
Jalan dapat merupakan faktor penyebab kecelakaan antara lain untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. Jalan Rusak
Jalan rusak adalah jalan dengan kondisi permukaan jalannya tidak rata, bisa jadi
jalan yang belum diaspal, atau jalan yang sudah mengalami peretakan maupun
berlubang. Jalan yang rusak mempengaruhi keseimbangan sepeda motor. Untuk itu
sebaiknya saat melewati jalan yang tidak rata, hendaknya mengurangi kecepatan
sepeda motor, sebelum terjadi masalah.
2. Jalan Basah/Licin
Disebabkan karena jalan yang basah akibat hujan atau oli yang tumpah; lumpur,
salju dll. Kondisi jalan yang seperti ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu-lintas,
karena keseimbangan sepeda motor akan terganggu, sepeda motor dapat tergelincir
dan jatuh hingga menabrak kendaraan lain yang ada di dekatnya. Pengemudi harus
mengurangi kecepatan agar kendaraan tidak meluncur tak terkendali.
3. Jalan Gelap
Jalan yang gelap berisiko tinggi menimbulkan kecelakaan, hal ini karena pengguna
jalan yang tidak dapat melihat secara jelas penggunaa jalan lain maupun kondisi
lingkungan jalan saat berkendaraa, sehingga keberadaan lampu penerangan yang
tersedia sangatlah penting. Jalan tanpa alat penerangan jalan akan sangat
membahayakan dan berpotensi tinggi menimbulkan kecelakaan.
4. Hujan
Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh,
jalan menjadi lebih licin, dan jarak pandang menjadi lebih pendek. Selama musim
hujan, potensi kecelakaan lalu-lintas menjadi lebih besar, yang umumnya terjadi
karena gangguan penglihatan saat hujan lebat, atau jalan yang tergenang air sehingga
mengakibatkan efek hydroplaning, yaitu ban tidak langsung menapak kepermukaan
aspal karena dilapisi air ( Beirness,2002 dalam Kartika 2009).
2.1.3. Tipe kecelakaan
Karakteristik kecelakaan menurut jumlah kendaraan yang terlibat tabrakan dapat
digolongkan menjadi :
* Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu kendaraan bermotor dan
tidak melibatkan pengguna jalan lain. Contohnya menabrak pohon, tergelincir, dan
terguling akibat ban pecah.
* Kecelakaan ganda, yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kendaraan atau
kendaraan dengan pejalan kaki yang mengalami kecelakaan diwaktu dan tempat yang
bersamaan.
Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan yang terjadi dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Head-on Collision (Tabrak depan-depan)
Head-on Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi antara 2 kendaraan dari
arah yang berlawanan. Kecelakaan ini terjadi karena kendaraan yang mau menyalip gagal
kembali ke jalurnya atau karena jarak pandang yang tidak mencukupi di dareah tikungan.
2. Run off Road Collision (Tabrak samping-samping)
3. Run off Road Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi hanya pada satu
kendaraan yang keluar dari jalan dan menaberak sesuatu, hal ini dapat terjadi ketika
pengemudi kehilangan kontrol atau salah menilai tikungan, atau mencoba untuk
menghindari tabrakan dengan pengguna lain jalan atau binatang
4. Rear- end Collision (Tabrak depan-belakang)
Rear- end Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi dari dua atau lebih
kendaraan dimana kendaraan menabrak kendaraan di depannya, biasanya disebabkan
karena kendaraan di depan berhenti tiba-tiba. Jenis kecelakaan ini juga dapat menyebabkan
kecelakaan beruntun dimana melibatkan lebih dari dua kendaraan.
5. 4. Side Collision (Tabrak depan-Samping)
Side Collision adalah jenis tabrakan dimana terjadi antara dua kendaraan secara
bersampingan dengan arah yang sama. Tabrakan ini sering terjadi di persimpangan Y, di
tempat parkir atau ketika kendaraan menabrak dari dari samping suatu objek tetap.
6. Rollover (Terguling)
Rollover adalah jenis tabrakan dimana kendaraan terjungkir balik, biasanya terjadi pada
kendaraan dengan profil yang lebih tinggi seperti truk. Kecelakaan rollover berhubungan
langsung dengan stabilitas kendaraan. Stabilitas ini dipengaruhi oleh hubungan antara pusat
gravitasi dan lebar trek (jarak antara roda kiri dan kanan). Pusat gravitasi yang tinggi dan
trek yang leber dapat membuat kendaraan tidak stabil di tikungan dengan kecepatan yang
tinggi atau perubahan arah belokan yang tajam dan mendadak. Airbags maupun sabuk
pengaman kurang efektif ( Purnomo dkk, 2011).

