Anda di halaman 1dari 6

2.1.

1 Pendahuluan

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP
disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi
pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient,
namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga
memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.1

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat energi dan
zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG). Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan anak
hanya nampak kurus karena ukuran berat badan anak tidak sesuai dengan berat badan anak
yang sehat. Anak dikatakan KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan
menurut umur (BB/U) baku World Health Organization-National Center for Health Statistics
(WHO-NCHS) ,1983. KEP ringan apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan KEP sedang apabila
BB/U 60% sampai 69,9%.2

Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang
berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk
kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus. Pada
kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit
KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika
dibandingkan dengan anak seumurnya.2

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang masih menghadapi masalah
kekurangan gizi yang cukup besar. Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia
tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang gizi. Masalah
gizi sampai pada saat ini masih menjadi masalah ditimgkat nasional adalah gizi kurang pada
balita, anemia, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) dan kurang vitamin A. Masalah
tersebut masih terdapat disebagian besar kabupaten/kota dengan faktor penyebab yang
berbeda

Menurut data direkam medik RSU Dr. Soetomo surabaya, kejadian KEP pada balita(usia 1-5
tahun) pada tahun 2004 sebanyak 1445 anak balita(19,45%), dengan gizi kurang sebanyak
1235 anak balita (19,35%) dan gizi buruk sebanyak 210 anak balita(0,1%).2

2.1.2 Etiologi

Penyebab KEP sangat banyak dan bervariasi. Beberapa faktor bisa berdiri sendiri atau terjadi
bersama-sama. Faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, gangguan
metabolisme, penyakit jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya. Pada daerah pedesaan
biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering berpengaruh, KEP timbul pada
anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena kelaparan akibat gagal panen atau
hilangnya mata pencaharian sehingga mempengaruhi pemberian asupan gizi pada anak. Di
daerah perkotaan tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan sistem saluran
cerna dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder. Gangguan ini bisa
karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau penyakit metabolisme
lainnya.3,4
Selain itu, ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu, cara
pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta pengetahuan ibu juga
merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi termasuk protein pada balita, karena
masih banyak yang beranggapan bila anaknya sudah merasa kenyang bearti kebutuhan gizi
mereka telah terpenuhi.1

2.1.3 Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat
digolongkan menjadi tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), kuman penyebab (agent),
dan lingkungan (environment). Faktor diet memegang peranan penting, tetapi faktor lain juga
ikut menentukan.5

Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok
atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa, jaringan
lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat menggunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan makanan yang
kronis. Tubuh akan mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh.5

2.1.4 Klasifikasi

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Tingkat
KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP berat.
KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Maksud utama
penggolongan ini adalah untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan
klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di
setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara
tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.2

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat
diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II
(sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan
indeks berat badan menurut umur.2

Klasifikasi KEP menurut Depkes RI :


Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)
Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U
KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U

Sumber: Depkes RI(1999:26)

Sedangkan klasifikasi kurang Energi Protein menurut standar WHO:

Klasifikasi
Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat
edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis KEP berbeda-beda tergantung derajat dan lama deplesi protein, energi, dan
umur penderita juga tergantung oleh hal lain seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral
yang menyertainya. Pada KEP ringan dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2

KEP ringan dan sedang sering ditemukan pada anak–anak dari 9 bulan sampai usia 2 tahun,
tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.

Berikut tanda–tanda KEP ringan dan sedang dilihat dari pertumbuhan yang terganggu dapat
diketahui melalui :

1. Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti,


2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang menurun,
3. Ukuran lingkar lengan atas menurun,
4. Maturasi tulang terlambat,
5. Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun,
6. Tebal lipat kulit normal atau mengurang,
7. Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat besi
dan vitamin–vitamin lainnya,
8. Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat,
9. Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang,akan
tetapi adakalanya dapat ditemukan.2

Pada KEP Berat gejala klinisnya khas sesuai dengan defisiensi zat tersebut. KEP berat ini
terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya marasmic kwasiokor.

Secara klinis terdapat dalam 3 tipe KEP berat yaitu :

1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab
dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan
rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah
ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai
penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada,
perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

3.Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

2.1.6 Komplikasi

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena
begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi
dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh marasmus
bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu
adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan
hormonal.3

Marasmus dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Stuart
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral dan zat
gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di
susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi
sel otak terutama usia di bawah tiga tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian
terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih
rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.3

Sel otak terbentuk sejak trimester pertama kehamilan, dan berkembang pesat sejak dalam
rahim ibu. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2-3 tahun, periode
tercepat usia enam bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi,
kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian
diferensiasi dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia tiga tahun.3

Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga
jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurangan gizi pada
usia anak sejak lahir hingga tiga tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia
kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.3

Gizi kurang pada usia di bawah dua tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-20%,
sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan kualitas
otak sekitar 80-85%. Anak yang demikian tentunya bila harus bersaing dengan anak lain yang
berkualitas otak 100% akan menemui banyak hambatan.3

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita marasmus, yaitu sekitar 55%.
Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberkulosis, radang paru,
infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena pada marasmus sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga
mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat
hingga mengancam jiwa.3

Kematian mendadak karena gangguan jantung, disebabkan karena gangguan otot jantung
yang sering terjadi pada penderita marasmus. Tampilan klinis yang tampak adalah atrofi
ringan pada otot jantung. Hal tersebut dapat mengakibatkan cardiac output menurun,
gangguan sirkulasi, hipotensi, gangguan irama jantung (bradikardi), sehingga tangan dan kaki
terasa dingin dan pucat.3

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis KEP dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebabnya
harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang
lalu.5

Dasar diagnosis7 :

1. BB/TB < 70%


2. Klasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis

Langkah diagnosis:

1. Tetapkan KEP berat


2. Tetapkan klasifikasi
3. Tetapkan tahapan:

 Stabilisasi

Pastikan apakah ada gangguan fungsi vital (penurunan kesadaran, presyok, gangguan
kardiovaskuler dan pernafasan)/tanda bahaya yang mengancam kehidupan penderita seperti
hipoglikemia, hipotermia, infeksi berat (sepsis) dan dehidrasi/ gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa

 Transisi

Pastikan tidak ada gejala pada stadium stabilisasi, mulai pemberian makanan peroral dengan
menilai keadaan diare dan memperhatikan kemampuan makan, digesti, dan absorpsi dari
saluran cerna.

 Rehabilitasi

Pastikan tidak ada gejala pada stadium stabilisasi/ transisi, kemampuan makan baik

1. Tetapkan penyakit yang menyertai (mendasari dan penyerta), secara rutin:

 TBC : standar profesi TBC


 ISK : standar profesi ISK
 Infeksi Telinga Kronis/ mastoiditis : standar profesi THT

1. Cari Penyebab Lain (metabolik/endokrin, penyakit jantung bawaan).9

2.1.7 Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilakukan dengan baik bila penyebabnya
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana yang baik untuk pelayanan
kesehatan dan penyuluhan gizi8.

 Pemberian ASI sampai umur dua tahun merupakan sumber energi yang paling baik
untuk bayi.
 Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur enam bulan
ke atas.
 Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
 Pemberian imunisasi.
 Mengikuti program KB untuk mencegah kehamilan yang terlalu sering.
 Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat, merupakan
upaya pencegahan jangka panjang.
§
 Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.5

Anda mungkin juga menyukai