2.1.4. Karakteristik Geometrik Jalan


Karakteristik geometrik jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia, meliputi :
1. Tipe jalan : Berbagai tipe jalan mempunyai kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu
lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, jalan satu arah.
2. Lebar jalur lalu lintas : kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan
pertambahan lajur bebas lalu lintas.
3. Kereb : kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar sangat
berpengaruh terhadap hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan
dengan kereb yang lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang
jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan
mempunyai kereb atau bahu.
4. Bahu : Jalan perkotaan tanpa kereb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur
lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa
penambahan kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu
terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan,
seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya.
5. Median : median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas.
6. Alinemen jalan : lengkung horisontal dengan jari – jari kecil mengurangi kecepatan arus
bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan dengan arus bebas. Karena
secara umum kecepatan arus bebas didaerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini
diabaikan

2.1.5. Petunjuk Keselamatan dalam Desain Geometrik


Di dalam desain elemen geometri ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Undang –
Undang No 38/2004), antara lain :
1. Penampang Melintang Jalan
Penampang melintang jalan adalah proyeksi/potongan melintang tegak lurus sumbu jalan.
Menurut Undang – undang No. 38/2004, dalam potongan melintang dapat dilihat bagian –
bagian jalan :
a. Ruang Manfaat Jalan
b. Ruang Milik Jalan
c. Ruang Pengawasan Jalan

2. Badan Jalan
Badan jalan terdiri atas :
a. Jalur lalu lintas
Digunakan untuk lewat kendaraan, bisa terdiri dari beberapa lajur tergantung volume
lalu lintas yang akan ditampung.
b. Bahu jalan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan badan jalan :
1) Permukaan jalan
Diusahakan selalu rata, tidak licin, tidak kasar, tahan terhadap cuaca.
2) Kemiringan melintang
Untuk memberikan kemungkinan drainase permukaan jalan, air yang jatuh diatas
permukaan jalan segera mungkin dialirkan kesaluran samping, kemiringan
diusahakan sekecil mungkin tetapi tujuannya dapat tercapai, berkisar antara 1,5%
- 3%, 5%-6% aspal/semen belum menggunakan bahan pengikat.
3. Jarak Pandang
Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat dengan jelas
dan menyadari situasinya pada saat mengemudi sangat tergantung pada jarak yang dapat
dilihat dari tempat kedudukannya. Guna jarak pandangan :
a. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia
akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan berhenti, pejalan kaki
atau hewan pada lajur lainnya.
b. Memberikan kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan
kecepatan lebih rendah dengan menggunakan lajur disebelahnya.
c. Menambah efisien jalan, volume pelayanan dapat maksimal.
d. Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu – rambu lalu
lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan. Dibedakan atas :
1) Jarak pandangan henti : jarak pandangan yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraannya.
2) Jarak pandangan menyiap : jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat
menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan
lajur arah yang berlawanan, pada saat dua arah tanpa median.
Pemerolehan kriteria jarak pandang perlu diperiksa secara menyeluruh dengan
memperhitungkan efek alinemen horizontal dan vertikal, gangguan kemiringan dan
lansekap

4. Alinemen Horizontal dan Vertikal


Tikungan jalan raya cenderung merupakan lokasi dengan resiko bahaya yang lebih
besar bagi kendaraan bermotor dan terjadinya kecelakaan cenderung meningkat sesuai
dengan menurunnya radius tikungan. Resiko bahaya khususnya bersifat akut bagi
tikungan pada akhir bagian jalan yang lurus dan panjang.
a. Penting sifatnya untuk memastikan bahwa tikungan pertama pada bagian yang lurus
didesain melebihi standar minimal. Kecepatan desain untuk tikungan tersebut
hendaknya tidak lebih dari 10 km/jam di bawah kecenderungan 85 percentil kecepatan
operasional lalu lintas pada pendekatan lurus ke tikungan. Dalam menilai hal ini,
adanya batas kecepatan yang dapat diterapkan di lokasi tersebut.
b. Hindari perubahan tiba – tiba pada standar alinemen horizontal, dan juga variasi yang
jauh berbeda pada radius tikungan dari satu tikungan ke tikungan yang lain.
c. Pada jalan pedesaan yang rata/berbukit lebih ditujukan untuk alinemen curvilinear dari
pada serangkaian tikungan yang di hubungkan dengan bagian lurus yang panjang. Hal
ini cenderung mengatasi kelelahan pengemudi.
d. Pada jalan 2 lajur 2 arah, desain untuk mencoba mengoptimalkan kesempatan
menyusul. Pada desain alinemen vertikal, hal ini kadang kala berarti mengadopsi
tikungan vertikal yang lebih pendek, antara kemiringan yang lebih panjang dari pada
menggunakan tikungan vertikal panjang yang ekuivalen dengan atau kurang dari jarak
pandang menyusul.
e. Hindari pengaturan roller coater pada alinemen vertikal, terutama situasi dimana
pandangan pengemudi pada perkerasan di depan tersembunyi hanya sementara.
Serupa dengan hal tersebut, kombinasi alinemen horizontal dan vertikal yang
menghasilkan area perkerasan tersembunyi yang tidak terduga yang dapat
menyesatkan pemahaman pengemudi terhadap arah rute didepan, hendaknya
dihindari. Aspek – aspek tersebut paling baik diidentifikasi dengan gambar perspektif
atau model komputer 3D pada lokasi – lokasi kritis.
f. Pada turunan tajam dan persimpangan, hindari penggunaan tikungan horizontal
dengan standar minimal dan hindari penggunaan superelevasi dengan nilai tinggi.
Kombinasi ini cenderung meningkatkan resiko bahaya bagi kendaraan yang belok
(akibat super elevasi yang kurang atau merugikan) terutama kendaraan dengan pusat
gravitasi yang tinggi.

1.2. Rumusan Masalah


Jalan Arteri Utara (Ringroad) pada simpang Kronggahan sampai simpang Monjali merupakan
jalan Arteri Primer yang menghubungkan Jalur Selatan Pulau Jawa. Jalan tersebut memiliki tingkat
kepadatan lalu lintas yang tinggi, mulai dari sepeda motor hingga kendaraan berat seperti truk
kontainer. Kecelakaan sering terjadi pada ruas jalan ini, sehingga perlu diadakannya analisis terhadap
penyebab kecelakaan yang sering terjadi. Road Safety Audit (RSA) atau Audit Keselamatan Jalan
(AKJ) perlu dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik kecelakaan, mengevaluasi permasalahan
yang terjadi serta geometric jalan sepanjang ruas daerah studi, serta situasi yang beresiko tinggi
sehingga situasi tersebut dapat ditangani atau dihilangkan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan.

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakan dan permasalahan di tas, maka tujuan penelitian adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik kecelakaan pada daerah studi
b. Mengevaluasi potensi permasalahan pada jalan yang telah beroperasi terhadap keselamatan
jalan
c. Mengevaluasi potensi permasalahan geometrik jalan di sepanjang ruas Jalan
d. Memastikan bahwa persyaratan keselamatan jalan untuk semua pengguna jalan sudah
dipertimbangkan

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari Audit Keselamatan Jalan pada ruas jalan Prapanca Kebayoran Baru ini
adalah :
a. Sebagai bahan masukan dalam penyusunan pedoman audit keselamatan jalan yang
berorientasi pada keselamatan jalan.
b. Mengurangi kemungkinan tingkat kecelakaan pada ruas jalan arteri, khususnya pada daerah
studi.
c. Meningkatkan kesadaran antara perencana atau pihak-pihak terkait akan pentingnya
perencanaan jalan yang berorientasi pada keselamatan jalan.
d. Sebagai input dari kebijakan didalam mengambil keputusan terhadap Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) khususnya pada ruas jalan Prapanca Kebayoran Baru.

BAB III
PENUTUPAN

3.1. KESIMPULAN
Dari hasil survai dan analisa dapat disimpulkan bahwa Jl. Prapanca 5, Pulo, Kby. Baru, Kota
Jakarta Selatan termasuk jalan yang rawan terhadap kecelakaan, terutama pada persimpangan ini
merupakan black sport. Dikarenakan setiap bulan tidak pernah terlewatkan terjadi kecelakaan. Dari
hasil pengamatan menunjukkan bahwa korban yang terjadi hanyalah luka ringan

Peristiwa kecelakaan yang sering terjadi karena tabrakan dari arah yang berlawanan, tabrakan
dari belakang, dan saat kendaraan membelok. Hal ini di sebabkan karena jalan yang terpisah oleh
kontur tanah yang berbeda dan cenderung berbukit menyebabkan perancangan jalan harus
menyesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga beberapa ruas jalan menjadi menikung tajam dan
langsung bertemu dengan tanjakan curam.

Perlu pemasangan pemasangan lampu jalan pada tempet-tempat tertentu guna menerangi jalan,
rambu-rambu lalulintas dan kaca cembung pada titik persimpangan yang yang cukup tajam sesuai
dengan standart geometri jalan. Penambahan barier pada persimpangan agar tidak terjadi konflik di
persimpangan ujung jalan. Disamping itu pembangunan jaringan jalan harus disesuaikan dengan
pola, tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalan. Peningkatan parsarana jalan pada trotoar tidak
diperlukan karena jalan ini jarang dilalui oleh pejalan kaki. Jika mempunyai dana lebih untuk
mencegah dapat dilakukan penimbuna agar kemiringan sesuai dengan standar. Agar lebih efisien
jalan di alihkan menjadi satu jalur (one way). Perlu penegakkan disiplin lalulintas kepada pemakai
jalan yaitu dengan menaati rambu-rambu yang telah dipasang, pembatasan kecepatan dan lain
sebagainya.
3.2. DAFTAR PUSTAKA

1. HOBBS, F. D, 1979, Perencanaan dan Teknik Lalulintas, edisi ke-2, Gajahmada University
Press, Yogyakarta.

2. Menuju Lalulintas dan Angkutan Jalan yang tertib, Direktorat Jendral Perhubungan Darat.

3. Oglesby, Clakson H Hick, R Gary, 1998, Teknik Jalan Raya, Jilid I, edisi ke-empat, penerbit
Erlangga.

4. Rekayasa Lalulintas, Direktorat bina sistem lalulintas angkutan kota, Direktorat


perhubungan darat Jakarta, 1999.

5. Soetanto, Teknik Lalulintas I, Fakultas teknik sipil dan perencanaan ITS, Surabaya.

6. Santoso, Teguh Iman. 2007. Analisis Daerah Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus
Jalan Tol Jatingaleh-Srondol Semarang). Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

7. Warpani. 1999. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung: ITB
LAMPIRAN GAMBAR
Dokumentasi survey
AUDIT KESELAMATAN JALAN
Jl. Prapanca 5, Pulo, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan

Anggota Kelompok 4 :

Nola Wahdini F (1162004023)


Muhamma Nur Faozi (1162004010)
Azhar Chikal Rahayu (1162004029)
Muhammad Khadafi (11162004016)
Niwayan Fitriani (1162004015)
Raditya Nalaputra (1142004019)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS BAKRIE
2018

Anda mungkin juga menyukai